HUKUM PIDANA PEMERKOSAAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Dewasa
ini kenakalan remaja grafiknya semakin meningkat baik secara kualitas maupun
kuantitasnya.Yang memprihatinkan lagi kenakalan yang dilakukan oleh remaja
tersebut bukan kenakalan biasa, tetapi cenderung mengarah pada tindakan
kriminal, yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.Masa
remaja marupakan masa dimana seorang anak mengalami perubahan cepat dalam
segala bidang, baik secara fisik maupun emosinya belum stabil serta belum
matang cara berfikirnya. Terutama pada masa remaja biasannya mudah cemas, mudah
tergoncang emosinya dan sangat peka terhadap kritikan. Karena jiwanya yang
belum stabil, terkadang mereka ingin terlepas dari segala peraturan yang
dianggap mengekang kebebasan berekspresi, mudah menerima pengaruh dari luar
lingkunganya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika
banyak remaja yang berbuat nakal di tempat umum seperti minum-minuman keras di
pinggir jalan, mencoret-coret tembok, kebut-kebutan dijalan umum mencuri dan sebagainya.
Perilaku anak dibawah umur tersebut tidak cukup hanya dipandang sebagai
kenakalan biasa, tidak jarang perbuatan mereka tidak sesuai dengan norma atau
dapat disebut sebagai penyelewengan terhadap norma yang telah disepakati yang
menyebabkan terganggunya ketertiban dan ketentraman kehidupan manusia.
Penyelewengan yang demikian, biasanya oleh masyarakat dicap sebagai suatu
pelanggaran dan bahkan sebagai suatu kejahatan yang dapat diancam pidana. Perilaku
anak yang menyimpang bahkan melanggar hukum cukup kompleks dan beragam.
Perilaku yang menunjukan dekadensi moral manusia telah mereka lakukan. Perilaku
menyimpang anak yang sering terjadi adalah penggunaan obat-obatan terlarang dan
tindak kekerasan, pelecehan, dan eksploitasi seksual itu bahkan bukan hanya
menimpa perempuan dewasa, namun juga perempuan yang tergolong dibawah umur
(anak-anak). Kejahatan seksual ini juga tidak hanya berlangsung dilingkungan
perusahaan, perkantoran atau tempat-tempat tertentu yang memberikan peluang
manusia berlainan jenis dapat saling berkomunikasi, namun juga dapat terjadi di
lingkungan keluarga. Hal yang lebih memprihatinkan lagi adalah kecenderungan
makin maraknya tindak pidana perkosaan yang tidak hanya menimpa perempuan
dewasa, tetapi juga menimpa anak-anak di bawah umur dan dilakukan oleh anak.
Tindak Pidana perkosaan tersebut telah diatur dalam Pasal 285 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana.
Kekerasan seksual, kata yang sudah tidak asing lagi di
telinga kita. Sering kita dengar di radio maupun televisi tentang pemerkosaan.
Pemerkosaan merupakan bentuk kekerasan seksual yang paling menonjol di Indonesia. Pada kurun waktu 1997-1999, data resmi
pemerintah sebagaimana dikutip Buku bertajuk Kekerasan Terhadap Istri,
tercatat 835 kasus kekerasan seksual. Korbannya sebagian besar perempuan. Dari
jumlah tersebut, 673 kasus merupakan tindakan perkosaan, 96 kasus pelecehan
seksual, dan 66 kekerasan rumah tangga.Banyak sekali gadis remaja yang menjadi
korban perbuatan biadab tersebut. Korban berusia 11- 18 tahun sebanyak 94 kasus
(40 persen), di bawah 10 tahun sejumlah 54 kasus (22,98 persen), dan korban
berusia 19-30 tahun sebanyak 56 kasus (23, 82 persen). Korban berstatus pelajar
66 kasus, dan buruh pabrik 11 kasus, sedangkan lainnya dari berbagai profesi. Motivasi tindakan pemerkosaan bermacam-macam.
Pelaku pemerkosaan seringnya berusia muda, 80 % berusia di bawah 30 tahun dan
75 % di bawah usia 25 tahun. Kebanyakan dari mereka pernah mengalami kekejaman
seksual maupun fisik ketika anak-anak maupun saat menginjak dewasa. Pemerkosaan
merupakan suatu kekejaman yang menimpa orang tak bersalah. Kejadian ini
bisa mengubah kehidupannya, karena orang yang menjadi korban tidak lagi merasa
kehidupannya aman. Dampak dari pemerkosaan
akan terus terbawa sepanjang korban belum bisa menerima kenyataan yang
ada. Sebelum bisa menemukan sandaran yang tepat biasanya korban akan terus
terbelenggu ( Kneisl, 2004 ).
B. RUMUSAN
MASALAH
Masalah adalah sesuatu hal yang menimbulkan pernyataan yang
mendorong untuk mencarikan jawabannya atau suatu yang harus di pecahkan Poerwadarminta(1976:634).selanjutnya
Surachmad (1980 :3)juga mengatakan bahwa masalah adalah setiap kesulitan yang
menggerakkan manusia untuk memecahkannya. Berdasarkan uraian di atas ,maka
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa yang
dimaksud dengan pemerkosaan?
2.
Siapa biang
terjadinya perkosaan?
3.
Contoh
kasus pemerkosaan dan analisis pasal 285 KUHP
4.
Pasal-pasal
berapa yang menyangkut tentang perkosaan?
5.
Apa saja
jenis perkosaan dan bagaimana reaksi korban sesudah perkosaan?
6.
Apa yang
harus dilakukan bila terjadi perkosaan?
7.
Apa saja
kiat-kiat untuk menghindari terjadinya perkosaan?
C. TUJUAN
Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan
antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.
Agar dapat
mengetahui apa yang dimaksud dengan pemerkosaan.
2.
Agar
dapat mengetahui siapa biang dalam terjadinya pemerkosaan.
3.
Mengetahui
dan menganalisis tentang kasus pemerkosaan.
4.
Agar
dapat mengetahui pasal-pasal yang menyangkut tentang perkosaan.
5.
Agar
dapat mengetahui apa saja jenis perkosaan dan bagaimana reaksi korban sesudah
perkosaan.
6.
Agar
dapat mengetahui apa yang harus dilakukan bila terjadi perkosaan.
7.
