HUKUM PIDANA 2



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara tiap-tiap bilamana anggota masyarakat menaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa daram masyarakat itu yang disebut pemerintah. Namun walaupun peraturan-peraturan ini terah dikeluarkan, masih saja ada orang yang melanggarnya, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil barangyang dimiliki orang lain dan bertentangan dengan hukum (KuHp pasal 362). Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya yangbertentangan dengan hukuman itu. segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran  (overtredingen), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh Hukum pidana (steafrecht) dan dimuat dalam satu kitab undang-undang yang disebut kitab undang-undang hukum  pidana (Wetboek van Snafrecht) yang disingkat "KUHP (WvS).

B.   Rumusan masalah
1.    Apa pengertian hukum pidana?
2.    Bagaimanakah kondisi hukum pidana di indonesia?





 



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.   Pengertian Hukum pidana

Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara tiap-tiap bilamana anggota masyarakat menaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa daram masyarakat itu yang disebut pemerintah.

Namun walaupun peraturan-peraturan ini terah dikeluarkan, masih saja ada orang yang melanggarnya, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil barangyang dimiliki orang lain dan bertentangan dengan hukum (KuHp pasal 362). Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya yangbertentangan dengan hukuman itu. segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran  (overtredingen), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh Hukum pidana (steafrecht) dan dimuat dalam satu kitab undang-undang yang disebut kitab undang-undang hukum  pidana (Wetboek van Snafrecht) yang disingkat "KUHP (WvS).

Hukum Pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.

Dari definisi di atas kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa Hukum Pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.

Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum ialah:
1.    badan dan peraturan perundangan negara, seperti Negara, Lembaga-lembaga Negara, penjabat Negara, pegawai negara, undang-undang, Peraturan pemerintah, dan sebagainya.
2.    Kepentingan hukum tiap manusia yaitu: jiwa raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik/ harta benda.
Antara pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan, yaitu:
1.    Pelanggaran ialah mengenai hal-hal kecil atau ringan, yang diancam dengan hukuman denda, misalnya: sopir mobil yang tak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), bersepeda pada malam hari tanpa lampu. dan lain lain;
2.    Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan, penganiayaan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya. Contoh pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum berkenaan dengan :
a.    Badan/ Peraturan Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak, melawan pegawai negeri yang sedang menjalankan tugasnya.
b.    Kepentingan hukum tiap manusia:
1.    terhadap jiwa: pembunuhan;
2.    terhadap tubuh: Penganiayaan;
3.    terhadap kemerdekaan: penculikan;
4.    terhadap kehormatan: penghinaan;
5.    terhadap milik: Pencurian.
Mengenai pelanggaran terhadap kepentingan hukum tiap manusia mungkin timbul pertanyaan, apakah hal-hal itu bukanlah mengenai kepentingan perseorangan yang sudah diatur dalam Hukum Perdata?
Hukum Pidana tidak membuat peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum.

Memang sebenarnya peraturan-peraturan tentang jiwa, raga, milik, dan sebagainya, dari tiap orang telah termasuk Hukum Perdata. Hal pembunuhan, pencurian, dan sebagainya antata orang-orang biasa, semata-mata diurus oleh Pengadilan Pidana. Kita rnengetahui bahwa Pengadilan Perdata baru bertindak kalau sudah ada pengaduan (klacht) dari pihak yang menjadi korban. Orang itu sendirilah yang harus mengurus perkaranya ke dan di muka Pengadilan Perdata.

Sedangkan dalam Hukum Pidana yang bertindak dan yang mengurus perkara ke dan di muka Pengadilan Pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim. Oleh karena orang-orang yang kepentingan hukumnya diserang merasa malu, segan, atau takut mengurus sendiri perkaranya ke muka Pengadilan Perdata, maka akhirnya banyak perkara yang tidak sampai ke pengadilan sehingga merajalela pelanggaran atas kepentingan hukum orang.

