TINDAK PIDANA TERORISME
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Terorisme merupakan
kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan terhadap peradaban yang menjadi
ancaman bagi segenap bangsa serta musuh dari semua agama. Oleh sebab itu,
perang melawan terorisme menjadi komitmen semua negara dan semua agama di
dunia. Terorisme dalam perkembangannya telah membangun organisasi dan mempunyai
jaringan global dimana kelompok-kelompok terorisme internasional serta
mempunyai hubungan dan mekanisme kerjasama satu sama lain baik dalam aspek
operasional infrastruktur maupun infrastruktur pendukung (support
infrasructure). PBB telah mengeluarkan beberapa konvensi dan resolusi untuk
melawan terorisme.
Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai anggota PBB telah meratifikasi berbagai konvensi
tersebut dan sudah tentu harus melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB dalam
perang melawan terorisme. Dengan peristiwa 11 September 2001, upaya
pemberantasan terorisme telah diangkat menjadi prioritas utama dalam kebijakan
politik dan keamanan secara global. Aksi terjadinya teror bom di Bali pada
tanggal 12 Oktober 2002, mendorong Pemerintah Indonesia untuk menyatakan perang
melawan terorisme dan mengambil langkah-langkah pemberantasan serius dengan
dikeluarkannya Perpu No. 1/2002, Perpu No. 2/2002 dan Inpres No. 4/2002.
Landasan hukum tersebut di atas diikuti dengan penetapan Skep Menko Polkam No.
Kep-26/Menko/Polkam/11/2002 tentang Pembentukan Desk Koordinasi Pemberantasan
Terorisme.
Hampir semua negara
telah menaruh perhatian dan telah memberikan dukungan kongkrit dalam upaya
pengungkapan para pelaku teror dan mengajukan para pelaku teror ke sidang
pengadilan serta mengungkap jaringannya. Dengan tertangkapnya para teroris
tersebut maka telah terungkap fakta yang jelas, dimana teroris lokal telah
mempunyai hubungan erat dengan jaringan teroris global. Timbul kesadaran dan
keyakinan kita bahwa perang melawan terorisme mengharuskan kita untuk melakukan
sinergi dan upaya secara komperhensif dengan pendekatan multi-agency,
multi-internasional dan multi-nasional. Untuk itu perlu ditetapkan suatu strategi
nasional dalam rangka perang melawan terorisme.
Indonesia berkomitmen untuk
menjalankan kebijakan kontra-terorisme sebagai penegakan hukum, bukan perang.
Pendekatan penegakan hukum untuk menghadapi terorisme domestik dapat diterima
secara normatif ataupun strategis. Melalui proses penegakan hukum,
kontra-terorisme tak hanya mencapai tertangkapnya teroris atau digagalkannya
skenario aksi teror, tetapi juga menyampaikan pesan kepada masyarakat bahwa
setiap pelaku teror harus mempertanggungjawabkan tindakannya kepada publik
serta menunjukkan bahwa negara tidak terkalahkan dalam perang moralitas atau
clash of wills melawan para teroris. Artinya, tujuan dan cita- cita negara
tidak pernah bisa digantikan dengan tujuan dan cita-cita para teroris.
Pendekatan penegakan hukum merupakan sebuah bentuk upaya menghentikan
kemunculan aksi terorisme, dan pada saat yang sama merupakan kampanye
pemerintah dalam mendemoralisasi gerakan teroris, ataupun mereka yang
berpotensi bergabung dengan para teroris.
Sebagian negara demokrasi maju telah
memiliki ”buku putih”-nya sendiri untuk memetakan ancaman dan prinsip-prinsip
kontra-terorisme. Karakter reaksioner kebijakan kontra-terorisme Indonesia
masih ”pendekatan tempur” berupa operasi pengejaran, penyergapan, penangkapan,
dan pembunuhan para pelaku dan pendukung jaringan terorisme oleh kepolisian.
Pendekatan tempur yang kerap
berakhir dengan kematian pelaku teror dapat dijustifikasikan dengan fakta bahwa
para pelaku teror selalu siap dengan senjata api di tangannya. Namun, terbunuhnya
pelaku teror berarti informasi jaringan teror yang sangat berharga untuk
pengejaran tuntas semua pelaku dan pendukung jaringan terorisme dengan
sendirinya hilang. Di sisi lain, pendekatan tempur tidak secara tuntas
mengakhiri jaringan terorisme, justru memberikan kesempatan kepada para pelaku
dan pendukung teror yang lain untuk menghilang sementara. Pada saat yang sama
kebenaran tentang gerakan terorisme yang diterima masyarakat tidak pernah utuh,
terdistorsi oleh dramatisasi media ataupun kesimpangsiuran berbagai sumber.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
di atas ,maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1
Apakah yang melatar belakangi kasus
Terorisme yang di atur dalam uu no 1 tahun 2002.
2
Bagaimana dampak dan menangani kasus
Pidana Terorisme.
C.
Tujuan
Adapun tujuan
penyusun membuat makalah ini adalah
untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.
Agar dapat mengetahui apakah yang melatar
belakangi kasus Terorisme yang di atur dalam uu no 1 tahun 2002.
2.
Agar mengetahui bagaimana dampak dan menangani
kasus Pidana Terorisme.
BAB II
DASAR TEORI
A.
Pengertian
1.
Definisi tindak
pidana teroris
Sebelum membahas pengertian Tindak Pidana Terlebih
dahulu penulis akan menguraikan pengertian tentang tindak pidana atau perbuatan
pidana. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) tidak memberikan
penjelasan secara rinci mengenai perkataan strafbaar feit tersebut.
Istilah strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum
pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai
istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, pelanggaran
pidana. perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan dengan tata hukum dan
diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang itu dilakukan oleh orang yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Pidana berarti hukuman.Tindak Pidana memiliki pengertian
perbuatan yang dilakukansetiap orang/subjek hukum yang berupa kesalahan
danbersifat melanggar hukum ataupun tidak sesuai denganperundang-undangan.
2.
Definisi Terorisme
Menurut para ahli
Menurut
Black’s Law Dictionary,Terorisme adalah kegiatan yang melibatkan unsur
kekerasan atau yang menimbulkan efek bahaya bagi kehidupan manusia yang
melanggar hukum pidana (Amerika atau negara bagian Amerika), yang jelas
dimaksudkan untuk:
a)
mengintimidasi penduduk sipil.
b)
memengaruhi kebijakan pemerintah.
c)
memengaruhi penyelenggaraan negara dengan cara
penculikan atau pembunuhan
Muladi
memberi catatan atas definisi ini, bahwa hakekat perbuatan Terorisme mengandung
perbuatan kekerasan atau ancaman kekerasan yang berkarakter politik. Bentuk
perbuatan bisa berupa perompakan, pembajakan maupun penyanderaan. Pelaku dapat
merupakan individu, kelompok, atau negara. Sedangkan hasil yang diharapkan
adalah munculnya rasa takut, pemerasan, perubahan radikal politik, tuntutan Hak
Asasi Manusia, dan kebebasan dasar untuk pihak yang tidak bersalah serta
kepuasan tuntutan politik lain.
Menurut
US Central Intelligence Agency (CIA)Terorisme Internasional adalah
Terorisme yang dilakukan dengan dukungan pemerintah atau organisasi asing dan
atau diarahkan untuk melawan negara, lembaga atau pemerintahan asing .
Menurut
US Departements of State and Defense.Terorisme adalah kekerasan yang
bermotif politik dan dilakukan oleh agen negara atau kelompok subnasional
terhadap sasaran kelompok non kombatan. Biasanya dengan maksud untuk
memengaruhi audien. Terorisme internasional adalah terorisme yang melibatkan
warga negara atau wilayah lebih dari satu negara .
Menurut
States of the South Suppression of Terrorism. Terorisme
meliputi:
a.
Kejahatan dalam lingkup “Konvensi
untuk Pembasmian Perampasan Tidak Sah atas Keselamatan Penerbangan Sipil”,
ditandatangani di Hague, 16 Desember 1970.
- Kejahatan dalam lingkup “Konvensi untuk Pembasmian Perampasan Tidak Sah atas Keselamatan Penerbangan Sipil”, ditandatangani di Montreal, 23 September 1970.
- Kejahatan dalam lingkup “Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman atas Tindak Pidana Terhadap Orang-Orang yang secara Internasional Dilindungi, termasuk Agen-Agen Diplomatik”, ditandatangai di New York, 14 Desember 1973.
- Kejahatan dalam lingkup konvensi apapun dimana negara-negara anggota SAARC adalah pihak-pihak yang mengharuskan anggotanya untuk menuntut atau melakukan ekstradisi.
- Pembunuhan, pembantaian, serangan yang mencelakakan badan, penculikan, kejahatan yang berhubungan dengan senjata api, senjata, bahan peledak dan bahan-bahan lain yang jika digunakan untuk melakukan kejahatan dapat berakibat kematian atau luka yang serius atau kerusakan berat pada harta milik.
Menurut
Treaty on Cooperation among the States Members of the Commonwealth of
Independent States in Combating Terrorism, 1999. Terorisme
adalah tindakan illegal yang diancam dengan hukuman dibawah hukum pidana yang
dilakukan dengan tujuan merusak keselamatan publik, memengaruhi pengambilan
kebijakan oleh penguasa atau menteror penduduk dan mengambil bentuk:
a.
Kekerasan atau ancaman kekerasan
terhadap orang biasa atau orang yang dilindungi hukum.
- Menghancurkan atau mengancam untuk menghancurkan harta benda dan objek materi lain sehingga membahayakan kehidupan orang lain.
- Menyebabkan kerusakan atas harta benda atau terjadinya akibat yang membahayakan bagi masyarakat.
- Mengancam kehidupan negarawan atau tokoh masyarakat dengan tujuan mengakhiri aktivitas publik atau negaranya atau sebagai pembalasan terhadap aktivitas tersebut.
- Menyerang perwakilan negara asing atau staf anggota organisasi internasional yang dilindungi secara internasional begitu juga tempat-tempat bisnis atau kendaraan orang-orang yang dilindungi secara internasional.