Agar
dapat mengetahui apa saja kiat-kiat untuk menghindari terjadinya perkosaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PEMERKOSAAN
Pemerkosaan adalah suatu tindakan kriminal di saat si korban dipaksa untuk melakukan hubungan
seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin, di luar kemauannya
sendiri. Istilah pemerkosaan dapat pula digunakan dalam arti kiasan,
misalnya untuk mengacu kepada pelanggaran yang lebih umum seperti perampokan,
penghancuran, penangkapan atas warga masyarakat yang terjadi pada saat sebuah
kota atau negara dilanda perang.
1.
Sejarah
Di zaman kuno hingga akhir Abad
Pertengahan, pemerkosaan pada umumnya tidak dianggap sebagai kejahatan
terhadap seorang gadis atau perempuan, melainkan lebih kepada pribadi sang
laki-laki yang "memilikinya". Jadi, hukuman atas pemerkosaan
seringkali berupa denda, yang harus dibayarkan kepada sang ayah atau suami yang mengalami "kerugian"
karena "harta miliknya" "dirusak". Posisi ini kemudian
diubah di banyak lingkungan budaya karena pandangan bahwa, seperti halnya sang
"pemilik", si perempuan itu sendiripun mestinya ikut mendapatkan ganti
ruginya.
Pemerkosaan dalam peperangan juga dapat dilihat terjadi di zaman kuno
sehingga disebutkan pula di dalam Alkitab, misalnya di dalam kisah tentang kaum perempuan yang
diculik sebagai hadiah kemenangan.[rujukan?]
Tentara Yunani,
Kekaisaran Persia dan Kekaisaran
Romawi, secara rutin memperkosa kaum perempuan maupun anak-anak lelaki di
kota-kota yang ditaklukkan.[rujukan?] Perilaku yang sama
masih terjadi bahkan hingga tahun 1990-an, ketika pasukan-pasukan Serbia yang
menyerang Bosnia
dan Kosovo,
melakukan kampanye yang penuh perhitungan dengan memperkosa kaum perempuan dan
anak-anak lelaki di daerah-daerah yang mereka kuasai.[rujukan?]
Pemerkosaan, sebagai strategi perang, dilarang oleh hukum militer yang disusun
oleh Richard II dan Henry V (masing-masing tahun 1385 dan 1419). Hukum-hukum ini
merupakan dasar untuk menjatuhkan hukuman dan mengeksekusi para pemerkosa pada
masa Perang Seratus Tahun (1337-1453).
2.
Hukum Mengenai Pemerkosaan
Dalam sistem hukum di Britania
Raya dan di Amerika Serikat, yang dimaksudkan dengan
"pemerkosaan" biasanya adalah apabila seorang laki-laki memaksa
seorang perempuan melakukan hubungan
seksual dengannya. Hingga akhir abad ke-20,
hubungan seksual yang dipaksakan oleh seorang suami terhadap istrinya tidak
dianggap sebagai "pemerkosaan", karena seorang perempuan (dengan
maksud tertentu) tidak dianggap mempunyai hak untuk menolaknya. Kadang-kadang
juga ada anggapan bahwa hubungan pernikahan
merupakan pernyataan tersirat di muka untuk suatu hubungan seksual seumur
hidup. Namun demikian, hukum pidana modern di kebanyakan negara barat kini
telah mengesahkan hukum yang menolak pandangan demikian. Kini pemerkosaan juga
diartikan sebagai hubungan paksa
oleh pasangan, seperti hubungan seksual vaginal, dan tindak kekerasan
seperti hubungan seksual anal yang biasanya dilarang
dengan undang-undang sodomi.
Hingga kini di Skotlandia hanya perempuan saja yang dapat dikategorikan
mengalami pemerkosaan.
Istilah "pemerkosaan" kadang-kadang diartikan dengan sangat
luas, hingga mencakup pula segala bentuk serangan seksual.
Hukum Inggris
Di bawah Undang-undang Pelanggaran Seksual 2003, yang mulai
diberlakukan sejak April 2004, pemerkosaan di Inggris dan Wales telah diperluas
artinya dari hubungan vaginal atau anal tanpa persetujuan pihak yang lain kini
menjadi penetrasi penis
ke dalam vagina, anus
ataupun mulut
orang lain tanpa persetujuan orang tersebut. Perubahan ini juga mencakup masa
hukumannya, sehingga kini ancaman hukuman untuk kasus pemerkosaan maksimum
adalah hukuman seumur hidup.
Di dalam hukum Inggris, walaupun seorang perempuan yang memaksa seorang
laki-laki untuk melakukan hubungan seksual tidak dapat dituntut telah melakukan
pemerkosaan, bila ternyata ia membantu seorang laki-laki dalam melakukan
pemerkosaan, ia pun dapat dituntut atas kejahatan itu. Seorang perempuan juga
dapat dituntut apabila terbukti ia telah menyebabkan seorang laki-laki
melakukan hubungan seksual tanpa kehendak laki-laki itu sendiri; ini adalah
sebuah kejahatan yang juga diancam dengan hukuman seumur hidup bila hal ini
melibatkan penetrasi terhadap mulut, anus, atau vagina. Peraturan ini juga
mencakup sebuah kejahatan seksual baru yang disebut "serangan melalui
penetrasi", yang juga diancam hukuman yang sama seperti pemerkosaan, dan
dilakukan apabila seseorang melakukan penetrasi terhadap anus atau vagina
secara seksual dengan bagian dari tubuhnya, atau dengan sebuah benda tertentu,
tanpa persetujuan orang itu sendiri.
Hukum di Amerika Serikat
Laporan kejahatan di Amerika Serikat menggunakan "pemerkosaan
dengan paksa", hanya untuk menggambarkan kasus-kasus pemerkosaan yang
dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan. Namun demikian, masing-masing negara
bagian Amerika Serikat memperluas definisi ini secara independen.
Pemerkosaan oleh laki-laki terhadap sejenisnya biasanya diakui sama seperti
pemerkosaan terhadap perempuan.
B. SIAPA BIANG TERJADINYA
PEMERKOSAAN?
Setiap
hari di berbagai media kerap bermunculan kasus-kasus pemerkosaan dan pelecehan
seksual. ini tidak saja terjadi dengan ornag lain, bahkan mirisnya seringkali
dilakukan antara sesama anggota keluarga, tetangga, bahkan antara bapak dan
anak dan anak dan ibu. Sebagai objeknya tentunya sebagian besar kaum Hawa.