Keadaan demikian itu tentu tidak membawa ketertiban dan keamanan dalam masyarakat; berhubung dengan hal itu, dan juga terdorong oleh perubahan zaman yang menganggap tiap-tiap orang adalah anggota masyarakat, maka sekarang tiap-tiap serangan atas kepentingan hukum perseorangan dipandang juga sebagai serangan terhadap masyarakat. Dan karena masyarakat yang tertinggi itu adalah negara, maka negaralah dengan perantaraan polisi, jaksa, dan hakim yang bertindak menguruskan tiap-tiap warganya yang diserang kepentingan hukumnya. Jadi, hal pelanggaran atas kepentingan hukum tiap orang adalah urusan Hukum Perdata, sekaligus termasuk urusan Hukum Pidana.

Pembunuhan, penganiayaan, penculikan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya, sekalipun antaraorang-orang biasa telah menjadi kepentingan umum pula. Untuk menjaga keselamatan kepentingan umum itu, Hukum pidana mengadakan satu jaminan yang istimewa terhadapnya yaitu seperti tertulis pada bagian terakhir dari definisi Hukum Pidana, "... perbuatan mana diancam dengan suatu hukuman yang berupa siksaan".

Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam Hukum Pidana. Kita telah mengetahui, bahwa sifat dari hukum ialah memaksa dan dapat dipaksakan dan paksaan itu perlu untuk menjaga tertibnya, difurutnya peraturan-peraturan hukum atau untuk memaksa si perusak memperbaiki keadaan yang dirusakkannya atau mengganti kerugian yang disebabkannya. Pokoknya untuk menjaga dan memperbaiki keseimbangan atau keadaan yang semula. Tapi dalam Hukum Pidana paksaan itu disertai suatu siksaan atau penderitaan yang berupa hukuman. Hukuman itu bermacam-macam jenisnya. Menurut KUHP Pasal l0 hukuman atau pidan4 terdiri atas:
a.    Pidana (hukuman) pokok (utama):
1)    Pidana mati
2)    Pidana penjara:
a)    pidana seumur hidup
b)    pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 tahun dan sekurang-kurangnya I tahun)
3)    Pidana kurungan, (sekurang-kurangnya I hari dan setinggi-tingginya 1 tahun)
4)    Pidana denda
5)    Pidana tutupan
b.    Pidan (Hukuman) tambahan:
1.    Pencabutan hak-hak tertentu
2.    Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3.    Pengumuman keputusan tertentu
Hukuman-hukuman itu dipandang perlu agar kepentingan umum dapat lebih terjamin keselamatannya.
B.   Riwayat Hukum Pidana Indonesia
Hukum pidana yang berlaku sekarang ini adalah hukum yang tertulis dan yang telah dikodifikasikan. peraturan hukum pidana ini tersebar dmana-mana sebab tiap-tiap badan legislatif dan tiap-tiap orang yang diserahi tugas untuk menjalankan undang-undang berhak membuat peraturan pidana, yaitu peraturan-peraturan yang mengandung ancaman-ancaman hukuman berupa suatu penderitaan terhadap sipelanggar.
Tetapi pada umumnya kalau kita membicarakan tentang hukum pidana,maka yang dimaksudkan ialah peraturan-peraturan pidana yang terkumpul dalam satu kitab yaitu: Kitab Undang-undang Huku Pidana disingkat KUHP. Harus benar-benar diperhatikan bahwa semua peraturan pidana dibukukan dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu merupaakan induk dari peraturan-peraturan pidana.KUHP memuat peraturan-peraturan pidana yang berlaku bagi seluruh penduduk indonesia karena ia dibuat oleh Badan Legislatif yang tertinggi dan sesuai denagn asas unifikasi hukum.
KUHP adalah kitab peraturan pidana yang dipakai sehari-hari. Dengan mempelajari KUHP kita dapat mengetahui seluk-beluk Hukum Pidana kita.Sebelum kita meninjau isi KUHP, maka baiklah jika kita terlebih dahulu menegetahui isinya.Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang ini bukanlah asli ciptaan bangsa Indonesia.Kitab Undang-undang hukum   Pidana ini lahir dan telah mulai berlaku sejak 1 januari 1918. Jadi ia dibuat pada zaman Hindia Belanda dahulu. Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan dari LJUD 1945 jo. pasal 142 Konstitusi RIS 1949 jo. pasal 142 UUDS 1950, maka sampai kini masih diberlakukan KUHP yang lahir pada 1 Januari 1918 itu, karena belum juga diadakan KUHP yang baru. Tapi itu tidak berarti, bahwa KUHP kita yang sekarang, masih dalam keadaan asli atau telah diambil alih langsung oleh negara kita, tetapi bahkan isinya dan jiwanya telah banyak diubah dan diganti, sehingga telah sesuai dengan keperluan dan keadaan nasional kita dewasa ini.