- Tindakan lain yang dikategorikan sebagai teroris dibawah perundang-undangan nasional atau instrumen legal yang diakui secara internasional yang bertujuan memerangi terorisme.
Menurut
Konvensi ini, bahwa perjuangan dengan cara apapun juga untuk melawan pendudukan
dan agresi asing untuk kemerdekaan dan hak menentukan nasib sendiri, seduai
dengan asas-asas hukum internasional, tidak merupakan Tindak Pidana Terorisme .
Menurut
Organisation of African Unity (OAU), 1999. Tindakan
teroris merupakan tindakan pelanggaran terhadap hukum pidana “negara anggota”
dan bisa membahayakan kehidupan, integritas fisik atau kebebasan atau
menyebabkan luka serius atau kematian bagi seseorang, sejumlah orang atau
sekelompok orang, atau menyebabkan atau dapat menyebabkan kerugian bagi harta,
sumber alam atau lingkungan atau warisan budaya seseorang atau publik dan
diperhitungkan atau dimaksudkan untuk:
a.
mengintimidasi, menakut-nakuti,
memaksa, menekan, atau memengaruhi pemerintah, badan, institusi, publik secara
umum atau lapisan masyarakat untuk melakukan atau abstain dari melakukan sebuah
tindakan atau untuk mengadopsi atau meninggalkan pendirian tertentu atau untuk
bertindak menurut prinsip-prinsip tertentu, atau
- mengganggu pelayanan publik, pemberian pelayanan esensial kepada publik atau untuk menciptakan darurat publik, atau
- menciptakan pemberontakan umum di sebuah negara.
- promosi, sponsor, kontribusi, perintah, bantuan, gerakan, dorongan, usaha, ancaman, konspirasi, pengorganisasian atau perekrutan seseorang dengan niat untuk melakukan tindakan yang disebutkan pada paragraph 1) sampai 3).
Menurut
Conway Henderson (International Relations Cobflict and Cooperaion at the turn
of 21th Century), menyatakan bahwa: Terorisme adalah suatu aksi
kekerasan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang atau jaringan,
dimaksudkan untuk menciptakan suasana atau keadaan berbahaya serta penuh
ketakutan dan bisa muncul tanpa motif apapun .
3.
Sejarah Terorisme
Sejarah
tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau, ditandai
dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan ancaman yang bertujuan
untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme
aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang
dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang
dianggap sebagai tiran. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan
sebagai bentuk murni dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme
modern.
Meski
istilah Teror dan Terorisme baru mulai
populer abad ke-18, namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut
Grant Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi Terorisme
sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi
baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen kamus yang dikeluarkan
Akademi Perancis tahun 1798, terorisme lebih diartikan sebagai sistem rezim
teror.
Kata
Terorisme berasal dari Bahasa Perancis le terreur yang semula
dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil Revolusi Perancis yang
mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal
40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan anti pemerintah. Selanjutnya kata
Terorisme dipergunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah di Rusia. Dengan
demikian kata Terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan
kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah.[3]
Terorisme
muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya Perang Dunia-I, terjadi
hampir di seluruh belahan dunia.[4] Pada
pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka
percaya bahwa Terorisme adalah cara yang paling efektif untuk melakukan
revolusi politik maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang
berpengaruh.[5] Sejarah
mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme Armenia melawan
pemerintah Turki, yang berakhir dengan bencana pembunuhan masal terhadap warga
Armenia pada Perang Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi
Terorisme diidentikkan sebagai bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan
ideologi.[6]
Bentuk
pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II, Terorisme dilakukan dengan
cara pembunuhan politik terhadap pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme
dimulai di Aljazair di tahun 50an, dilakukan oleh FLN yang
memopulerkan “serangan yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak
berdosa. Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai Terorisme
negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan dengan tujuan untuk
mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga Terorisme muncul pada tahun 60an dan
terkenal dengan istilah “Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa
saja untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini berkembang melalui tiga sumber,
yaitu:
a.
kecenderungan sejarah yang
semakin menentang kolonialisme dan tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.
- pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan fundamentalis agama, radikalis setelah era perang Vietnam dan munculnya ide perang gerilya kota.
- kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan peningkatan lalu lintas.
Namun
Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam masyarakat yang ketika itu
sebagian besar buta huruf dan apatis. Seruan atau perjuangan melalui tulisan
mempunyai dampak yang sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the
philosophy of the bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan.[8] Pasca Perang Dunia II, dunia
tidak pernah mengenal "damai". Terorisme gaya baru mengandung
beberapa karakteristik:
a.
ada maksimalisasi korban secara
sangat mengerikan.
- keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara internasional secepat mungkin.
- tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme yang sudah dilakukan.
- serangan Terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.
4.
Pembagian Terorisme
Pembagian Kaum Teroris menurut Oemar Kader ( Konsultan
Perencana Anti Teroris Pemerintah Federal AS ) yaitu :
1)
Jenis Etnonasionalis,
dipersatukan oleh bahasa, agama, dan wawasan teritorial. Contoh : IRA ( Tentara
Republik Irlandia ), PLO ( Pejuang Pembebasan Palestina ), ETA dan lain lain.
2)
Jenis Motivasi Idiologis ,
digerakkan oleh motivasi idiologi. Contoh :Brigade Merah, Pasukan maut sayap
kanan di Amerika Latin, Tupamaros Uruguay.
Dewan Hubungan Luar
Negeri – Council on Foreign Relation (organisasi nasional yang bekerja untuk
kemakmuran dan perdamaian di Amerika dan menjalin hubungan dengan semua negara
di dunia, bermarkas di Washington), membagi enam ragam terorisme, mencakup :
terorisme nasionalis , terorisme religius, state sponsored terrorism , terorisme
sayap kiri, terorisme sayap kanan dan terorisme anarkhis.
a.
Terorisme
nasionalis.
Terorisme
nasionalis bercita-cita membentuk negara terpisah untuk bangsa mereka. Contoh
pergerakan tipe ini, antara lain : IRA, LEHI, Irgun, EOKA.
b.
Terorisme
Religius.
Pergerakan
terorisme religius mempergunakan kekerasan untuk tujuan-tujuan yang mereka
anggap diperintahkan oleh Tuhan. Terorisme tipe ini ditemui pada semua agama
besar, juga pada sekte-sekte ( cult ) kecil. Bagi teroris religius, kekerasan
adalah sebuah tindakan suci atau amanat/tugas dari Ilahi. Agama disini berperan
sebagai sebuah kekuatan yang meligitimasi penggunaan kekerasan. Contoh
pergerakan teroris tipe ini mencakup : Hamas di Palestina, Hisbullah di
Lebanon, kelompok Yahudi yang terafiliasi dengan Rabbi Mei Kahane,
ekstrimis-ekstrimis Yahudi seperti Barauch Goldstein ( yang menembaki jemaah
muslim di Masjid Hebron tahun 1994 ) dan Yigal Amir ( yang membunuh PM Yitzhak
Rabin tahun 1995 ) sekte Aum Shinrikyo di Jepang. Hampir semua pakar yang mendalami
terorisme sepakat bahwa tipe terorisme ini tengah tumbuh pesat. Hoffman
mencatat bahwa pada tahun 1995, dari 56 kelompok teroris internasional yang
diketahui aktif, setengahnya digerakkan oleh motivasi religius.
c.
State
Sponsored Terrorism.
Tipe terorisme ini
mendapatkan dukungan yang aktif dan seringkali secara diam-diam ( clandestine
support ) dari negara-negara tertentu. Amerika Serikat menuding Iran sebagai
sponsor utama terorisme saat ini; disamping Kuba, Irak, Libya, Korea Utara,
Sudan dan Syria. Contoh kelompok teroris yang dianggap disponsori negara
mencakup Hizbullah (disponsori Iran), Abu Nidal Organization ( disponsori Irak
), Japanese Red Army ( yang disinyalir acap bekerja dalam basis kontrak untuk
Libya ). Salah satu kasus awal terorisme tipe ini adalah ketika pemerintah Iran
mempergunakan milisi independent dalam kasus penyanderaan di kedutaan besar
Amerika Serikat di Teheran pada tahun 1979.
d.
Terorisme
Sayap Kiri.
Tipe terorisme ini
secara jelas menyasar kapitalisme dan berkeinginan untuk menggantinya dengan
rezim komunis atau sosialis. Kebanyakan pengikut pergerakan teroris ini miskin
dan terobsesi ; inspirasi mereka adalah keyakinan ideologis yang mendalam dan
cenderung fanatis. Mereka melihat terorisme sebagai respon terhadap
ketidakadilan sosial yang mereka alami. Kelompok-kelompok ini biasanya
mempersepsikan sipil sebagai entitas ( kelompok ) yang menderita dibawah
eksploitasi kapitalis, karena seringkali mereka membatasi pemakaian kekerasan
dan memfokuskan diri pada taktik-taktik seperti penculikan konglomerat atau
pengeboman monumen sebagai tindak simbolis. Terorisme tipe ini banyak ditemui
pada akhir dekade 1960-an dan sepanjang dasawarsa 1970-an ; mencakup
kelompok-kelompok revolusioner yang tampil pada gelombang ketiga, seperti
American Weather Underground, Baader-Meinhof Groups (German Red Army Faction),
Italian Red Brigades, French Direct Action, dan 17 November Group.
e.
Terorisme
Sayap Kanan.
Dinilai sebagai
tipe terorisme yang paling senseless ( tak berprikemausiaan) dan cenderung merujuk
pada kekerasan jalanan. Umumnya yang menjadi target teror adalah imigran dan
pengungsi dari negara berkembang. Terorisme tipe ini sarat dengan muatan
rasisme, xenophobic (kebencian terhadap orang asing) . Banyak ditemui di Eropa,
terutama Jerman Timur dan Negara-negara bekas anggota Blok Timur. Ideologi yang
dianut mengarah ke fasisme dan mengimajinasikan Nazi sebagai model ideal.
Biasanya teroris-teroris yang tercakup dalam kategori ini bersembunyi di balik
slogan-slogan nasionalis. Terdapat kecenderungan bahwa terorisme sayap kanan
meningkat dimasa kontemporer ( berbanding terbalik dengan terorisme sayap kiri
yang justru mengalami penurunan tajam ).
f.