Tentunya sebagai pelakukanya adalah kaum Adam. Kadang terjadi di
kendaraan-kendaraan umum, rumah-rumah kos, tempat-tempat wisata dan hiburan.
Sehingga kasus ini merupakan kasus yang sudah tidak asing lagi untuk menjadi
“santapan” informasi harian kita melalui media.
Bagi laki-laki yang
sudah beristri, itu merupakan hal mudah, karena bisa mengajak istrinya untuk
berhubungan intim. Tetapi bagi laki-laki yang belum mempunyai istri, ini
merupakan hal sulit karena tidak ada media penyalur hasrat. Laki-laki bisa
bertindak apa saja ketika nafsu sudah bergelora. Bagi laki-laki yang kurang
beriman, dia bisa saja melakukan pemerkosaan terhadap perempuan.
Di berbagai media
sering ada berita tentang kasus pemerkosaan. Kita sering heran, mengapa si pria
tega-teganya memperkosa dan menyakiti gadis yang tidak berdosa, seakan-akan
tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Kemudian kita menimpakan kesalahan paling
besar kepada pria pemerkosa tersebut. Memang, pria tersebut salah besar. Tetapi
di balik kesalahan besar pria tersebut, ada hal salah lain yang juga bisa
menjadi faktor penyebab terjadinya pemerkosaan. Antara lain, pertama, kesalahan
dari wanita itu sendiri. Bisa saja wanita itu diperkosa karena senang mengumbar
atau mempertontonkan auratnya, sehingga pria tidak tahan melihatnya dan ingin
memperkosanya. Karena itu, bagi para wanita, berpenampilanlah yang sopan dan
tutuplah bagian tubuh yang bisa merangsang syahwat pria. Kesalahan kedua, bisa
berasal dari orang tua pria pemerkosa yang kurang memperhatikan perilaku
anaknya. Seharusnya orang tua selalu memantau kondisi anak dan meluruskan
akhlak anak, jangan sampai anak terlibat kasus pelanggaran hukum. Kesalahan
ketiga, bisa berasal dari orang tua perempuan korban pemerkosaan, yang sampai
lengah dalam mengawasi anaknya. Seharusnya orang tua selalu siap menjaga
keamanan anak agar selamat dari segala macam ancaman, termasuk ancaman dari
pria bejat. Kesalahan keempat, bisa berasal dari lingkungan masyarakat. Di
zaman modern yang serba bebas seperti sekarang, akses terhadap pornografi dan
pornoaksi semakin mudah. Hal ini mendorong peningkatan kasus pemerkosaan.
Kesalahan kelima, bisa berasal dari pemerintah yang kurang tegas memberlakukan
hukuman bagi pelanggar hukum, sehingga tidak memberikan efek jera.
Kemudian
orang merespon dan berkomentar, sebagian besar spontanitas mengklaim biang dari
semua ini adalah kaum Adam. Kaum Adam pun merespon dengan mulut bungkam. Mau
bilang apalagi toh(kalau saya, tidak pernah..). Namun orang tidak mengembangkan
sayap pemikirannya apa sebenranya yang menjadi cikal bakal dari semua bencana
ini. Kata orang tua kita, gak mungkin ada asap jika tidak ada apinya….
memang mereka yang melakukan. Tidak pernah terdengar perempuan memperkosa kaum
laki-laki
Coba kita lihat di jalanan,
di mall atau pusat-pusat perbelanjaan, tempat hiburan, tempat wisata, dan
tempat-tempat umum lainnya. Seringkali kita berpapasan dengan perempuan
berpakaian sangat minim sekali. maaf, hanya pakai tengtop celana
atau rok seadanya. Sehingga kalau lalai sedikit bisa tersingkaplah apa yang
seharusnya ditutupnya. Ini tidak sulit lagi kita temui, jangankan di Kota-kota
besar bahkan budaya ini sudah masuk ke desa-desa yang masih kolot pemikirannya.
Hasil dari sebuah
penelitian menyimpulkan bahwa Faktor penyebab tindak pidana perkosaan dalam
keluarga terdiri dari: 1. faktor intern yaitu: a) keluarga, b)ekonomi keluarga,
c) tingkat pendidikan, d) agama/moral, 2. faktor ekstern,meliputi : a)
lingkungan sosial, b) perkembangan ipteks, c) kesempatan. Hasil itu menurut
saya kuranglah tepat, karena di sana tidak mendapatan hasil bahwa apa yang
menyebabkan laki-laki bisa memperkosa wanita…?
Djamaludin Ancok, salah satu staf pengajar di Fakultas Psikologi UII
dan UGM menyatakan bahwa dalam sebuah kajian di Amerika disimpulkan ada
beberapa jenis penyebab perkosaan. Ada perkosaan karena kemarahan dan juga
perkosaan karena mencari kepuasan seksual.
Saya berani mengatakan bahwa penyebab utama terjadinya perkosaan adalah
dari diri manusia (baca :si pemerkosa). Akan tetapi tunggu dulu, perkosaan itu
tidak terjadi begitu saja tanpa ada pemicunya. Kalau boleh saya misalkan dalam
kasus pembakaran (combustion) di engine, yang mana pembakaran itu dapat terjadi
bila ada 3 hal : bahan bakar, oksigen, dan pemicu (percikan api/panas). Diri
manusia (pemerkosa) adalah bahan bakar, wanita (korban) adalah oksigen dan
pembangkit syahwat (perilaku- gambar-gambar wanita yang ‘menggoda’ atau bahkan
riil, bukan gambar) adalah percikan api. Sebenarnya tanpa ada ‘percikan api’
pun, dengan adanya ‘panas dan tekanan tinggi’ dapat juga menyebabkan terjadinya
‘pembakaran’. Kita dapat melihat bagaimana ‘percikan api’ menjadi sangat
penting dalam mekanisme terjadinya perkosaan. Ya, ‘percikan api’, perilaku
wanita-wanita yang berpakaian menggoda, gambar-gambar/film-film porno, dan hal
sejenis, juga sangat berperan atas terjadinya kasus pemerkosaan. Saya tidak
mengatakan bahwa korban perkosaan adalah ‘si percikan api’. Tidak, tidak
seperti itu, meskipun itu mungkin saja terjadi. Akan tetapi, kemudian menjadi
sangat ironis bila ‘si percikan api’ yang berulah, tapi wanita lain (yang bukan
‘percikan api’) yang menjadi menjadi korban (ini bukan berarti pemerkosaan
terhadap wanita percikan api itu boleh).