Perubahan yang penting pada KUHP cipataan Hindia Belanda itu diadakan dengan Undang-undang No. 1 Tahun 1946. Dengan KUHP itu maka mulai I Januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk Indonesia (unifikasi Hukum Pidana).


Sebelum tanggal 1 januari 1918 di tanah air kita telah berlaku dua KUHP yaitu:
a.    satu untuk golongan Indonesia (mulai 1 Januari 1873);
b.    satu untuk golongan Eropa (mulai 1 Januari 1867).

KUHP untuk golongan Indonesia (1873) adalah copy (turunan) dari KUHP untuk golongan Eropa (1867). Dan KUHP untuk golongan Eropa juga merupakan turunan dari Code Penal, yaifii Hukum Pidana di Prancis di zaman Napoleon pada tahun 1811.

Perbedaan antara KUHP untuk orang Eropa (1867) dan dengan KUHP orang Indonesia (1873) terutama pada jenis hukuman yang diberikan. Misalnya:
a.    Orang Indonesia dapat diberi kerja paksa dengan lehernya diberi kalung besi atau kerja paksa dengan tidak dibayar untuk mengerjakan pekerjaan umum, sedang orang-orang Eropa tidak, hanya hukuman penjara atau.hukuman kurungdn saja;
b.    KUHP untuk orang Indonesia disesuaikan dengan keadaan dan kebiasaan orang Indonesia.
Misalnya:
1.    perkawinan dengan lebih satu orang perempuan tidak dihukum;
2.    pengemisan dan mandi tirnpa pakaian di muka umum tidak dihukum.

Sebelum tahun 1867  orang-orang Eropa di Indonesia  pada umumnya dikenakan Hukum Pidana dari negeri Belanda atau Hukum Pdana Romawi. Sedangkan bagi orang Indonesia sebelum tahun 1873 diperlukan Hukum Adat Pidananya masing-masing.Contoh-contoh dari Hukum Adat Pidana yang tertulis:
a.     Kutaramanawa dalam Kerajaan Majapahit kira-kira tahun 1350
b.    Pepakem Cirebon untuk Kerajaan di Cirebon tahun 1768
Dalam KUHP Belanda nasional keadaan sipelanggar diperhatikan.pada umumnya KUHP Belanda yang bersifat nasional itu adalah lebih modern dan lebih sesuai dengan kemajuan zaman, jika dibandingkan dengan KUHP dari lain-lain negara pada waktu itu, sebab KuhP Belanda ini dibuat belakangan, sehingga dapat menarik keuntungan-keuntungan dari KUHP negara lain.Perbedaan yang penting antgara KUHP Belanda 1886 dengan copynya diIndonesia yang mulai berlaku 1 januari 1918 ialah masih ad hukuman mati dalam KUHP Indonesia pada tahun 1918.

C.   Pembagian Hukum pidana
Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut:
1.    Hukum Pidana objektif (Jus punare), yangdapat dibagi ke dalam:
                         a.Hukum Pidana Material
                         b.Hukum Pidana Formal (Hukum Acna pidana)
2.    Hukum Pidana Subjektif (Jus puniendi)
3.    Hukum Pidana Umum
4.    Hukum Pidana Khusus, yang dapat dibagi lagi ke dalam:
                        a. Hukum pidana Militer
                        b. Hukum Pidana pajak (Fiskal)

1.    Pokok-Pokok Hukum Pidana
Hukum Pidana Objektif (Jus Punale) ialah semua peraturan yang Mengandung  keharusan atau larangim, terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan Hukum Pidana Objektif dibagi dalam Hukum Pidana Material dan Hukum Pidana Formal:
a.    Hukum Pidana Material ialah peraturan-peraturan yang menegaskan:
1)    ferbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum
2)    SiaPa Yang dapat dihukum
3)    Dengan hukuman apa menghukum seseorang

