HUKUM PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa
ini jika membicarakan hukum di indonesia adalah hal yang cukup rumit
dengan permasalahan hukum yang ada. Yang juga keberadaan menuntut keadilan
harus berjalan seirama dengan huku itu sendiri sehingga kita sebagai masyarkat
tidak merasa rugi karena telah mentaati peraturan hukum juga mendapat keadilan.namun,berbagai
kasus kejahatan yang ada di indonesia belum memberi keadilan yang cukup atau
pantas bagi pelaku kejahatannya sehingga perlu ketegasan dalam menegakan
keadilan khussnya pada tindak kejahatan yang merugikan banyak pihak.
Tindak
Pidana pencemaran nama baik atau penghinaan dalam keadaan lisan maupun tulisan
merupakan suatu kejahatan yang termasuk merugikan orang yang dihina.karena
menderita kerugian berupa hak asasinya yang dilecehkan.oleh karena itu perlu
suatu pasal tindak pidana yang dapat memidanakan tersangka yang telah merugikan
korban yang dirugikan.lalu,apa saja pasal tindak pidana yang dijatuhkan
pada sebuah kasus pencemaran nama baik
pada tersangka?lalu apakah keberadaannya terbukti efektif dalam menghukum
sebuah kejahatan seperti ini?
1.2
Batasan Masalah
Adapun batasan masalah pada makalah ini adalah:
1.
Bagaimanakah pasal tindak pidana yang diberikan pada kasus
pencemaran nama baik?
2. Bagaimanakah
keberadaannya berbagai pasal tindak pidana terbukti efektif dalam menghukum
sebuah kejahatan pencemaran nama baik/penghinaan?
1
1.3
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari Penulisan makalah ini adalah
untuk mengetahui:
1. Mengetahui
jalannya pasal tindak pidana pada kasus pencemaran nama
baik
2. Berusaha
mengetahui keefektifan berbagai keberadaan pasal tindak
pidana pencemaran nama baik dalam memidanakan bentuk kejahatan seperti ini
1.5.Manfaat
1.Untuk
menambah kasanah ilmu pengetahuan di bidang ilmu
pemerintahan.
2.Bahan
masukan bagi pihak lain yang hendak mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai
makalah ini.
3.Dapat
menjadi pelajaran berbagai pihak khususnya pelajar
dan mahasiswa untuk lebih memahami tugas maupun
pekerjaannya.
2
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
Definisi Hukum Pidana
a. Edmund Mezger
Aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana.
Pada dasarnya hukum pidana
berpokok pada :
Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Artinya perbuatan yang dilakukan orang yang memungkinkan adanya penjatuhan
pidana.
- Perbuatan yang dapat dipidana
- Perbuatan jahat (Verbrechen/crime)
Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan
kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu.
Pidana dapat berupa sanksi pidana atau tindakan tata tertib.
b. Pompe
Hukum pidana adalah semua aturan-aturan hukum yang
menetukan terhadap perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana dan
apakah macamnya pidana itu.
3
Hukum pidana itu sama halnya dengan hukum tata negara, hukum perdata dan lain-lain bagian dari hukum, biasanya diartikan sebagai suatu keseluruhan dari peraturan-peraturan yang sedikit banyak bersifat umum yang abstrahir dari keadaan-keadaan yang bersifat konkret.
c. Simons
- Keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara
diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati.
- Keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat
untuk penjatuhan pidana
- Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk
penjatuhan dan penerapan pidana
d. Van Hamel
Keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara
dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yaitu dengan melarang apa yang
bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan
kepada yang melanggar larangan tersebut)
e. Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
- Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut
- Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka
yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yang telah diancamkan
- Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
tersebut.