Wahai ‘wanita percikan api’, sadarlah…!!!
C.
CONTOH KASUS PEMERKOSAAN dan ANALISIS PASAL 285 KUHP
1.
Contoh Kasus
Baru Tamat
SMA, Digilir Empat Pemuda
POLEWALI MANDAR, KOMPAS.com — Malang
nian nasib perempuan ABG, sebut saja X (18). Baru beberapa jam merayakan
kelulusannya dari sebuah SMA di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, kegadisannya
direngut Randi (18), pacarnya sendiri, pada Senin (16/5/2011) malam. Tragisnya,
diduga Randi juga berkomplot dengan tiga rekannya untuk menggilir X.
"Saya
tidak sangka Pak, Randi yang tampak sopan dan solider itu rupanya pria
bejat."
Mendapat perlakuan seperti itu, X (18) mengadukan
tindak kekerasan seksual yang baru menimpanya ke polisi. Dengan sesenggukan, X
mengaku dirinya digilir empat pemuda berandal di sebuah kebun cokelat tak jauh
dari permukiman penduduk di Kecamatan Andreapi, Polewali Mandar, Senin malam.
Ceritanya bermula ketika X diajak Randi jalan-jalan ke
sebuah pasar malam di Polewali Mandar. Randi adalah pemuda yang baru sebulan
dikenalnya. Keduanya pun membuat janji untuk bertemu di Pantai Bahari,
Polewali. Dari sana Randi kemudian berjanji akan mengajak X jalan-jalan ke
pasar malam di Polewali.
Sesampai di lokasi, ternyata Randi tidak masuk ke
lokasi pasar malam. Kepada X, Randi mengatakan ingin mengajak X ke rumah salah
seorang sahabatnya. X pun tidak curiga.
Namun, perjalanan ternyata makin jauh meninggalkan
permukiman warga. Saat itulah X mulai menangkap firasat buruk. Dugaan X
terbukti. Dia bukannya dibawah ke rumah temannya, melainkan digiring ke sebuah
kebun cokelat. Lokasinya sekitar 2 kilometer dari permukiman penduduk di
Kecamatan Andreapi, Polewali. Di tempat ini X dipaksa melayani nafsu bejat
Randi.
Rupanya Randi tak sendirian. Ada tiga teman lainnya,
yaitu Icang (20), Ula (23), dan Memet (21). Mereka bertiga diduga sudah menunggu
sebelum kedua pasangan baru ini tiba di lokasi kejadian. Seperti sekenario
cerita yang sudah direncanakan bersama, semuanya berjalan mulus.
Seusai Randi melampiaskan nafsu bejatnya, ketiga
rekannya tadi yang diduga sudah mengintip dari jarak dekat tiba-tiba menyergap
kedua pasangan ini. Agar sandiwaranya tidak terbongkar, Randi seolah-olah tak
mengenal ketiga rekannya yang menyergap seusai menodai pacar barunya dengan
cara paksa. Ketiga rekan Randi seolah-olah menangkap basah Randi dan X yang
berbuat mesum di tengah kebun. Namun, bukannya melaporkan tindakan asusila ini
ke polisi, ketiganya malah minta "jatah".
X sempat memberontak, tetapi apa dayanya. Ketiga
pemuda itu pun dengan leluasa melampiaskan nafsu bejatnya hingga X pingsan.
Sadisnya, X yang tidak berdaya malah ditinggal seorang
diri pada malam yang gelap gulita di kebun cokelat oleh para begundal itu.
Dengan setengah sadar, X kemudian berusaha berjalan tertatih-tatih mendekati
permukiman penduduk sebelum akhirnya mendapat pertolongan warga setempat.
Dari kesaksian warga, X baru tahu bahwa pemuda yang
baru sebulan pacaran dengannya itu sengaja menyerahkan mahkotanya kepada para
pemuda lain dengan cara paksa.
Di hadapan polisi, X menangis sesenggukan menceritakan
nasib tragis yang dialaminya. X mengaku tak menyangka pemuda yang dikenalnya
dermawan dan suka menolong itu ternyata pria bejat yang tega menyerahkan
dirinya kepada orang lain.
"Saya tidak sangka Pak, Randi yang tampak sopan
dan solider itu rupanya pria bejat," ujar X kepada petugas.
X mengadu dan meminta belas kasihan kepada petugas
agar Randi dan tiga rekannya yang telah menyusun sandiwara jahat di depan
matanya itu bisa ditangkap dan dijerat hukum. X mengaku bersumpah tak akan
memaafkan. Dia mendesak polisi agar segera menangkap para pelaku karena
identitas dan alamat rumah pelaku diketahui warga setempat.
Kepala Kepolisian Sektor Polewali AKP I Wayan berjanji
akan segera membekuk para tersangka. Seusai menerima keterangan korban, I Wayan
menyatakan telah mengerahkan sejumlah anggotanya ke beberapa lokasi yang selama
ini diduga jadi tempat mangkal para pelaku. Kerja keras petugas unit Buser
Polsek Polewali memburu jejak para tersangka membuahkan hasil. Satu persatu
pelaku dibekuk di tempat berbeda. Kepala Polsek Polewali, AKP I Wayan menyatakan,
keempat pelaku diganjar Pasal 81 ayat 1 dan 2 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak. Mereka diancam hukuman 15 tahun penjara, dan denda
Rp 300 juta. Tindak Pidana perkosaan tersebut telah
diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
2.
Analisis Pasal 285 KUHP
Tindak
Pidana perkosaan tersebut telah diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.
Permasalahan yang semakin berkembang ini perlu segera ditanggulangi dan diselesaikan yang bukan hanya menjadi tanggung jawab negara saja, tetapi juga membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Penyelesaian permasalahan tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak dan pemberian perlindungan bagi anak.
Beberapa hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu di perhatikan dan diperjuangkan pelaksanaanya. Hak-hak tersebut di berikan pada waktu sebelum, selama, dan setelah masa persidangan yang meliputi:
1. Sebelum persidangan
a. hak diperlakukan sebagai seseorang yang belum terbukti bersalah
b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja c. hak terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan
d. hak untuk mendapatkan pendamping, penasehat dalam rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo
2. Selama persidangan
a. hak mendapat penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya;
b. hak mendapatkan pendamping, penasehat selama persidangan;
c. hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya;
d. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara dan tempat penahanan);
e. hak untuk menyatakan pendapat;
f. hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang dapat menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut atas alasan yang berdasarkan undang-undang;
g. hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya;
h. sidang tertutup demi kepentinganya.