Singkatnya Hukum Pidana Material mengatur tentang apa, siapa Dan bagaimana orang dapat dihukum Jadi Hukum Pidana Material mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat apa seseorang dapat dihukum. Hukum Pidana Material dapat membedakan adanya:
1.    Hukum Pidana Umum
2.    Hukum Pidana Khusus, misalnya Hukum Pidana Pajak (orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor hukumannya tidak terdapat dalam Hukum Pidana umum akan tetapi diatur tersendiri dalam Undang-undang (Pidana Pajak).
b.    Hukum Pidana Formal ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Material) Dapat juga dikatakan bahwa Hukum Pidana Formal atau Hukum Acara Pidand memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau mempJrtahankan Hukum Pidana Material; dan karena memuat cara-cata untuk menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, maka hukum ini dinamakan juga Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana terkumpul/ diatur dalam Reglemen Indonesia yang dibaharui disingkat dahulu R.I.B. sekarang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Tahun 1981

2.    Hukum Pidana Subyektif, ialah hak negara atau alat-alat untuk menhukum berdasarkan Hukum Pidana Objektif.Pada hakikatnya Hukum Pidana Objektif itu membatasi hak negara untuk menghukum. Hukum Pidana Subjektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan dari Hukum Pidana Objektif terlebih dahulu.

Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh negara, yang berarti, bahwa tiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindak pidana (perbuatan melanggar hukum = delik).

3.    Hukum Pidana Umum ialah Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga,di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan.

4.    Hukum Pidana Khusus ialah Hukum Pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertenfu.
Contoh:
a.    Hukum Pidana Militer, berlaku khusus untuk anggota militer dan mereka yang dipersamakan dengan militer.
b.    Hukum Pidana Pajak, berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib pajak).

D.   Tujuan Hukum Pidana
Hukum Pidana merupakan ilmu pengetahuan hukum oleh karena itu peninjauan bahan-bahan mengenai Hukum Pidanaterutama dilakukan dari sudut pertanggungjawaban manusia tentang "Perbuatan yang dapat dihukum". Kalau seseorang melanggar peraturan pidana, maka akibatnya ialah orang itu dapat dipertanggungjawabkan tentang perbuatannya itu sehingga ia dapat dikenakan hukum (kecuali orang gila, di bawah umur dan sebagainya).

Tujuan Hukum Pidana itu memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu: Asas-asas dihubungkan satu sama lain sehingga dapat dimasukkan dalam satu sistem. Penyelidikan secara demikian ialah dogmatis yuridis. Selain itu Hukum Pidana dilihat sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Sebagai ilmu pengetahuan sosial, maka diselidiki sebab-sebab dari kejahatan dan dicari cara-cara untuk memberantasnya. Penyelidikan tentang sebab dari kejahatan (crime) ini dapat dicari pada diri orang (keadaan badan dan jiwanya) atau pada keadaan masyarakat.

seperti juga tiap-tiap Ilmu Pengetahuan membutuhkan bantuan dan keterangan -keterangan  dari Ilmu Pengetahuan yang lain, demikian pula ilmu Hukum Pidana ini mempunyai ilmu-ilmu pengetahuan pembantunya, di antaranya:
1.    Antropologi,
2.    Filsafat,
3.    Etika,
4.    Statistik,
5.    Medicina Forensic (ilmu kedokteran bagian Kehakiman),
6.    Psychiatrie Kehakiman,
7.    Kriminologi.
Hanya kriminologi yang akan kita tinjau di sini karena ilmu pengetahuan ini yang memberi bantuan yang terbesar, bahkan merupakan dasar dari Hukum pidana. Kriminologi ialah suatu ilmu pengetahuan yang mencari apa dan sebab dari kejahatan dan berusaha untuk memberantasnya.

