ILMU PEMERINTAHAN



A. Definisi Ilmu Pemerintahan
Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan pengurusan (eksekutif ), pengaturan ( legislatif ), kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan ( baik pusat dengan daerah maupun antara rakyat dengan pemerintahnya ) dalam berbagai peristiwa dan gejala pemerintahan secara baik dan benar, (Inu, 2001:47).
Dari defenisi dan teori-teori di atas dapat disimpulkan, gejala -gejala, peristiwa dan kondii suatu lembaga pemerintahan yang menjadi ontologi ilmu pemerintahan, meliputi :
1. Hubungan pemerintah
2. yang diperintah
3. Tuntutan yang diperintah ( jasa publik layanan civil )
4. Pemerintah
5. Kewajiban dan tanggung jawab pemerintah
6. Pemerintah yang dipandang mampu memenuhi kewajiban dan tanggung jawab tersebut
7. Bagaimana membentukpemerintah yang sedemikian itu
8. Bagaimana pemerintah menunaikan kewajiban dan memenuhi tanggung jawabnya
9. Bagaimana supaya kinerja pemerintah sesuai dengan tuntutan yang diperintah.
Wasistiono ( 2002 : 5 ) melihat ilmu pemerintahan merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara rakyat dengan organisasi tertinggi negara ( pemerintah ) dalam konteks kewenangan dan memberi pelayanan. Meminjam pemikiran Ndraha, dengan melihat gejala-gejala sosial senantiasa terdapat dalam sebuah masyarakat, jika seorang atau suatu kelompok kita jadikan variabel X dan orang atau kelompok lain kita jadikan variabel Y. Jika X disebut pemerintah ( P ) dan Y yang dipenrintah ( YD ), maka hubungan antara P dan YD telah terjadi suatu kegiatan yang disebut pemerintahan atau peristiwa, gejala-gejala pemerintahan. Pengkajian terhadap peristiwa atau gejala-gejala pemerintahan yang terjadi baik sekali lalu maupun berulang telah menjadi sumber bahan konstruksi ilmu pemerintahan.
Dilihat dari konsentrasi administrasi publik atau administrasi pemerintahan yang meliputi kebijakan publik pemerintahan, institusi / kelembagaan / organisasi pemerintahan, birokrasi, manajemen pemerintahan, personil dan keuangan ( anggaran ) pemerintahan, lingkungan administrasi pemerintahan dan segala aktivitas pemerintahan dilandasi oleh adanya bentuk legalitas dari pemerintahan yang berkuasa. Jika perubahan mendasar terjadi pada konsentrasi tersebut yang memfokus pada perubahan sitem, ditandai dengan terjadinya perubahan yang mendasar pada alat gerak pemerintahan itu sendiri ( konstitusi ). Hal ini dapat dilihat dari sistem berpemerintahan di Indonesia mulai dari pasca kemerdekaan, orde lama, orde baru dan pasca reformasi. Sehingga Robertson menilai konstitusi adalah bentuk “ power maps is a of rights, powers, and procedure regulatng the structure with telationships among for the public authorities and between the public authorities and the citizens “.
Secara konkrit aksiologi ilmu pemerintahan dilihat pada peran pemerintahan melalui sudut pandang pendekatan historis meliputi berbagai sejarah peristiwa / kejadian dimana pemerintah menerapkan keadilan, menyelengarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian, menjaga persatuan, memelihara lingkungan, melindungi HAM, meningkatkan kemampuan masyarakat, meningkatkan moral masyarakat yang dilandasi berbagai aturan yang mengikutinya baik tertulis maupun tidak tertulis yang dibuat pemerintah (negara ). Lahir menjelang pecahnya PD II, konsep Ilmu Pemerintahan terapan pertama kali dirintis oleh G. A. Van Poelje dengan nama “ Bestuurskunde “, negeri Paman Sam menyebutnya Public Administration, namun saat ini administrasi publik diartikan sebagai ilmu administrasi publik. Keberhasilan Van Poelje membebaskan studi tentang susunan dan berfungsinya pemerintah dari tradisi yuridis dengan menggunakan wawasan ilmu penegetahuan sosial, kini terperangkap kembali dalam artian masih ada yang menilai ilmu pemerintahan bagian dari ilmu sosial lainnya seperti ilmu politik, ilmu hukum, ilmu ekonomi dan lainnya.
Secara ciri khas ilmu pemerintahan, dapat ditarik epistimologi dalam gejala pemerintahan meliputi kekuasaan yang sah ( kewenangan ), menampung, menyelesaikan kepentingan orang banyak / masyarakat luas sekaligus dengan pembinaannya, pelayanan kepada masyarakat yang kesemuanya itu dilandasi juga secara operasionalnya ( praktek ) oleh pendekatan historis.
Luasnya dimensi kajian ilmu pemerintahan tidak terlepas dari ruang lingkup permasalahan dan gejala-gejala berpemerintahan. Upaya-upaya pembuktian dan penggalian guna kemandirian ilmu pemerintahan melalui pendekatan disiplin ilmu lainnya yang bersifat multidisiplin maupun interdisiplin ilmu terus dilakukan. Salah satu pendekatan yang dilakukan sesui dengan metode ilmu adalah pendekatan historis. Diwadahi ilmu hukum dengan perkembangn madzab hukum yang mendominasi suasana pemerintahan di Eropa Barat selama dua abad, mengakibatkan sejarah studi gejala-gejala pemerintahan dipandang sebagai bagian dari studi ilmu hukum. Permasalahan pemerintahan dipandang dan akan dapat diatasi dengan penerapan paraturan-peraturan hukum yang berkaitan dengan masalah tersebut dengan tepat dan benar. Sehingga timbul peranggapan bahwa studi gejala pemerintahan merupakan bagian dari ilmu hukum. A. Van Braam sendiri ( Soewargono, 1995 : 2 ) mengemukakan ilmu pemerintahan sebagian besar masih mewqujudkan diri dalam bentuk himpunan studi gejala-gejala pemerintahan yang dihasilkan studi dari ilmu hukum ( dikategorikan sebagai “ juridische bestuurkunde” ). Memang sejarah ilmu pemerintahan tidak dapat dipisahkan dari peraturan / hukum yang menyertainya. Semakin luas lingkup aktivitas pemerintahan dan kompleksnya gejala-gejala pemerintahan, pakar ilmu pemerintahan dapat merasakan berbagai jenis “ ilmu pemerintahan “ yang bersifat monodisiplinair, misalnya studi ilmu hukum yang hanya mampu memberikan pandangan sepihak dalam melihat gejala-gejala dan berfungsinya suatu pemerintah dan tidak mampu menjelaskan secara integral.
H. J. Logemen ( Saparin, 1986 : 22 ) memandang aktivitas pemerintahan dari sudut pandang hukum untuk menjalankan kegiatan pemerintahan dalam arti khusus ialah pemerintahan dalam negeri dan juga dapat disebut sebagai “ bestuursrecht “ atau hukum tata negara dalam arti sempit “. Sementara fungsi pemerintahan umum ( algemeen bestuur / administrasi publik ) disamping memiliki kewenangan juga mengatur, melayani, memelihara, membina, melindungi kepentingan umum dan warga masyarakatnya melalui pembuatan dan penegakan aturantata pemerintahan “ merupakan keseluruhan pranata hukum yang digunakan sebagai landasan.
Hal ini terlihat jelas di dalam setiap aktivitas pemerintahan yang selalu berhubungan dan didasari aturan menuju lahirnya hukum atau konstitusi, atau dengan kata lain di dalam tubuh ilmu pemerintahan menjelma pada aktivitas, gejala dan peristiwa pemerintahan terkandung ( lihat Ndraha, 2000 : 1-20 ). Jadi dari analisis di atas terlihat jelas jika anggapan awal selama ini bahwa ilmu pemerintahan bagian dari studi ilmu lainnya khususnya ilmu hukum tidaklah benar, hal ini sperti diungkapkan Surianingrat “ disiplin ilmu yang tertua adalah ilmu pemerintahan “ dikarenakan keterlambatannya dalam menemukan, membuktikan, menerapkan, mengembangkan, dan memanfaatkan untuk menciptakan jati diri ilmu yang mandiri, dan sekarang ini ilmu pemerintahan telah menemukan jati dirinya.
Ndraha (2000) mendefinisikan ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah sebagai unit kerja publik memenuhi dan melindungi tuntutan masyarakat yang diperintah. Selanjutnya Ndraha mengemukakan bahwa pemerintahan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu pemerintahan konsentratif dan dekonsentratif. Pemerintahan dekonsentratif terbagi atas pemerintahan dalam negeri dan pemerintahan luar negeri. Pemerintahan dalam negeri terbagi atas pemerintahan sentral dan desentral. Pemerintahan sentral dapat diperinci atas pemerintahan umum dan bukan pemerintahan umum. Yang termasuk ke dalam pemerintahan umum adalah pertahanan keamanan, peradilan, luar negeri dan moneter.

C.F. Strong (1960,6) menyatakan pemerintah(an) adalah organisasi dalam mana diletakkan hak untuk melaksanakan kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Selanjutnya Strong menyatakan pemerintahan itu mempunyai kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif.

Ramlan Surbakti (1992, 168), mengatakan istilah pemerintah dan pemerintahan berbeda artinya. Dimana Pemerintahan menyangkut tugas dan kewenangan, sedangkan pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara. Kemudian istilah pemerintahan itu sendiri pengertiannya dapat dikaji atau ditinjau dari tiga aspek yaitu:
  1. Ditinjau dari aspek kegiatan (dinamika), pemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar negara.
  2. Ditinjau dari aspek struktural fungsional, pemerintahan mengandung arti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan negara.
  3. Ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan negara, maka pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan negara.
B. Tujuan Mempelajari Ilmu Pemerintahan
C. Paradikma Ilmu Pemerintahan
Paradigma adalah corak berpikir baru seseorang atau sekelompok orang. Paradigma adalah seperangkat asumsi mengenai realitas atau dengan kata lain paradigma adalah suatu model atau pola yang diterima menjalankan dunia lebih baik daripada perangkat lain manapun.
Paradigma ilmu pemerintahan dari dimensi ruang (bukan dimensi waktu), sebagai berikut
1.Ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu filsafat.
2.Ilmu pemerintahan mengacu kepada Al-Quran.
3.Ilmu pemerintahan sebagai suatu seni.
4.Ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu politik.
5.Ilmu pemerintahan dianggap sebagai administrasi negara.
6.Ilmu pemerintahan sebagai ilmu pemerintahan yang mandiri.
Paradigma baru ilmu pemerintahan yang diusulkan oleh Taliziduhu Ndraha adalah paradigma kerakyatan, yaitu suatu paradigma yang memandang ilmu pemerintahan itu sebagai pola hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah (rakyat); dalam hal ini ditekankan pentingnya posisi rakyat sebagai yang diperintah karena rakyatlah yang memberikan mandat kepada badan/lembaga yang memerintah dan kalau diibaratkan sebuah organisasi usaha maka rakyatlah sebagai pemegang saham, sehingga pemerintah harus betul-betul memperhatikan rakyat yang diperintah (dilayani).
Sumber buku Filsafat Pemerintahan karya Drs. H. Achmad Batinggi, MPA. Drs. Muhammad Tamar, M.Psi.
Pemerintahan merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh pemerintah yang melakukan kekuasaan memerintah atas nama _egara terhadap orang yang diperintah(masyarakat). Filsafat pemerintahan tidak memberikan petunjuk teknis memerintah, tetapi memberikan pemahaman dan arah tindakan bagaimana sebaiknya melakukan kegiatan pemerintahan yang layak dan benar.
a. Hakikat Ilmu Pemerintahan
Ilmu Pemerintahan selain termasuk ilmu teoritis empiris, juga termasuk ilmu praktis atau ilmu terapan, karena akan langsung diterapkan kepada masyarakat.
Ilmu Pemerintahan termasuk ilmu campuran karena disamping berkembang secara teoritis menurut ilmu murni juga berkembang secara praktis (diterapkan) dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan. Ketidakjelasan antara pemerintahan sebagai ilmu dan pemerintahan sebagai praktik (seni), tidak perlu dipertentangkan, namun yang penting adalah bagaimana _ega menjadikan ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu _egara sehingga _egara itu dapat maju dan berkembang, masyarakatnya hidup aman, sejahtera dan damai. Perkembangan Ilmu Pemerintahan
Studi tentang pemerintahan sudah tua umurnya yaitu, sejak zaman Tiongkok kuno, Hindu kuno dan zaman Yunani kuno sudah diajarkan praktik-praktik dan pelajaran tentang pemerintahan. Akan tetapi Prof. Mac Iver mempertentangkan apakah ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang berdiri sendiri, karena pemerintahan baginya merupakan mitos yang tampak berubah-ubah pada berbagai ruang dan waktu. Di Indonesia perkembangan ilmu pemerintahan sebagai lembaga sudah cukup menggembirakan namun yang menjadi masalah sekarang adalah esensi dan eksistensi ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang dapat diandalkan belum tuntas memiliki syarat sebagai ilmu.
Dilihat sari segi tahap-tahap perkembangannya, ilmu pemerintahan telah melewati tahap klasifikasi, bahkan sudah berada pada tahap komparasi. Selanjutnya untuk menjadi ilmu, maka ilmu pemerintahan harus membangun dirinya sehingga dapat mencapai tahap kuantifikasi.
b. Pengertian Sistem Pemerintahan
Istilah sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu: “sistem” dan “pemerintahan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu. Dan pemerintahan dalam arti luas mempunyai pengertian segala urusan yang dilakukan negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara itu sendiri. Dari pengertian itu, maka secara harfiah sistem pemerintahan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga negara dalam menyelenggarakan kekuasaan-kekuasaan negara untuk kepentingan negara itu sendiri dalam rangka untuk mewujudkan kesejahteraan kesejahteraan rakyatnya.
Menurut Moh. Mahfud MD, sistem pemerintahan negara adalah mekanisme kerja dan koordinasi atau hubungan antara ketiga cabang kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif (Moh. Mahfud MD, 2001: 74). Dengan demikian dapat disimpulkan sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antar lembaga-lembaga negara dalam rangka penyelenggaraan negara.

1.Macam-macam Sistem Pemerintahan.
Ada beberapa sistem pemerintahan yang dianut negara-negara di dunia, misalnya saja sistem yang sering dianut oleh negara demokrasi adalah sistem presidensial dan sistem parlementer. Di dalam studi ilmu negara dan ilmu politik sendiri dikenal adanya tiga sistem pemerintahan yaitu: Presidensial, Parlementer, dan Referendum.
A.Sistem Presidensial
Dalam sistem Presidensial secara umum dapat disimpulkan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a.Kepala Negara sekaligus menjadi Kepala Pemerintahan (eksekutif).
b.Pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Pemerintah dan parlemen mempunyai kedudukan yang sejajar.
c.Eksekutif dan Legislatif sama-sama kuat.
d.Menteri-menteri diangkat dan bertanggung jawab kepada Presiden.
e.Masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden tertentu, misalnya 5 tahun.
B. Sistem Parlementer.
Sedangkan dalam sistem parlementer prinsip-prinsip atau ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
a. Kepala negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan karena ia lebih bersifat symbol nasional.
b. Pemerintahan dilakukan oleh sebuah Kabinet yang dipimpin oleh seorang perdana Menteri.
c.Kedudukan eksekutif lebih lemah dari pada parlemen.
d. Kabinet bertanggung jawab kepada Parlemen, dan dapat dijatuhkan parlemen melalui mosi.