Terorisme
Anarkhis.
Tipe terorisme ini
ditemui sebagai fenomena global pada gelombang pertama terorisme di mana
kelompok revolusioner berupaya menjatuhkan pemerintah melalui rangkaian aksi
pengeboman dan pembunuhan pejabat / kepala negara.
Menurut Konvensi
PBB Tahun 1937 , Terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang
ditunjukan langsung kepada Nrgara dengan maksud menciptakan bentuk terror
terhadap orang-orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas.
menurut
Undang-undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
, Bab I Ketentuan Umum, pasal 1 ayat (1), Tindak pidana terorisme adalah segala
perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam
undang-undang ini Mengenai perbuatan apa saja yang dikategorikan ke dalam
Tindak Pidana Terorisme, diatur dalam ketentuan pada Bab III (Tindak Pidana Terorisme),
Pasal 6, 7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan Tindak Pidana
Terorisme, jika:
1)
Dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa takut
terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal,
dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan harta benda orang
lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital
yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional
(Pasal 6) .
2)
Dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud untuk menimbulkan suasana terror
atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang
bersifat massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau menghilangkan nyawa dan
harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik
atau fasilitas internasional (Pasal 7) . Dan seseorang juga dianggap melakukan
Tindak Pidana Terorisme, berdasarkan ketentuan pasal 8, 9, 10, 11 dan 12
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme. Dari banyak definisi yang dikemukakan oleh banyak pihak, yang
menjadi ciri dari suatu Tindak Pidana Terorisme adalah:
a.
Adanya rencana untuk melaksanakan
tindakan tersebut.
b.
Dilakukan oleh suatu kelompok
tertentu.
c.
Menggunakan kekerasan.
d.
Mengambil korban dari masyarakat
sipil, dengan maksud mengintimidasi pemerintah.
Taktik. Yang sering
dilakukan oleh para teroris adalah:
a.
Bom. Taktik yang sering digunakan
adalah pengeboman. Dalam dekade terakhir ini sering terjadi aksi teror yang
dilaksanakan dengan menggunakan bom, baik di Indonesia maupun di luar negeri,
dan hal ini kedepan masih mungkin terjadi.
b.
Pembajakan. Pembajakan sangat
populer dilancarkan oleh kelompok teroris. Pembajkan terhadap pesawat terbang
komersial pernah terjadi di beberapa negara, termasuk terhadap pesawat Garuda
Indonesia di Don Muang Bangkok pada tahun 1981. Tidak menutup kemungkinan
pembajakan pesawat terbang komersial masih akaan terjadi saat ini dan massa
yang akan datang, baik di Indonesia maupun di luar negeri.
c.
Pembunuhan. Pembunuhan adalah
bentuk aksi teroris yang tertua dan masih digunakan hingga saat in. Sasaran
dari pembunuhan ini seringkali telah diramalkan, teroris akan mengklaim
bertanggungjawab atas pembunuhan yang dilaksanakan. Sasaran dari pembunuhan ini
biasanya adalah pejabat pemerintah, penguasa, politisi dan aparat keamanan.
Dlam sepuluh tahun terakhir tercatat 246 kasus pembunuhan oleh teroris seluruh
dunia.
d.
Penculikan. Tidak semua
penghadangan ditujukan untuk membunuh. Dalam kasus kelompok gerilya Abu Sayaf
di Filipina, penghadangan lebih ditujukan untuk menculik personel, sepperti
yang dilakukan oleh kelompok GAM terhadap kameraman RCTI Ersa Siregar dan Fery
Santoro di Aceh. Penculikan biasanya akan diikuti dengan tuntutan imbalan
berupa uang atau tuntutan p[olitik lainnya.
e.
Penyanderaan. Perbedaan antara
penculikan dan penyanderaan dalam dunia terorisme sangat tipis. Kedua bentuk
operasi ini seringkali meimiliki pengegertian yang sama. Penculik biasanya
meennan korbannya di tempat tersembunyi dan tuntutannya adalah berupa materi
dan uang, sedangkan penyanderaan biasanya menahan sandera di tempat umum
ataupun di dalam hutan seperti yang dilakukan oleh kelompok Kelly Kwalik di
Papua yang menyandera tim peneliti Lorenz pada tahun 1996. Tuntutan
penyannderaan lebih dari sekedar materi. Biasanya tuntutan politik lebih sering
dilemparkan pada kasus penyanderaan ini.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Analisis Kasus uu
no 1 tahun 2002
1.
Kasus Bom Bali
Pengeboman
Bali 2005 adalah sebuah seri pengeboman yang
terjadi di Bali pada 1 Oktober 2005. Terjadi
tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan
sedikitnya 23 orang tewas dan 196 lainnya luka-luka.
Pada acara
konferensi pers, presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengemukakan telah mendapat
peringatan mulai bulan Juli 2005 akan adanya serangan terorisme di Indonesia.
Namun aparat mungkin menjadi lalai karena pengawasan adanya kenaikan harga BBM, sehingga
menjadi kurang peka.
Tempat-tempat yang dibom:
a)
Kafé Nyoman
b)
Kafé Menega
Menurut
Kepala Desk Antiteror Kantor Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan
(Menko Polhukam), Inspektur Jenderal (Purn.) Ansyaad Mbai, bukti awal
menandakan bahwa serangan ini dilakukan oleh paling tidak tiga pengebom bunuh diri dalam model
yang mirip dengan pengeboman tahun 2002. Serpihan ransel dan badan yang hancur
berlebihan dianggap sebagai bukti pengeboman bunuh diri. Namun ada juga
kemungkinan ransel-ransel tersebut disembunyikan di dalam restoran sebelum
diledakkan.
Komisioner Polisi Federal Australia Mick Keelty mengatakan
bahwa bom yang digunakan tampaknya berbeda dari ledakan sebelumnya yang
terlihat kebanyakan korban meninggal dan terluka diakibatkan oleh shrapnel (serpihan
tajam), dan bukan ledakan kimia. Pejabat medis menunjukan hasil sinar-x bahwa ada
benda asing yang digambarkan sebagai "pellet" di dalam badan korban
dan seorang korban melaporkan bahwa bola bearing masuk ke
belakang tubuhnya.
Menjadi terkenal tidak selamanya melahirkan empathy
dan citra positif dari orang lain. Iman Samudra, Amrozi, Ali Gufron, Ali Imran
tiba-tiba menjadi terkenal, bahkan sangat terkenal. Namun menjadi terkenalnya
mereka sangat berbeda dengan terkenalnya David Beckam ( pemain
sepak bola ), Muhamad Ali ( petinju legedaris ), Cat
Steven ( penyanyi ) dan nama lain yang juga terkenal dan melegenda. Banyak
orang menjadi terkenal karena prestasinya yang luar biasa dan sebagian menjadi
terkenal karena dinilai melakukan kejahatan yang luar biasa. Mereka sama-sama
melakukan sesuatu yang luar biasa namun dalam makna yang sangat berlawanan.
Imam Samudra, Amrozi, Ali Gufron ( Mukhlas ), dan Ali Imran ( yang selanjutnya disebut empat serangkai ), sejak kecil menjalani proses tumbuh kembang dalam keluarga yang sederhana, terdidik dalam lingkungan yang religius, dipenuhi cinta dan kasih sayang yang tulus dari orang tua tiba-tiba melakukan tindakan yang mengagetkan semua orang bahkan mengagetkan orang tua dan saudara-saudara mereka sendiri. Reaksi pertama yang muncul dari orang tua, sasudara-saudara dan orang-orang yang pernah kenal dengan Imam Samudra, Amrozi, Ali Gufron dan Ali Imran, hampir semuanya meyangsikan dan tidak percaya kalau peristiwa bom Bali dilakukan oleh orang-orang yang pada masa kanak-kanak dan remajanya terkenal santun dan bahkan tidak berani melihat darah. Oleh karena itu, upaya untuk menggali latar belakang hidup, cita-cita dan nilai-nilai hidup yang diyakini oleh " Empat serangkai bom Bali " menjadi pendorong untuk mengetahui " Kekuatan dan Faktor " apa yang merubah mereka dari remaja kampung yang santun dan lugu menjadi pemuda yang memiliki keberanian yang luar biasa untuk memusuhi Amerika, bahkan dengan melakukan perang dan kekerasan yang meluluh lantakkan nilai-nilai kemanusiaan bahkan nilai-nilai agama yang mereka anut.
Imam Samudra, Amrozi, Ali Gufron ( Mukhlas ), dan Ali Imran ( yang selanjutnya disebut empat serangkai ), sejak kecil menjalani proses tumbuh kembang dalam keluarga yang sederhana, terdidik dalam lingkungan yang religius, dipenuhi cinta dan kasih sayang yang tulus dari orang tua tiba-tiba melakukan tindakan yang mengagetkan semua orang bahkan mengagetkan orang tua dan saudara-saudara mereka sendiri. Reaksi pertama yang muncul dari orang tua, sasudara-saudara dan orang-orang yang pernah kenal dengan Imam Samudra, Amrozi, Ali Gufron dan Ali Imran, hampir semuanya meyangsikan dan tidak percaya kalau peristiwa bom Bali dilakukan oleh orang-orang yang pada masa kanak-kanak dan remajanya terkenal santun dan bahkan tidak berani melihat darah. Oleh karena itu, upaya untuk menggali latar belakang hidup, cita-cita dan nilai-nilai hidup yang diyakini oleh " Empat serangkai bom Bali " menjadi pendorong untuk mengetahui " Kekuatan dan Faktor " apa yang merubah mereka dari remaja kampung yang santun dan lugu menjadi pemuda yang memiliki keberanian yang luar biasa untuk memusuhi Amerika, bahkan dengan melakukan perang dan kekerasan yang meluluh lantakkan nilai-nilai kemanusiaan bahkan nilai-nilai agama yang mereka anut.
IMAM SAMUDRA ( Si cerdas yang sangat kritis).