Sebagai ilmu pengetahuan pembantu Hukum Pidana, kriminologi menyelidiki sebab-sebab kejahatan itu dari sudut masyarakat, dan sebagai alat penyelidikannya ialah Statistik Kriminologi dapat dibagi ke dalam:
1.    Antropologi Kriminologi ialah ilmu pengetahuan yang mencari sebabsebab dari kejahatan dalam diri si penjahat pada keadaan badan penjahat (ajaran Lombroso).
2.    Sosiologi Kriminalogi ialah ilmu pengetahuan yang mencari sebab-sebab dari kejahatan di dalam masyarakat, misalnya: keadaan ekonomi, harga yang tinggi dari barang-barang keperluan sehari-hari, upah yang sangat rendah, tempat tinggal yang buruk dan kotor, dan lain-lain.
3.    Politik Kriminalogi ialah ilmu pengetahuan yang mencari cara-cara untuk memberantas kejahatan.
4.    Statistik Kriminil ialah ilmu pengetahuan yang dengan angka-angka mencatat tentang kejadian-kejadian dan macam-macam kejahatan.

Antropologi Kriminil dan Sosiologi Kriminil termasuk Aetiologi Kriminil yaitu ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab timbulnya kejahatan itu. Di dalam Aetiologi terdapat beberapa aliran (mazhab = sekolah) tentang sebab-sebab kejahatan dan yang terpenting di antaranya ialah:
a.    Mazhab Italia atau aliran Biologi Kriminil
b.    Aliran Sosiologi Kriminil atau Mazhab Prancis
c.    Aliran Bio Sosiologi
























BAB III
PEMBAHASAN
TENTANG KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM

Pasal 153 bis dan 153 ter. Dihapus dengan Undang-Undang no. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 32. KUHP lahir dan telah mulai berlaku sejak 1 januari 1918. Jadi KUHP dibuat pada zaman Hindia Belanda. berdasarkan pasal II peraturan peralihan dari UUD 1945 pasal 192 konstitusi RIS 1949. Pasal 142 UUDS 1950, maka sampai kini masih berlaku KUHP yang lahir pada1 januari 1918 itu. Namun bukan berarti KUHP masih dalam keadaan asli, tetapi isinya bahkan jiwanya telah banyak berubah dan di ganti. Seperti pada pasal 153 bis dan 153 ter di atas. Perubahan ini terjadi agar sesuai dengan kebutuhan dan keperluan nasional.

Pasal 154. Barang siapa dimuka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Hal ini sudah sering terjadi di kalangan masyarakat. Tapi menurut saya KUHP pasal 154 ini kurang bekerja di masyarakat mungkin bekerja apabila seseorang yang menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaannya ini dapat mempengaruhi orang banyak. Masalah yang beredar di masyarakat saat ini contohnya NII, pemerintah baru bertindak sekarang karena NII sudah banyak mempengaruhi orang lain itu pun dengan cara menculik.

Pasal 154a. (L.N. 1958-127). Barang siapa menodai bendera kebangsaan republik indonesia dan lambang negara republik indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau dendapaling banyak tiga ratus ribu rupiah. Peraturan ini juga kurang berlaku lagi di kalangan masyarakat awam. Tidak seperti pada masa orde baru. Pemerintah betul-betul menjaga bendera dan simbol kenegaraan kita, hal ini terjadi entah apakah masyarakat sekarang tidak mau tau atau pemerintah kurang mensosialisasikan larangan tersebut. Apabila pemerintah mengharapkan masyarakat untuk mencari tau dan membaca pasal 155 sehingga mereka menjadi tau tentang pasal ini itu sangat tidak efisien karena masyarakat kita untuk minat membaca itu sangat kurang.