Untuk mengatasi kelemahan sistem parlemen yang terkesan mudah jatuh bangun, maka kabinet dapat meminta kepada Kepala Negara untuk membubarkan parlemen (DPR) dengan alasan yang sangat kuat sehingga parlemen dinilai tidak representatif.
C. Sistem Referendum
Dalam sistem referendum badan eksekutif merupakan bagian dari legislatif. Badan eksekutif yang merupakan bagian badan legislatif adalah badan pekerja legislatif. Artinya dalam system ini badan legislatif membentuk sub badan di dalamnya sebagai pelaksana tugas pemerintah. Kontrol terhadap badan legislatif di dalam sistem ini dilakukan langsung oleh rakyat melalui lembaga referendum.
Pembuat undang-undang dalam sistem ini diputuskan langsung oleh seluruh rakyat melalui dua macam mekanisme, yaitu:
a. Referendum obligatoir, yaitu referendum untuk menentukan disetujui atau tidaknya oleh rakyat tentang berlakunya suatu peraturan atau undang-undang yang baru. Referendum ini disebut referendum wajib.
b. Referendum fakultatif, yaitu referendum untuk menentukan apakah suatu peraturan atau undang-undang yang sudah ada tetap untuk terus diberlakukan ataukah harus dicabut. Referundum ini merupakan referendum tidak wajib.
c. Dalam prakteknya sistem yang sering dipakai oleh negara-negara adalah sistem presidential atau sistem parlementer. Seperti halnya Indonesia yang pernah menerapkan kedua sistem itu. Sebelum perubahan UUD 1945 Indoneia menganut sistem presidensial, namun penerapannya tidak murni atau bisa dikatakan “quasi presidensial”. Menginggat presiden adalah sebagai mandataris MPR yang konsekuensinya harus bertanggung jawab kepada MPR (parlemen), namun setalah perubahan UUD 1945 Indonesia menganut sistem pemerintah presidensial secara murni karena presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR (parlemen).
Secara umum filsafat dapat dirumuskan sebagai upaya manusia untuk mempelajari dan mengungkapkan pengembaraan manusia di dunianya menuju akhirat secara mendasar.
Objek material dari filsafat adalah manusia, sama dengan objek ilmu lainnya; yang membedakan adalah dari sudut pandang mana suatu ilmu menyoroti manusia. Tujuan filsafat adalah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin, mengajukan kritik dan menilai pengetahuan ini, menemukan hakikatnya dan menerbitkan serta mengatur semuanya itu dalam bentuk yang sistematis. Filsafat membawa kita pada pemahaman dan pemahaman membawa kita ke tindakan yang lebih layak.
Pemerintahan merupakan kegiatan memerintah yang dilakukan oleh pemerintah yang melakukan kekuasaan memerintah atas nama negara terhadap orang yang diperintah (masyarakat).
Filsafat pemerintahan tidak memberikan petunjuk teknis memerintah, tetapi memberikan pemahaman dan arah tindakan bagaimana sebaiknya melakukan kegiatan pemerintahan yang layak dan benar.
Hakikat Ilmu Pemerintahan
Ilmu Pemerintahan selain termasuk ilmu teoritis empiris, juga termasuk ilmu praktis atau ilmu terapan, karena akan langsung diterapkan kepada masyarakat.
Ilmu Pemerintahan termasuk ilmu campuran karena disamping berkembang secara teoritis menurut ilmu murni juga berkembang secara praktis (diterapkan) dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan. Ketidakjelasan antara pemerintahan sebagai ilmu dan pemerintahan sebagai praktik (seni), tidak perlu dipertentangkan, namun yang penting adalah bagaimana bisa menjadikan ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu negara sehingga negara itu dapat maju dan berkembang, masyarakatnya hidup aman, sejahtera dan damai.
Perkembangan Ilmu Pemerintahan Studi tentang pemerintahan sudah tua umurnya yaitu, sejak zaman Tiongkok kuno, Hindu kuno dan zaman Yunani kuno sudah diajarkan praktik-praktik dan pelajaran tentang pemerintahan. Akan tetapi Prof. Mac Iver mempertentangkan apakah ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang berdiri sendiri, karena pemerintahan baginya merupakan mitosyang tampak berubah-ubah pada berbagai ruang dan waktu.
Di Indonesia perkembangan ilmu pemerintahan sebagai lembaga sudah cukup menggembirakan namun yang menjadi masalah sekarang adalah esensi dan eksistensi ilmu pemerintahan sebagai ilmu yang dapat diandalkan belum tuntas memiliki syarat sebagai ilmu.
Dilihat sari segi tahap-tahap perkembangannya, ilmu pemerintahan telah melewati tahap klasifikasi, bahkan sudah berada pada tahap komparasi. Selanjutnya untuk menjadi ilmu, maka ilmu pemerintahan harus membangun dirinya sehingga dapat mencapai tahap kuantifikasi.

D. Ruang Lingkup Ilmu Pemerintahan
Ruang lingkup pembidangan yang termasuk kedalam bentuk – bentuk kegiatan PSPP pada dasarnya mengacu kepada konsentrasi bidang keilmuan pemerintahan agar dengan demikian terdapat konsistensi antara pengembangan kelembagaan Ilmu Pemerintahan sebagai ilmu terapan (applied science) dengan proses Pengembangan Birokrasi Pemerintahan sebagai program pengembangan pengabdian kepada masyarakat yang menjadi fokus perhatian kepada PSPP juga menyiapkan program penunjangnya yang diselenggarakan secara mandiri dan atau secara terkait, seperti Bidang Hukum; Bidang Lingkungan; Bidang Studi Kewilayahan; Pengembangan Sumber Daya Manusia; Bidang Etika Pemerintahan; dan Hak – Hak Azazi Manusia (HAM), berbagai masukan mengenai kebijaksanaan pembangunan, dan lain – lain.
Karena itu kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam program PSPP tercermin dalam pembidangan yang termasuk ruang lingkup PSPP, yaitu meliputi berbagai Bidang Studi sebagai berikut :
  1. Bidang Pemerintahan Umum;
  2. Bidang Keuangan Pusat dan Daerah
  3. Bidang Pembangunan Daerah;
  4. Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur;
  5. Bidang Pengembangan Wilayah;
  6. Bidang Manajemen Pemerintahan
  7. Bidang Kebijakan Publik.

E. Objek Ilmu Pemerintahan
Pembahasan dalam ontologi ini membagi dua hal dalam melihat objek sesuatu dari ilmu, menurut Inu Kencana Syafi’I (2001:16) yaitu terdiri dari objek materi yang menjadi pokok persoalan (subjek matter) dan objek formanya yang menjadi pusat perhatiannya (focus matter), ilmu pemerintahan memiliki objek materi dan objek forma sebagai berikut:
1.      Objek materi (subjek matter), membahas secara umum dan merupakan topik yang dibahas secara global/umum tentang pokok persoalan dari ilmu. Ilmu pemerintahan memiliki objek materi yaitu negara, secara umum menjadi pijakan dari ilmu pemerintahan itu sendiri atau biasa juga disebut sebagai unsur yang menyusun dari ilmu pemerintahan. Negara menjadi objek materi sehingga sangat penting dan banyak ilmuan yang mendefinisikan negara tetapi sama pada subtansi tentang kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kedaulatan. Pembahasan tentang Negara ini bukan hanya ilmu pemerintahan yang membahasnya, objek materi ini bisa saja sama dalam beberapa disiplin ilmu dan yang membedakan hanya pada objek formanya.
2.      Ketiadaan dari objek materi ini meniscayakan tidak adanya bentuk yang akan dijelaskan. Objek forma (subjek matter), bersifat khusus dan spesifik karena merupakan pusat perhatian suatu disiplin ilmu. Ilmu pemerintahan memiliki objek forma yaitu hubungan-hubungan pemerintahan, gejala dan peristiwa pemerintahan. Hubungan yang dimaksud menurut Inu Kencana Syafi’I (2001:25) yaitu hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun hubungan antara pemerintah itu dengan daerah rakyat yang dipimpinnya, gejala pemerintahan menurut Taliziduhu Ndraha (2002:413) bahwa gejala pemerintahan dianggap sebagai akibat (dampak) seperangkat sebab (dalam hubungan kausal), menurut Inu Kencana Syafi’I (2001:25) gejala pemerintahan yaitu bersifat sentralistis ataupun desentralis,  namun menurut Muhadam Labolo (2008:70) bahwa gejala pemerintahan hadir bersamaan eksistensi manusia itu sendiri atas kebutuhan alamiah yang tak terelakkan, sedangkan peristiwa pemerintahan dapat bersifat sekali lalu ataupun berulang kali sehingga dengan jelas objek forma dari ilmu pemerintahan yang memberikan bentuknya dalam menemukan kedudukannya dari ilmu yang lainnya.




Lebih jelas, Inu Kencana Syafi’i (2001:24) membandingakn ilmu pemerintahan dengan beberapa ilmu yang memiliki persamaan objek materi dari ilmu pemerintahan, yaitu:
No.
Nama Disiplin Ilmu Pengetahuan
Objek Materi
Objek Forma
1.
Ilmu Pemerintahan
Negara
Hubungan-hubungan pemerintahan, gejala dan peristiwa
2.
Ilmu Politik                     
Negara
Kekuasaan, kepentingan rakyat, grup penekan
3.
Ilmu Administrasi Negara
Negara
Pelayanan, organisasi, manajemen, birokrasi
4.
Ilmu Hukum Tata Negara
Negara
Peraturan perundang-undangan
5.
Ilmu Negara
Negara
Konstitusi, timbul dan tenggelamnya Negara
Jadi objek materi dan objek forma dua entitas dalam pembahasan ontologi tidak terpisah karena hadir untuk menjelaskan eksistensi dari ilmu yang dikaji. Jelas objek materi dan objek forma dari ilmu pemerintahan sehingga dalam melihat ontologi dari ilmu pemerintahan mampu memberikan gambaran bahwa pemerintahan sebagai ilmu terutama dalam kajian ilmu-ilmu Negara memiliki eksistensi yang berbeda. Kejelasan dalam menempatkan posisi ilmu pemerintahan dalam  objek materi dan forma menunjukkan bahwa ilmu pemerintahan yang memiliki eksistensi yang kabur telah menyatu melalui pecahan-pecahan pengetahuan oleh filsafat khususnya pada ontologi pemerintahan.
Hatta, Mohammad. 1986. Alam Pemikiran Yunani. Jakarta:UI-Press
D. Asas Ilmu Pemerintahan
2. Hubungan Ilmu Pemerintahan Dengan Ilmu-ilmu Sosial Lain
jika ditinjau dari segi kehidupan masyarakat pengaruh ilmu politik dan ekonomi jelas saling bergantung, keduanya saling membutuhkan, bisa dikatakan salah satu diantara keduanya tidak bisa berjalan tampa iringan satu sama lain. Maka lazimya untuk mempelajari kedua pelajaran ini amat terkait dan terhubung.
Para pemikir terdahulu menganggap ilmu ekonomi sebagai cabang dari ilmu politik, dari sinilah muncul nama atau gelar ilmu ekonomi politik. Karena dimasa itu pokok urusan ketertiban finansial dilihat atau diambil dari sumber penghasilan Negara, Sedangkan sekarang pemikiran tersebut telah berubah. Ilmu ekonomi dinyatakan independent dan terpisah dari pelajaran politik, dimana pelajaran ini mengajarkan masyarakat untuk berusaha, bagaimana,dimana, apa dan gimana mengatur dan memperoleh kekayaan. Singkatnya ekonomi adalah ilmu kekayaan.

Ekonomi berpengaruh dalam politik hanya dibeberapa titik saja, dimana titik penghasilan dan penyaluran dari kekayaan sangatlah besar pengaruhnya didalam pemerintahan. Bahkan juga disebabkan dari berbagai penyelesaian permasahan yang memang lazim timbul didalam Bernegara.

Diberbagai Negara pemerintahan pengaruh yang terbesar terletak pada pertumbuhan ekonominya. Bertambahnya lapangan ekonomi didalam pemerintahan terjadi tiada henti- hentinya. Pajak, UU bea, Hak milik Negara dan pertolongan Negara terhadap lahan pertanian, industri dan perdagangan semuanya bukanlah salah satu hal dimana pemerintah berkuasa atas penghasilannya.

Kesejahteraan Negara yang baik dan sosialisme telah merombak keadaan fungsi Negara. Negara dewasa ini diartikan atau disangka langsung turut campur dalam bermacam lingkungan, dari aktifitas masyarakat menentukan perintah dalam hal kwalitas distribusi kekayaan dan juga materi barang milik masyarakat.
Tentu saja banyak permasalahan yang timbul dalam pemerintahan modern yang lahir dari dasar ekonomi, tuntutan terhadap lapangan kerja, modal hak milik tanah, ketidakrataan penurunan dan penaikan ekonomi, bahkan pesatnya kemajuan teknologi yang mempengaruh nasionalisasi. Perlu kita ketahui dalam Negara Komunis, Negara mengontrol secara keseluruhan kesatuan kehidupan ekonomi masyarakat.
Golongan dan grup ekonomi disetiap Negara terlaksana terus menerus dimana tertekan dalam administrasi untuk perlindungan dan kekayaan. Demikian pula, penggunaan kondisi ilmu ekonomi memiliki pengaruh besar dalam cita- cita perpolitikan dan institusi, Contohnya: adanya revolusi yang menimbulkan cita- cita kemerdekaan perseorangan, demokrasi, sosialisme dan komunis.
3. Penegertian Hukum Tata Pemerintahan
Hukum Tata Pemerintahan adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur bagaimana alat-alat
perlengkapan administrasi negara melakukan tugas atau fungsinya, Istilah Hukum Pemerintahan menunjukkan pengertian bagaimanakah alat-alat perlengkapan administrasi negara (pemerintah) melakukan atau melaksanakan pemerintahan, atau melaksanakan fungsinya;
Administrative Law (Inggeris); Administrtief Recht atw Bestuursrecht (Belanda); Verwaltungrecht (Jerman); Droit Administratif (Perancis). Semua istilah tsb sdh mengandung pengertian negara, shg tdk perlu lg menambahkan “public”, “publiek”, atw
staat. Van Wijk/Konijnenbelt: administratief recht, bestuursrecht semuanya bersangkut paut dgn
administrare, dgn besturen;
 Administratief recht atw bertuursrecht meliputi peraturan2 yg bersangkut paut dgn pemerintah, namun tdk semua peraturan yg menyangkut pemerintahan termasuk lapangan hukum administrasi;
 F.A.M. Stroink: administratief recht berisi peraturan2 yg berhubungan dgn administrasi, administrasi sama artinya dgn bestuur, dgn dmkian administratief recht
disebut juga bestuur recht. Bestuur dapat diartikan pula sebagai fungsi pemerintahan, yaitu fungsi penguasa yg tidak termasuk pembentukan UU dan peradilan.