3. Setelah persidangan
a. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja (berbagai ancaman, penganiayaan, pembunuhan);
b. hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai pemasyarakatan;
c. hak untuk dapat berhubungan dengan keluarganya.
Permasalahan yang semakin berkembang ini perlu segera ditanggulangi dan diselesaikan yang bukan hanya menjadi tanggung jawab negara saja, tetapi juga membutuhkan peran serta yang aktif dari seluruh lapisan masyarakat. Penyelesaian permasalahan tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak dan pemberian perlindungan bagi anak.
Beberapa hak anak dalam proses peradilan pidana perlu diberi perhatian khusus, demi peningkatan pengembangan perlakuan adil dan kesejahteraan yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu maka ada beberapa hak-hak anak yang perlu di perhatikan dan diperjuangkan pelaksanaanya. Hak-hak tersebut di berikan pada waktu sebelum, selama, dan setelah masa persidangan yang meliputi:
1. Sebelum persidangan
a. hak diperlakukan sebagai seseorang yang belum terbukti bersalah
b. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja c. hak terhadap dirinya (transport, penyuluhan dari yang berwajib untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar pemeriksaan
d. hak untuk mendapatkan pendamping, penasehat dalam rangka mempersiapkan diri berpartisipasi dalam persidangan yang akan datang dengan prodeo
2. Selama persidangan
a. hak mendapat penjelasan mengenai tata cara persidangan dan kasusnya;
b. hak mendapatkan pendamping, penasehat selama persidangan;
c. hak untuk mendapatkan fasilitas ikut serta memperlancar persidangan mengenai dirinya;
d. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial (berbagai macam ancaman, penganiayaan, cara dan tempat penahanan);
e. hak untuk menyatakan pendapat;
f. hak untuk memohon ganti rugi atas perlakuan yang dapat menimbulkan penderitaan, karena ditangkap, ditahan, dituntut atas alasan yang berdasarkan undang-undang;
g. hak untuk mendapatkan perlakuan pembinaan/penghukuman yang positif, yang dapat mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya;
h. sidang tertutup demi kepentinganya.
3. Setelah persidangan
a. hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap tindakan yang merugikan, menimbulkan penderitaan mental, fisik, sosial dari siapa saja (berbagai ancaman, penganiayaan, pembunuhan);
b. hak untuk mendapatkan pembinaan atau penghukuman yang manusiawi sesuai dengan pancasila, UUD 1945, dan ide mengenai pemasyarakatan;
c. hak untuk dapat berhubungan dengan keluarganya.
Hukum
pada hakekatnya adalah dibentuk untuk mengatur hidup manusia dan mempermudah
hidup manusia. Jadi memang selayaknya hukum tumbuh dan berkembang seiring
dengan perkembangan manusia, ubi societas ubi ius, dimana ada manusia disitu
ada hukum. Namun demikian hukum dalam arti hukum positif yang dianut oleh
sebagian besar negara, termasuk Indonesia, nampaknya tidak lagi dapat memenuhi
tuntutan perkembangan kehidupan manusia yang lebih kompleks. Hukum positif
dalam arti hukum (peraturan perundang-undangan) yang berlaku saat ini dan dibuat
secara prosedur formal oleh organ negara sudah tidak mampu menjangkau fenomena
di dunia nyata. Maka tidak salah apa yang dikatakan Karl Max bahwa hukum
(positif) senantiasa ketinggalan dengan perkembangan ekonomi dan teknologi.
Dengan demikian, menurut teori hukum kritis (Critical Legal Studies) hukum positif yang ortodoks dan ‘kuno’ yang sudah ketinggalan zaman tersebut seharusnya sudah ditinggalkan serta perlu pengkajian ulang secara mendalam terhadap hukum positif yang ada. Sehingga menurut Satjipto Raharjo hukum itu tidak boleh mandeg dan mati, hukum harus terus berkembang mengiringi kehidupan manusia.
Analisis Pasal 285 KUHP dalam Perspektif Hukum Kritis
Teori atau studi hukum kritis menghendaki pembaharuan terhadap hukum positif yang dinilai ortodoks, kuno, dan formalistik dengan pendekatan yang lebih kritis. Studi hukum kritis memandang bahwa hukum positif yang berlaku tidak selamanya sesuai karena masyarakat terus berkembang dan hukum positif akan ketinggalan dengan fenomena itu.
Salah satu peraturan dalam hukum positif yang dapat dianalisis dari sudut pandang teori hukum kritis adalah pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Dalam pasal ini perkosaan dirumuskan sebagai tindakan “… dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia…”. Unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana ini antara lain: dengan kekerasan atau ancaman kekerasa; memaksa perempuan yang bukan istrinya; untuk melakukan hubungan seksual (bersetubuh). Dalam konteks masyarakat saat ini, rumusan ini tentunya sangat ketinggalan zaman, karena kejahatan perkosaan saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa baik modus operandi dan modelnya.
Misalnya; bagaimana jika seandainya “perkosaan” itu terjadi tidak dalam bentuk persetubuhan (contohnya dengan memasukkan penis ke mulut dan anus atau memasukkan benda-benda lain ke vagina), bagaimana jika perkosaan tersebut terjadi terhadap istri (marital rape) atau bagaimana jika korban perkosaan itu adalah laki-laki? tentunya pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh hukum positif. Jika para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) tetap menggunakan hukum positif dan logika formal (pasal 285 KUHP) an sich dalam kasus-kasus perkosaan, maka kemungkinan akan banyak kasus perkosaan dan pemerkosa yang lepas dari jeratan hukum karena perbuatannya tersebut tidak termasuk dalam unsur-unsur pasal 285 KUHP. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam KUHP tersebut sangat wajar mengingat usia KUHP saat ini lebih dari 60 tahun.