4
f. Wirjono Prodjodikoro
hukum pidana adalah peraturan hukum mengenai pidana. Kata “pidana” berarti hal yang “dipidanakan” yaitu oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.
g. WLG. LEMAIRE,
Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisi
keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang (oleh pembentuk UU) telah
dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman yakni suatu penderitaan yang
bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa hukum pidana itu
merupakan suatu sistem norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang
mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dimana terdapat suatu
keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman
itu dapat dijatuhkan serta hukuman yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan
tersebut. (pengertian ini nampaknya dalam arti hukum pidana materil).
h. WFC. HATTUM
Hukum pidana (positif) adalah suatu keseluruhan dari
asas-asas dan peraturan-peraturan yang diikuti oleh negara atau suatu
masyarakat hukum umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari
ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang
bersifat melanggar hukum dan telah mengaitkan pelanggaran terhadap
peaturan-peraturannya denagan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa
hukuman.
i. KANSIL
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau
siksaan.
5
j. ADAMI CHAZAWI,
Dilihat dari garis besarnya, dengan berpijak pada
kodifikasi sebagai sumber utama atau sumber pokok hukum pidana, hukum pidana
merupakan bagian dari hukum publik yang memuat/berisi ketentuan-ketentuan
tentang :
a.
Aturan-aturan hukum pidana dan (yang
dikaitkan/berhubungan denagan) larangan melakukan perbuatan-perbuatan
(aktif/positif) maupun pasif/negatif) tertentu yang diserti dengan ancaman
sanksi berupa pidana (straf) bagi yang melanggar larangan itu.
b.
Syarat-syarat tertentu (kapankah)
yang harus dipenuhi/harus ada bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkanya sanksi
pidana yang diancamkan pada larangan perbuatan yang dilanggarnya.
c.
Tindakan dan upaya-upaya yang boleh
atau harus dilakukan negara melalui alat-alat perlengkapannya (misalnya polisi,
jaksa, hakim), terhadap yang disangka dan di dakwa sebagai pelanggar hukum
pidana dalam rangka usaha negara menentukan, menjatuhkan dan melaksanakan
sanksi pidana terhadap dirinya, serta tindakan dan upaya-upaya yang boleh dan
harus dilakukan oleh tersangka/terdakwa pelanggar hukum tersebut dalam usaha
melindungi dan mempertahankan hak-haknya dari tindakan negara dalam upaya
negara menegakkan hukum pidana tersebut.
Dalam arti bekerjanya, hukum
pidana dapat dibedakan menjadi
a. hukum pidana objektif (ius poenale) yang meliputi hukum pidana materiel (peraturan tentang syarat bilamanakah, siapakah, dan bagaimanakah sesuatu itu dapat dipidana), serta hukum pidana formil (hukum acara pidana: hukum yang mengatur tentang cara hukum pidana materiel dapat dilaksanakan).
b. hukum pidana subjektif (ius puniendi) yaitu hukum
yang memberikan
kekuasaan untuk menetapkan
ancaman pidana, menetapkan putusan, dan
melaksanakan pidana yang hanya
dibebankan kepada negara atau pejabat yang ditunjuk untuk itu. (Bambang Poernomo)
6
Dalam redaksi yang lain Sudarto
menjelaskan bahwa hukum pidana objektif (ius poenale) adalah
aturan hukum yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu suatu akibat yag berupa pidana.
Sedangkan hukum pidana subjektif (ius
peniendi) adalah hak dari negara atau alat-alat perlengkapannya untuk
mengenakan atau mengancam pidana terhadap perbuatan tertentu.
Menurut
R. Soesilo, Penghinaan dalam
KUHP ada 6 macam yaitu : 1. menista secara lisan (smaad); 2. menista dengan
surat/tertulis (smaadschrift); 3. memfitnah (laster); 4. penghinaan ringan
(eenvoudige belediging); 5. mengadu secara memfitnah (lasterlijke aanklacht);
6. tuduhan secara memfitnah (lasterlijke verdachtmaking).
7
BAB III
PEMBAHASAN
PENGHINAAN
atau pencemaran nama baik seseorang adalah ketentuan hukum yang paling sering
digunakan untuk melawan media massa. Fitnah yang disebarkan secara tertulis
dikenal sebagai libel, sedangkan yang diucapkan disebut slander.