Hukum Tata Negara pada dasarnya adalah hukum yang mengatur organisasi kekuasaan suatu negara beserta segala aspek yang berkaitan dengan organisasi negara tersebut. Sehubungan dengan itu dalam lingkungan Hukum Ketatanegaraan dikenal berbagai istilah yaitu :
Di Belanda umumnya memakai istilah “staatsrech” yang dibagi menjadi staatsrech in ruimere zin (dalam arti luas) dan staatsrech In engere zin (dalam arti luas). Staatsrech in ruimere zin adalah Hukum Negara. Sedangkan staatsrech in engere zin adalah hukum yang membedakan Hukum Tata Negara dari Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Usaha Negara atau Hukum Tata Pemerintah.
Di Inggris pada umumnya memakai istilah “Contitusional Law”, penggunaan istilah tersebut didasarkan atas alasan bahwa dalam Hukum Tata Negara unsur konstitusi yang lebih menonjol.
Di Perancis orang mempergunakan istilah “Droit Constitutionnel” yang di lawankan dengan “Droit Administrative”, dimana titik tolaknya adalah untuk membedakan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Aministrasi Negara.
Sedangkan di Jerman mempergunakan istilah Verfassungsrecht: Hukum Tata Negara dan Verwassungsrecht: Hukum Administrasi negara.
Berikut definisi-definisi hukum tata negara menurut beberapa ahli:
J.H.A Logemann
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi negara. Het staatsrecht als het recht dat betrekking heeft op de staat -die gezagsorganisatie- blijkt dus functie, dat is staatsrechtelijk gesproken het amb, als kernbegrip, als bouwsteen te hebben. Bagi Logemann, jabatan merupakan pengertian yuridis dari fungsi, sedangkan fungsi merupakan pengertian yang bersifat sosiologis. Oleh karena negara merupakan organisasi yang terdiri atas fungsi-fungsi dalam hubungannya satu dengan yang lain maupun dalam keseluruhannya maka dalam pengertian yuridis negara merupakan organisasi jabatan atau yang disebutnya ambtenorganisatie.
Van Vollenhoven
Hukum Tata Negara adalah Hukum Tata Negara yang mengatur semua masyarakat hukum atasan dan masyarakat Hukum bawahan menurut tingkatannya dan dari masing-masing itu menentukan wilayah lingkungan masyarakatnya. dan akhirnya menentukan badan-badan dan fungsinya masing-masing yang berkuasa dalam lingkungan masyarakat hukum itu serta menentukan sususnan dan wewenang badan-badan tersebut.
Scholten
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur organisasi dari pada Negara. Kesimpulannya, bahwa dalam organisasi negara itu telah dicakup bagaimana kedudukan organ-organ dalam negara itu, hubungan, hak dan kewajiban, serta tugasnya masing-masing.
Van der Pot
Hukum Tata Negara adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang diperlukan serta wewenang masing-masing, hubungannya satu dengan yang lain dan hubungan dengan individu yang lain.
Apeldoorn
Hukum Tata Negara dalam arti sempit yang sama artinya dengan istilah hukum tata negara dalam arti sempit, adalah untuk membedakannya dengan hukum negara dalam arti luas, yang meliputi hukum tata negara dan hukum administrasi negara itu sendiri.
Wade and Phillips
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya dan hubungan antara alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya yang berjudul “Constitusional law” yang terbit pada tahun 1936 .
Paton George Whitecross
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur alat-alat perlengkapan negara, tugasnya ,wewenang dan hubungan antara alat pelengkap negara itu. Dalam bukunya “textbook of Jurisprudence” yang merumuskan bahwa Constutional Law deals with the ultimate question of distribution of legal power and the fungctions of the organ of the state.
A.V.Dicey
Hukum Tata Negara adalah hukum yang terletak pada pembagian kekuasaan dalam negara dan pelaksanaan yang tertinggi dalam suatu negara.
Dalam bukunya “An introduction the study of the law of the consrtitution”.
J. Maurice Duverger
Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang dari hukum privat yang mengatur organisasi dan fungsi-fungsi politik suatu lembaga nagara.
R. Kranenburg
Hukum Tata Negara meliputi hukum mengenai susunan hukum dari Negara terdapat dalam UUD.
Utrecht
Hukum Tata Negara mempelajari kewajiban sosial dan kekuasaan pejabat-pejabat Negara.


Kusumadi Pudjosewojo
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur bentuk negara (kesatuan atau federal), dan bentuk pemerintahan (kerajaan atau republik), yang menunjukan masyarakat Hukum yang atasan maupunyang bawahan, beserta tingkatan-tingkatannya (hierarchie), yang selanjutnya mengesahkan wilayah dan lingkungan rakyat dari masyarakat-masyarakat hukum itu dan akhirnya menunjukan alat-alat perlengkapan (yang memegang kekuasaan penguasa) dari masyarakat hukum itu,beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang, tingkatan imbang dari dan antara alat perlengkapan itu.
J.R. Stellinga
Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur wewenang dan kewajiban-keawajiban alat-alat perlengkapan Negara, mengatur hak, dan kewajiban warga Negara.
L.J. Apeldorn
Pengertian Negara mempunyai beberapa arti :
  • Negara dalam arti penguasa, yaitu adanya orang-orang yang memegang kekuasaan dalam persekutuan rakyat yang mendiami suatu daerah.
  • Negara dalam arti persekutuan rakyat yaitu adanya suatu bangsa yang hidup dalam satu daerah, dibawah kekuasaan menurut kaidah-kaidah hukum
  • Negara dalam arti wilayah tertentu yaitu adanya suatu daerah tempat berdiamnya suatu bangsa dibawa kekuasaan.
  • Negara dalam arti Kas atau Fikus yaitu adanya harta kekayaan yang dipegang oleh penguasa untuk kepentingan umum.
Setelah mempelajari rumusan-rumusan definisi tentang Hukum Tata Negara dari berbagai sumber tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tidak ada kesatuan pendapat di antara para ahli mengenai hal ini. Dari pendapat yang beragam tersebut, kita dapat mengetahui bahwa sebenarnya:
  1. Hukum Tata Negara adalah salah satu cabang ilmu hukum, yaitu hukum kenegaraan yang berada di ranah hukum publik
  2. Definisi hukum tata negara telah dikembangkan oleh para ahli, sehingga tidak hanya mencakup kejian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan antar organ negara itu, tetapi mencakup pula persoalan-persoalan yang terkait mekanisme hubungan antar organ-organ negara dengan warga negara
  3. Hukum tata negara tidak hanya merupakan sebagai recht atau hukum dan apalagi sebagai wet atau norma hukum tertulis, tetapi juga merupakan sebagai lehre atau teori, sehingga pengertiannya mencakup apa yang disebut sebagai verfassungrecht (hukum konstitusi) dan sekaligus verfassunglehre (teori konstitusi)
  4. Hukum tata negara dalam arti luas mencakup baik hukum yang mempelajari negara dalam keadaan diam (staat in rust) maupun mempelajari negara dalam keadaan bergerak (staat in beweging)
Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan :
Hukum Tata Negara adalah sekumpulan peraturan yang mengatur organisasi dari pada negara, hubungan antara alat perlengkapan negara dalam garis vertikal dan horizontal serta kedudukan warga negara dan hak-hak azasinya.
  1. OBYEK DAN LINGKUP KAJIAN HUKUM TATA NEGARA
Obyek kajian ilmu hukum tata negara adalah negara. Dimana negara dipandang dari sifatnya atau pengertiannya yang konkrit. Artinya obyeknya terikat pada tempat, keadaan dan waktu tertentu. Hukum tata negara merupakan cabang ilmu hukum yang membahas tatanan, struktur kenegaraan, mekanisme hubungan antara struktur organ atau struktur kenegaraan serta mekanisme hubungan antara struktur negara dan warga negara.
Ruang lingkup Hukum Tata Negara adalah struktur umum dari negara sebagai organisasi, yaitu:
  1. Bentuk Negara (Kesatuan atau Federasi)
  2. Bentuk Pemerintahan (Kerajaan atau Republik)
  3. Sistem Pemerintahan (Presidentil, Parlementer, Monarki absolute)
  4. Corak Pemerintahan (Diktator Praktis, Nasionalis, Liberal, Demokrasi)
  5. Sistem Pendelegasian Kekuasaan Negara (Desentralisasi, meliputi jumlah,
dasar, cara dan hubungan antara pusat dan daerah)
  1. Garis-garis besar tentang organisasi pelaksana (peradilan, pemerintahan,
perundangan)
  1. Wilayah Negara (darat, laut, udara)
  2. Hubungan antara rakyat dengan Negara (abdi Negara, hak dan kewajiban
rakyat sebagai perorangan/golongan, cara-cara pelaksanaan hak dan
menjamin hak dan sebagainya)
  1. Cara-cara rakyat menjalankan hak-hak ketatanegaraan (hak politik, sistem
perwakilan, Pemilihan Umum, referendum, sistem kepartaian/penyampaian pendapat secara tertulis dan lisan)
  1. Dasar Negara (arti Pancasila, hubungan Pancasila dengan kaidah-kaidah
hukum, hubungan Pancasila dengan cara hidup mengatur masyarakat, sosial, ekonomi, budaya dan berbagai paham yang ada dalam masyarakat)
  1. Ciri-ciri lahir dan kepribadian Negara (Lagu Kebangsaan, Bahasa Nasional, Lambang, Bendera, dan sebagainya)
  1. HUBUNGAN ILMU HUKUM TATA NEGARA DENGAN ILMU-ILMU LAIN

    1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Negara
Keduanya mempunyai hubungan yang sangat dekat
Ilmu Negara mempelajari :
  • Negara dalam pengertian abstrak artinya tidak terikat waktu dan tempat.
  • Ilmu Negara mempelajari konsep-konsep dan teori-teori mengenai negara, serta hakekat negara.
    • Hukum Tata Negara mempelajari :
  • Negara dalam keadaan konkrit artinya negara yang sudah terikat waktu dan tempat.
  • Hukum Tata Negara mempelajari Hukum Positif yang berlaku dalam suatu negara.
  • Hukum Tata Negara mempelajari negara dari segi struktur.
Dengan demikian hubungan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara adalah Ilmu Negara merupakan dasar dalam penyelenggaraan praktek ketatanegaraan yang diatur dalam Hukum Tata Negara lebih lanjut dengan kata lain Ilmu Negara yang mempelajari konsep, teori tentang Negara merupakan dasar dalam mempelajari Hukum Tata Negara.

    1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Ilmu Politik.
Hukum Tata Negara mempelajari peraturan-peraturan hukum yang mengatur organisasi kekuasaan Negara, sedangkan Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dilihat dari aspek perilaku kekuasaan tersebut. Setiap produk Undang-Undang merupakan hasil dari proses politik atau keputusan politik karena setiap Undang-Undang pada hakekatnya disusun dan dibentuk oleh Lembaga-Lembaga politik, sedangkan Hukum Tata Negara melihat Undang-Undang adalah produk hukum yang dibentuk oleh alat-alat perlengkapan
Negara yang diberi wewenang melalui prosedur dan tata cara yang sudah ditetapkan oleh Hukum Tata Negara.
Dengan kata lain Ilmu Politik melahirkan manusia-manusia Hukum Tata Negara sebaliknya Hukum Tata Negara merumuskan dasar dari perilaku politik/kekuasaan. Menurut Barrents, Hukum Tata Negara ibarat sebagai kerangka manusia, sedangkan Ilmu Politik diibaratkan sebagai daging yang membalut kerangka tersebut.


    1. Hubungan Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara merupakan bagian dari Hukum Tata Negara dalam arti luas, sedangkan dalam arti sempit Hukum Administrasi Negara adalah sisanya setelah dikurangi oleh Hukum Tata Negara. Hukum Tata Negara adalah hukum yang meliputi hak dan kewajiban manusia, personifikasi, tanggung jawab, lahir dan hilangnya hak serta kewajiban tersebut hak-hak organisasi batasan-batasan dan wewenang.
Hukum Administrasi Negara adalah yang mempelajari jenis bentuk serta akibat hukum yang dilakukan pejabat dalam melakukan tugasnya.
Menurut Budiman Sinaga, mengenai perbedaan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara terdapat banyak pendapat. Secara sederhana, Hukum Tata Negara membahas negara dalam keadaan diam sedangkan Hukum Administrasi Negara membahas negara dalam keadaan bergerak. Pengertian bergerak di sini memang betul-betul bergerak, misalnya mengenai sebuah Keputusan Tata Usaha Negara. Keputusan itu harus diserahkan/dikirimkan dari Pejabat Tata Usaha Negara kepada seseorang.
  1. ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA
Obyek asas Hukum Tata Negara sebagaimana obyek yang dipelajari dalam Hukum Tata Negara, sebagai tambahan menurut Boedisoesetyo bahwa mempelajari asas Hukum Tata Negara sesuatu Negara tidak luput dari penyelidikan tentang hukum positifnya yaitu UUD karena dari situlah kemudian ditentukan tipe negara dan asas kenegaraan bersangkutan.
Asas-asas Hukum Tata Negara yaitu:
  1. Asas Pancasila
Setiap negara didirikan atas filsafah bangsa. Filsafah itu merupakan perwujudan dari keinginan rakyat dan bangsanya. Dalam bidang hukum, pancasila merupakan sumber hukum materil, karena setiap isi peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi, maka peraturan tersebut harus segera di cabut. Pancasila sebagai Azas Hukum Tata Negara dapat dilihat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
  1. Asas Hukum, Kedaulatan rakyat dan Demokrasi
Asas kedaulatan dan demokrasi menurut jimly Asshiddiqie gagasan kedaulatan rakyat dalam negara Indonesia, mencari keseimbangan individualisme dan kolektivitas dalam kebijakan demokrasi politik dan ekonomi. Azas kedaulatan menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan dengan kemauan rakyat dan pada akhirnya pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya sesuai dengan hukum.
  1. Asas Negara Hukum
Yaitu negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Asas Negara hukum (rechtsstaat) cirinya yaitu pertama, adanya UUD atau konstitusi yang memuat tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, kedua adanya pembagian kekuasaan, diakui dan dilindungi adanya hak-hak kebebasan rakyat.
Unsur-unsur / ciri-ciri khas daripada suatu Negara hukum atau Rechstaat
adalah :
  1. Adanya pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kultur dan pendidikan.
  2. Adanya peradilan yang bebas dan tidak memihak, tidak dipengaruhi oleh suatu kekuasaan atau kekuatan lain apapun.
  3. Adanya legalitas dalam arti hukum dalam semua bentuknya.
  4. Adanya Undang-Undang Dasaer yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dengan rakyat.
  1. Asas Demokrasi
Adalah suatu pemerintahan dimana rakyat ikut serta memerintah baik secara langsung maupun tak langsung. Azas Demokrasi yang timbul hidup di Indonesia adalah Azas kekeluargaan.
  1. Asas Kesatuan
Adalah suatu cara untuk mewujudkan masyarakat yang bersatu dan damai tanpa adanya perselisihan sehingga terciptanya rasa aman tanpa khawatir adanya diskriminasi. Asas Negara kesatuan pada prinsipnya tanggung jawab tugas-tugas pemerintahan pada dasarnya tetap berada di tangan pemerintah pusat. Akan tetapi, sistem pemerintahan di Indonesia yang salah satunya menganut asas Negara kesatuan yang di desentralisasikan menyebabkan adanya tugas-tugas tertentu yang diurus sendiri sehingga menimbulkan hubungan timbal balik yang melahirkan hubungan kewenangan dan pengawasan.
  1. Asas Pembagian Kekuasaan dan Check Belances
Yang berarti pembagian kekuasaan negara itu terpisah-pisah dalam beberapa bagian baik mengenai fungsinya.
Beberapa bagian seperti dikemukakan oleh John Locke yaitu :
1. Kekuasaan Legislatif
2. Kekuasaan Eksekutif
3. Kekuasaan Federatif
Montesquieu mengemukakan bahwa setiap Negara terdapat tiga jenis kekuasaan yaitu Trias Politica
1. Eksekutif
2. Legislatif
3. Yudikatif

  1. Asas legalitas
Dimana asas legalitas tidak dikehendaki pejabat melakukan tindakan tanpa berdasarkan undang-undang yang berlaku. Atau dengan kata lain the rule of law not of man dengan dasar hukum demikian maka harus ada jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi.
4. Konsep-konsep Ilmu Pemerintahan ( Negara
a. Definisi Negara
Istilah negara sudah dikenal sejak zaman Renaissance, yaitu pada abad ke-15. Pada masa itu telah mulai digunakan istilah Lo Stato yang berasal dari bahasa Italia, yang kemudian menjelma menjadi L'etat' dalam bahasa Perancis, The State dalam bahasa Inggris atau Deer Staat dalam bahasa Jerman dan De Staat dalam bahasa Belanda.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian negara seperti dikemukakan oleh Aristoteles, Agustinus, Machiavelli dan Rousseau.
Sifat khusus daripada suatu negara ada tiga, yaitu sebagai berikut.
 1
 Memaksa

 Sifat memaksa perlu dimiliki oleh suatu negara, supaya peraturan perundang-undangan ditaati sehingga penertiban dalam masyarakat dapat dicapai, serta timbulnya anarkhi bisa dicegah. Sarana yang digunakan untuk itu adalah polisi, tentara. Unsur paksa ini dapat dilihat pada ketentuan tentang pajak, di mana setiap warga negara harus membayar pajak dan bagi yang melanggarnya atau tidak melakukan kewajiban tersebut dapat dikenakan denda atau disita miliknya.
 2
 Monopoli

 Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Negara berhak melarang suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu hidup dan disebarluaskan karena dianggap bertentangan dengan tujuan masyarakat.
 3
 Mencakup semua

 Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa, kecuali untuk mendukung usaha negara dalam mencapai masyarakat yang dicita-citakan. Misalnya, keharusan membayar pajak.
b. Menurut Pendapat Para Ahli
* Dr. W.L.G. Lemaire: Negara tampak sebagai suatu masyarakat manusia teritorial yang diorganisasikan.
* Hugo de Groot (Grotius): Negara merupakan ikatan manusia yang insyaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.
* Leon Duguit: There is a state wherever in a given society there exists a political differentiation (between rulers and ruled) …
* R.M. MacIver: The state is an association which, acting through law as promugated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of order. (Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat di suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa).