Dengan demikian, menurut studi hukum kritis penerapan pasal 285 KUHP secara an-sich oleh aparat penegak hukum harus sudah mulai ditinggalkan. Artinya, aparat penegak hukum harus membuka wacananya bahwa kejahatan perkosaan terus berkembang sehingga tidak hanya menerapkan hukum secara tekstual menggunakan logika formal, tetapi juga kontekstual menggunakan nalar dan hati nurani sebagai pisau alanisis dalam menyelesaikan perkara hukum. Di Indonesia, praktek penggunaan analisis hukum kritis ini bukan barang baru, hal ini sudah diperkenalkan oleh Bismar Siregar, seorang Hakim yang sangat hebat di era tahun 1980-an yang berani menggunakan nalar pikirnya melampaui hukum positif yang ada pada waktu itu. Meskipun pada akhirnya putusannya dimentahkan oleh pengadilan yang lebih tinggi, namun dari situ dapat dilihat bahwa kelemahan hukum positif adalah tidak mampu menjangkau perkembangan kehidupan manusia yang sangat kompleks, sehingga perlu dilakukan kritik dan pembaharuan terhadap hukum secara terus menerus.
Dengan demikian, menurut teori hukum kritis (Critical Legal Studies) hukum positif yang ortodoks dan ‘kuno’ yang sudah ketinggalan zaman tersebut seharusnya sudah ditinggalkan serta perlu pengkajian ulang secara mendalam terhadap hukum positif yang ada. Sehingga menurut Satjipto Raharjo hukum itu tidak boleh mandeg dan mati, hukum harus terus berkembang mengiringi kehidupan manusia.
Analisis Pasal 285 KUHP dalam Perspektif Hukum Kritis
Teori atau studi hukum kritis menghendaki pembaharuan terhadap hukum positif yang dinilai ortodoks, kuno, dan formalistik dengan pendekatan yang lebih kritis. Studi hukum kritis memandang bahwa hukum positif yang berlaku tidak selamanya sesuai karena masyarakat terus berkembang dan hukum positif akan ketinggalan dengan fenomena itu.
Salah satu peraturan dalam hukum positif yang dapat dianalisis dari sudut pandang teori hukum kritis adalah pasal 285 KUHP tentang perkosaan. Dalam pasal ini perkosaan dirumuskan sebagai tindakan “… dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia…”. Unsur-unsur yang terdapat dalam tindak pidana ini antara lain: dengan kekerasan atau ancaman kekerasa; memaksa perempuan yang bukan istrinya; untuk melakukan hubungan seksual (bersetubuh). Dalam konteks masyarakat saat ini, rumusan ini tentunya sangat ketinggalan zaman, karena kejahatan perkosaan saat ini mengalami perkembangan yang luar biasa baik modus operandi dan modelnya.
Misalnya; bagaimana jika seandainya “perkosaan” itu terjadi tidak dalam bentuk persetubuhan (contohnya dengan memasukkan penis ke mulut dan anus atau memasukkan benda-benda lain ke vagina), bagaimana jika perkosaan tersebut terjadi terhadap istri (marital rape) atau bagaimana jika korban perkosaan itu adalah laki-laki? tentunya pertanyaan ini tidak dapat dijawab oleh hukum positif. Jika para penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) tetap menggunakan hukum positif dan logika formal (pasal 285 KUHP) an sich dalam kasus-kasus perkosaan, maka kemungkinan akan banyak kasus perkosaan dan pemerkosa yang lepas dari jeratan hukum karena perbuatannya tersebut tidak termasuk dalam unsur-unsur pasal 285 KUHP. Beberapa kelemahan yang terdapat dalam KUHP tersebut sangat wajar mengingat usia KUHP saat ini lebih dari 60 tahun.
Dengan demikian, menurut studi hukum kritis penerapan pasal 285 KUHP secara an-sich oleh aparat penegak hukum harus sudah mulai ditinggalkan. Artinya, aparat penegak hukum harus membuka wacananya bahwa kejahatan perkosaan terus berkembang sehingga tidak hanya menerapkan hukum secara tekstual menggunakan logika formal, tetapi juga kontekstual menggunakan nalar dan hati nurani sebagai pisau alanisis dalam menyelesaikan perkara hukum. Di Indonesia, praktek penggunaan analisis hukum kritis ini bukan barang baru, hal ini sudah diperkenalkan oleh Bismar Siregar, seorang Hakim yang sangat hebat di era tahun 1980-an yang berani menggunakan nalar pikirnya melampaui hukum positif yang ada pada waktu itu. Meskipun pada akhirnya putusannya dimentahkan oleh pengadilan yang lebih tinggi, namun dari situ dapat dilihat bahwa kelemahan hukum positif adalah tidak mampu menjangkau perkembangan kehidupan manusia yang sangat kompleks, sehingga perlu dilakukan kritik dan pembaharuan terhadap hukum secara terus menerus.
KUHP
sebagai landasan hukum positif dalam bidang kepidanaan harus segera diperbahui
mengingat usianya yang sudah ‘tua’ dan sudah tidak dapat mengikuti perkembangan
dunia kriminalitas yang semakin pesat dan canggih. Penerapan kajian hukum
kritis terhadap hukum positif harus ditingkatkan, khususnya oleh aparat penegak
hukum. Karena saat ini hakim dan penegak hukum lainnya tidak lagi hanya sebagai
corong undang-undang, tetapi juga harus kritis dalam menerapkan hukum agar
tercipta keadilan dalam masyarakat.
D.
PASAL-PASAL yang MENYANGKUT TENTANG PEMERKOSAAN
1. Pasal 285 KUHP
"Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan , diancam karena perkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun"
2. Pasal 286 KUHP
"Barangsiapa bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan padahal
diketahuinya wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , diancam
pidana penjara paling lama sembilan tahun"
3. Pasal 287 KUHP
(1)"Barangsiapa bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan , padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak jelas , belum waktunya dikawin , diancam
pidana paling lama sembilan tahun"
4.Pasal 288 KUHP
(1) "Barangsiapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum
waktunya dikawin , apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun
5.Pasal 294 KUHP
(1) " Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum
dewasa , anak tiri atau anak pungutnya , anak peliharaannya atau dengan
seorang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung ,
dididik atau dijaga atau dengan bujang bawahannya yang belum dewasa ,
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(2) dengan hukuman serupa dihukum :
(a) pegawai negri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah
perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan kepadanya untuk dijaga
(b) pengurus , tabib , guru , pegawai , mandor (opzichter) atau bujang
dalam penjara , rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negri
(landwerkinricting) , rumah pendidikan , rumah piatu , rumah sakit ingatan
, atau balai derma , yang melakukan pencabulan terhadap orang yang
ditempatkan disitu.