Kecerdasan Imam Samudra nampak dan diketahui sejak
masa kanak-kanak. Ketika menempuh pendidikan di Sekolah Dasar, Imam Samudra
selalu menjadi yang terbaik ( juara ) di kelasnya. Di SMP, tidak hanya selalu
menjadi " Sang Juara " akan tetapi potensinya sebagai " Sang
Pemimpin " mulai terasah. Ia terlibat aktif hampir disemua kegiatan
ekstrakulikuler di sekolahnya. Imam Samudra tidak hanya menjadi Ketua OSIS
disekolahnya bahkan akhirnya terpilih menjadi Ketua Ikatan OSIS ( Ikosis ) se
Keresidenan Banten. Imam Samudra bukan lagi remaja yang biasa-biasa saja tapi
sudah tumbuh menjadi remaja yang memiliki magnet kharisma bagi teman-teman
seusianya.
Imam sudah mulai tidak mau menghormati bendera Merah
Putih karena dinilai salah kaprah. Sikap kritis dan pembelaan terhadap Islam
yang didasari pada kesadaran kebenaran nilai-nilai Islam semakin
banyaknya membaca buku-buku yang bersifat ideologis dan perlawanan terhadap
kedhaliman yang ia baca. Interaksi Imam Samudra dengan orang-orang yang
memiliki paham / ideologi jihad ( khususnya dengan Ustad Jabir ), semakin
menggelorakan semangatnya untuk berjihad.
AMROZI ( Tampan dan Murah senyum )
Amrozi dikenal masyarakat luas melalui media elektronik maupun media cetak
sebagai pelaku bom Bali yang paling tampan dan murah senyum. Namun senyumannya
pernah membuat pemerintah Australia marah dan tersinggung. Amrozi dianggap
tidak memiliki perasaan bersalah bahkan melukai perasaan keluarga korban bom
Bali.
Amrozi memiliki latar belakang dan proses tumbuh kembang menjadi remaja
yang cukup berbeda dibandingkan Imam Samudra, Ali Imran dan Ali Ghufron. Amrozi
kurang berhasil dalam menempuh pendidikan sekolah dan lebih mengutamakam
hobinya dalam balap motor. Dalam menempuh kehidupan rumah tangga, Amrozi juga
kurang berhasil. Ia menikah sampai 3 kali. Masa remajanya yang nakal dan
kehidupan rumah tangganya yang gagal ( pernikahan pertama dan kedua )
disebabkan Amrozi belum memahami dan mengamalkan ajaran Islam.
MUCHLAS ( Sipendidik yang rindu mati syahid )
Amrozi dan Ali Imran merupakan adik kandung dari
Muhklas, keduanya terlibat dalam kasus bom Bali. Muhklas menjadi figur penting
bagi kedua adiknya. Ia berhasil merubah Amrozi dari remaja nakal menjadi
seorang pejuang ( Mujahid ) dan mempengaruhi Ali Imran sehingga tertarik ikut
jihad di Afganistan.
Sejak sekolah dasar hingga lulus PGA ( Pendidikan Guru Agama ), Muhklas selalu menjadi bintang. Bahasa Arabnya bagus dan daya ingatnya cukup kuat. Berawal dari rasa takjub pernah manjadi terkesima pada seorang ( teman sekelas di Madrasah Ibtidaiyah ) yang mampu berceramah dengan sangat menarik dan fasih berbahasa Arab dan Inggris, menyebabkan Muhklas ingin belajar di Pesantren Al Mukmin Ngiruki, tempat dimana temannya tersebut menimba ilmu. Karena kecerdasan dan bakatnya menjadi guru ( yang terasah sewaktu sekolah PGA ) nampak menonjol, maka Mukhlas akhirnya diangkat menjadi Ustad dan serta mengajar di Pesantren bersama Ustad Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir.
Sejak sekolah dasar hingga lulus PGA ( Pendidikan Guru Agama ), Muhklas selalu menjadi bintang. Bahasa Arabnya bagus dan daya ingatnya cukup kuat. Berawal dari rasa takjub pernah manjadi terkesima pada seorang ( teman sekelas di Madrasah Ibtidaiyah ) yang mampu berceramah dengan sangat menarik dan fasih berbahasa Arab dan Inggris, menyebabkan Muhklas ingin belajar di Pesantren Al Mukmin Ngiruki, tempat dimana temannya tersebut menimba ilmu. Karena kecerdasan dan bakatnya menjadi guru ( yang terasah sewaktu sekolah PGA ) nampak menonjol, maka Mukhlas akhirnya diangkat menjadi Ustad dan serta mengajar di Pesantren bersama Ustad Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Ba'asyir.
Ketika Muhklas kuliah di Universitas Islam Surakarta,
Muhklas tertarik himbauan jihad ke Afganistan. Ia tinggalkan bangku kuliah dan
lebih memilih jihad ke Afganistan. Selama di Afganistan, ia sempat bertemu
denngan Osama Bin Laden, bahkan sempat beberapa lama berada dalam satu gua.
Sepulang dari Afganistan Muhklas kembali ke Malaysia. Di Malaysia akhirnya
Muhklas menikah dengan anak kenalanya dan berhasil mendirikan Pondok Pesantren.
Selama memimpin Pondok Pesantren, Muhklas sempat berkenalan dengan beberapa
tokoh yang pada akhirnya diketahui sebagai orang-orang yang terlibat pada
berbagai teror bom dibeberapa tempat di Indonesia. Setelah menghadapi berbagai
masalah di Malaysia, Muhklas lari ke Thailand dan akhirnya kembali ke
Indonesia.
Keinginannya untuk terus berjihad melawan musuh-musuh
Islam, kembali bergelora ketika diajak oleh Imam Samudra dan Amrozi untuk
menyerang kepentingan dan orang Amerika beserta sekutunya yang sedang berada di
Bali.
ALI IMRON ( si bungsu yang terpengaruh kakak-kakaknya
)
Kegemarannya naik motor sama dengan kakaknya Amrozi,
namun Ali Imron merasa tidak setampan Amrozi. Dalam kehidupan keluarganya, ia
merasa lebih dekat ke Muhklas. Dalam hal pendidikan, Ali Imran tidak sehebat
Muhklas namun juga tidak sejelek Amrozi. Selepas menyelesaikan pendidikan SMA,
Ali Imron ingin sekali bertemu dengan Muhklas yang sudah berada di Malaysia.
Sesampainya di Malaysia dan setelah bertemu dengan Muhklas Ali Imron menjadi
tertarik untuk jihad ke Afganistan. Keinginannya kesampaian dan akhirnya ikut
berjihad di Afganistan selama 3 tahun.
Pengalaman hidup di Pakistan dan Afganistan sangat
mempengaruhi perjalanan hidupnya. Ia ingin hidup sesuai syariat Islam dan
sangat membenci orang-orang non muslim yang memusuhi Islam. Mungkin karena ada
ikatan keluarga dengan Muhklas dan Amrozi, Ali Imran akhirnya terlibat dalam
kasus bom Bali. Ia mangaku hanya ikut-ikutan, dan dalam perkembangan
selanjutnya menganggap yang dilakukan oleh Imam Samudra, Amrozi dan Muhklas
adalah sesuatu yang salah bila ditinjau dari adab berjihad. Ali Imran menjadi
satu-satunya pelaku bom Bali yang menyesali perbuatannya dan meminta ma'af pada
keluarga korban.
2. Latar Belakang Terorisme
a.
Apakah karena kemiskinan yang
merajarela menjadi penyebabnya ?
Di mata
sosiolog, terorisme tumbuh subur ditengah kemiskinan yang kian merajalela.
Peran pemerintah menjamin kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat perlu
ditingkatkan.
“Akar
persoalannya adalah kemiskinan menjadi sumber masalah yang terbesar.
Kesenjangan yang makin mencolok perlu diperketat agar kaum kelas bawah tidak
terpuruk. Kalangan bawah yang makin terpuruk mudah disisipi ideologi dan
gampang diprovokasi
Selain, itu
menurut Alfitri, kekecewaan masyarakat kepada institusi penegak hukum juga
makin nyata. Ia menduga bom bunuh diri yang dilakukan di Mapolresta Cirebon
bermaksud menunjukkan kekecewaan mereka.
“Kekecewaan yang semula diarahkan
ke institusi negara saat ini bergeser diarahkan ke institusi formal kepolisian
juga penegak hukum yang dianggap melakukan rekayasa dan keadilan,” ujarnya.
Karena itu,
penting sekali peran pemerintah dalam pemberantasan terorisme secara persuasif.
Dengan menjamin kesejahteraan rakyat dan menjamin keadilan bagi rakyat,
pemerintah telah menutup simpul jaringan teroris berikutnya.
“Artinya adalah refleksi publik
yang luar biasa dimana keadilan masyarakat sangat jauh. Tidak ada upaya lain
selain melakukan tindakan radikal. Harus diperhatikan akar masyarakat orang
mengambil cara radikal. Harus dibenahi posisi keadilan bagi masyarakat harus
dikedepankan,” tuturnya.
b.
Apakah karena tumbuhnya Ideologi
yg radikal dan ekstrime yang semakin menjadi akhir-akhir ini ?
Tak Mudah
Mematahkan Ideologi Radikal Teroris Jenderal TNI Agustadi Sasongko Purnomo
mengatakan, akar penyebab terorisme adalah ideologi radikal/ekstrim yang
sulit dipatahkan dan adanya penyimpangan terhadap ajaran agama.
Untuk
mengatasinya perlu memantapkan ketahanan nasional/rakyat, memperbaiki sektor
pendidikan, bimbingan agama secara benar dan tepat, serta berdayakan dan
galakan intelijen teritorial dengan memberdayakan wilayah yaitu deteksi dini,
kewaspadaan dini.
Karena itu,
aparat keamanan bersama rakyat harus tegas memberantas terorisme tanpa
kompromi, dengan memberdayakan kembali Desk Anti Teror Pusat dan Daerah,
pedomani buku tentang Hubungan dan Tata Kerja Desk Anti Teror Pusat dan Daerah,
hasil dari Rapat Koordinasi Teknis Intel/Pengamanan I Tahun Anggaran 2009.