Fitnah lazimnya merupakan kasus
delik aduan. Seseorang yang nama baiknya dicemarkan bisa melakukan tuntutan ke
pengadilan sipil, dan jika menang bisa mendapat ganti rugi. Hukuman pidana
penjara juga bisa diterapkan kepada pihak yang melakukan pencemaran nama baik.
Ancaman hukum yang paling sering
dihadapi media atau wartawan adalah menyangkut pasal-pasal penghinaan atau
pencemaran nama baik. Dalam KUHP setidaknya terdapat 16 pasal yang mengatur
soal penghinaan. Penghinaan terhadap Presiden dan wakil Presiden diancam oleh
pasal 134, 136, 137. Penghinaan terhadap Raja, Kepala Negara sahabat, atau
Wakil Negara Asing diatur dalam pasal 142, 143, 144. Penghinaan terhadap
institusi atau badan umum (seperi DPR, Menteri, DPR, kejaksaan, kepolisian,
gubernur, bupati, camat, dan sejenisnya) diatur dalam pasal 207, 208, dan 209.
Jika penghinaan itu terjadi atas orangnya (pejabat pada instansi negara) maka
diatur dalam pasal 316. Sedangkan penghinaan terhadap anggota masyarakat umum
diatur dalam pasal 310, 311, dan 315. Selain itu, masih terdapat sejumlah pasal
yang bisa dikategorikan dalam delik penghinaan ini, yaitu pasal 317 (fitnah
karena pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa), pasal 320 dan 321
(pencemaran atau penghinaan terhadap seseorang yang sudah mati).
1. Pasal-Pasal
Penghinaan
Pasal 134, 136, 137
>>Penghinaan terhadap
Presiden dan wakil Presiden, dengan cara menyiarkan,
menunjukkan, menempelkan di muka umum
menunjukkan, menempelkan di muka umum
>>Pidana 6 tahun penjara
8
Pasal 142
>>Penghinaan terhadap
Raja/Kepala Negara sahabat
>>Pidana 5 tahun penjara
Pasal 143, 144
>>Penghinaan terhadap
wakil negara asing
>>Pidana 5 tahun penjara
Pasal 207, 208, 209
>>Penghinaan terhadap
Penguasa dan Badan Umum
>>Pidana 6 bulan penjara
Pasal 310, 311, 315, 316
>>Penyerangan/pencemaran
kehormatan atau nama baik seseorang, tuduhan
dengan tulisan
dengan tulisan
>>Pidana 9 bulan, 16 bulan
penjara
Pasal 317
>>Fitnah pemberitahuan
palsu, pengaduan palsu
>>Pidana 4 tahun penjara
Pasal 320, 321
>>Penghinaan atau
pencemaran nama orang mati
>>Pidana 4 bulan penjara
9
2. Delik
Aduan
Ketentuan hukum penghinaan bersifat
delik aduan, yakni perkara penghinaan terjadi jika ada pihak yang mengadu.
Artinya, masyarakat yang merasa dirugikan oleh pemberitaan pers—nama baiknya
tercemar atau merasa terhina—harus mengadu ke aparat hukum agar perkara bisa
diusut.
Kasus penghinaan terhadap
Presiden, Wakil Presiden, dan Instansi Negara, termasuk dalam delik biasa,
artinya aparat hukum bisa berinisiatif melakukan penyidikan dan pengusutan
tanpa harus ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Logika dari ketentuan ini
adalah presiden, wakil presiden, dan instansi negara adalah simbol negara yang
harus dijaga martabatnya. Selain itu, posisi jabatannya tidak memungkinkan
mereka bertindak sebagai pengadu.
Dalam KUHP sejatinya tidak
didefinisikan dengan jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan, akibatnya
perkara hukum yang terjadi seringkali merupakan penafsiran yang sebenarnya.