6.Pasal 297 KUHP
"Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa
dihukum penjara selama-lamanya empat tahun"
"Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan , diancam karena perkosaan dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun"
2. Pasal 286 KUHP
"Barangsiapa bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan padahal
diketahuinya wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya , diancam
pidana penjara paling lama sembilan tahun"
3. Pasal 287 KUHP
(1)"Barangsiapa bersetubuh dengan wanita diluar perkawinan , padahal
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas
tahun atau kalau umurnya tidak jelas , belum waktunya dikawin , diancam
pidana paling lama sembilan tahun"
4.Pasal 288 KUHP
(1) "Barangsiapa dalam perkawinan bersetubuh dengan seorang wanita yang
diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum
waktunya dikawin , apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun
5.Pasal 294 KUHP
(1) " Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya yang belum
dewasa , anak tiri atau anak pungutnya , anak peliharaannya atau dengan
seorang yang belum dewasa yang dipercayakan kepadanya untuk ditanggung ,
dididik atau dijaga atau dengan bujang bawahannya yang belum dewasa ,
dihukum penjara selama-lamanya tujuh tahun.
(2) dengan hukuman serupa dihukum :
(a) pegawai negri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dibawah
perintahnya atau dengan orang yang dipercayakan kepadanya untuk dijaga
(b) pengurus , tabib , guru , pegawai , mandor (opzichter) atau bujang
dalam penjara , rumah tempat melakukan pekerjaan untuk negri
(landwerkinricting) , rumah pendidikan , rumah piatu , rumah sakit ingatan
, atau balai derma , yang melakukan pencabulan terhadap orang yang
ditempatkan disitu.
6.Pasal 297 KUHP
"Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa
dihukum penjara selama-lamanya empat tahun"
E.
JENIS PERKOSAAN dan REAKSI KORBAN SESUDAH PERKOSAAN
1. Jenis
Perkosaan
1. Berdasarkan pelakunya
·
Perkosaan oleh orang
yang dikenal. Perkosaan jenis ini dilakukan oleh atau anggota keluarga
(bapak, paman, saudara).
·
Perkosaan oleh pacar (dating
rape). Perkosaan terjadi ketika korban berkencan dengan pacarnya,
seringkali diawali dengan cumbuan yang diakhiri dengan pemaksaan hubungan seks.
·
Perkosaan dalam
perkawinan (marital rape). Biasanya terjadi terhadap istri yang
punya ketergantungan sosial ekonomi pada suami; berupa pemaksaan hubungan yang
tak dikehendaki oleh pihak istri.
·
Perkosaan oleh orang
asing. Perkosaan jenis ini seringkali disertai dengan tindak kejahatan
lain, seperti perampokan, pencurian, penganiayaan ataupun pembunuhan.
2. Berdasarkan
cara melakukannya
·
Perkosaan dengan
janji-janji/penipuan. Perkosaan ini biasanya diawali dengan janji-janji;
korban akan dinikahi, dan sebagainya.
·
Perkosaan dengan
ancaman halus. Jenis perkosaan ini terjadi pada korban yang punya
ketergantungan sosial/ekonomi pada pemerkosa. Termasuk jenis ini adalah
perkosaan majikan terhadap bawahan ataupun guru terhadap murid.
·
Perkosaan dengan
paksaan (fisik). Perkosaan jenis ini dilakukan dengan mengancam memakai
senjata (tajam/api) ataupun dengan kekuatan fisik.
·
Perkosaan dengan
memakai pengaruh tertentu. Perkosaan jenis ini dilakukan dengan
mempengaruhi korban melalui pemakaian obat bius, obat perangsang, guna-guna,
hipnotis, dsb.
2. Reaksi
Korban Sesudah Perkosaan
1.
Perasaan mudah marah
2.
Takut, cemas, gelisah
3.
Merasa bersalah
4.
Malu, reaksi-reaksi lain yang bercampur aduk
5.
Menyalahkan diri sendiri
6.
Menangis bila teringat peristiwa tersebut
7.
Ingin melupakan peristiwa perkosaan yang telah dialami
8.
Merasa diri tidak normal, kotor, berdosa, tidak berguna
9. Merasa
lelah, tidak ada gairah dan tidak bisa tidur
10.
Selalu ingin muntah, perut dan vagina terasa sakit
11.
Ingin bunuh diri
F.
YANG
HARUS DILAKUKAN BILA TERJADI PERKOSAAN
1. Korban harus segera melapor ke polisi
·
Di Kepolisian korban akan diantar
ke dokter untuk mendapatkan visum etrepertum atau kalau terpaksa korban bisa
datang ke rumah sakit terlebih dahulu agar dokter bisa memberikan surat
keterangan. Mintalah dokter untuk menghubungi polisi.
·
Jangan membersihkan
diri atau mandi karena sperma, serpihan kulit ataupun rambut pelaku yang bisa
dijadikan barang bukti akan hilang. Sperma hanya hidup dalam waktu 2 x 24
jam. Simpan pakaian, barang-barang lain yang anda pakai, ataupun
kancing/robekan baju pelaku yang bisa dijadikan barang bukti. Serahkan
barang-barang tersebut kepada polisi dalam keadaan asli (jangan dicuci atau
dirubah bentuknya). Apabila korban takut pergi sendiri ke polisi, ajaklah
teman/saudara untuk menemani.
2. Yakinkan
diri bahwa korban perkosaan bukanlah orang yang bersalah
Pelaku perkosaanlah yang harus dihukum. Korban berhak untuk
melaporkan pelaku agar bisa dihukum sesuai dengan kejahatan yang dilakukannya. Kita
bisa menghubungi salah satu lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli
terhadap masalah-masalah cewek. Mereka siap membantu korban yang baru saja
mengalami pemerkosaan. Dengan beberapa staf konselor yang terlatih, mereka akan
memberikan dukungan psikologis dan penanganan medis. Mereka juga akan
memberikan informasi tentang hak hukum korban, cara, dan prosedur pelaporan
kepada polisi dan akan mendampingi dalam proses peradilan jika memang
dikehendaki.
G. KIAT-KIAT
MENGHINDARI TERJADINYA PERKOSAAN
1.
Bertingkah laku wajar
2.