Pasal 155. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena melakukan kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. Pasal ini hampir sama dengan pasal sebelumnya yaitu pasal 154. Yaitu sama-sama mempunyai perasaan permusuhan, kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah. Perbedaannya ialah pada pasal 154 perasaan permusuhan, kebencian dan penghinaan dilakukan secara lisan sedangkan pada pasal 155 ini perasaan permusuhan, kebencian, dan penghinaan dilakukan secara tertulis. Dari dua cara tersebut tampaknya lebih sangat berefek yang memlalui tulisan yaitu yang terdapat pada pasal 155. Karena tulisan lebih banyak lagi orang yang melihat dan membacanya. Kalau melalui lisan hanya di dengar dan hanya pada saat itu saja. Dan apabila tulisan itu tidak secepatnya dihilangkan maka makin banyak orang yang melihat dan terpengaruh.
Pasal 156. Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat, asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Pertikaian antar golongan atau suku sangat rentan terjadi di indonesia, khususnya didaerah bagian timur indonesia. Maka hal ini harus dihindari. Menurut saya masyarakat sangat berpengaruh dalam hal ini. Jangan sampai hal ini terjadi lagi seperti sebelum-sebelumnya. Dan jangan sampai terikut-ikut dan mau di adu domba.
Pasal 156a. Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia;
b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di indonesia terdapat lima agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam dengan mayoritas paling besar, Kristen, Katolik yang pemeluknya banyak berada di daerah barat indonesia, Hindu Dan Budha yang merupakan agama pertama yang ada di indonesia saat ini mayoritas pemeluknya berada di Pulau Bali. Dengan di akuinya banyak agama ini oleh pemerintah sering terjadi adu domba agama. Sering terjadinya serang atau teror antar agama. Sehingga muncullah kata Teroris. Dan yang menjadi korban kata tersebut adalah ummat islam. Sebaiknya masyarakat indonesia salaing menghargai ummat beragama. Sehingga tidak terjadi pertikaian atau saling serang antar agama. Bukankah perdamaian itu lebih indah. Pemerintah pun mengeluarkan pasal 156a ini agar kondisi ummat beragama di indonesia tetap kondusif.
Pasal 156a. Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya b
ersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atheis merupakan hal yang dilarang di Indonesia walaupun sering dikatakan bahwa orang yang beragama belum pasti lebih baik dari pada orang yang tidak beragama. Hal ini juga sesuai dengan idiologi bangsa yaitu Pancasila yang terdapat pada sila pertama Ketuhanaan Yang Maha Esa. So, masyarakat indonesia harus mempunyai kepercayaan.
Pasal 158. Barang siapa menyelenggarakan pemilihan anggota untuk suatu lembaga kenegaraan asing di Indonesia, atau menyiapkan ataupun memudahkan pemilihan itu, baik yang diadakan di Indonesia maupun di luar negeri, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak tujuh ribu lima ratus rupiah. Hal ini mungkin dikarenakan takut terjadinya penyimpangan atau penghianatan terhap negara.
Pasal 159. Barang siapa turut serta dalam pemilihan umum, baik yang diadakan di Indonesia maupun di luar negeri, seperti yang dimaksudkan dalam pasal 158, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana denda paling banyak seribu lima ratus rupiah.
Pasal 160 Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun utau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. memprovokasi atau menghasut merupakan hal sangat tidak terpuji, apalagi hal tersebut mengarah kepada keburukan atau kejahatan. Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban pemerintah harus memberikan sesuatu yang menjadi hak warga negara, dan warga negara mempunyai kewajuban juga, dan menaati undang-undang dan pemerintah adalah kewajiban warga negara. Hal itu juga guna menjaga hak-hak setiap warga negara.
Pasal 161. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau menentang sesuatu hal lain seperti tersebut dalam pasal di atas, dengan maksud supaya isi yang menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika yang hemalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. Seperti pada pasal sebelumnya yaitu pasal 160 setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban. Sehingga pemerintah harus memberikan hak yang dibutuhkan oleh warga negara dan warga negara harus menjalankan kewajibannya kepada pemerintah.
Pasal 161 bis. Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 34. Hal ini hampir sama dengan pasal 153 bis dan 153 ter. Bahwa terjadi Perubahan di KUHP agar sesuai dengan kebutuhan dan keperluan nasional.
Pasal 162 Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan hulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. membantu ikut merencanakan atau memberikan sarana itu lebih memberikan pengaruh yang besar dari pada melakukan kejahatan. Kejahatan itu tidak akan terjadi tanpa perencanaan. So, perencananya merupakan orang yang lebih jahat dari pada pelakunya.