Seseorang dengan mudah bisa menuduh pers telah menghina atau mencemarkan nama
baiknya, jika ia tidak suka dengan cara pers memberitakan dirinya. Hal ini menyebabkan
pasal-pasal penghinaan (dan penghasutan) sering disebut sebagai “ranjau” bagi
pers, karena mudah sekali dikenakan untuk menuntut pers atau wartawan.
Selain itu ketentuan ini juga
sering dijuluki sebagai “pasal-pasal karet”, karena begitu lentur untuk
ditafsirkan dan diinterpretasikan. Terlebih-lebih jika pelanggaran itu terkait
dengan presiden, wakil presiden, dan instansi negara..
Hakikat penghinaan adalah
menyerang kehormatan dan nama baik seseorang, golongan, lembaga, agama,
jabatan, termasuk orang yang sudah meninggal.
Dalam KUHP disebutkan bahwa
penghinaan bisa dilakukan dengan cara lisan atau tulisan (tercetak). Adapun
bentuk penghinaan dibagi dalam lima kategori, yaitu: pencemaran, pencemaran
tertulis, penghinaan ringan, fitnah, fitnah pengaduan dan fitnah tuduhan.
Kategorisasi penghinaan tersebut tidak ada yang secara khusus ditujukan untuk
pers, meskipun demikian bisa dikenakan untuk pers, dengan ancaman hukuman
bervariasi antara empat bulan hingga enam tahun penjara.
10
Pers sering harus berhadapan
dengan anggota masyarakat yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan.
Penafsiran adanya penghinaan atau pencemaran nama baik (dalam pasal 310 KUHP) ini
berlaku jika memenuhi unsur:
1. Dilakukan dengan sengaja, dan
dengan maksud agar diketahui umum (tersiar)
2. Bersifat menuduh, dalam hal
ini tidak disertai bukti yang mendukung tuduhan
itu.
3. Akibat pencemaran itu jelas
merusak kehormatan atau nama baik seseorang.
Secara Yuridis
Dalam
KUHP, secara garis besar substansi pencemaran nama baik terdapat dalam beberapa
pasal. Contohnya yaitu Pertama, kejahatan terhadap martabat presiden dan wakil
presiden yang diatur dalam Pasal 134, Pasal 136 bis dan Pasal 137 KUHP. Kedua,
kejahatan terhadap penguasa umum,Pasal 207 dan Pasal 208 KUHP, serta kejahatan
terhadap ketertiban umum yang termuat khususnya pada Pasal 154-Pasal 157 KUHP
yang dikenal dengan pasal-pasal penyebar kebencian atau hatzaai artikelen.Objek
pasa pasal tersebut adalah penguasa atau badan umum, pemerintah atau golongan
penduduk Indonesia. Ketiga adalah belediging atau penghinaan yang diatur dalam
Pasal 310-Pasal 321 KUHP.
Pasal-pasal
tersebut berasal dari Code British yang diberlakukan oleh penjajah Inggris di
India. Pasal-pasal itu kemudian diadopsi oleh Belanda dan diterapkan secara concordantie
beginselen di daerah jajahannya, Indonesia. Di daerah asalnya sendiri, Belanda
telah menghapus pasal-pasal ini dari KUHP-nya lebih dari 50 tahun silam sebagai
pengejawantahan kritik para pakar hukum pidana di sana,antara lain JM van
Bemellen.
Menurutnya, pasal-pasal tersebut tidak sesuai di era kemerdekaan dan merintangi demokrasi dalam hal kebebasan mengeluarkan pendapat dan berbicara. Namun berkaitan dengan belediging (penghinaan) sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 310- Pasal 321 KUHP masih tetap dipertahankan. Belediging ini bisa bermacam- macam wujudnya.Ada yang menista, termasuk menista dengan tulisan. Ada yang memfitnah, melapor secara memfitnah dan menuduh secara memfitnah.