* Prof. Mr. Kranenburg: “Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.”
* Herman Finer: The state is a territorial association in which social and individual forces of every kind struggle in all their great variety to control its government vested with supreme legitimate power.
* Prof.Dr. J.H.A. Logemann: De staat is een gezags-organizatie. (Negara ialah suatu organisasi kekuasaan/ kewibawaan).
* Roger H. Soltau: The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community. (Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat).
* Max Weber: The state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory. (Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
* Bellefroid: Negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
* Prof.Mr. Soenarko: Negara adalah organisasi masyarakat di wilayah tertentu dengan kekuasaan yang berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan.
* G. Pringgodigdo, SH: Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus memiliki pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).

* Prof. R. Djokosutono, SH:
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
* O. Notohamidjojo: Negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.
* Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH: Negara adalah suatu organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia itu.
* M. Solly Lubis, SH: Negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia yang merupakan suatu community dengan syarat-syarat tertentu: memiliki wilayah, rakyat dan pemerintah.
* Prof. Miriam Budiardjo: Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.

* Prof. Nasroen: Negara adalah suatu bentuk pergaulan manusia dan oleh sebab itu harus ditinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami.
* Mr. J.C.T. Simorangkir dan Mr. Woerjono Sastropranoto: Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam daerah tertentu dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran bersama.

C. Hakekat Negara
Negara hakikatnya merupakan organisasi kekuasaan dari perkumpulan manusia yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dan sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama dari perkumpulan tersebut. Sebagai wujud (manifestasi) dari kedaulatan yang dimilikinya, negara memiliki sifat-sifat khusus yang hanya terdapat dalam negara itu sendiri.
Sifat-sifat itu meliputi :
a. Sifat memaksa.
Agar peraturan perundangan ditaati, penertiban dalam masyarakat tercapai serta tindakan anarkhi dapat dicegah, maka negara mempunyai sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal (syah)
b. Sifat monopoli.
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat, dalam rangka ini negara dapat menyatakan sesuatu dilarang dan tidak boleh disebar luaskan karena bertentangan dengan tujuan negara atau masyarakat.
c. Sifat mencakup semua.
Sifat ini nampak dalam kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara yaitu bahwa semua peraturan perundangan berlaku atau mengikat kepada semua orang tanpa kecuali.
D. Teori Asal Mula Negara
Setiap negara mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Tujuan negara merupakan masalah yang penting sebab tujuan inilah yang bakal menjadi pedoman negara disusun dan dikendalikan sesuai dengan tujuan itu. Mengenai tujuan negara itu ada beberapa teori, yaitu menurut Lord Shang, Nicollo Machiavelli, Dante, Immanuel Kant, menurut kaum sosialis dan menurut kaum kapitalis.
Ada beberapa paham tentang teori tujuan negara, yaitu teori fasisme, individualisme, sosialisme dan teori integralistik.
Kemudian, mengenai teori asal mula terjadinya negara selain dapat dilihat berdasarkan pendekatan teoretis, juga dapat dilihat berdasarkan proses pertumbuhannya.
Asal mula terjadinya negara dilihat berdasarkan pendekatan teoretis ada beberapa macam, yaitu sebagai berikut.
 1
 Teori Ketuhanan

 Menurut teori ini negara terbentuk atas kehendak Tuhan.
 2
 Teori Perjanjian

 Teori ini berpendapat, bahwa negara terbentuk karena antara sekelompok manusia yang tadinya masing-masing hidup sendiri-sendiri, diadakan suatu perjanjian untuk mengadakan suatu organisasi yang dapat menyelenggarakan kehidupan bersama.
 3
 Teori Kekuasaan

 Kekuasaan adalah ciptaan mereka-mereka yang paling kuat dan berkuasa
 4
 Teori Kedaulatan

 Setelah asal usul negara itu jelas maka orang-orang tertentu didaulat menjadi penguasa (pemerintah). Teori kedaulatan ini meliputi:

 a
 Teori Kedaulatan Tuhan

 Menurut teori ini kekuasaan tertinggi dalam negara itu adalah berasal dari Tuhan.
 b
 Teori Kedaulatan Hukum

 Menurut teori ini bahwa hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia dan bahwa hukum merupakan sumber kedaulatan.
 c
 Teori Kedaulatan Rakyat

 Teori ini berpendapat bahwa rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya kepada suatu badan, yaitu pemerintah.


E.Teori Kedaulatan negara

Teori ini berpendapat bahwa negara merupakan sumber kedaulatan dalam negara. Kemudian, teori asal mula terjadinya negara, juga dapat dilihat berdasarkan proses pertumbuhannya yang dibedakan menjadi dua, yaitu terjadinya negara secara primer dan teori terjadinya negara secara sekunder.
F. Bentuk-bentuk Negara
Bentuk negara adalah merupakan batas antara peninjauan secara sosiologis dan peninjauan secara yuridis mengenai negara. Peninjauan secara sosiologis jika negara dilihat secara keseluruhan (ganzhit) tanpa melihat isinya, sedangkan secara yuridis jika negara\peninjauan hanya dilihat dari isinya atau strukturnya.
Machiavelli dalam bukunya II Prinsipe bahwa bentuk negara (hanya ada dua pilihan) jika tidak republik tentulah Monarkhi. Selanjutnya menjelaskan negara sebagai bentuk genus sedangkan Monarkhi dan republik sebagai bentuk speciesnya.
Perbedaan dalam kedua bentuk Monarkhi dan republik (Jellinek, dalam bukunya Allgemene staatslehre) didasarkan atas perbedaan proses terjadinya pembentukan kemauan negara itu terdapat dua kemungkinan:
  1. Apabila cara terjadinya pembentukan kemauan negara secara psikologis atau secara alamiah, yang terjadi dalam jiwa/badan seseorang dan nampak sebagai kemauan seseorang/individu maka bentuk negaranya adalah Monarkhi.
  2. Apabila cara proses terjadinya pembentukan negara secara yuridis, secara sengaja dibuat menurut kemauan orang banyak sehingga kemauan itu nampak sebagai kemauan suatu dewan maka bentuk negaranya adalah republik.
Bentuk Negara pada Zaman Yunani Kuno
Menurut Plato terdapat lima macam bentuk negara yang sesuai dengan sifat tertentu dan jiwa manusia, yaitu sebagai berikut.
  1. Aristokrasi yang berada di puncak. Aristokrasi adalah pemerintahan oleh aristokrat (cendikiawan) sesuai dengan pikiran keadilan. Keburukan mengubah aristokrasi menjadi:
  2. Timokrasi, yaitu pemerintahan oleh orang-orang yang ingin mencapai kemasyhuran dan kehormatan. Timokarsi ini berubah menjadi:
  3. Oligarkhi, yaitu pemerintahan oleh para (golongan) hartawan. Keadaan ini melahirkan milik partikulir maka orang-orang miskin pun bersatulah melawan kaum hartawan dan lahirlah:
  4. Demokrasi, yaitu pemerintahan oleh rakyat miskin (jelata). Oleh karena salah mempergunakannya maka keadaan ini berakhir dengan kekacauan atau anarkhi.
  5. Tirani, yaitu pemerintahan oleh seorang penguasa yang bertindak dengan sewenang-wenang.
Menurut Aristoteles terdapat tiga macam bentuk negara yang dibaginya menurut bentuk yang ideal dan bentuk pemerosotan, yaitu sebagai berikut.
  1. Bentuk ideal Monarkhi bentuk pemerosatan Tirani/Diktator.
  2. Bentuk ideal Aristokrasi bentuk pemrosotanya Oligarkhi/Plutokrasi.
  3. Bentuk ideal Politea bentuk pemerosotannya Demokrasi.
Bentuk Negara pada Zaman Pertengahan
Pengertian lain dari bentuk negara dikemukakan oleh beberapa sarjana sejak akhir zaman pertengahan yang hingga saat ini masih diakui oleh banyak sarjana-sarjana yang berpaham modern. Pengertian yang dimaksud adalah bentuk negara kerajaan atau Republik. Pengertian ini diajarkan oleh Machiavelli yang menyebutkan bahwa negara itu kalau bukan Republik (Republica), tetapi Kerajaan.
Bentuk Negara pada Zaman Sekarang
Tiga aliran yang didasarkan pada bentuk negara yang sebenarnya, yaitu sebagai berikut.
  1. Paham yang menggabungkan persoalan bentuk negara dengan bentuk pemerintahan.
  2. Paham yang membahas bentuk negara itu, atas dua golongan, yaitu demokrasi atau diktaktor.
  3. Paham yang mencoba memecahkan bentuk negara dengan ukuran-ukuran/ketentuan yang sudah ada.
Pendapat yang menggabungkan bentuk negara (staatvorm) dengan bentuk Pemerintahan (regeringvorm) terdiri dari berikut ini.
  1. Bentuk pemerintahan di mana terdapat hubungan yang erat antara badan eksekutif dan badan legislatif.
  2. Bentuk pemerintahan di mana terdapat pemisahan yang tegas antara badan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
  3. Bentuk pemerintahan di mana terdapat pengaruh/pengawasan yang langsung dari rakyat terhadap badan legislatif.
F. Syarat-syarat Negara
Suatu negara apabila ingin diakui sebagai negara yang berdaulat secara internasional minimal harus memenuhi empat persyaratan faktor / unsur negara berikut di bawah ini :
  1. Wilayah, yaitu batas wilayah di mana kekuasan itu berlaku. Adapun wilayah terbagi menjadi tiga, yaitu darat, laut, dan udara.
  2. Rakyat, adalah semua orang yang berada di wilayah negara itu dan yang tunduk pada kekuasaan negara tersebut.
  3. Pemerintah, adalah alat negara dalam menyelenggarakan segala kepentingan rakyatnya dan merupakan alat dalam mencapai tujuan.
  4. Pengakuan dari negara lain. Unsur ini tidak merupakan syarat mutlak adanya suatu negara karena unsur tersebut tidak merupakan unsur pembentuk bagi badan negara melainkan hanya bersifat menerangkan saja tentang adanya negara. Jadi, hanya bersifat deklaratif bukan konstitutif. Pengakuan dari negara lain dapat dibedakan dua macam, yaitu pengakuan secara de facto dan pengakuan secara de jure.




6. Konsep- Konsep Ilmu Pemerintahan (Kekuasaan)
a. Penegrtian kekuasaan
Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus.

Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.
Ada keterkaitan secara konseptual antara kekuasaan, kewenangan dan kedaulatan. Ketiga konsep tersebut sama-sama berkaitan dengan kekuasaan. Secara umum kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi agar pihak lain bertindak sesuai dengan pihak yang mempengaruhi. Pengaruh yang terkait dengan negara, dari atau ditujukan kepada negara, khususnya dalam pembuatan kebijakan publik, dan kekuasaan itu bisa dipaksakan secara fisik (koersif) merupakan karakteristik kekuasaan politik. Kekuasaan politik berkait dengan kehidupan bersama atau sosial atau ada dalam konteks sosial maka kekuasaan politik merupakan bagian dari kekuasaan sosial. Atau kekuasaan dalam arti khusus (species).
Sedangkan kewenangan adalah kekuasaan, tetapi merupakan kekuasaan yang memiliki legitimasi. Tidak semua kekuasaan memiliki legitimasi, baik legitimasi prosedural maupun hasil atau akibat. Kemudian, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi, yang menurut Jean Bodin memiliki karakteristik: tunggal, asli, abadi dan tidak dapat dibagi-bagi. Namun, menurut Grotius kedaulatan itu dapat dibagi atau dilakukan bersama-sama antara rakyat dengan pimpinannya.
Adapun sumber kekuasaan tertinggi atau kedaulatan ada dua aliran, yakni teori teokrasi dan teori hukum alam. Menurut teori teokrasi sumber kekuasaan adalah dari Tuhan. Penganut aliran atau paham ini, antara lain Agustinus dan Thomas Aquinas. Sedangkan menurut teori hukum alam sumber kekuasaan adalah berasal dari rakyat yang diserahkan kepada penguasa atau raja melalui perjanjian sosial. Pelopornya adalah Rousseau dan Thomas Hobbes.
Kemudian, tentang penjelasan mengenai pemegang kedaulatan paling tidak dikenal ada empat teori, yakni teori kedaulatan Tuhan, teori kedaulatan Negara, teori kedaulatan Rakyat, dan teori kedaulatan Hukum. Menurut teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan ada di tangan Tuhan, yang diwakili oleh raja atau Paus. Penganut ajaran ini adalah Agustinus, Thomas Aquinas, dan Marsillius. Sedangkan menurut teori kedaulatan negara, negaralah yang berdaulat. Kedaulatan ada pada negara terutama terlihat bahwa negaralah yang menciptakan hukum, hukum ada karena adanya negara. Tiada suatu hukum pun yang berlaku jika tidak dikehendaki negara. Penganut ajaran ini, antara lain George Jellinek dan Jean Bodin.
Selanjutnya menurut teori kedaulatan rakyat, rakyatlah sebagai pemegang kedaulatan. Pendukung teori kedaulatan di antaranya Rousseau, Johannus Althusius. Menurut Rousseau kedaulatan merupakan pengejawantahan dari kehendak umum (volonte generale) dari masyarakat atau suatu bangsa yang merdeka, melalui perjanjian sosial rakyat membentuk organisasi untuk melaksanakan kepentingan bersama, kemudian menyerahkan kekuasaan untuk memerintah kepada seseorang atau beberapa orang. Sedangkan Althusius, sama dengan pendapat Rousseau bahwa pada prinsipnya manusia itu merdeka. Oleh karena itu, kekuasaan terhadap manusia hanya berlaku dengan sepengetahuan dan seizin yang dikenakan kekuasaan (manusia atau rakyat). Kedaulatan dalam negara milik rakyat dan tidak dapat dimiliki seseorang.
Kemudian, terakhir menurut teori kedaulatan hukum. Menurut ajaran ini, hukumlah yang berdaulat, bukan Tuhan, negara maupun rakyat. Penganut ajaran kedaulatan hukum, di antaranya Duguit dan Krabbe. Duguit menyatakan meskipun hukum merupakan penjelmaan kemauan negara, akan tetapi negara sendiri harus tunduk kepada hukum. Meskipun Krabbe berbeda dengan Duguit dalam memberikan penjelasan tentang kedaulatan hukum, yaitu bukan merupakan pengejawantahan dari kehendak negara, tetapi hukum tercipta dari rasa keadilan yang hidup dalam sanubari masyarakat.
Terhadap berkembangnya ke empat gagasan atau aliran kedaulatan di atas, Wirjono Prodjodikoro memberikan komentar ke empat ajaran tersebut secara kenyataan adalah benar. Namun, dalam praktik tampak banyak diselewengkan oleh penguasa yang diktator.
b. Sumber Kekuasaan
Ada pun sumber kekuasaan itu sendiri ada 3 macam,yaitu:
1.      Kekuasaan yang bersumber pada kedudukan
a.      Kekuasaan formal atau Legal (French & Raven 1959)
Contohnya komandan tentara, kepala dinas, presiden atau perdana menteri.
Kendali atas sumber dan ganjaran (French & Raven 1959)
Majikan yang menggaji  karyawannya, pemilik sawah yang mengupah buruhnya,  kepala suku atau kepala kantor yang dapat memberi ganjaran kepada anggota atau bawahannya.
b.      Kendali atas hukum (French & Raven 1959)
Kepemimpinan yang didasarkan pada rasa takut. Contohnya perman-preman yang memunguti pajak dari pemilik toko. Para pemilik toko mau saja menuruti kehendak para preman itu karena takut mendapat perlakuan kasar. Demikian pula anak kelas satu SMP yang takut pada senior kelas3 yang galak dan suka memukul sehingga kehendak seniornya itu selalu dituruti.
c.       Kendali atas informasi (Pettigrew, 1972)
Siapa yang menguasai informasi dapat menjadi pemimpin. Contohnya orang yang paling tahu jalan diantara serombongan pendaki gunung yang tersesat akan menjadi seorang pemimpin. Ulama akan menjadi pemimpin dalam agama. Ilmuan menjadi pemimpin dalam ilmu pengetahuan.
d.      Kendali ekologik (lingkungan)
Sumber kekuasaan ini dinamakan juga perekayasaan situasi .
•   Kendali atas penempatan jabatan.
Seorang atasan atau manager mempunyai kekuasaan atas bawahannya karena ia boleh menentukan posisi anggotanya.
•  Kendali atas tata lingkungan.
Kepala dinas tata kota berhak memberi  izin bangunan. Orang-orang ini menjadi pemimpin karena kendalinya atas penataan lingkungan.
2.      Kekuasaan yang bersumber pada kepribadian.
Berasal dari sifat-sifat pribadi.
a.       Keahlian atau keterampilan (French & Raven 1959)
Contohnya pasien-pasien di rumah sakit menganggap dokter sebagai pemimpin karena dokterlah yang dianggap sebagai ahli untuk menyembuhkan penyakitnya.
b.      Persahabatan atau kesetiaan (French & Raven 1959)
Sifat dapat bergaul, setia kawan atau setia kepada kelompok dapat merupakan sumber kekuasaan sehingga seseorang dianggap sebagai pemimpin. Contohnya pemimpin yayasan panti asuhan dipilih karena memiliki sifat seperti Ibu Theresa.
c.       Karisma (House,1977)
Ciri kepribadian yang menyebabkan timbulnya kewibawaan pribadi dari pemimpin juga merupakan salah satu sumber kekuasaan dalam proses kepemimpinan.
3.      Kekuasaan yang bersumber pada politik
a.       Kendali atas proses pembuatan keputusan (Preffer  & Salanick, 1974)
Ketua menentukan apakah suatu keputusan akan di buat dan dilaksanakan atau tidak.
b.      Koalisi (stevenson, pearce & porter 1985)
Ditentukan hak dan wewenang untuk membuat kerjasama dalam kelompok.
c.       Partisipasi (Preffer, 1981)
Pempimpin yang mengatur pastisipasi dari masing-masing anggotanya.
d.      Institusionalisasi
Pempimpin agama menikahkan suami istri. Notaris atau hakim menentapkan berdirinya suatu perusahaan.
C. Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
Pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung maksud bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara yang menurut ajaran tersebut adalah :
a. Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang
b. Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c. Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya.
D. Legitimasi Kekuasaan
Legitimasi Kekuasaan
Dalam rangka mempertahankan kekuasaannya, seorang penguasa atau raja menggunakan berbagai upaya dan cara agar ia dapat terus berkuasa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan komunikasi politik yang ditujukan kepada siapa saja. Kaitannya dengan ragam historiografi tradisional dan upaya mewujudkan dan mempertahakan legitimasi adalah bahwa ragam historioigrafi tradisional berperan sebagai media dalam komunikasi politik raja.
Sebagai media komunikasi politik, dalam babad, hikayat, dan ragam historiografi tradisional lainnya, di dalamnya terkandung pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh raja dalam rangka pembentukan image masyarakat luas tentang rajanya yang dituliskan itu. Melalui babad, dan karya sastra sejenisnya, raja mencoba untuk menonjolkan keunggulan-keunngulan dirinya, keluarganya, dan leluhurnya. Raja bahkan mencoba untuk menciptakan keunggulan-keunggulan, baik berasal dari leluhurnya atau kesaktiannya yang dituliskan dalam ragam historiografi tradisional. Hal ini tidak lain sebagai suatu sarana agar raja mendapat pengakuan, dan dengan pengakuan itu, ia bisa terus berkuasa.

Sebagai contoh adanya unsur untuk melegitimasi kekuasaannya adalah dalam Babad Tanah Jawi. Babad Tanah Jawi ditulis oleh Carik Braja atas perintah dari Sunan Paku Buwono III (memerintah tahun 1749-1788). Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram yang secara genelaogis berasal dari Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang dari raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam. Penulisan silsilah raja-raja Jawa Islam sebagai keturunan dari Nabi Adam, nabi-nabi lainnya, dan raja-raja Hindu Budha merupakan suatu perpaduan yang sangat efektif dalam mencari dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Di satu sisi, Islam pada masa itu berkembang sebagai agama mayoritas, sehingga untuk menarik dan mendapatkan pengakuan, raja dituliskan sebagai keturunan langsung dari nabi. Di sisi lain, untuk membangkitkan semangat dan memori tentang kejayaan masa lampau, dituliskan bahwa Raja Jawa Islam merupakan keturunan dari raja-raja terdahulu. Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa raja adalah orang yang hebat karena ia berasal dari leluhur yang hebat pula.

Contoh lain tentang pembentukan image raja dan upaya mendapatkan dan mempertahankan legitimasi adalah dalam Babad Sultan Agung. Dalam Babad Sultan Agung ini, pada bagian awal dikisahkan tentang kehebatan dalam penaklukan Palembang. Kemudian dikisahkan pula kesaktian-kesaktian dari Sultan Agung, yang salah satunya dalam sekejap bisa pergi ke mana saja. Dalam Babad Sultan Agung ini, dikisahkan pula adanya pertemuan dengan tokoh-tokoh pewayangan seperti Semar dan Arjuna.

Terlepas dari kebenaran atas kisah yang dituliskan, dalam ragam historiografi tradisional ada kecenderungan lain terkait dengan fungsinya sebagai media untuk mendapatkan pengakuan dari raja. Dalam ragam historiografi tradisional terdapat proses mitologisasi (proses pembentukan mitos). Mitos merupakan hal yang tidak ada, tetapi dicoba untuk diadakan, sehingga oleh masyarakat dianggap seolah-olah ada. Dengan inilah, historiografi tradisional berperan sebagai media komunikasi politik yang efektif untuk menumbuhkan dan mempertahankan pengakuan dari masyarakat luas.
E. Lembaga- lembaga Negara
1. Pengertian Lembaga Negara
Secara sederhana lembaga negara adalah badan-badan yang membentuk sistem
dan menjalankan pemerintahan negara. Kita tahu, dalam suatu negara modern terdapat
pembuat peraturan-peraturan (undang-undang). Dalam negara modern juga ada kepala
negara yang menjalankan pemerintahan. Tentu dalam negara modern ada pula yang
mengadili ketika terjadi berbagai macam bentuk pelanggaran negara. Nah, yang
membuat peraturan-peraturan yang menjalankan pemerintahan, dan yang mengadili
pelanggaran-pelanggaran tersebut biasanya dijalankan lembaga-lembaga negara.
2. Jenis-jenis Lembaga Negara
Apa saja jenis-jenis lembaga negara itu? Dalam negara yang bersistem demokrasi
paling tidak ada tiga macam lembaga kekuasaan. Masing-masing adalah kekuasaan
legislatif (pembuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (yang menjalankan undangundang/
pemerintahan), dan kekuasaan yudikatif (yang mengadili atas terjadinya
pelanggaran-pelanggaran undang-undang).
Dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia kekuasaan legislatif dijalankan
oleh DPR, MPR, juga DPD. Sementara kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden
yang dibantu seorang Wakil Presiden dan para menteri kabinet. Terakhir, kekuasaan
yudikatif dijalankan oleh MA (Mahkamah Agung), Mahkamah Konstitusi, dan Komisi
Yudisial (akan dijelaskan pada uraian selanjutnya).
B. Lembaga-lembaga Menurut UUD 1945 Hasil Amandemen
Sejak memasuki era reformasi, negara Indonesia memang banyak mengalami
perkembangan-perkembangan baru. Salah satu dari perubahan tersebut adalah
amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen artinya perubahan. Hingga sekarang
UUD 1945 sudah empat kali mengalami amandemen.
Siapa yang mengamandemen UUD 1945 itu? Tidak lain adalah sidang MPR. Dengan
amandemen terhadap UUD 1945 itu, lembaga-lembaga negara juga mengalami
beberapa perkembangan. Sebagai contoh, ada nama-nama lembaga negara yang baru.
Apa saja lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 hasil amandemen? Adalah
perubahan-perubahan itu terjadi? Mari kita lihat uraiannya.
1. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat)
MPR adalah majelis (tertinggi) yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat
Indonesia. Karena merupakan sebuah majelis, maka kekuasaan MPR, kewenangankewenangan
MPR baru muncul ketika semua anggota-anggotanya berkumpul dan
bersidang (dalam majelis). Sidang MPR ini paling sedikit sekali dalam lima tahun.
Siapa saja anggota MPR? Menurut UUD 1945 hasil amandemen, anggota MPR
terdiri seluruh anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan
Daerah) yang dipilih rakyat melalui Pemilu. Jumlah anggota DPR menurut ketentuan
ada 550 orang. Sedang anggota DPD di setiap provinsi ada 4 orang, dan tidak lebih
dari 1/2 anggota DPR. Ketentuan tentang keanggotaan MPR ini diatur dalam UU
No. 23 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Menurut UUD 1945 hasil amandemen wewenang MPR
adalah sebagai berikut.
a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
b. Melantik presiden dan/wakil presiden.
c. Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar.Masa jabatan anggota MPR dalam satu periode adalah lima tahun.

2. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
Kedudukan DPR sebagai lembaga negara diatur dalam Bab VII pasal 19 UU 1945
hasil amandemen. Keanggotaan DPR seperti sudah disinggung di depan, berasal dari
partai politik yang dipilih melalui Pemilu setiap lima tahun sekali.
Selain DPR, ada pula DPRD. Adakah perbedaannya? Ada, yakni DPR
berkedudukan di ibu kota. Anggota DPR secara otomatis juga menjadi anggota MPR.
Sementara itu DPRD berkedudukan di provinsi dan kabupaten/kota.

a. Tugas/Wewenang dan Hak-hak DPR
Secara umum tugas/wewenang DPR memegang kekuasaan legislatif, artinya
sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20 A UUD 1945).
Lebih jelasnya tentang tugas/wewenang DPR terdapat dalam 3 fungsi penting sebagai
berikut.
1) Fungsi legislatif, yakni DPR sebagai pembuat undang-undang bersama presiden.
2) Fungsi anggaran, yakni DPR sebagai pemegang kekuasaan menetapkan APBN
(Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang diajukan Presiden.
3) Fungsi pengawasan, yakni DPR mengawasi jalannya pemerintahannya.
Selain tugas/kewenangan tadi, anggota-anggota DPR juga memiliki hak-hak penting
(Pasal 20A UUD 1945). Hak-hak yang dimaksud adalah sebagaimana berikut.
1) Hak Interpelasi, Yakni hak untuk meminta keterangan kepada presiden.
2) Hak Angket, Yakni hak untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan pemerintah/
presiden.
3) Hak Inisiatif, Yakni hak untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada pemerintah/
presiden. PKn Kelas 6 SD/MI 77.
4) Hak Amandemen, Yakni hak untuk menilai atau mengadakan perubahan atas RUU (Rancangan Undang-Undang).
5) Hak Budget, Yakni hak untuk mengajukan RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
6) Hak Petisi , Yakni hak untuk mengajukan pertanyaan atas kebijakan pemerintah/presiden.

b. Persidangan DPR
Menurut pasal 19 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen, sidang DPR paling sedikit
adalah sekali dalam satu tahun. Tentu saja hal itu terjadi jika tidak adahal-hal penting
yang memaksa, atau keadaan pemerintahan berjalan normal. Jika ada hal-hal yang
memaksa, misalnya presiden melanggar undang-undang dan mengkhianati negara,
maka DPR dapat mengadakan sidang sewaktu-waktu.
3. Presiden dan Wakil Presiden
Menurut Bab III pasal 4 UUD 1945, Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi
pemerintahan. Selanjutnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala pemerintahan, presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan dipilih secaralangsung oleh rakyat melalui Pemilu (lihat kembali pada pembahasan tentang Pemilu).
a. Presiden
Masa jabatan Presiden (juga Wakil Presiden) adalah lima tahun, dan sesudahnya
dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama dalam satu masa jabatan saja (pasal 7
UUD 1945 hasil amendemen).
Kedudukan presiden meliputi dua macam, yakni 1) sebagai kepala negara dan 2)
sebagai kepala pemerintahan.
1) Presiden sebagai Kepala Negara Sebagai kepala negara, Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan sebagai
berikut.
a) Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara (pasal 10 UUD 1945).
b) Menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR (pasal 11 UUD 1945).
c) Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
d) Mengangkat duta dan konsul.
e) Memberi grasi, amnesti, dan rehabilitasi.
f) Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
2) Presiden sebagai Kepala Pemerintahan
Sebagai kepala pemerintahan Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan
sebagai berikut.
a) Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
b) Mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) kepada DPR.
c) Menetapkan PP (Peraturan Pemerintah) untuk menjalankan undang-undang.
d) Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
b. Wakil Presiden
Karena dalam praktiknya dipilih melalui Pemilu dalam satu paket dengan Presiden,
maka kedudukan Wakil Presiden tentunya bukan lembaga yang berdiri sendiri. Seperti
sudah disinggung, Wakil Presiden adalah pembantu Presiden. Namun demikian
kedudukan Wakil Presiden adalah strategis. Mengapa? Tidak lain karena dalam
keadaan-keadaan tertentu ia dapat menggantikan kedudukan Presiden. Pasal 8 ayat
1 UUD 1945 hasil amandemen menyatakan : ”apabila Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya,
ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.”
4. Kementerian Negara
Menteri-menteri negara adalah pembantu-pembantu Presiden (Bab V pasal 17
UUD 1945). Para menteri itu duduk dalam kabinet yang dibentuk oleh Presiden. Kita
tahu, seorang Presiden tidak mungkin dapat mengatasi segala bidang yang dibutuhkan
dalam kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu dalam kerjanya ia dibantu oleh para
menteri-menteri itu.
Mereka para menteri itu ada yang memimpin sebuah departemen ada juga yang
tidak memimpin departemen. Menteri dalam negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Agama,
Menteri Kesehatan, misalnya, adalah contoh-contoh dari menteri-menteri yang
memimpin sebuah departemen. Sementara menteri-menteri seperti kepariwisataan,
lingkungan hidup, kesekretariatan negara/kabinet, misalnya merupakan contoh dari
menteri-menteri yang tidak memimpin departemen.
Jumlah menteri-menteri yang duduk dalam kabinet tentu saja merupakan bagian
dari kewenangan serta hak prerogatif (hak khusus) Presiden. Semua disesuaikan
dengan tingkat tuntutan-tuntutan perkembangan yang dihadapi. Berapakah jumlah
menteri-menteri yang duduk dalam kabinet sekarang?
5. DPD (Dewan Perwakilan Daerah)
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang baru dalam sistem
ketatanegaraan RI. Sebelumnya lembaga ini tidak ada. Setelah UUD 1945 mengalami
amandemen lembaga ini tercantum, yakni dalam Bab VII pasal 22 C dan pasal 22 D.
Anggota DPD ada dalam setiap provinsi, dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu
(lihat kembali Bab Pemilu). Anggota DPD ini bukan berasal dari partai politik, melainkan
dari organisasi-organisasi kemasyarakatan.
Menurut pasal 22 D UUD 1945, DPD memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut.
a. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam atau sumber ekonomi
lainnya, juga yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat daerah.
b. Memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan mengenai hal-hal di atas tadi, serta
menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti. DPD ini
bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
6. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan)
BPK merupakan lembaga pemeriksa keuangan yang bersifat mandiri. Artinya dalam
menjalankan tugasnya badan ini terlepas dari pengaruh pemerintah. Tugas BPK adalah
memeriksa pengelolaan keuangan dan bertanggung jawab tentang keuangan negara.
Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memerhatikan pertimbangan-pertimbangan dari
DPD. Hasil kerja dari BPK ini diserahkan kepada DPR, DPD, juga DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
Badan ini berdomisili di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Lembaga ini juga dikenal sebagai lembaga eksaminatif. PKn Kelas 6 SD/MI 81
7. MA (Mahkamah Agung)
MA (Mahkamah Agung) merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman
(Bab IX pasal 24 ayat 2). Keberadaan lembaga ini sebagai pengadilan negara tertinggi
dari semua lingkungan peradilan.
Mengapa MA disebut sebagai lembaga tertinggi? Tidak lain karena merupakan
lembaga peradilan tingkat terakhir. Jika misalnya seseorang berpekara di peradilan
pertama (Pengadilan Negeri) kurang puas terhadap keputusan yang diperoleh, maka
ia akan naik banding ke peradilan di atasnya lagi (Pengadilan Banding). Jika masih
kurang, maka ia dapat mengajukan lagi ke peradilan MA ini.
MA diketuai oleh seorang Hakim Agung dibantu oleh hakim-hakim agung. Menurut
UU No. 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung. Jumlah Hakim Agung paling banyak 60 orang. Adapun Hakim Agung merupakan
pejabat tinggi negara setingkat menteri negara yang diangkat oleh Presiden atas usul
DPR. Hakim Agung yang diusulkan oleh DPR tersebut berasal dari usulan Komisi
Yudisial.