“Tajamkan
kegiatan intelijen/intel teritorial, diteksi dini, sistim laporan cepat dan
cegah dini, berdayakan aparat intel dan mitra Babinsa sehingga rakyat secara
sadar berani melaporkan keberadaan teroris dan berani melawan atau bahkan
menangkapnya,” kata Agustadi Sasongko, Selasa 4 Agustus 2009. (Dispenad) .
c.
Apakah karena didasari adanya
penyimpangan dalam ajaran agama ?
Ideologi Radikal & Agama
Keliru Akar Terorisme
Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengungkapkan akar masalah terorisme di
Indonesia diakibatkan banyak faktor, dari mulai ideologi radikal, pemahaman
yang keliru soal agama hingga kemiskinan.
“Kita sudah
tahu, bahwa ada sejumlah akar penyebab terjadinya terorisme. Penyebab pertama,
adalah ideologi yang radikal. Ini muncul di mana-mana, bisa muncul di
mana-mana, bangsa atau negara manapun, jenis masyarakat apapun. Ini yang
menjadi akar penyebab dari aksi-aksi terorisme,”
Kedua, kata
SBY, penyimpangan terhadap ajaran agama. Keliru mana jalan menuju surga dan
mana menuju negara. Ketiga, kondisi kehidupan yang susah, ekstrim susah,
sulit, absolut, dan keterbelakangan. “Namun bagaimanapun saya sepakat, kondisi
ekstrim itu tetap memberikan kemungkinan pengaruh, provokasi, dan arbitrasi,”
papar Presiden.
Menurut SBY,
strategi untuk mengatasi terorisme harus dikaitkan dengan akar masalah
penyebabnya. Pertama, pendidikan. Pendidikan agama yang bisa mencegah perilaku
menyimpang dari ajaran agama, akal sehat, dan norma-norma dari semua masyarakat
yang baik.
“Saya
berharap saudara semuanya paling depan untuk betul-betul peduli, mengerti,
menguasai tetang dinamika pendidikan yang ada di wilayahnya. Pendidikan apapun,
memastikan bahwa metodologinya semua tidak mengarah pada ideologi ekstrimisme
dan kekerasan,” terang Kepala Negara.
Upaya
lainnya untuk memerangi terorisme adalah melalui pembangunan. Dengan
pembangunan, kemiskinan, kebodohan, isolasi bisa dihilangkan. Pembangunan harus
utuh pada sisi-sisi yang paling fundamental di masyarakat.
“Ini mesti
kita laksanakan dengan sebaik-baiknya. Saya banyak membaca buku-buku terorisme
di banyak negara, termasuk pengakuan mereka yang melakukan radikalisme di
negara kita. Itu bisa kita kenali alam pikiran mereka, cara berpikirnya, konsep
tentang surga dan neraka,” tutur Presiden.
Hal itu,
sambung dia, tidak bisa dihadapi dengan cara teknologi, senjata, atau cara
apapun. Ini berkaitan dengan the minds of the people. “Pendidikan dan bimbingan
keagamaan sebuah pasangan yang baik untuk mengatasi masalah ini,” kata SBY .
3.
Dampak Terorisme
a.
Pengaruh Terorisme terhadap
Sistem Politik Indonesia
Isu terorisme adalah isu yang sedang
dan sudah menjadi sorotan dunia internasional saat ini, disamping adanya isu
lain seperti Global Warming. Isu ini mulai menyebar setelah adanya penyerangan
terhadap gedung WTC di Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001. Amerika
pun menjadi bengis bagaikan beruang yang telah diganggu tidurnya. Amerika pun
mengumandangkan niatnya untuk memberantas terorisme. Maka Amerika memulai
dengan melakukan penyerangan ke Afganistan untuk memburu Osama Bin Laden yang
di tuduh sebagai orang yang harus bertanggung jawab atas kejadian di Gedung
WTC. Lalu meneruskan ke Iraq dengan alasan memburu Saddam Husein dengan alasan
bahwa Saddam Husein adalah orang yang mengancam perdamaian dunia.
Di Indonesia, terjadi demo di
berbagai daerah. Banyak tuntutan yang ada seperti melakukan tindakan boikot
terhadap produk-produk Amerika dan bahkan sampai meminta untuk memutus hubungan
diplomasi dengan Amerika. Tapi entah mengapa itu semua tidak dapat
terealisasikan hingga saat ini.
Namun disamping itu semua,
sebenarnya ada dampak besar lain yang sangat fatal akibatnya bagi indonesia,
yaitu munculnya paham Terorisme. Munculnya “kaum-kaum sensitif” yang menganggap
bahwa serangan di Afganistan dan Iraq itu lebih kepada niat Amerika untuk
menghancurkan Islam daripada niat Amerika untuk menghancurkan atau memberantas
terorisme. Kaum-kaum sensitif tadi pun mulai berulah di Indonesia dengan
melakukan tindakan teror di negara mereka sendiri, Indonesia. Dan terjadilah
Bom Bali I.
Lalu apakah aksi teror yang terjadi
tersebut mengganggu kestabilitasan Indonesia dan mengacaukan sistem politik Indonesia?
Jawabannya adalah Benar. Mengapa demikian? Marilah kita telusuri satu persatu.
1) Sebagaimana yang kita ketahui
bahwasanya sistem adalah bagian dari beberapa bagian sistem atau subsistem yang
melaksanakan fungsinya masing-masing dan diantara satu subsistem dengan
subsistem lainnya saling berkaitan. Begitu pula dengan sistem politik Indonesia
yang terdiri dari beberapa sistem yang menjalani fungsinya masing-masing.
Namun ketika satu kepincangan terjadi dalam subsistem Indonesia, maka
keseluruhan subsistem atau sistem tadi mengalami gangguan. Dalam kaitannya
dengan masalah terorisme, kepincangan yang terjadi adalah dibidang pertahanan.
Contohnya, saat terjadi pemboman di Bali yang menelan ratusan korban dari
penduduk dalam dan luar negri.
Walaupun kepincangan yang terjadi di bidang pertahanan, namum berdampak
pada bidang-bidang lainnya. Karena terjadinya pemboman di Bali, Indonesia
menghadapi permasalahan dalam bidang diplomasi, terutama dengan negara-negara
yang menjadi korban dalam tindakan teror tersebut seperti Australia, Amerika,
Jepang, dan negara lainnya. Setelah terjadi kepincangan di bidang diplomasi,
akan berdampak pula pada bidang lainnya, seperti larangan negara Amerika dan
Australia kepada warga negaranya untuk berkunjung ke Indonesia khususnya Bali
saat itu, mengakibatkan berkurangnya wisatawan yang datang ke Bali sehingga
juga mengurangi pemasukan negara dari bidang pariwisata. Dan Bali saat itu pun
mengalami perekonomian yang sangat sulit. Karena memang sebagian besar
masyarakat Bali berpenghasilan dari wisatawan-wisatawan yang berkunjung kesana.
Hal yang tidak disangka juga, ternyata berdampak pula ke bidang pendidikan.
Seperti, Madina University, Saudi Arabia, yang biasanya
memberikan beasiswa penuh untuk penuntut ilmu yang ingin belajar disana setiap
tahunnya dari Indonesia, menutup kesempatan tersebut dengan alasan terjadinya
pemboman di Bali tersebut. Sehingga jelaslah yang dari awalnya terjadi
kerusakan pada satu subsistem, mengakibatkan kerusakan pada sistem yang
lainnya. Oleh karena ituah masalah terorisme khususnya pemboman tersebut
mengganggu sistem perpolitikan di Indonesia. Ini juga sesuai dengan pendapat
David Easton yang mengatakan bahwasanya ada tiga hal mendasar dari sistem
politik, yang salah satunya adalah ditandai dengan adanya saling ketergantungan
antarunit yang berada didalamnya.
2) Didalam sistem politik, terdapat
input yang berguna untuk memberi masukan didalam sistem politik. Karena sistem
politik disusun untuk memberikan kepuasan bagi masyarakat yang berada
dibawahnya. Namun permasalahannya untuk Indonesia yang memiliki berbagai macam
tuntutan karena latar belakang masyarakat yang sudah berbeda-beda, dan
kebutuhan yang berbeda pula. Dan kadang kebutuhan tersebut tidak seluruhnya
bisa dipenuhi, dan akhirnya rakyat menuntut.
Namun kadang ada sikap pemerintah yang tidak menganggap serius tuntutan
tersebut, hingga akhirnya ada beberapa golongan yang nekat, sehingga terjadilah
tindak terorisme tersebut. Jadi kesimpulannya input dan masukan yang tidak
dipenuhi serta tidak dapat perhatian khusus bisa mengakibatkan masyarakat nekat
untuk melakukan tindakan teror.
Dari tulisan yang telah saya
paparkan di atas, terlihatlah bahwa Terorisme itu memang bisa mengganggu sistem
perpolitikan suatu negara. Dan hendaknya masing-masing negara mampu mengatur
suatu sistem perpolitikan dengan apik sehingga hal-hal seperti ini tidak
kita temui lagi.
b. Teror Bom Ganggu Tingkat Kunjungan Wisatawan
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata
(Kemenbudpar) menyatakan bahwa bom buku yang
belakangan ini marak berpotensi
mencoreng citra keamanan dan berdampak pada pertumbuhan sektor pariwisata Indonesia.
“Bom-bom ini walaupun skalanya sangat kecil tapi
berpotensi menganggu citra Indonesia
dari segi keamanan,” kata
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya
Kemenbudpar, I Gde Pitana, di Jakarta, Jumat (18/3).
Ia
mengatakan, beberapa tahun lalu, Indonesia
sempat dikenal sebagai negara sarang teroris tetapi
pemerintah telah cukup berhasil menghapus citra itu.
Karena itu, Pitana
menyesalkan maraknya pengiriman bom buku yang saat
ini meresahkan masyarakat. “Muncul modus operandi baru pengiriman bom melalui
buku, ini kemungkinan membuat citra kita `down`
lagi,” katanya.
Pitana
berharap bom buku tidak meluas ke daerah lain dan dapat dilokalisir
di Jakarta. “Dari sisi pariwisata, Jakarta
memang bukan tujuan untuk “leisure” tetapi cenderung merupakan turis bisnis sehingga
pengaruh terhadap wisman kecil,” katanya.