Menurutnya, pasal-pasal tersebut tidak sesuai di era kemerdekaan dan merintangi demokrasi dalam hal kebebasan mengeluarkan pendapat dan berbicara. Namun berkaitan dengan belediging (penghinaan) sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 310- Pasal 321 KUHP masih tetap dipertahankan. Belediging ini bisa bermacam- macam wujudnya.Ada yang menista, termasuk menista dengan tulisan. Ada yang memfitnah, melapor secara memfitnah dan menuduh secara memfitnah.
11
Hampir
di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat yang selalu mengklaim dirinya
sebagai negara yang demokratis, pasal-pasal yang berkaitan dengan penghinaan
tetap dipertahankan. Alasannya, hasil dari penghinaan dalam wujud pencemaran
nama baik adalah character assassination dan hal ini merupakan
pelanggaran hak asasi manusia.
Bagi Indonesia, pasalpasal penghinaan ini
tetap dipertahankan dengan alasan selain hasil dari pencemaran nama baik adalah
character assassination, pencemaran nama baik juga dianggap tidak sesuai dengan
tradisi masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi adat dan budaya
timur.
Oleh
sebab itu, pencemaran nama baik adalah salah satu bentuk rechtsdelicten
dan bukan wetdelicten. Artinya, pencemaran nama baik sudah dianggap
sebagai suatu bentuk ketidakadilan sebelum dinyatakan dalam undang-undang
karena telah melanggar kaidah sopan santun. Bahkan,lebih dari itu,pencemaran
nama baik dianggap melanggar norma agama jika dalam substansi pencemaran
tersebut terdapat fitnah.
Belum
Jelas
Pencemaran
nama baik sampai kini belum ada definisi hukum di Indonesia yang tepat tentang
apa yang disebut pencemaran nama baik. Menurut frase (bahasa Inggris),
pencemaran nama baik diartikan sebagai defamation, slander, libel yang dalam
bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi
pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis). Slander adalah
oral defamation (fitnah secara lisan) sedangkan Libel adalah written
defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia belum ada istilah
untuk membedakan antara slander dan libel. Penghinaan atau defamation secara
harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan
kehormatan seseorang.
KUHP
yang hingga kini masih berlaku merupakan duplikasi (terjemahan) Wetboek van
Strafrecht voor Nedherland Indie yang pada dasarnya sama dengan KUHP Belanda
(W.v.S). KUHP Belanda yang diberlakukan sejak 1 September 1886 itu pun
merupakan kitab undang-undang yang cenderung meniru pandangan Code
Penal-Prancis yang sangat banyak dipengaruhi sistem hukum Romawi. Secara
sederhana, dapat dikatakan terdapat sebuah jembatan sejarah antara ketentuan
tentang penghinaan yang diatur dalam KUHP Indonesia dengan perkembangan
historis awal tentang libelli famosi di masa Romawi Kuno.
12
Pencemaran
Nama Baik menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia meskipun hingga
kini masih menimbulkan perdebatan. Pencemaran nama baik diistilahkan sebagai
penghinaan/penistaan terhadap seseorang, aturan hukum tersebut terdapat dalam
Bab XVI, Buku I KUHP khususnya pada Pasal 310, Pasal 311, Pasal 315, Pasal 317
dan Pasal 318 KUHP. Pasal Pidana terhadap perbuatan penghinaan terhadap
seseorang, secara umum diatur dalam Pasal 310, Pasal 311 ayat (1), Pasal 315,
Pasal 317 ayat (1) dan Pasal 318 ayat (1) KUHP.
Pasal
310 ayat (1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang
dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan dengan maksud yang nyata
akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista, dengan hukuman penjara
selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-. (2)
Kalau hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan,
dipertunjukan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat itu dihukum karena
menista dengan tulisan dengan hukuman penjara selama-lamanya satu tahun empat
bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp 4.500,-. (3) Tidak termasuk
menista atau menista dengan tulisan, jika ternyata bahwa sipembuat melakukan
hal itu untuk kepentingan umum atau lantaran terpaksa perlu untuk
mempertahankan dirinya sendiri.