8. MK (Mahkamah Konstitusi)
MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan pemegang kekuasaan kehakiman sesudah
MA (Bab IX pasal 24 ayat 2). Lembaga negara ini termasuk baru. Lembaga ini
mempunyai wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya
bersifat final untuk :
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar,
b. memutus sengketa kewenangan,
c. memutus perselisihan hasil Pemilu, dan
d. memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan terhadap Presiden/Wakil
Presiden terhadap UUD. MK memiliki 9 hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Masing-masing
hakim tersebut terdiri atas : 3 orang diajukan oleh MA, 3 orang diajukan oleh DPR, dan
3 orang diajukan oleh Presiden.
9. KY (Komisi Yudisial)
Seperti MK, KY (Komisi Yudisial) juga merupakan lembaga negara yang termasuk
baru. Sebagaimana terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2004, lembaga ini dibentuk untuk
mengawasi perilaku para hakim. Selain itu lembaga ini dibentuk untuk mengawasi praktik
kotor penyelenggaraan/proses peradilan. Lembaga ini juga punya kewenangan
mengusulkan calon Hakim Agung.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen, kedudukan KY ini diatur dalam pasal 24 B.
Lembaga ini bersifat mandiri, yang keberadaannya dibentuk dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Adanya komisi ini, diharapkan penyelenggaraan
peradilan terhindar dari praktik-praktik kotor.
7. Konsep-konsep Ilmu Pemerintahan
A. Pengertian Demokrasi
demokrasi: sebuah bentuk kekuasaan dari/oleh/untuk rakyat. Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan, sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sbg warga Negara.
Bentuk – bentuk demokrasi:
Pemerintahan monarki: monarki mutlak, monarki konstitusional, dan monarki parlementer
Pemerintahan republic: berasal dari kata res yg berarti pemerintahan dan publica yg berarti rakyat. Dgn demikian pemerintahan republic dpt diartikan sbg pemerintahan yg dijlnkan oleh dan utk kepentingan rakyat,Pemahaman demokrasi di Indonesia :
a. dalam system kepartaian dikenal adanya 3 sistem kepartaian, yaitu sistem multi partai, sistem dua partai dan sistem satu partai
b. sistem pengisian jabatan pemegang kekuasaan Negara
c. hubungan antarpemegang kekuasaan Negara, terutama antara eksekutif dan legislative
mekanisme demokrasi di Indonesia pd dsrnya adalah keseluruhan langkah pelaksanaan kekuasan pemerintgah rakyat yg dijiwai oleh nilai2 falsafah pancasila dan yg berlangsung menurut hokum yg berkiblat pd kepentingan, aspirasi dan kesejahteraan rakyat banyak.
Pancasila sbg landasan idiil Negara
Bangsa Indonesia yg sudah mempunyai bekal kebenaran tsb beritikad utk mewujudkannya. Karena itu sebagai bangsa yg merdeka mereka membentuk sebuah wadah yg disebut Negara kesatuan republicIndonesia. Cita2 bangsa Indonesia pun kemudian menjadi cita2 negara krn pancasila merupakan landasan idealisme NKRI. Sila2 dalam pancasila yg merupakan kebenaran hakiki perlu diwujudkan oleh bangsaIndonesia
Wawasan itu sendiri berasal dr kata wawas(bahasa jawa) yg artinya memandang atau melihat. Dgn penambahan akhiran an kata ini scr harfiah berarti cara pengliatan atau cara tinjau atau cara pandang.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan, satu bangsa perlu memperhatikan 3 fktor utama:
1. bumi atau ruang dimana bangsa itu hidup
2. jiwa,tekad dan semangat manusianya atau rakyatnya
3. lingkungan sekitarnya
wawasan nasional adalah cara pandang suatu bangsa yg tlh menegara ttg diri dan lingkungannya dalam eksitensinya yg serba terhubung dan dlm pembangunannya di lingkungan nasional, regional, sertaglobal.
8. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
A. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945
7 Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah :
1. Indonesia ialah negara berdasarkan hukum.
2. Sistem konstitusional.
3. Kekuasaan negara yang tertinggi berada di tangan MPR.
4. Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi di bawah MPR.
5. Presiden tidak bertanggung j awab kepada DPR.
6. Menteri Negara ialah pembantu Presiden. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.
7. Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas.
F. Pemerintahan Daerah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Pemerintahan di Daerah, pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan di daerah diwajibkan melaksanakan asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pemban titan. Pengertian-pengertian yang diberikan UU No. 5 tahun 1974 sebagai berikut :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta pembantu-pembantunya.
2. Desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada Daerah menjadi urusan rumah tangganya.
3. Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4. Tugas Pembantuan adalah tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang ditugaskan kepada Pemerintah Desa oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskannya.
5. Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang, dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yangberlaku.
6. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-Pejabat di daerah.
7. Wilayah Administratip, selanjutnya disebut Wilayah, adalah lingkungan kerja perangkat Pemerintah yang menyelenggarakan pelaksanaan tugas pemerintahan umum di daerah.
8. Instansi Vertikal adalah perangkat dari Departemen-Departemen atau Lembaga-lembaga Pemerintah bukan Departemen yang mempunyai lingkungan kerja di Wilayah yang bersangkutan.
9. Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwenang mensahkan, membatalkan, dan menangguhkan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, yaitu Menteri Dalam Negeri bagi Daerah Tingkat I dan Gubemur Kepala Daerah bagi Daerah Tingkat II, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10. Urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yangmeliputi bidang-bidang ketentraman dan ketertiban, politik, koordinasipengawasan dan urusan pemerintahan lainnya yang tidaktermasuk dalam tugas sesuatu Instansi dan tidak termasuk urusan rumah tangga Daerah.
11. Polisi Pamong Praja adalah perangkat Wilayah yang bertugas membantu Kepala Wilayah dalam menyelenggarakan pemerintahan khusunya dalam melaksanakan wewenang, tugas, dan kewajiban dibidang pemerintahan umum.
B. Kelembagaan Negara Berdasrkan UUD 1945
Lembaga-lembaga negara atau kelengkapan negara menurut UUD 1945 hasil amandemen adalah sebagai berikut :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih secara langsung. Pasal 3 UUD 1945 menyebutkan kewenangan MPR sebagai berikut:
a. Mengubah dan menetapkan UUD
b. Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden
c. Henya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Tugas-tugas DPR adalah sebagai berikut:
a. Membentuk undang-undang
b. Membahas rancangan RUU bersama Presiden
c. Membahas RAPBN bersama Presiden
Fungsi DPR adalah sebagai berikut:
a. Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam pembentukan undang-undang
b. Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN bersama presiden
c. Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap pemerintah
DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, antara lain:
a. Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada presiden
b. Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan Presiden/ Pemerintah
c. Hak menyampaikan pendapat
d. Hak mengajukan pertanyaan
e. Hak Imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan
f. Hak mengajukan usul RUU

3. Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Anggota DPD dipilih dari setiap propinsi melalui pemilu. Anggota DPD dari setiap propinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD itu tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Lembaga DPD bersidang sedikitnya sekali dalam se-tahun.

4. Presiden
Hasil amandemen UUD 1945 tentang kepresidenan berisi hal-hal berikut:
a. Presiden dipilih rakyat secara langsung
b. Presiden memiliki legitimasi (pengesahan) yang lebih kuat
c. Presiden setingkat dengan MPR
d. Presiden bukan berarti menjadi dictator

5. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
BPK adalah salah satu badan bebas dan madiri yang diadakan untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD dan diresmikan oleh presiden.

6. Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24 UUD 1945 menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hokum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh:
a. Mahkamah Agung (MA)
Tugas MA adalah mengawasi jalannya undang-undang dan memberi sanksi terhadap segala pelanggaran terhadap undang-undang.
b. Mahkamah Konstitusi (MK)
Kewenangan MK adalah sebagai berikut:
1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
2. Menguji undang-undang terhadap UUD
3. Memutuskan sengketa lembaga negara
4. Memutuskan pembubaran partai politik
5. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilu

c. Komisi Yudisial (KY)
Lembaga ini berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung. Lembaga ini berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung.
C. Hubungan Negara dengan Warga Negara,Penduduk/ Masyarakat
Pada waktu sebelum terbentuknya Negara, setiap individu mempunyai kebebasan penuh utnuk melaksanakan keinginannya. Dalam keadaan dimana manusia di dunia masih sedikit hal ini isa berlangsung tetapi dengan makin banyaknya manusia berarti akan semakin sering terjadi persinggungan dan bentrokan antara individu satu dengan lainnya.. Akibatnya seperti kata Thomas  Hobbes (1642) manusia seperti serigala terhadap manusia lainnya (homo hominilopus) berlaku hokum rimba yaitu adanya penindasan yang kuat terhadap yang lemah masing-masing merasa ketakutan dan merasa tidak aman di dalam kehidupannya. Pada saat itulah manusia merasakan perlunya ada suatu kekuasaan yang mengatur kehidupan individu-individu pada suatu Negara.
Masalah warganegara dan engara perlu dikaji lebih jauh, mengingat demokrasi yang ingin ditegakkan adalah demokrasi berdasarkan Pancasila. Aspek yang terkandugn dalam demokrasi Pancasila antara lain ialah adanya kaidah yang mengikat Negara dan warganegara dalam bertindak dan menyelenggarakan hak dan kewajiban serta wewenangnya. Secara material ialah mengakui harkat dan marabat manusia sebagai mahluk Tuhan, yang menghendaki pemerintahan untuk membahagiakannya, dan memanusiakan waganegara dalam masyarakat Negara dan masyarakat bangsa-bangsa.
Negara, Warga Negara, dan Hukum
Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yagn mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :
  1. mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak menjadi antagonisme yang membahayakan
  2. mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhny atau tujuan sosial.
Pengendalian ini dilakukan berdasarkan hukum dan dengan peraturan pemerintah beserta lembaga-lembaganya. Hukum yang mengatur kehidupan masyarakat dan nyata berlaku dalam masyarakat disebut hukum positif. Istilah “hukum positif” dimaksudkan untuk menandai diferensiasi, dan hukum terhadap kaidah-kaidah lain dalam masyarakat tampil lebih jelas, tegas, dan didukung oleh perlengkapan yang cukup agar diikuti anggota masyarakat.
Hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-larangan) yang mengurus tata tertib alam hukum masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat. Simorangkir mendfinisikan hukum sebagai peraturan – peraturan yang memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu
D. Hubungan Antara Lembaga-lembaga Negara Berdasarkan UUD
Hubungan antara MPR - Presiden
MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi mengangkat presiden. Dalam menjalankan tugas pokok dalam bidang eksekutif (pasal 4(1)) presiden tidak hanya menyelenggarakan pemerintahan negara yang garis-garis besarnya telah ditentukan oleh MPR saja, akan tetapi termasuk juga membuat rencana penyelenggaraan pemerintahan negara. Demikian juga presiden dalam bidang legislatif dijalankan bersama-sama dengan DPR (pasal 5)
Hubungan antara MPR - DPR
Melalui wewenang DPR, MPR mengemudikan pembuatan undang-undang serta peraturan-peraturan lainnya agar undang-undang dan peraturan-peraturan itu sesuai dengan UUD. Melalui wewenang DPR ia juga menilai dan mengawasi wewenang lembaga-lembaga lainnya.
Hubungan DPR - Presiden
Sesudah DPR bersama Presiden menetapkan UU dan RAP/RAB maka didalam pelaksanaan DPR berfungsi sebagai pengawas terhadap pemerintah. Pengawasan DPR terhadap Presiden adalah suatu konsekwensi yang wajar, yang mengandung arti bahwa presiden bertanggung jawab kepada DPR.
Bentuk kerjasama antara presiden dengan DPR diartikan bahwa Presiden tidak boleh mengingkari partner legislatifnya.

Hubungan antara DPR - Menteri-menteri
Menteri tidak dapat dijatuhkan dan diberhentikan oleh DPR, tapi konsekuensi dari tugas dan kedudukannya, Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR, para Menteri juga dari pada keberatan-keberatan DPR yang dapat mengakibatkan diberhentikannya Menteri.
Hubungan antara Presiden - Menteri-menteri
Mereka adalah pembantu presiden. Menteri mempunyai pengaruh yang besar terhadap Presiden dalam menentukan politik negara yang menyangkut departemennya. Dalam praktek pemerintahan, Presiden melimpahkan sebagian wewenang kepada menteri-menteri yang berbentuk presidium.
Hubungan antara MA - Lembaga Negara lainnya
Dalam Penjelasan UUD 45 Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah ataupun kekuasaan atau kekuatan lainnya.