Namun, jika hal itu
meluas ke tempat lain misalnya Bali maka dampaknya akan sangat serius memukul
pertumbuhan pariwisata Indonesia.
Apalagi selama ini hampir
65 persen turis ke
Bali untuk tujuan “leisure” dan wisatawan yang datang sangat sensitif
terhadap isu keamanan.
“Tapi saya optimistis
walaupun citra kita bisa menurun
tetapi tidak akan
mempengaruhi jumlah turis yang datang ke Indonesia,”
katanya.
Menurut dia,
dalam kaitannya dengan bom buku seluruh pihak harus memberikan informasi yang
up date, jujur, dan terbuka jika ada pertanyaan seputar bom
buku dari masyarakat di luar negeri.
“Kita harus informasikan bahwa
bom hanya terjadi di
Jakarta dalam skala yang kecil sedangkan daerah-daerah lain tetap aman untuk
dikunjungi,” katanya.(Ant/RIZ)
4.
KONDISI PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN TERORISME YANG DIHARAPKAN.
Pemerintah
beserta aparat keamanan dan birokrasi memiliki sikap arif, penuh ketenangan berfikir
sehingga mendapatkan cara-cara yang tepat dan akurat dalam menangani terorisme.
Masyarakat telah menjadi kesatuan pandang dalam menyikapi melawan terorisme.
Kemampuan aparat keamanan telah dapat kerjasama dengan seluruh komponen bangsa.
Penegakan hukum dapat diwujudkan dan telah dilengkapi dengan perangkat
peraturan perundang-undangan, kerjasama internasional tidak menimbulkan pro dan
kontra pemahaman. Kesadaran masyarakat secara aktif berbuat dan melakukan
deteksi dini, identifikasi dini dan penangkalan terhadap perkembangan ancaman
terorisme yang dilandasi rasa tanggung jawab dan kesadaran yang tinggi, sebagai
bangsa yang bermartabat.
Dengan
landasan Wawasan Nusantara yang tangguh, bangsa Indonesia diharapkan memiliki
sikap mental dan perilaku yang mampu mendeteksi, mengidentifikasi, menilai dan
menganalisis sejak dini secara hati-hati terhadap berbagai bentuk ancaman
terutama teroris internasional di Indonesia.
Tinjauan
Dari Aspek Politik. Aksi teror tidak tidak mengenal diskriminatif
target, membuat keharusan membangun sistem keamanan terhadap manusia dan obyek
vital baik militer maupun non militer di banyak negara. Dampak terorisme di
bidang politik, antara lain :
Gangguan
terhadap kehidupan demokrasi, roda pemerintahan tidak berjalan lancar, Pemerintah
yang lemah bisa jatuh. Berbagai kerja sama internasional dikembangkan untuk
mendesak langkah kooperatif dalam melawan terorisme. Perang melawan terorisme,
perdebatan politik terjadi di sejumlah negara, termasuk di Indonesia, antara
upaya membangun sistem keamanan dengan pembatasan kebebasan di satu sisi dan
antara sistem keamanan nasional dengan multi nasional di sisi lainnya. Lepas
dari pertarungan politik dalam dan luar negeri, sentimen baru melawan terorisme
telah membuka babak baru perkembangan arah poltik dunia. Indonesia perlu
mewaspadai dan harus ada upaya pencegahan adalah ketika para teroris
internasional memanfaatkan kondisi politik atau sosial budaya dalam negeri saat
ini, masih rentan terhadap SARA, keniscayaan kebhinekaan NKRI terancam. Perdebatan
tentang adanya bahaya terorisme berlangsung diwarnai nuansa politis. Hal
demikian masih dalam kewajaran, karena masyarakat Indonesia sedang dalam
transisi perubahan menuju masyarakat yang demokratis, bebas menyatakan
pendapatnya. Wacana politik apapun yang terjadi, yang penting adalah politik
kontrol tidak membiarkan peredaran bahan peledak, pengawasan keimigrasian dan
kepabeanan merupakan langkah politik praktis yang tepat pada saat ini serta di
masa datang.
Tinjauan
Dari Aspek Ekonomi. Jaringan teroris sangat memerlukan sumber dana
maupun sumber daya manusia untuk melakukan aksinya. Dana merupakan satu hal
penting, bukan hanya untuk pembelian senjata, alat-alat penghancur bahan
peledak untuk bom, tetapi juga untuk mempertahankan hidup sel-sel pengikutnya.
Dana didapatkan dari kegiatan ilegal perdagangan, prostitusi, judi dan
sebagainya. Melalui pencucian uang hasil kejahatan komersial, penyelundupan dan
korupsi, dana menjadi bersih asal usulnya, sah dan sulit ditelusuri. Mengingat
sangat kompleksnya masalah pencucian uang karena terkait dengan pendeteksian
dini dan harus dilakukan secara tertutup, maka institusi intelijen sangat
diperlukan di dalam perumusan pencegahan terhadap kejahatan terorganisir.
Tinjauan
Dari Aspek Sosial Budaya dan Agama. Aksi terorisme belum dapat
dihentikan, artinya sekalipun perang melawan terorisme gencar dilaksanakan dan
agenda hubungan internasional untuk komitmen bersama melawannya, serangan
terorisme terus berlangsung. Terorisme tegas dinyatakan tidak bisa dikaitkan dengan
agama tertentu, karena semua agama mengutuk terorisme. Namun untuk melawan
terorisme tidak salah bila menggunakan metoda lain yaitu menggunakan soft power
persuasif antara lain mengikut sertakan tokoh-tokoh agama dalam upaya
menetralisir pembibitan dan peneyebaran ajaran radikalisme. Keberhasilan
Indonesia dalam membongkar sejumlah aksi teror selama ini, tidak berarti pada
kesimpulan akhir bahwa penganut agama Islam memiliki pemiikiran sama terhadap
pemahaman terorisme yang berkembang di Indonesia. Perang melawan terorisme
harus dilihat sebagai perang gagasan yang mengarah pada memenangkan pikiran dan
hati masyarakat untuk tidak simpati dan tidak mendukung gagasan para teroris.
Hal demikian harus dilaksanakan secara serempak dengan memusatkan faktor-faktor
terkait seperti kemiskinan, pendidikan dan masalah sosial lainnya. Gerakan
reformasi politik dan ekonomi sedang berlangsung di Indonesia, namun hasilnya
belum maksimal bahkan aksi-aksi ketidak puasan terhadap tatanan politik dan
ekonomi bermunculan berupa unjuk rasa anarkhis.
Tinjauan
Dari Aspek Kemajuan Teknologi. Bagi kaum teroris menjalin
komunikasi dengan dunian luar melalui internet, merupakan sarana utamanya,
melalui pembuatan situs online maka komunikasi lintas negara dapat dilakukan
dengan leluasa tanpa diketahui siapa, apa dan bagaimana, kecuali hanya kelompok
jaringannya yang dapat mengerti. Teknologi cyber (dunia maya) dimanfaatkan
untuk tindak kejahatan cyber crime dengan istilah hacking, carding dan hosting
serta penyebar luasan artikel melalui situs jihad. Sebagai contoh carding,
pencurian data dan dana kartu kredit melalui jaringan internet. Inilah yang
disebut pergeseran modus dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi.
Untuk mencegah cybercrime antara lain dapat dilakukan dengan cyberpatrol di
dunia maya juga. Namun hingga kini, aparat keamanan dan intelijen masih banyak
kekurangan yang dihadapi, belum memiliki pegangan security management, termasuk
peralatan pengamanannya. Disamping itu kelemahan lain yang harus ditinggalkan
yaitu belum adanya konsistensi dan keseriusan dalam mencegah terjadinya aksi
terorisme oleh semua pihak. Sinergitas instansi lainnya seperti bea cukai,
imigrasi, perhubungan dan keuangan/perbankan sangat diperlukan guna pencegahan
terorisme di Indonesia.
Tinjauan
Dari Aspek Kebijakan. Untuk melawan terorisme membutuhkan sebuah
kebijakan penanggulangan terorisme yang bersifat komprehensif baik dalam
tataran kewenangan maupun pelaksanaan kontra terorisme yang bersifat umum dan
menyeluruh. Diperlukan cakupan dua bidang kebijakan namun bersamaan dalam
melawan terorisme di Indonesia, yaitu :
Kebijakan
utama yang merupakan pencegahan untuk menghilangkan peluang bagi tumbuh
suburnya terorisme di dalam sendi kehidupan masyarakat pada aspek keadilan,
demokrasi, kesenjangan, pengangguran, kemiskinan, budaya KKN, kekerasan dan
sebagainya. Kebijakan yang melahirkan aturan-aturan untuk mempersempit peluang
terjadinya aksi teror dalam artian mempersempit ruang maupun sumber daya
teroris.
Kebijakan
yang merupakan instrumen yang menitik beratkan pada aspek penindakan diwujudkan
dalam deteksi dini, cegah dini dan respon cepat terhadap indikasi dan aksi-aksi
teror, yang menuntut profesionalitas dan proporsionalitas bagi instrumen
penindak yang diberi wewenang. Penindakan terhadap teror harus dilakukan, namun
tetap menjunjung tinggi regulasi mengenai code of conduct atau rule of
engagement, sehingga apapun tindakan yang dilakukan melawan terorisme akan
terbebas dari persoalan pro dan kontra dalam opini masyarakat.
Kebijakan, strategi, metoda, teknik, taktik dan pendekatan untuk mengatasi terorisme yang diterapkan tentunya akan berbeda dari satu negara dibanding negara lainya, mengingat adanya perbedaan pula bentuk atau style kelompok teroris yang disebabkan oleh adanya motif-motif terorisme seperti separatis, anarkhis, dissidents, nasionalis, marxist revolusioner atau religius. Perbedaan penanganan juga disebabkan oleh perbedaan kondisi daerah, budaya, adat/istiadat, hukum, sumber daya serta kemampuan satuan anti teror yang tersedia. Indonesia dalam memerangi terorisme harus mempertimbangkan kondisi yang berlaku terutama bidang hukum, sosial dan budaya bangsa, bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
Kebijakan, strategi, metoda, teknik, taktik dan pendekatan untuk mengatasi terorisme yang diterapkan tentunya akan berbeda dari satu negara dibanding negara lainya, mengingat adanya perbedaan pula bentuk atau style kelompok teroris yang disebabkan oleh adanya motif-motif terorisme seperti separatis, anarkhis, dissidents, nasionalis, marxist revolusioner atau religius. Perbedaan penanganan juga disebabkan oleh perbedaan kondisi daerah, budaya, adat/istiadat, hukum, sumber daya serta kemampuan satuan anti teror yang tersedia. Indonesia dalam memerangi terorisme harus mempertimbangkan kondisi yang berlaku terutama bidang hukum, sosial dan budaya bangsa, bila tidak justru akan menciptakan kondisi yang kontra produktif.