Pasal 163(1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana dengan maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. Mengajak berbuat kejahatan sama saja dengan membuka peluang menjerumuskan orang lain kedalam perbutan kejahatan. Hal ini harus dihindari agar kejahatan tidak bertambah banyak.
Pasal 163 bis. (1) Barang siapa dengan menggunakan salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu dapat dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, tetapi dengan pengertian bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang dapat dijatuhkan karena percobaan kejahatan atau apahila percobaan itu tidak dapat dipidana karena kejahatan itu sendiri. (2) Aturan tersebut tidak berlaku, jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan disebabkan karena kehendaknya sendiri. Walaupun tindak pidana yang direncanakan tidak terjadi, apabila tidak mendapat hukuman bisa saja tindak pidana yang di rencanakan yang tidak sempat terjadi tersebut bisa di ulang kembali dilaksanakan.
Pasal 164. Barang siapa mengetahui ada sesuatu permufakatan untuk melakukan kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 113, 115, 124, 187 atau 187 bis, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan tentang hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah. mencegah kejahatan merupakan hal yang paling mulia. Dan hal tersebut harus dilaporkan kepada kehakiman atau kepolisian karena bisa saja rencananya dilakukan atau disambung di lain waktu dan kesempatan. Tapi yang lebih utama adalah memberitahukan kepada orang yang terancam kejahatan tersebut. Agar orang yang terancam kejahatan tersebut bisa lebih menjaga diri.
Pasal 165(1) Barang siapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 110 - 113, dan 115 - 129 dan 131 atau niat untuk lari dari tentara dalam masa perang, untuk desersi, untuk membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa atau mengetahui adanya niat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam bab 8 dalam kitab undang-undang ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang atau untuk melakukan salah satu kejahatan berdasarkan pasal- pasal 224 228, 250 atau salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang mengenai surat kredit yang diperuntukkan bagi peredaran, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Pidana tersebut diterapkan terhadap orang yang mengetahui bahwa sesuatu kejahatan berdasarkan ayat 1 telah dilakukan, dan telah membahayakan nyawa orang pada saat akibat masih dapat dicegah, dengan sengaja tidak memberitahukannya kepada pihak-pihak tersebut dalam ayat l. hal yang terdapat pada pasal 165 ini hampir sama dengan dengan hal yang terdapat pada pasal 164. Yaitu harus memberitahukan kepada kehakiman atau kepolisian bahwa akan terjadi tindak pidana dan membahayakan kejahatan orang lain. kemudian mengenai niat ingin lari dari peperangan juga harus dicegah karena bisa saja menyebabkan kekalahan dan hal tersebut akan lebih membahayakan lebih banyak nyawa manusia. Dan tugas dalam peperangan juga merupakan kewajiban membela negara dan hal tersebut harus dilakukan.
Pasal 166. Ketentuan dalam pasal 164 dan 165 tidak berlaku bagi orang yang dengan memberitahukan itu mungkin mendatangkan bahaya penuntutan pidana bagi diri sendiri, bagi seorang keluarganya sedarah atau semenda dalam garis lurus atau garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, bagi suami atau bekas suaminya, atau bagi orang lain yang jika dituntut, berhubung dengan jabatan atau pencariannya, dimungkinkan pembebasan menjadi saksi terhadap orang tersebut. Namun di perbolehkan untuk tidak melaporkan tindakan yang terdapat pada pasal 164 dan 165 apabila orang yang akan melaporkan tersebut nyawanya atau nyawa orang terdekatnya atau nyawa orang sekitarnya mendapatkan ancaman. Karena hal ini bisa memperpanjang masalah.
Pasal 167(1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jahatan palsu, atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk. (3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. (4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. Setiap orang mempunyai hak privasi dan pribadi, jadi bisa dibilang rumah atau ruangan khusus atau pribadi adalah merupakan privasi pribadi. Jadi apabila seseorang berusaha masuk ke rumah atau ruangan merupakan suatu perlakuan yang mengganggu hak privasi pribadi seseorang. Dan apabila menggunakan kunci palsu berarti perbuatan tersebut sudah terencana dan dilakukan dengan sengaja.
Pasal 168. (1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam ruangan untuk dinas umum, atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan pejabat yang berwenang tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, atau barang siapa tidak setahu pejabat yang berwenang lebih dahulu serta bukan karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa masuk. (3) Jika ia mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara menjadi paling lama satu tahun empat bulan. (4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga, jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. dinas umum adalah hak milik semua masyarakat namun apabila masuknya untuk merusak atau membuat kekacauan maka hal tersebut sama dengan melawan hukum. Apalagi ditambah dengan menakut-nakuti orang lain maka hal tersebut ditambah dengan mengganggu ketenangan orang lain.