Pasal
311 ayat (1) Barangsiapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan
tulisan, dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan dan jika tuduhan itu
dilakukannya sedang diketahuinya tidak benar, dihukum karena salah memfitnah
dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun.
Pasal
315 menyebutkan Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat menista
atau menista dengan tulisan, yang dilakukan kepada seseorang baik ditempat umum
dengan lisan, atau dengan tulisan, maupun dihadapan orang itu sendiri dengan
lisan atau dengan perbuatan, begitupun dengan tulisan yang dikirimkan atau
diterimakan kepadanya, dihukum karena penghinaan ringan, dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat bulan dua minggu atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500,-.Pasal
317 ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja memasukkan atau menyuruh menuliskan
surat pengaduan atas pemberitahuan yang palsu kepada pembesar negeri tentang
seseorang sehingga kehormatan atau nama baik orang itu jadi tersinggung, maka
dihukum karena mengadu dengan memfitnah, dengan hukuman penjara selama-lamanya
empat tahun.
13
Pasal
318 ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja dengan melakukan sesuatu perbuatan,
menyebabkan orang lain dengan palsu tersangka melakukan sesuatu perbuatan yang
dapat dihukum, maka dihukum karena tuduhan memfitnah, dengan hukuman penjara
selama-lamanya empat tahun. R. Soesilo menerangkan apa yang dimaksud dengan
“menghina”, yaitu “menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang
biasanya merasa “malu”. “Kehormatan” yang diserang disini hanya mengenai
kehormatan tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil.
Semua
penghinaan di atas hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang
menderita/dinista/dihina (delik aduan), kecuali bila penghinaan itu dilakukan
terhadap seorang pegawai negeri pada waktu sedang menjalankan pekerjaannya
secara sah.
Obyek
dari penghinaan tersebut harus manusia perseorangan, maksudnya bukan instansi
pemerintah, pengurus suatu perkumpulan, segolongan penduduk dan lain-lain. Bila
obyeknya bukan perseorangan, maka dikenakan pasal-pasal khusus seperti : Pasal
134 dan Pasal 137 KUHP (penghinaan pada Presiden atau Wakil Presiden) yang
telah dihapuskan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, serta Pasal 207 dan Pasal
208 KUHP (penghinaan terhadap kekuasaan yang ada di Indonesia).
Berdasarkan
Pasal 310 ayat (1) KUHP, penghinaan yang dapat dipidana harus dilakukan dengan
cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan yang tertentu”, dengan maksud
tuduhan itu akan tersiar (diketahui orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan
tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan,
berzinah, dan sebagainya. Perbuatan tersebut cukup perbuatan biasa, yang sudah
tentu merupakan perbuatan yang memalukan, misalnya menuduh bahwa seseorang telah
berselingkuh. Dalam hal ini bukan perbuatan yang boleh dihukum, akan tetapi
cukup memalukan bagi yang berkepentingan bila diumumkan. Tuduhan tersebut harus
dilakukan dengan lisan, apabila dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar,
maka penghinaan itu dinamakan “menista/menghina dengan surat (secara
tertulis)”, dan dapat dikenakan Pasal 310 ayat (2) KUHP.
Penghinaan
menurut Pasal 310 ayat (1) dan (2) diatas dapat dikecualikan (tidak dapat
dihukum) apabila tuduhan atau penghinaan itu dilakukan untuk membela
“kepentingan umum” atau terpaksa untuk “membela diri“. Patut atau
tidaknya pembelaan kepentingan umum dan pembelaan diri yang diajukan oleh
tersangka terletak pada pertimbangan hakim. Untuk kejahatan memfitnah menurut
Pasal 311 KUHP,
14
tidak
perlu dilakukan dimuka umum, sudah cukup bila dapat dibuktikan bahwa ada maksud
untuk menyiarkan tuduhan tersebut. Jika penghinaan itu berupa suatu pengaduan
yang berisi fitnah yang ditujukan kepada Pembesar/pejabat yang berwajib, maka
dapat dikenakan pidana Pasal 317 KUHP.