Bersikap tegas, tunjukkan sikap dan tingkah laku percaya diri
3.
Pandai-pandai membaca situasi. Berjalanlah cepat tapi tenang
4.
Hindari berjalan sendiri di tempat gelap dan sepi
5.
Berpakaian sewajarnya yang memudahkan Anda untuk lari/mengadakan
perlawanan. Jangan memakai terlalu banyak perhiasan
6.
Sediakanlah selalu “senjata” seperti: korek api, deodorant spray (semprot), payung, dsb., dalam tas Anda
7.
Apabila bepergian ke suatu tempat, harus sudah mengetahui alamat lengkap, denah
dan jalur kendaraan. Jangan kelihatan bingung, carilah informasi pada
tempat-tempat yang resmi.
8.
Jangan mudah menumpang kendaraan orang lain
9.
Berhati-hatilah jika diberi minuman oleh seseorang
10.
Jangan mudah percaya pada orang yang mengajak Anda bepergian ke suatu tempat
yang tidak kenal
11.
Bacalah tulisan-tulisan tentang perkosaan. Dengan demikian Anda bisa
mempelajari tanda-tanda pelaku dan modus operandinya
12.
Pastikan jendela, pintu kamar, rumah, mobil Anda sudah terkunci bila Anda di
dalamnya
13.
Belajar bela diri untuk pertahankan diri Anda sewaktu diserang
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Perkosaan
adalah tindak kekerasan atau kejahatan seksual yang berupa hubungan seksual
yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan dengan kondisi: (1) tidak atas
kehendak dan persetujuan perempuan, (2) dengan “persetujuan” perempuan namun di
bawah ancaman, (3) dengan “persetujuan” perempuan namun melalui penipuan.
Dalam KUHP (pasal 285) disebutkan “perkosaan adalah kekerasan atau ancaman
kekerasan, memaksa seseorang perempuan bersetubuh dengan dia (laki-laki) di
luar pernikahan.” Apabila ada perempuan yang mengalami tindak kekerasan
seksual namun tidak memenuhi isi pasal 285 KUHP tetap bisa melaporkannya dan
menuntut si pelaku dengan mempergunakan pasal-pasal lain yang berhubungan
dengan kejahatan kesusilaan.
Realitas Perkosaan
·
Terjadi secara
spontan. Biasanya pemerkosa sudah mempunyai niat, dilakukan tergantung
kesempatan.
·
Pelaku bukan orang
asing. Pelaku perkosaan seringkali adalah orang yang sudah dikenal,
seperti pacar, teman, tetangga atau saudara.
·
Bukan hanya terjadi di
tempat sepi. Kebanyakan kasus perkosaan terjadi di tempat yang “aman”
termasuk di rumah, tempat kerja atau sekolah.
·
Bukan hanya terjadi
pada orang dewasa. Perkosaan juga dialami oleh anak-anak, remaja atau
orang tua.
·
Semua perempuan bisa
menjadi korban perkosaan, tanpa memperdulikan penampilan, cara berpakaian,
agama, ras, suku, pendidikan, pekerjaan atau tingkat sosial ekonomi.
·
Bukan hanya dilakukan
oleh laki-laki penderita gangguan jiwa, tapi dapat juga dilakukan oleh
laki-laki normal.
·
Bukan hanya dilakukan
oleh laki-laki yang berstatus sosial ekonomi rendah. Semua laki-laki bisa
menjadi pemerkosa tanpa memperdulikan tingkat sosial ekonomi, pendidikan,
pekerjaan, atau penampilan.
·
Bukan hanya masalah
perempuan. Perkosaan menjadi tanggung jawab bersama, baik laki-laki
maupun perempuan serta masyarakat dan negara.
·
Merahasiakan perkosaan
tidak menyelesaikan masalah. Carilah pertolongan pada orang yang dapat
dipercaya dan bisa membantu anda.
Di
berbagai media sering ada berita tentang kasus pemerkosaan. Kita sering heran,
mengapa si pria tega-teganya memperkosa dan menyakiti gadis yang tidak berdosa,
seakan-akan tidak mempunyai rasa kemanusiaan. Kemudian kita menimpakan
kesalahan paling besar kepada pria pemerkosa tersebut. Memang, pria tersebut
salah besar. Tetapi di balik kesalahan besar pria tersebut, ada hal salah lain
yang juga bisa menjadi faktor penyebab terjadinya pemerkosaan. Antara lain,
pertama, kesalahan dari wanita itu sendiri. Bisa saja wanita itu diperkosa
karena senang mengumbar atau mempertontonkan auratnya, sehingga pria tidak
tahan melihatnya dan ingin memperkosanya. Karena itu, bagi para wanita,
berpenampilanlah yang sopan dan tutuplah bagian tubuh yang bisa merangsang
syahwat pria. Kesalahan kedua, bisa berasal dari orang tua pria pemerkosa yang
kurang memperhatikan perilaku anaknya. Seharusnya orang tua selalu memantau
kondisi anak dan meluruskan akhlak anak, jangan sampai anak terlibat kasus
pelanggaran hukum. Kesalahan ketiga, bisa berasal dari orang tua perempuan
korban pemerkosaan, yang sampai lengah dalam mengawasi anaknya. Seharusnya
orang tua selalu siap menjaga keamanan anak agar selamat dari segala macam
ancaman, termasuk ancaman dari pria bejat. Kesalahan keempat, bisa berasal dari
lingkungan masyarakat. Di zaman modern yang serba bebas seperti sekarang, akses
terhadap pornografi dan pornoaksi semakin mudah. Hal ini mendorong peningkatan
kasus pemerkosaan. Kesalahan kelima, bisa berasal dari pemerintah yang kurang
tegas memberlakukan hukuman bagi pelanggar hukum, sehingga tidak memberikan
efek jera. Untuk mencegah hal yang tidak diingankan Sedini mungkin anak harus dikenalkan pada
tubuhnya sendiri; mana bagian tubuhnya yang boleh diperlihatkan pada/dipegang
oleh orang lain dan mana yang tidak. Kalau ada orang yang melakukan hal-hal
yang tak wajar pada tubuhnya, anak dibiasakan agar segera memberitahu keluarga.
Anak juga harus dilatih agar tidak mudah percaya pada orang lain atau diajak
main ke tempat yang sepi.
DAFTAR
PUSTAKA
Comments
Post a Comment
komen sangat di harapkan boss.