Sistem pemerintahan Negara yang ditegaskan dalam UUD 1945 beserta Penjelasannya yaitu :

a. Indonesia ialah Negara yang berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat);
Negara Indonesia berdasarkan atas Hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtsstaat).
Mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang lain dalam melaksanakan tindakan-tindakan apapun, harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b. Sistem Konstitusional, yang berarti bahwa pemerintahan berdasar atas sistem Konstitusi (Hukum Dasar); jadi tidak bersifat kekuasaan yang tidak terbatas (absolutismus);
Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti garis besar haluan negara, undang-undang dan sebagainya.
c. Kekuasaan Negara yang tertinggi berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
Kedaulatan Rakyat dipegang oleh suatu badan, bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia.
Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, MPR mempunyai tugas dan wewenang yang sangat menentukan jalnnya negara dan bangsa, yaitu berupa :
- menetapkan undang-undang dasar;
- menetapkan garis-garis besar dari haluan negara;
- mengangkat presiden dan wakil presiden

d. Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi di bawah MPR;
Penjelasan UUD 1945 menyatakan :
"Di bawah Majelis Permusyawaratan Rakyat, presiden ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi. Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah di tangan presiden (concentration of power and responsibility upon the President". Oleh karena itu presiden adalah mandataris MPR, presidenlah yang memegang tanggung jawab atas jalnnya pemerintahan yang dipercayakan kepadanya dan tanggung jawab itu adalah kepada MPR bukan kepada badan lain.
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
Menurut sistem pemerintahan, presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR tetapi presiden bekerja sama dengan dewan. Dalam hal pembuatan undang-undang dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara presiden harus mendapatkan persetujuan DPR.
f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden; Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR;
Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri negara sepenuhnya wewenang presiden. Menteri-menteri bertanggungjawab kepada presiden.
g. Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas, karena Kepala Negara harus bertanggung jawab kepada MPR dan kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara DPR;
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan :
"Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat, ia bukan "diktator", artinya kekuasaan tidak tak terbatas. Kunci sistem ini bahwa kekuasaan presiden tidak tak terbatas ditekankan lagi dalam kunci sistem yang ke 2 sistem Pemerintahan Konstitusional, bukan bersifat absolut dengan menunjukkan fungsi/peranan DPR dan fungsi/peranan para menteri, yang dapat mencegah kemungkinan kemerosotan pemerintahan di tangan presiden ke arah kekuasaan mutlak (absolutisme).
Adapun yang dimaksud dengan UUD 1945 ialah Konstitusi Republik Indonesia yang pertama yang terdiri dari :
a. Pembukaan, meliputi 4 alinea
b. Batang Tubuh atau Isi UUD 1945 meliputi: 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Aturan Tambahan
c. Penjelasan resmi UUD 1945



E. Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan Lembaga-lembaga Tinggi Negara Berdasarkan UUD 1945
Berbicara mengenai lembaga negara berarti berbicara mengenai alat kelengkapan yang ada dalam sebuah negara. Alat kelengkapan negara berdasarkan teori klasik hukum negara meliputi, kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa Presiden atau Perdana Menteri atau Raja; kekuasaan legislatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat; dan kekuasaan yudikatif seperti Mahkamah Agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu melaksanakan fungsinya.

Kekuasaan eksekutif, misalnya, dibantu oleh menteri-menteri yang biasanya memiliki suatu depertemen tertentu. Meskipun demikian, dalam kenyataanya, tipe-tipe lembaga yang diadopsi setiap negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan. Secara konseptual, tujuan diadakan lembaga-lembaga negara atau alat kelengkapan negara adalah selain untuk menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual.

Lembaga-lembaga negara harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelengaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda, secara konsep, lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.
Dalam negara hukum yang demokratik, hubungan antara infra struktur politik  (Socio  Political  Sphere)  selaku  pemilik  kedaulatan  (Political Sovereignty) dengan supra struktur politik (Governmental Political Sphere) sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat menurut hukum (Legal Sovereignty),  terdapat  hubungan  yang  saling  menentukan  dan  saling mempengaruhi. Oleh karena itu, hubungan antar dua komponen struktur ketatanegaraan tersebut ditentukan dalam UUD, terutama supra struktur politik telah ditentukan satu sistem, bagaimana kedaulatan rakyat sebagai dasar kekuasaan tertinggi negara itu dibagi-bagi dan dilaksanakan oleh lembaga- lembaga negara.
Untuk memahami kedudukan dan hubungan lembaga negara terlebih dahulu harus memahami konteks sejarah dan suasana politik yang terjadi. Kedudukan lembaga negara dapat dilihat dari konteks negara dan konteks masyarakat. Lembaga negara dalam konteks negara dapat diketahui melalui sistem  dan mekanisme  penyelenggaraan  pemerintahan  yang  berlaku sebagaimana yang dianut dalam UUD NRI 1945. dalam konteks masyarakat dapat dilihat dari kerja Infra Struktur Politik masyarakat yang meliputi partai politik (political party), golongan kepentingan (interest group), golongan penekan (pressure group), alat komunikasi politik (media political communication), dan tokoh politik (political figure) dalam mempengaruhi dan mengarahkan kebijakan- kebijakan penyelenggara negara.
II.   LEMBAGA NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN
Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam UUD. Secara keseluruhan UUD 1945 sebelum perubahan mengenal enam lembaga tinggi/tertinggi negara, yaitu MPR sebagai lembaga tertinggi negara; DPR, Presiden, MA, BPK, dan DPA sebagai lembaga tinggi negara. Namun setelah perubahan, lembaga negara berdasarkan ketentuan UUD adalah MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA, MK, dan KY tanpa mengenal istilah lembaga tinggi atau tertinggi negara.

UUD 1945 mengejawantahkan prinisip kedaulatan yang tercermin dalam pengaturan penyelenggaraan negara. UUD 1945 memuat pengaturan kedaulatan hukum, rakyat, dan negara karena didalamnya mengatur tentang pembagian kekuasaan yang berdasarkan pada hukum, proses penyelenggaraan kedaulatan rakyat, dan hubungan antar Negara RI dengan negara luar dalam konteks hubungan internasional. 
Untuk mengetahui bagaimana proses penyelenggaraan negara menurut UUD, maka Prinsip pemisahan dan pembagian kekuasaan perlu dicermati karena sangat mempengaruhi hubungan dan mekanisme kelembagaan antar lembaga  negara.  Dengan  penegasan  prinsip  tersebut,  sekaligus  untuk menunjukan ciri konstitusionalisme yang berlaku dengan maksud untuk menghindari adanya kesewenang-wenangan kekuasaan. Adanya pergeseran prinsip pembagian ke pemisahan kekuasaan yang dianut dalam UUD 1945 telah membawa implikasi pada pergeseran kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, baik dalam kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Perubahan prinsip yang mendasari bangunan pemisahan kekuasaan antar lembaga negara adalah adanya pergeseran kedudukan lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang semula ditangan MPR dirubah menjadi dilaksanakan menurut UUD.
Dengan perubahan tersebut, jelas bahwa UUD yang menjadi pemegang kedaulatan rakyat dalam prakteknya dibagikan pada lembaga-lembaga dengan pemisahan kekuasaan yang jelas dan tegas. Di bidang legislatif terdapat DPR dan DPD; di bidang eksekutif terdapat Presiden dan Wakil Presiden yang dipilih oleh rakyat; di bidang yudikatif terdapat Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial; di bidang pengawasan keuangan ada BPK. Namun demikian, dalam pembagian kekuasaan antar lembaga negara terdapat kedudukan dan hubungan tata kerja antar lembaga negara yang mencerminkan adanya kesamaan tujuan dalam penyelenggaraan negara.

A.   Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sebelum Perubahan UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. MPR memiliki  tugas  dan  wewenang  yang  sangat  besar  dalam  praktek penyelenggaraan negara, dengan kewenangan dan posisi yang demikian penting, MPR disebut sebagai “lembaga tertinggi negara”, yang juga berwenang mengeluarkan ketetapan-ketetapan yang hierarki hukumnya berada di bawah Undang-Undang Dasar dan di atas undang-undang.

Setelah Perubahan UUD 1945, kedaulatan rakyat tidak lagi dilaksanakan oleh MPR, tetapi dilaksanakan “menurut undang-undang dasar”. Dengan demikian, kedaulatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang- Undang Dasar dan diejawantahkan oleh semua lembaga negara yang disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar sesuai dengan tugas dan wewenang masing-masing. Dengan perubahan tugas dan fungsi MPR dalam sistem ketatanegaraan, saat ini, semua lembaga negara memiliki kedudukan yang setara dan saling mengimbangi.

Saat ini, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang semuanya dipilih oleh rakyat dalam pemilu, bukan lembaga DPR dan lembaga DPD. Komposisi  keanggotaan  tersebut  sesuai  dengan  prinsip  demokrasi perwakilan yaitu “perwakilan atas dasar pemilihan” (representation by election).
Dengan ketentuan baru ini secara teoritis berarti terjadi perubahan fundamental dalam sistem ketatanegaraan, yaitu dari sistem yang vertikal hierarkis dengan prinsip supremasi MPR menjadi sistem yang horizontal- fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antarlembaga negara.
MPR tidak lagi menetapkan garis-garis besar haluan negara, baik yang berbentuk GBHN maupun berupa peraturan perundang-undangan, serta tidak lagi memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden. Hal ini berkaitan dengan perubahan UUD 1945 yang menganut sistem pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung oleh rakyat yang memiliki program yang ditawarkan langsung kepada rakyat. Jika calon Presiden dan Wakil Presiden itu menang maka program itu menjadi program pemerintah selama lima tahun. Berkaitan dengan hal itu, wewenang MPR adalah melantik Presiden atau Wakil Presiden yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dalam hal ini MPR tidak boleh tidak melantik Presiden dan/ atau Wakil Presiden yang sudah terpilih.
Wewenang MPR berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UUD Tahun 1945 adalah:
mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar; melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden; memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar;
memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya;
memilih  Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon Presiden dan calon Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
B.   Dewan Perwakilan Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan legislatif sebagaimana tercantum pada Pasal 20 ayat (1) UUD 1945. Dalam UUD 1945 secara eksplisit dirumuskan tugas, fungsi, hak, dan wewenang DPR yang menjadi pedoman dalam pola penyelenggaraan negara.
Anggota DPR dipilih melalui pemilihan umum. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk mewujudkan asas kedaulatan rakyat yang secara implisit menjiwai Pembukaan UUD 1945, dengan demikian tidak ada lagi anggota DPR yang diangkat. Hal itu sesuai dengan paham demokrasi perwakilan yang mendasarkan keberadaannya pada prinsip perwakilan atas dasar pemilihan (representation by election). Melalui rekruitmen anggota DPR dalam pemilu, diharapkan demokrasi semakin berkembang dan legitimasi DPR makin kuat.

Dengan pengaturan secara eksplisit dalam UUD 1945 bahwa DPR sebagai lembaga pemegang kekuasaan legislatif akan lebih memberdayakan DPR dan mengubah peranan DPR yang sebelumnya hanya bertugas membahas dan memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang yang dibuat oleh Presiden (kekuasaan eksekutif).
Pergeseran kewenangan membentuk undang-undang, yang sebelumnya di  tangan  Presiden  dialihkan  kepada  DPR,  merupakan  langkah konstitusional untuk meletakkan secara tepat fungsi lembaga negara sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, yakni DPR sebagai lembaga pembentuk undang-undang (kekuasaan legislatif) dan Presiden sebagai lembaga pelaksana undang-undang (kekuasaan eksekutif). Namun, UUD 1945 juga mengatur kekuasaan Presiden di bidang legislatif, antara lain ketentuan bahwa pembahasan setiap rancangan undang-undang (RUU) oleh DPR dilakukan secara bersama-sama dengan Presiden.

Dengan  pergeseran  kewenangan  membentuk  undang-undang  itu, sesungguhnya ditinggalkan pula teori pembagian kekuasaan (distribution of power) dengan prinsip supremasi MPR menjadi pemisahan kekuasaan (separation of power) dengan prinsip saling mengawasi dan saling mengimbangi sebagai ciri yang melekat. Hal itu juga merupakan penjabaran lebih jauh dari kesepakatan untuk memperkuat sistem presidensial.
Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, untuk optimalisasi lembaga perwakilan serta memperkukuh pelaksanaan saling mengawasi dan saling mengimbangi oleh DPR, DPR memiliki fungsi yang diatur secara eksplisit  dalam UUD.
Pada Pasal 20A dipertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi legislasi mempertegas kedudukan DPR sebagai lembaga legislatif yang menjalankan kekuasaan membentuk undang-undang. Fungsi anggaran  mempertegas  kedudukan  DPR  untuk  membahas (termasuk mengubah) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) dan menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan bagi kesejahteraan rakyat. Kedudukan DPR dalam hal APBN ini lebih menonjol dibandingkan dengan kedudukan Presiden karena apabila DPR tidak menyetujui RAPBN yang diusulkan Presiden, Pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu [Pasal 23 ayat (3)]. Fungsi pengawasan adalah fungsi DPR dalam melakukan pengawasan terhadap kebijakan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan oleh Presiden (pemerintah).
Penegasan fungsi DPR dalam UUD 1945 itu akan sangat mendukung pelaksanaan tugas DPR sehingga DPR makin berfungsi sesuai dengan harapan dan tuntutan rakyat Selanjutnya, dalam kerangka checks and balances system dan penerapan negara hukum, dalam pelaksanaan tugas DPR, setiap anggota DPR dapat diberhentikan dari jabatannya. Dalam masa jabatannya mungkin saja terjadi hal atau kejadian atau kondisi yang menyebabkan anggota DPR dapat diberhentikan sebagai anggota DPR. Agar pemberhentian anggota DPR tersebut mempunyai dasar hukum yang baku dan jelas, pemberhentian perlu diatur dalam undang-undang. Ketentuan ini merupakan mekanisme kontrol terhadap anggota DPR.
Adanya pengaturan pemberhentian anggota DPR dalam masa jabatannya dalam undang-undang akan menghindarkan adanya pertimbangan lain yang tidak  berdasarkan  undang-undang.  Ketentuan  itu  juga  sekaligus menunjukkan konsistensi dalam menerapkan paham supremasi hukum, yaitu bahwa setiap orang sama di depan hukum, sehingga setiap warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, dalam menegakkan hukum itu harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum.
C.   Dewan Perwakilan Daerah
Perubahan UUD 1945 melahirkan sebuah lembaga baru dalam struktur ketatanegaraan Indonesia, yakni Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan kehadiran DPD dalam sistem perwakilan Indonesia, DPR didukung dan  diperkuat  oleh  DPD.  DPR  merupakan  lembaga  perwakilan berdasarkan  aspirasi  dan  paham  politik  rakyat  sebagai  pemegang kedaulatan, sedangkan DPD merupakan lembaga perwakilan penyalur keanekaragaman aspirasi daerah. Keberadaan lembaga DPD merupakan upaya menampung prinsip perwakilan daerah.

Sistem perwakilan yang dianut Indonesia merupakan sistem yang khas Indonesia karena dibentuk sebagai perwujudan kebutuhan, kepentingan, serta tantangan bangsa dan negara Indonesia.
Ketentuan UUD 1945 yang mengatur keberadaan DPD dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk:
memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah;
meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan negara dan daerah;  mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah secara serasi dan seimbang.
Dengan demikian, keberadaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) berjalan sesuai dengan keberagaman daerah dalam rangka kemajuan bangsa dan negara.
DPD  memiliki  fungsi  yang  terbatas  di  bidang  legislasi,  anggaran, pengawasan, dan pertimbangan. Fungsi DPD berkaitan erat dengan sistem saling mengawasi dan saling mengimbangi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
Kewenangan legislatif yang dimiliki DPD adalah dapat mengajukan kepada DPR dan ikut membahas rancangan undang-undang yang terkait dengan otonomi  daerah,  hubungan  pusat  dengan  daerah,  pembentukan, pemekaran, dan pengabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu, DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN, RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.
Dalam bidang pengawasan, DPD mengawasi pelaksanaan berbagai undang-undang yang ikut dibahas dan diberikan pertimbangan oleh DPD. Namun, kewenangan pengawasan menjadi sangat terbatas karena hasil pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR guna bahan pertimbangan dan ditindaklanjuti. Akan tetapi, pada sisi lain anggota DPD ini memiliki kedudukan dan kewenangan yang sama dengan DPR ketika bersidang dalam kedudukan sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD, pemberhentian Presiden, maupun Wakil Presiden.