Berikut
contoh kasus mengenai pencemaran nama baik atau penghinaan melalui media
elektronik.
Artis
Bondan Prakoso yang sangat berbakat di duni musik di laporkan
oleh Eeng Yuan Santoso seorang fotografer ke kantor Polisi Denpasar. Artis Bondan
Prakoso ini di tuding melakukan penghinaan melalui akun jejaring sosial
Twitter. Dalam laporannya, Eeng merasa dihina atas status akun Twitter Bondan
yang terdapat kalimat yang kasar/penghinaan.
Isi perkataan di akun status twitter artis Bondan Prakoso tersebut seperti berikut: "Seharusnya Fotografer tau etika juga, kalo orang nolak seharusnya berhenti, a*****g, Bukannya ngebuat secure tapi malah ikut membujuk foto bareng dan Bondan F28 lo dibayar sama tuh orang? F**k Y**...".
Dalam
zaman yang serba modern seperti saat ini, pemanfaatan teknologi informasi,
media, dan komunikasi telah mengubah perilaku masyarakat secara global.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut juga menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless). Teknologi Informasi saat ini
dapat menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi
peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi
sarana efektif untuk melakukan perbuatan melawan hukum. (Vide: Penjelasan Umum
UU No 11 tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik)
Penggunaan situs jejaring sosial seperti halnya Facebook, Twitter, Friendster dan sebagainya memang sudah tidak asing dalam masyarakat. Seperti 2 sisi mata uang, penggunaan situs jejaring sosial selain mempunyai efek yang positif, seperti untuk menjalin relasi atau persahabatan, juga mempunyai efek yang negatif yaitu sebagai sarana melakukan perbuatan melawan hukum.
Penggunaan situs jejaring sosial seperti halnya Facebook, Twitter, Friendster dan sebagainya memang sudah tidak asing dalam masyarakat. Seperti 2 sisi mata uang, penggunaan situs jejaring sosial selain mempunyai efek yang positif, seperti untuk menjalin relasi atau persahabatan, juga mempunyai efek yang negatif yaitu sebagai sarana melakukan perbuatan melawan hukum.
15
Perbuatan
melawan hukum disini sifatnya luas, namun khususkan hanya pada tindak pidana penghinaan
dan pencemaran nama baik saja.
Pada
awalnya tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik hanya diatur dalam
Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP saja), yaitu dalam pasal 310 Jo 311
KUHP. Kedua pasal tersebut mengatur sanksi pidana bagi setiap orang yang
melakukan pencemaran nama baik kepada seseorang di depan umum baik secara lisan
dan tertulis. Sanksi dalam kedua pasal tersebut beragam tergantung dari apakah
dilakukan secara lisan atau tertulis, misalnya dalam Pasal 310 ayat (1) KUHP, diatur
sanksi pidana paling lama 9 bulan penjara jika dilakukan tidak secara tertulis,
sebaliknya dalam ayat (2) diatur mengenai pemberatan sanksi pidana paling lama
1 tahun 4 bulan jika dilakukan secara tertulis. Kedua pasal KUHP tersebut masih
berlaku sampai dengan saat ini.
Satu
hal yang perlu diketahui bahwa ancaman pidana dalam kedua pasal di KUHP
tersebut memiliki pengecualian sebagai alasan penghapus pidana
(Strafuitsluitingsgrond) untuk menghindari jerat pidana, yaitu jika dilakukan
untuk kepentingan umum dan karena untuk membela diri maka sanksi pidana atas
tindakan penghinaan dan pencemaran nama baik tersebut dapat menjadi
hapus/ tidak ada. Namun pembuktian mengenai ada atau tidaknya alasan penghapus
pidana tersebut tetap harus melalui pengadilan.