Tinjauan
Dari Aspek Implementasi Penanggulangan Terorisme.
Impelementasi memerangi aksi terorisme dilakukan melalui upaya-upaya reprsif,
preventiv, preemtif, resosialisasi dan rehabilitasi serta pengembangan infra
struktur pendukung. Terdapat beberapa hambatan dalam pemberantasan terorisme
bahwa pertama, langkah-langkah operasional penindakan terhadap aksi teror di
kawasan khususnya Asia Tenggara, termasuk Indonesia, dianggap oleh sebagian
kalangan masyarakat merupakan skenario yang dipaksakan oleh negara-negara maju
kepada negara lemah dalam bidang politik, ekonomi, militer dan teknologi.
Kedua, adanya trauma masa lalu berdasarkan pengalaman bahwa aparat keamanan dan
sistem hukum untuk menangani terorisme untuk kepentingan kelompok penguasa
dalam rangka mengembalikan kekuasaan otoriter seperti sebelumnya. Kedua hal
tersebut menimbulkan keengganan masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses
politik memerangi terorisme. Diperlukan resosialisasi, reintegrasi dan
sekaligus keteladanan bahwa pertama, langkah-langkah yang dilakukan pemerintah
adalah tidak diskriminatif, kedua, perang melawan terorisme adalah kebutuhan
mendesak untuk melindungi WNI sesuai tujuan nasional yang diamanatkan dalam
Pembukaan UUD 1945 dan ketiga, kerja sama dengan pihak asing dalam memberantas
terorisme adalah keharusan agar tidak timbul korban yang tidak berdosa.
Sebaliknya diperlukan keberanian masyarakat luas untuk segera melaporkan bila
menemukan indikasi atau kejadian-kejadian yang mengarah pada tindakan
terorisme. Bertolak dari berbagai kegiatan yan dilakukan dalam implementasi
strategi serta besaran, luas dan kompleksitas dampal teorisme, untuk dapat mengatasinya
dipersyaratkan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh Pemerintah dan
Organisasi/Satuan Anti Teror. Bahwa perang melawan terorisme perlu dilakukan
secara terkoordinasi lintas instansi, lintas nasional dan secara simultan
bersifat represif, preventif, preemtif maupun rehabilitas
5.
KONSEPSI PENCEGAHAN DAN
PENANGGULANGAN TERORISME
a.
Kebijakan.
Pemerintah melakukan pencegahan dan penanggulangan ancaman terorisme
internasional maupun lokal yang berkolaborasi dengan terorisme internasional
dalam rangka melindungi keselamatan WNI, dengan :
1)
menghormati HAM,
2)
meninjau kembali Undang-Undang Pemberantasan
Terorisme untuk mencapai kepastian hukum,
3)
tindakan yang tidak diskriminatif tanpa melihat
etnis maupun agama,
4)
melakukan kerja sama internasional,
5)
meningkatkan kewaspadaan dan keberanian
masyarakat luas untuk melaporkan indikasi kegiatan terorisme, - melakukan
koordinasi lintas instansi, lintas nasional secara silmultan melalui langkah
represif, preventif, preemtif maupun rehabilitasi,
6)
dan menyentuh akar terorisme melalui langkah
resosialisasi dan reintegrasi para pelaku terorisme ke dalam masyarakat”
6.
Strategi.
Dengan
berpedoman pada kebijaksanaan tersebut di atas dan untuk mewujudkan kemampuan
segenap komponen bangsa dalam deteksi dini, penangkalan dini, dan pencegahan
dini serta tindakan dini terhadap segala bentuk ancaman aksi Terorisme, maka
dikembangkan strategi digunakan :
a.
Strategi Jangka Pendek :
Peningkatan
kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan deteksi dan penangkalan dini
terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
1)
Terwujudnya kesamaan dan kesatuan persepsi
tentang Terorisme
2)
Terbentuknya kepribadian komponen bangsa yang
pancasilais,
3)
Terbentuknya jiwa nasionalisme yang tinggi
4)
Terwujudnya disiplin nasional
b.
Strategi Jangka Panjang :
Peningkatan
kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan penindakan dini
terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
Sasaran yang ingin dicapai dalam penerapan strategi ini adalah:
1)
Meningkatnya sikap keberanian dan kemampuan
segenap komponen bangsa.
2)
Terbentuknya komitmen yang kuat untuk melakukan
langkah-langkah penindakan dini.
3)
Terwujudnya perangkat nasional yang mampu
menjalankan fungsi dan peranannya sesuai dengan kewenangan.
4)
Meningkatnya peran serta segenap komponen bangsa
terhadap aksi Terorisme di Indonesia.
5)
Meningkatnya kerjasama internasional.
c.
Upaya dalam Strategi Jangka
Pendek :
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat pemerintah.
1)
Untuk mewujudkan kesamaan persepsi bangsa
tentang Terorisme.
a)
Pemerintah dengan tegas segera mengeluarkan
statement secara resmi dalam rangka menghadapi Terorisme di Indonesia seperti
“Pernyataan perang melawan Segala bentuk ancaman Terorisme di dunia.
b)
Pemerintah melakukan penyuluhan dan sosialisasi
tentang bahaya ancaman Terorisme di Indonesia.
c)
Pemerintah melakukan pemekaran daerah di
beberapa propinsi untuk mempermudah pengawasan.
2)
Untuk membentuk kepribadian komponen bangsa yang
pancasilais, diupayakan melalui:
a)
Edukasi formal, sejak dini mulai dan pendidikan
pra sekolah hingga Perguruan Tinggi.
b)
Edukasi non formal, melalui kegiatan penyuluhan
dan sosialisasi
3)
Untuk membentuk jiwa nasionalisme diupayakan
melalui kegiatan:
a)
Pendidikan formal, harus dilakukan oleh Pemerintah
terhadap masyarakat sejak pra sekolah sampai Perguruan Tinggi
b)
Pendidikan non formal, Pemerintah melakukan
kegiatan penyuluhan dan sosialisasi
4)
Untuk mewujudkan Disiplin Nasional diupayakan
melalui:
a)
Pendidikan formal, harus dilakukan pemerintah
dengan memberikan muatan materi pengetahuan pada kurikulum pendidikan meliputi
mata pelajaran Kewarganegaraan, Kewiraan, Tata Krama dan Budi Pekerti sesuai
dengan tingkat pendidikan mulai dan tingkat pendidikan dasar sampai dengan
universitas
b)
Pendidikan non formal, dilakukan oleh pemerintah
dengan melaksanakan kegiatan penyuluhan dan sosialisasi dengan materi penyajian
tentang Peraturan Perundang-Undangan
d.
Upaya dlm Strategi Jangka Panjang
:
Peningkatan kualitas dan kapasitas aparat dalam melakukan pencegahan dan
penanggulangan dini terhadap perkembangan ancaman Terorisme di Indonesia.
1)
Untuk memelihara dan meningkatkan keberanian
komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan:
a)
Sosialisasi tentang bahaya dan ancaman Terorisme
b)
Melakukan dialog interaktif dan komunikasi
secara intensif
2)
Untuk membentuk komitmen yang kuat bagi segenap
komponen bangsa, diupayakan melalui kegiatan:
a)
Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang
prosedur pencegahan dan penindakan dini
b)
Menyelenggarakan pelatihan pencegahan dan
penindakan dini
c)
Membangun kesadaran akan tanggung jawab dan
komitmen bersama.
d)
Melakukan pengawasan dan pengaturan kegiatan
e)
Meningkatkan kesiapsiagaan dan kewaspadaan semua
komponen bangsa
f)
Menghilangkan faktor-faktor korelatif penyebab
yang dapat dieksploitasi
g)
Meningkatkan pengamanan dan pengawasan
h)
Melakukan pengetatan pemberian dokumen
i)
Melaksanakan penertiban administrasi
3)
Mewujudkan perangkat nasional yang mampu
menjalankan fungsi dan peranannya dengan melakukan refungsionalisasi dan revitalisasi
sebagai berikut:
a)
Aparat Intelijen. Refungsionalisasi dan
revitalisasi aparat Intelijen dengan membuat aturan perundang-undangan yang
mengatur masalah tentang InteIen di Indonesia.
b)
Tentara Nasional Indonesia (TNI). Diperlukan
kekuatan hukum, sarana prasarana, anggaran yang memadai didukung dengan
mekanisme dan prosedur operasional yang jelas.
c)
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perlu
diupayakan peningkatan kemampuan profesionalisme Polri khususnya pencegahan dan
penanggulangan Tindak Pidana Terorisme,
d)
Criminal Justice System (CJS) dengan kegiatan:
1.
Melakukan langkah-langkah untuk penyamaan
persepsi
2.
Melaksanakan pelatihan, pertemuan, seminar dan
dialog
3.
Meningkatkan kerjasama penanganan kasus
e)
Desk Koordinasi Pemberantas-an Terorisme (DKPT).
Melalui upaya
1)
Mengkoordinasikan dan mengendalikan operasional
lembaga-lembaga nasional yang bertugas, berkewajiban dan berwenang memberantas
Terorisme di Indonesia.