UUD NRI Tahun 1945 menentukan jumlah anggota DPD dari setiap provinsi adalah sama dan jumlah seluruh anggotanya tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Penetapan jumlah wakil daerah yang sama dari setiap provinsi pada keanggotaan DPD menunjukan kesamaan status provinsi- provinsi  itu  sebagai  bagian  integral  dari  negara  Indonesia.  Tidak membedakan provinsi yang banyak atau sedikit penduduknya maupun yang besar atau yang kecil wilayahnya.


D.   Presiden
Perubahan  UUD  1945  yang  cukup  siknifikan  dan  mendasar  bagi penyelenggaraan demokrasi yaitu pemilihan presiden secara langsung. Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat melalui mekanisme pemilu. Pemilihan secara langsung presiden dan wakil presiden akan memperkuat legitimasi seorang presiden sehingga presiden diharapkan tidak mudah untuk diberhentikan di tengah jalan tanpa dasar memadai, yang bisa mempengaruhi stabilitas politik dan pemerintahaan secara aktual.
Presiden merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dibidang eksekutif. Seiring dengan Perubahan UUD 1945, saat ini kewenangan Presiden diteguhkan hanya sebatas pada bidang kekuasaan dibidang pelaksanaan pemerintahan negara. Namun demikian, dalam UUD 1945 juga diatur mengenai ketentuan bahwa Presiden juga menjalankan fungsi yang berkaitan dengan bidang legislatif maupun bidang yudikatif.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Dasar, Presiden haruslah warga negara Indonesia yang sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain. Perubahan ketentuan mengenai persyaratan calon Presiden dan calon Wakil Presiden dimaksudkan untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tuntutan zaman serta agar sesuai dengan perkembangan masyarakat yang makin demokratis, egaliter, dan berdasarkan rule of law yang salah satu cirinya adalah pengakuan kesederajatan di depan hukum bagi setiap warga negara. Hal ini juga konsisten  dengan  paham  kebangsaan  Indonesia  yang  berdasarkan kebersamaan  dengan  tidak  membedakan  warga  negara  atas  dasar keturunan, ras, dan agama. Kecuali itu, dalam perubahan ini juga terkandung kemauan politik untuk lebih memantapkan ikatan kebangsaan Indonesia.
Selanjutnya, sebagai perwujudan negara hukum dan checks and balances system, dalam UUD diatur mengenai ketentuan tentang periode masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden serta adanya ketentuan tentang tata cara pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya. Ketentuan tersebut menunjukan bahwa jabatan Presiden dapat dikontrol oleh lembaga negara lainnya, dengan demikian akan terhindar dari kesewenang-wenangan dalam penyelenggaraan tugas kenegaraan.
Berkaitan dengan pelaksanaan prinsip checks and balances system serta hubungan kewenangan antara Presiden dengan lembaga negara lainnya, antara lain mengenai pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi yang semula menjadi hak prerogatif Presiden sebagai kepala negara, saat ini dalam menggunakan kewenangannya tersebut harus dengan memperhatikan pertimbangan lembaga negara lain yang memegang kekuasaan sesuai dengan wewenangnya. MahkamahAgung memberikan pertimbangan dalam hal pemberian grasi dan rehabilitasi dari pelaksana fungsi yudikatif. DPR memberikan pertimbangan dalam hal pemberian amnesti dan abolisi karena didasarkan pada pertimbangan politik. Oleh karena itu DPR sebagai lembaga perwakilan/lembaga politik kenegaraan adalah lembaga negara paling tepat memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai hal itu

Adanya pertimbangan MA dan DPR (lembaga di bidang yudikatif dan legislatif) juga dimaksudkan agar terjalin saling mengawasi dan saling mengimbangi antara Presiden dan kedua lembaga negara tersebut dalam hal pelaksanaan tugas-tugas kenegaraan.

E.   Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial
Kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia bertujuan untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah mahkamah agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah mahkamah konstitusi.
Perubahan ketentuan mengenai kekuasaan kehakiman dalam UUD 1945 dimaksudkan untuk mempertegas bahwa tugas kekuasaan kehakiman dalam sistem ketatanegaraan Indonesia adalah untuk menyelenggarakan peradilan yang merdeka, bebas dari intervensi pihak mana pun, guna menegakkan hukum dan keadilan. Ketentuan ini merupakan perwujudan prinsip Indonesia sebagai negara hukum sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3).

Dalam UUD 1945 Pasal 24 ayat (3) dikatakan bahwa “badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang”. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum keberadaan berbagai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, antara lain lembaga penyidik dan lembaga penuntut.

Pengaturan dalam undang-undang mengenai badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman membuka partisipasi rakyat melalui wakil- wakilnya di DPR untuk memperjuangkan agar aspirasi dan kepentingannya diakomodasi dalam pembentukan undang-undang tersebut.

Adanya ketentuan pengaturan dalam undang-undang tersebut merupakan salah satu wujud saling mengawasi dan saling mengimbangi antara kekuasaan yudikatif MA dan badan peradilan di bawahnya serta MK dengan kekuasaan legislatif DPR dan dengan kekuasaan eksekutif lembaga penyidik dan lembaga penuntut. Selain itu, ketentuan itu dimaksudkan untuk mewujudkan sistem peradilan terpadu (integrated judiciary system) di Indonesia.
Pencantuman  Pasal  24  ayat  (3)  di  atas  juga  untuk  mengantisipasi perkembangan yang terjadi pada masa yang akan datang, misalnya, kalau ada perkembangan badan-badan peradilan lain yang tidak termasuk dalam kategori keempat lingkungan peradilan yang sudah ada itu diatur dalam undang-undang.
1. Mahkamah Agung
Perubahan ketentuan yang mengatur tentang tugas dan wewenang Mahkamah Agung dalam Undang-Undang Dasar dilakukan atas pertimbangan untuk memberikan jaminan konstitusional yang lebih kuat terhadap kewenangan dan kinerja MA. Sesuai dengan ketentuan Pasal 24A ayat (1), MA mempunyai wewenang:
1) mengadili pada tingkat kasasi;
2) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang;
3) wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.



2. Mahkamah Konstitusi
Perubahan UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga negara baru di bidang kekuasaan kehakiman, yaitu Mahkamah Konstitusi dengan wewenang sebagai berikut:
1) menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
2) memutus  sengketa  kewenangan  lembaga  negara  yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
3) memutus pembubaran partai politik;
4) memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Lembaga ini merupakan bagian kekuasaan kehakiman yang mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan kewenangannya sebagaimana yang ditentukan dalam UUD 1945. Pembentukan Mahkamah Konstitusi adalah sejalan dengan dianutnya paham negara hukum dalam UUD 1945. Dalam negara hukum harus dijaga paham konstitusional.Artinya, tidak boleh ada undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar.  Hal itu sesuai dengan penegasan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai puncak dalam tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 membutuhkan sebuah mahkamah dalam rangka menjaga prinsip konstitusionalitas hukum.
3. Komisi Yudisial
Untuk menjaga dan meningkatkan integritas hakim agung, dalam Undang-Undang Dasar dibentuk lembaga baru yaitu Komisi Yudisial. Melalui lembaga Komisi Yudusial ini, diharapkan dapat diwujudkan lembaga peradilan yang sesuai dengan harapan rakyat sekaligus dapat diwujudkan penegakan hukum dan pencapaian keadilan yang diputus oleh hakim yang terjaga kehormatan dan keluhuran martabat serta perilakunya.
Wewenang  Komisi Yudisial  menurut  ketentuan  UUD  adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Dalam proses rekrutmen hakim agung, calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan untuk selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.

Pasal 24B UUD menyebutkan Komisi Yudisial merupakan lembaga negara  yang  bersifat  mandiri  dan  berwenang  mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku hakim. Dengan demikian, Komisi Yudisial memiliki dua kewenangan, yaitu mengusulkan pengangkatan calon hakim agung di Mahkamah Agung dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga martabat serta menjaga prilaku hakim di Mahkamah Konstitusi.

Anggota Komisi Yudisial berdasarkan ketentuan undang-undang berjumlah 7 (tujuh) orang dan berstatus sebagai pejabat negara yang terdiri atas mantan hakim, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat. Keanggotaan komisi Yudisial diajukan Presiden kepada DPR, dengan terlebih dahulu Presiden membantu panitia seleksi yang terdiri dari unsur pemerintah, praktisi hukum, akademisi hukum, dan anggota masyarakat.
Komisi ini dibentuk sebagi respon tehadap upaya penegakan dan reformasi di institusi peradilan, yang selama ini dianggap kurang memuaskan. Selain itu, untuk meminimalisasi interes politik dari anggota DPR di dalam memilih dan menentukan hakim agung di Mahkamah Agung. Mahkamah Agung adalah institusi peradilan yang independen dan seharusnya terlepas dari campur tangan, objektif, dan dapat dipertanggungjawabkan.  Komisi Yudisial  juga  dibentuk  untuk memberikan pengawasan terhadap perilaku hakim. Pengawasan dilakukan secara internal peradilan terhadap para hakim yang apabila terbukti kurang efektif dapat dilakukan penindakan secara tegas terhadap hakim yang melakukan pelanggaran.

F. Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan dalam bidang auditor. Pengaturan tugas dan wewenang BPK dalam Undang-Undang Dasar dimaksudkan untuk memberikan dasar hukum yang kuat serta pengaturan rinci mengenai BPK yang bebas dan mandiri serta sebagai lembaga negara yang berfungsi memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dalam rangka memperkuat kedudukan, kewenangan, dan independensinya sebagai  lembaga  negara,  anggotanya  dipilih  oleh  DPR  dengan memperhatikan pertimbangan DPD.
Dalam kedudukannya sebagai eksternal auditor pemerintah yang memeriksa keuangan negara dan APBD, serta untuk dapat menjangkau pemeriksaan di daerah, BPK membuka kantor perwakilan di setiap provinsi. BPK mempunyai tugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR, dan DPRD sesuai dengan kewenangan. Hasil pemeriksaan tersebut ditindaklanjuti lembaga perwakilan dan/atau badan sesuai dengan undang- undang.

Mengingat BPK sebagai lembaga negara dalam bidang auditor, untuk optimalisasi dan independensi dalam melaksanakan tugasnya, anggota BPK dipilih  oleh  DPR  dengan  memperhatikan  pertimbangan  DPD  dan diresmikan oleh Presiden. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki perwakilan disetiap provinsi. Terkait dengan pemeriksaan keuangan negara, BPK ditegaskan juga berwenang memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara [Pasal 23E ayat (1)] serta menyerahkan hasil pemeriksaan keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya [Pasal 23 E ayat (2)].


III. PENUTUP
Hal mendasar dalam praktek penyelenggaraan negara adalah resiko dan akibat praktek penyelewengan sistem ketatanegaraan. Perbuatan yang secara sengaja dilakukan hanya untuk kepentingan sesaat bagi kelompok individualitik kolektivitas  tertentu  sama  dengan  proses  legalisasi  kearah  perilaku penyimpangan.
Untuk mewujudkan kedewasaan berpolitik dalam sebuah organisasi pemerintahan, terutama dituntut adanya kesadaran kolektivitas sosial. Tanpa adanya kesadaran kolektivitas akan berpotensi menimbulkan adanya stagnasi penyelenggaraan pemerintahan dan cenderung menuju kemunduran.



Model  sistem  penyelenggaraan  negara  oleh  lembaga  negara menggambarkan model interaksi menjadi sebuah skema konseptual yang satu sama lain saling berkaitan dalam kerangka prinsip checks and balances system. Hubungan antar lembaga negara dalam kerangka pelaksanaan tugas tercermin pada implementasi dari akibat yang ditimbulkan dalam konsep fungsional.

Hal yang perlu dikedepankan dalam praktek penyelenggaraan negara adalah pentingnya masing-masing lembaga negara menjalankan tugas dan wewenangnya secara normal atau mendapat peresetujuan rakyat mengenai praktek yang dapat diterima semua unsur dan tidak merugikan salah satu unsur yang dapat membawa kesulitan dalam hal implementasi tindak lanjut.

Sebagai satu kesatuan sistem, unsur penyelenggaraan negara terus menerus berinteraksi dalam kesatuan sumber yang secara terus menerus terlibat dalam lingkungannya sesuai dengan tugas dan wewenangnya yang dapat dipetakan dalam struktur yang dapat dikontrol oleh semua pihak. Penekanan yang perlu menjadi komitmen semua penyelenggara negara adalah bagaimana mengembangkan sistem yang transparan dalam rangka mengupayakan penyelenggaraan negara yang transparan dan bertanggungjawab serta mampu mengubah praktek yang dapat menghambat pencapaian tujuan kesejahteraan rakyat.
Penyelenggaraan negara yang aktif dan konstruktif dalam mekanisme dan fungsi pada struktur kelembagaan akan menjadikan pola teknis operasional yang merupakan terobosan penting dalam perspektif menjunjung tinggi kedaulatan rakyat yang berdasarkan pada hukum. Kualitas penyelenggaraan negara akan mudah diwujudkan melalui pembenahan sistem yang transparan dan mampu mengubah sistem yang dipandang dapat mencemari penyelenggaraan negara yang murni dan konsekuen.
Terkahir, kesadaran kolektivitas dari penyelenggaran negara dan masyarakat untuk membangun sistem penyelenggaraan negara yang transparan menjadi syarat mutlak berhasilnya suatu negara. Penyelenggara negara dituntut untuk mentransformasi segenap kemampuan dalam rangka mengubah diri yang memicu pada arah perbaikan serta tanggapan kreatif dari masyarakat yang sifatnya membangun dan kontrol akan membangun sistem dan mekanisme yang bertanggung jawab. Kesadaran kolektifitas dari masyarakat, kelompok, dan organisasi sosial akan membangun kerangka struktural fungsional yang optimal dan menunjang upaya mengedepankan kedaulatan rakyat dalam kerangka negara hukum.

















Daftar Pustaka
  • Budiyanto, Drs. (2000). Dasar-Dasar Ilmu Tata Negara Untuk SMU. Jakarta: Erlangga.
  • Inu Kencana Syafiie, Drs. (1994). Ilmu Pemerintahan. Bandung: Mandar Maju.
  • Kansil, C.S.T., Drs. S.H. (1993). Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Kansil, C.S.T. Prof. Dr. S.H. (2001). Ilmu Negara (Umum dan Indonesia). Jakarta: Pradnya Paramita.
  • Miriam Budiardjo, Prof. (1993). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Moh. Kusnardi, S.H. (1993). Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama.
  • M. Solly Lubis, S.H. (1981). Ilmu Negara. Alumni Bandung.
  • Soehino, S.H. (2000). Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.
  • Bhakti, Ikrar Nusa dan Sihbudi, Riza. (2002). Kontroversi Negara Federal: Mencari Bentuk Negara Ideal Indonesia Masa Depan. Bandung: Mizan.
  • Budiardjo, Mirriam. (1977). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
  • Budihardjo, Mirriam, ed. (1984). Aneka Pemikiran tentang Kuasa dan Wibawa. Jakarta: Sinar Harapan.
  • Busroh, Abu Daud. (2001). Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
  • Cholisin. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Sosial UNY.
  • Isjwara, F. (1980). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Binacipta
  • Naning, Ramdlon. (1982). Aneka Asas Ilmu Negara. Surabaya: Bina Ilmu.
  • Prodjodikoro, Wirjono. (1981). Asas-asas Ilmu Negara dan Politik. Bandung: Eresco.
  • Soehino. (2002). Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.
  • Surbakti, Ramlan. (1992). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
  • Syafi'ie, Inu Kencana. (2001). Pengantar Ilmu Pemerintahan. Bandung: Refika.

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Kemiskinan(Sosiologi)

contoh sosiometri(non tes )

makalah perkawinan adat