Dengan
pesatnya perkembangan teknologi yang jauh mendahului perkembangan hukum, maka
pemerintah telah mengeluarkan UU No 11 tahun 2008 Tentang Informasi
Transaksi Elektronik (UU ITE). Dalam pasal 27 jo pasal 45 UU ITE
tersebut juga diatur tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik
yang berbunyi sebagai berikut: ”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).
Bagi sebagian orang, keberadaan pasal 27 ayat (3) UU ITE ini dianggap sebagai momok yang menakutkan, karena pasal 27 ayat (3) bersifat strict, tegas dan sama sekali tidak mempunyai alasan penghapus pidana (Strafuitsluitingsgrond) sebagaimana yang dimiliki oleh Pasal 310 dan 311 KUHP tersebut diatas.
Bagi sebagian orang, keberadaan pasal 27 ayat (3) UU ITE ini dianggap sebagai momok yang menakutkan, karena pasal 27 ayat (3) bersifat strict, tegas dan sama sekali tidak mempunyai alasan penghapus pidana (Strafuitsluitingsgrond) sebagaimana yang dimiliki oleh Pasal 310 dan 311 KUHP tersebut diatas.
16
Disisi
lain, walaupun konteks dari penggunaan situs jejaring sosial tersebut dapat
dikatakan bukan sekedar untuk melakukan suatu tindakan yang sifatnya formal
atau serius, melainkan hanya untuk kesenangan atau hiburan belaka, namun dapat
dipastikan bahwa apabila seseorang melakukan ”update status”, ”menulis di
dinding (wall) orang lain, ”membuat group”, ”menulis note”, bahkan, perbuatan
memberikan taut (hyperlink) ke situs yang memiliki muatan penghinaan dan/atau
pencemaran nama baik dapat dijerat dengan sanksi pidana jika perbuatannya
memenuhi unsur – unsur dari pasal 27 ayat (3) ITE tersebut.
Berdasarkan apa yang disampaikan diatas, maka dengan adanya keberadaan pasal 27 ayat (3) tersebut, tentunya telah ada pengaturan hukum yang tegas (nullum crimen sinne lege stricta) untuk dapat menjerat seseorang yang melakukan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik secara elektronik. Untuk itu diharapkan agar seluruh pengguna situs jejaring sosial dapat lebih bertindak bijaksana dan berhati – hati agar tidak terjerat dengan permasalahan hukum khususnya tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang tentunya tidak akan membawa efek yang positif bagi pelakunya.
Berdasarkan apa yang disampaikan diatas, maka dengan adanya keberadaan pasal 27 ayat (3) tersebut, tentunya telah ada pengaturan hukum yang tegas (nullum crimen sinne lege stricta) untuk dapat menjerat seseorang yang melakukan tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik secara elektronik. Untuk itu diharapkan agar seluruh pengguna situs jejaring sosial dapat lebih bertindak bijaksana dan berhati – hati agar tidak terjerat dengan permasalahan hukum khususnya tindak pidana penghinaan dan/atau pencemaran nama baik yang tentunya tidak akan membawa efek yang positif bagi pelakunya.
17
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat
dilihat bahwa dalam keefektifan pasal-pasal yang berkaitan dengan pencemaran
nama baik atau penghinaan. Namun setidaknya penerapan pasal-pasal penghinaan
dan atau pencemaran nama baik telah membuat shock therapy bagi publik. Publik
atau masyarakat seakan-akan ditakut-takuti agar tidak mengungkapkan ekpresinya
yang berkaitan penghinaan melalui media elektronik.
B. Saran
1.Setiap guru maupun calon
guru diharapkan dapat melakukan aktivitas yang bermanfaat juga bisa memperkaya ilmu.
2.Diharapkan mahasiswa lebih berperan aktif di dalam kegiatan
perkuliahan mata kuliah Hukum Pidana agar dapat memahami mata kuliah jenis secara baik.
18
DAFTAR
PUSTAKA
19
Comments
Post a Comment
komen sangat di harapkan boss.