Pasal 169. (1) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan. atau turut serta dalam perkumpulan lainnya yang dilarang oleh aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun. (2) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan pelanggaran, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Terhadap pendiri atau pengurus, pidana dapat ditambah sepertiga. Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan dalam kejahatan itu bisa saja sama dengan merencanakan sesuatu untuk melakukan kejahatan. Apalagi mengajak untuk melakukan suatu kejahatan sudah dilarang pada pasal sebelumnya. Yaitu pasal 162 a
Pasal 170. (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang bersalah diancam:          1. dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka; 2. dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; 3. dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. (3) Pasal 89 tidak diterapkan.  Melakukan kekerasan kepada orang lain atau benda orang lain tersebut itu sama saja merupakan mengganggu ketenangan orang lain. apalagi bisa mengakibatkan kehilangan nyawa orang lain.
Pasal 171. Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang no. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 37.
Pasal 172. Barang siapa dengan sengaja mengganggu ketenangan dengan mengeluarkan teriakan-teriakan, atau tanda-tanda bahaya palsu, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.  mengganggu ketenangan orang lain itu sama saja dengan mangganggu privasi serta hak-hak orang lain tersebut. Karena Ketenangan merupakan kebutuhan manusia.
Pasal 173. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi rapat, umum yang diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun. Rapat umum dilaksanakan adalah untuk kepentingan umum juga. Kepentingan umum berarti untuk orang banyak. Mengganggu atau merintangi rapat umum berarti mengganggu kepentingan umum juga. Maka hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Pasal 174. Barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang diizinkan dengan jalan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah. hal ini hampir sama dengan pasal sebelumnya yaitu pasal 174. Mengganggu rapat umum berarti mengganggu kepentingan orang banyak.
Pasal 175. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. Memeluk suatu agama atau setiap ummat beragama di indonesia dilindungi oleh pemerintah. Memeluk suatu agama juga merupakan hak asasi manusia. Mengganggu atau merintangi sesuatu yang bersifat keagamaan berarti sama saja dengan mengganggu hak asasi manusia.
Pasal 176. Barang siapa dengan sengaja mengganggu pertemuan keagamaan yang bersifat, umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang diizinkan atau upacara penguburan jenazah, dengan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah. pasal 176 ini hampir sama dengan pasal 175 yaitu menganggu sesuatu yang bersifat keagamaan. Cuman bedanya adalah pada pasal 175 mengganggunya dengan cara kekerasan atau memberikan ancaman serta merintangi acara keagamaan tersebut sedangkan pada pasal 176 mengganggu acara keagamaan tersebut dengan membuat kegaduhan. Sementara sesuatu yang menyangkut keagamaan butuh kekhusyuan agar dapat berjalan dengan baik.
Pasal 177. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah: 1. barang siapa menertawakan seorang petugas agama dalam menjalankan tugas yang diizinkan; 2. barang siapa menghina benda-benda untuk keperluan ibadat di tempat atau pada waktu ibadat dilakukan. agama merupakan suatu hal yang sangat sakral, jadi apabila menertawakan atau mengejek atau mengganggu suatu yang bersifat keagamaan itu sama saja dengan melecehkan suatu agama tertentu.
Pasal 178. Barang siapa dengan sengaja merintangi atau menghalang-halangi jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.
Pasal 179. Barang siapa dengan sengaja menodai kuburan atau dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringntan di tempat kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal 180. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menggali atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah digali atau diambil, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 181. Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lirna ratus rupiah.









BAB IV
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Hukum Pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Dari definisi di atas kita dapat mengambil kesimpulan, bahwa Hukum Pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.










DAFTAR PUSTAKA



Comments

Popular posts from this blog

contoh sosiometri(non tes )

Makalah Kemiskinan(Sosiologi)

makalah perkawinan adat