2)
Perlu disusun peraturan perundang-undangan yang
dapat mengakomodir semua kepentingan perangkat nasional dan dapat
dioperasionalkan secara Iebih terkoordinasi, sinergik dan holistik dalam rangka
pemberantasan Terorisme di Indonesia.
f)
Memperkuat dan memperta-hankan serta
meningkatkan kerjasama
g)
Melakukan pengawasan terhadap lalu lintas serta
mendeteksi terhadap kemungkinan para teroris memperoleh bahan peledak dan
senjata.
h)
Memutus hubungan para teroris dengan sindikat
kriminal lainnya.
i)
Mengembangkan prosedur dan mekanisme untuk
mencegah adanya tempat pelarian dan tempat persembunyian para teroris.
j)
Meningkatkan pengamanan pada kepentingan-kepentingan
internasional,.
k)
Memperluas pelaksanaan kerjasama dibidang
investigasi, penuntutan dan ekstradiksi.
4)
Untuk meningkatkan peran serta segenap komponen
bangsa ditempuh melalui upaya pemberdayaan masyarakat dengan melakukan
kegiatan:
a)
Melakukan komunikasi dan dialog
b)
Menggalakkan Siskamswakara di seluruh wilayah
Indonesia dengan upaya:
1.
Meningkatkan penertiban administrasi
2.
Menggalakkan ketentuan wajib lapor
3.
Membina sistem pengamanan swakarsa,
4.
Menyiagakan perangkat tanggap darurat
5)
Meningkatkan kerjasama internasional,
a)
Menjelaskan secara bijak dan diplomatis kepada
dunia Internasional
b)
Menindaklanjuti MOU yang telah disepakati
bersama
Pokok-pokok
kebijakan yang yang menjadi pedoman dalam memerangi terorisme adalah sebagai
berikut :
1)
Perang melawan terorisme merupakan kebutuhan
mendesak yang dilaksanakan untuk melindungi kedaulatan NKRI dan keselamatan
warga negara Indonesia serta warga negara lain yang berada di Indonesia.
2)
Dalam pelaksanaan pemberantasan aksi terorisme,
harus tetap memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta
tindakan yang tidak melanggar Hak Asasi Manusia.
3)
Dalam penggunaan kekuatan pertahanan, yakni TNI
untuk menumpas terorisme, tidak bersifat diskriminatif, dalam arti bahwa
siapapun yang melakukan perbuatan teror akan dihadapi tanpa melihat latar
belakang etnis, agama dam golongannya.
4)
Terorisme yang bersifat internasional maupun
lokal atau yang saling bekolaborasi, dalam mengatasinya dilakukan upaya secara
terpadu dan terkoordinasi secara lintas instansi dan lintas negara.
Dalam
melaksanakan pokok-pokok kebijakan di atas, secara konkrit penanganan ancaman
terorisme dapat bersifat mendahului (preemtif), mencegah (preventif), dan
menindak (represif). Upaya represif dilaksanakan melalui suatu kegiatan operasi
untuk menghancurkan aksi teroris yang berada di wilayah NKRI maupun di luar
wilayah RI. Peran intelijen dalam kegiatan operasi untuk menghancurrkan aksi
terorisme sangatlah tinggi agar negara tidak selalu “kecolongan”, namun kesemuanya
perlu dukungan dan kerjasama antar sesama aparat intelijen, baik yang ada di
TNI maupun intelijen yang ada di Polri, selain itu peran serta masyarakat jelas
paling utama.
Terorisme
bukan hanya kejahatan yang mengancam dan merusak keamanan dan keutuhan suatu
bangsa dan negara, tetapi juga merusak tatanan dan kedamaian masyarakat
internasional. Harmonisasi global dapat terkoyak karena bisa jadi masing-masing
negara saling mencurigai dan mengecam negara yang lain, karena ada diantara
tersangka atau pelakunya berasal dari negara tersebut. Misalnya, ketika pelaku
teroris atau pelaku teroris adalah warga negara Indonesia, tentulah yang ikut
digugat adalah negara Indonesia. Menyikapi adanya analisa ancaman tersebut maka
perlu upayya proaktif dengan menyiapkan sistem pembinaan terhadap satuan
penanggulangan teror. Hal ini untuk mengantisipasi adanya tugas-tugas dalam
memerangi aksi-aksi terorisme tersebut, yang mana penanggulangan teror
merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Sedangkan dari operasi ini
bbukan hanya menjadi tanggung jawab satuan penanggulangan teror, tapi juga
melibatkan berbagai satuan atau institusi dari luar unsur militer, antara lain
satuan penanggulangan dari kepolisian, direktorat imigrasi, bea cukai,
Departemen Perhubungan dan Badan Intelijen Negara.
B.
Mengapa
Teroris senang di Indonesia ?
Ada tiga
alasan, mengapa teroris memilih Indonesia sebagai tempat melakukan aksinya.
Ketiga ancaman itu adalah lemahnya hukum,, rendahnya pendidikan dan suburnya
kemiskinan. Mengikuti logika awam, kita memang bisa sangat emosional dengan
kejahatan terorisme di Indonesia yang ddidalangi Dr Azahari dan Noordin M Top.
Mereka tidak mungkin dapat dengan leluasa beroperasi di Indonesia tanpa
berbagai kemudahan. Berbagai kemudahan itulah yang harus menjadi pelajaran atas
kejahatan yang diotaki dua warga Malaysia itu.
Kita dapat
berdebat panjang tentang kebenaran ketiga alasan tersebut, namun juga tidak
sepenuhnya meleset. Pendidikan yang rendah dan tingkat kemiskinan yang tinggi,
jelas merupakan ladang yang empuk bagi siapapun untuk berjualan ideologi,
keyakinan atau bahkan mimpi-mimpi. Lalu alasan hukum, fakta menunjukkan setelah
Undang-Undang No 11/PNPS/1963 tentang Tindak Pidana Subversi (UU Subversi)
dicabut, Indonesia menjadi sasaran empuk para teroris. Sejak bom malam natal
pada tahun 2000, bom seakan tidak berhenti menjadi horor di negeri ini, antara
lain Bom Bali I (2002), Bom JW Marriot (2004), Bom Bali II (2005). Kini UU
Subversi telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Terorisme (UU Antiterorisme).
Pelaku
teroris di Indonesia memiliki sifat dan ciri tersendiri. Aksi teroris dianggap
sebagai perjuangan menegakkan aqidah, perang jihad melawan negara-negara kafir
dengan menggunakan sel terputus. Ketika selesai melakukan aksinya tidak berani
secara terbuka untuk mengklaim bahwa dialah sebagai pelakunya seperti halnya
pelaku teror di luar negeri.
Selain itu,
masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam sering digunakan sebagai
kedok untuk melakukan perjuangannya dengan berbaur bersama masyarakat dalam
rangka penyamaran sehingga pelaku teroris sulit ditangkap dan terkadang
dilindungi oleh kelompok-kelompok masyarakat yang berpaham sama. Hal lain yang
dilakukan kelompok teroris ini adalah dengan sengaja menggunakan tameng Islam
agar terjadi benturan antar negara.
Negara barat
akan menuduh pelaku teror adalah kelompok Islam sehingga disaat demikian akan
muncul solidaritas Islam di seluruh dunia untuk melakukan perlawanan dalam
bentuk apapun terhadap negara-negara barat. Di Indonesia sendiri, hal ini
menjadi polemik di kalangan masyarakat yang pada akhirnya masyarakat menjadi
kurang bahu-membahu untuk turut serta dalam memberantas dan mencegah aksi
terorisme.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pencegahan dan penanggulangan
terorisme membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan
kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya dukungan
terhadap kepedulian masyarakat, karena dengan melibatkan masyarakat
penanggulanan dan pencegahan secara dini terhadap seluruh aksi atau kegiatan
terorisme dapat dengan mudah diatasi.
Sistem pertahanan dan keamanan
semesta dimana TNI dan Polri merupakan elemen utama dalam menghadapi aksi
kejahatan terotisme harus selalu melakukan koordinasi dengan instansi-instansi
pemerintah lainnya atau dengan swasta atau elemen sipil lainnya karena dukungan
dan koordinasi dalam mendeteksi dan mengatasi berbagai permasalah teroris akan
mudah diatasi.Didalam pencegahan dan penanggulangan terorisme di Indonesia
dibutuhkan suatu badan ekstra semacam lembaga anti terorisme nasional yang
pengawakannya ditangani secara terpadu antara TNI dan Polri serta unsur
masyarakat dengan dibawah satu komando pengendali.
Selain peningkatan kerjasama baik
antara lembaga didalam negeri perlu juga adanya kerjasama dengan
lembaga-lembaga anti terorisme yang berada diluar negeri yang tentunya didasari
oleh kerangka hukum, karena dengan dasar hukum yang kokoh akan menjadi dasar
kebijakan nasional dan tindakan kita dalam memerangi terorisme. Selain itu
dengan dasar hukum yang kuat diharapkan mampu melindungi berbagai kepentingan
baik kepentingan publik maupun hak-hak asasi manusia.
B.
Saran
Rangkaian tindakan terorisme di
Indonesia telah menelan banyak korban jiwa dan harta serta menghancurkan
sendi-sendi kehidupan masyarakat. Mengungkap dan mendeteksi secara dini setiap
aksi terorisme disarankan :\
Dalam rangka mencegah dan
menanggulangi terorisme perlu segera adanya kerjasama menyeluruh antara aparat
baik TNI maupun Polri serta dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat mulai
tingkat RT dan RW. Pemerintah perlu melakukan penyuluhan dan sosialisasi
tentang bahaya ancaman terorisme yang dimulai dari para tokoh masyarakat, tokoh
agama dan tokoh pemuda serta kepada lapisan masyarakat paling bawah.
Pemerintah bersama DPR perlu segera
melakukan penyempurnaan-penyempurnaan undang-undang yang berkaitan dengan
tindakan tindak pidana terorisme karena hal ini merupakan fondasi hukum yang
kokoh dalam melindungi segala kepentingan masyarakat maupun hak-hak asasi
manusia.
Pemerintah perlu segera meningkatkan kerjasama dengan negara-negara didunia dalam mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan terorisme karena kegiatan terorisme di Indonesia sangat berkaitan dengan kegiatan terorisme internasional.
Pemerintah perlu segera meningkatkan kerjasama dengan negara-negara didunia dalam mencegah dan menanggulangi segala bentuk tindakan terorisme karena kegiatan terorisme di Indonesia sangat berkaitan dengan kegiatan terorisme internasional.
Comments
Post a Comment
komen sangat di harapkan boss.