HUKUM PIDANA 2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan
terpelihara tiap-tiap bilamana
anggota masyarakat menaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu.
peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa daram
masyarakat itu yang disebut pemerintah. Namun walaupun peraturan-peraturan ini terah
dikeluarkan, masih saja ada orang yang melanggarnya, misalnya dalam hal pencurian yaitu mengambil
barangyang dimiliki orang lain dan
bertentangan dengan hukum (KuHp
pasal 362). Terhadap orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang
sesuai dengan perbuatannya yangbertentangan dengan hukuman itu. segala peraturan-peraturan tentang
pelanggaran (overtredingen), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh Hukum
pidana (steafrecht) dan dimuat dalam satu
kitab undang-undang yang disebut kitab undang-undang hukum pidana (Wetboek van Snafrecht) yang disingkat
"KUHP” (WvS).
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian hukum pidana?
2. Bagaimanakah kondisi hukum pidana di indonesia?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
Hukum pidana
Ketertiban dan keamanan
dalam masyarakat akan terpelihara
tiap-tiap bilamana anggota masyarakat menaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu.
peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa daram
masyarakat itu yang disebut pemerintah.
Namun walaupun peraturan-peraturan
ini terah dikeluarkan,
masih saja ada orang
yang melanggarnya, misalnya dalam hal
pencurian yaitu mengambil barangyang dimiliki orang lain dan bertentangan dengan hukum (KuHp pasal 362).
Terhadap
orang ini sudah tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya
yangbertentangan dengan hukuman
itu.
segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya, diatur oleh Hukum
pidana (steafrecht) dan dimuat dalam satu
kitab undang-undang yang disebut kitab undang-undang hukum pidana (Wetboek van Snafrecht) yang disingkat "KUHP” (WvS).
Hukum Pidana itu ialah hukum
yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan.
Dari definisi di atas kita
dapat mengambil kesimpulan, bahwa Hukum Pidana bukanlah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur tentang
pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.
Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum ialah:
1. badan dan peraturan perundangan negara, seperti Negara, Lembaga-lembaga Negara, penjabat Negara,
pegawai negara, undang-undang, Peraturan
pemerintah, dan sebagainya.
2. Kepentingan
hukum tiap manusia yaitu: jiwa raga/tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak
milik/ harta
benda.
Antara
pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan, yaitu:
1. Pelanggaran
ialah mengenai hal-hal kecil atau ringan, yang diancam dengan hukuman denda,
misalnya: sopir mobil yang tak memiliki Surat
Izin Mengemudi (SIM), bersepeda pada malam hari tanpa lampu. dan lain lain;
2. Kejahatan
ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan, penganiayaan, penghinaan, pencurian, dan
sebagainya. Contoh pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum berkenaan
dengan :
a. Badan/
Peraturan Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak, melawan pegawai
negeri yang sedang menjalankan tugasnya.
b. Kepentingan
hukum tiap
manusia:
1. terhadap
jiwa: pembunuhan;
2. terhadap
tubuh: Penganiayaan;
3. terhadap
kemerdekaan: penculikan;
4. terhadap
kehormatan: penghinaan;
5. terhadap
milik: Pencurian.
Mengenai
pelanggaran terhadap kepentingan hukum tiap manusia mungkin
timbul pertanyaan,
apakah hal-hal itu bukanlah mengenai kepentingan perseorangan
yang sudah diatur dalam Hukum Perdata?
Hukum Pidana tidak membuat
peraturan-peraturan yang baru, melainkan mengambil
dari peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum.
Memang sebenarnya
peraturan-peraturan tentang jiwa, raga, milik, dan
sebagainya, dari tiap orang telah termasuk Hukum Perdata. Hal pembunuhan, pencurian, dan sebagainya
antata orang-orang biasa,
semata-mata diurus oleh Pengadilan Pidana. Kita
rnengetahui bahwa Pengadilan Perdata baru bertindak kalau sudah ada pengaduan (klacht) dari pihak yang
menjadi korban. Orang itu
sendirilah yang harus mengurus perkaranya ke dan di muka Pengadilan Perdata.
Sedangkan dalam Hukum Pidana
yang bertindak dan yang mengurus perkara
ke dan di muka Pengadilan Pidana, bukanlah pihak korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti
polisi, jaksa, dan hakim. Oleh
karena orang-orang yang kepentingan hukumnya diserang merasa malu, segan, atau takut mengurus sendiri perkaranya ke muka Pengadilan Perdata, maka akhirnya banyak
perkara yang tidak sampai ke
pengadilan sehingga merajalela pelanggaran atas kepentingan hukum orang.
Keadaan demikian itu tentu
tidak membawa ketertiban dan keamanan dalam
masyarakat; berhubung dengan hal itu, dan juga terdorong oleh perubahan zaman yang menganggap tiap-tiap orang adalah anggota masyarakat, maka sekarang tiap-tiap serangan atas kepentingan hukum perseorangan
dipandang juga sebagai serangan terhadap masyarakat. Dan karena masyarakat yang tertinggi itu
adalah negara, maka negaralah
dengan perantaraan polisi, jaksa, dan hakim yang bertindak menguruskan tiap-tiap warganya yang diserang kepentingan hukumnya. Jadi, hal pelanggaran atas kepentingan hukum
tiap orang adalah urusan Hukum
Perdata, sekaligus termasuk urusan Hukum Pidana.
Pembunuhan, penganiayaan,
penculikan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya,
sekalipun antaraorang-orang biasa telah menjadi kepentingan umum pula. Untuk
menjaga keselamatan kepentingan umum itu, Hukum pidana mengadakan satu jaminan yang istimewa
terhadapnya yaitu seperti tertulis pada bagian terakhir dari definisi Hukum
Pidana, "... perbuatan mana diancam
dengan suatu hukuman yang berupa siksaan".
Pidana adalah hukuman berupa
siksaan yang merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting dalam Hukum Pidana.
Kita telah mengetahui, bahwa sifat dari hukum ialah memaksa dan dapat
dipaksakan dan paksaan itu perlu untuk
menjaga tertibnya, difurutnya peraturan-peraturan hukum
atau untuk memaksa si perusak memperbaiki keadaan yang dirusakkannya atau mengganti kerugian yang
disebabkannya. Pokoknya untuk
menjaga dan memperbaiki keseimbangan atau keadaan yang semula. Tapi dalam Hukum Pidana paksaan itu
disertai suatu siksaan atau penderitaan
yang berupa hukuman. Hukuman itu bermacam-macam jenisnya.
Menurut KUHP Pasal l0 hukuman atau pidan4 terdiri atas:
a. Pidana
(hukuman) pokok (utama):
1) Pidana
mati
2) Pidana
penjara:
a) pidana
seumur hidup
b) pidana
penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya
20 tahun dan sekurang-kurangnya I tahun)
3) Pidana
kurungan, (sekurang-kurangnya I hari dan setinggi-tingginya 1
tahun)
4) Pidana
denda
5) Pidana
tutupan
b. Pidan (Hukuman) tambahan:
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan tertentu
Hukuman-hukuman itu dipandang perlu agar kepentingan umum
dapat lebih terjamin keselamatannya.
B. Riwayat Hukum Pidana Indonesia
Hukum pidana yang berlaku sekarang ini adalah hukum yang
tertulis dan yang telah dikodifikasikan. peraturan hukum pidana ini tersebar
dmana-mana sebab tiap-tiap badan legislatif dan tiap-tiap orang yang diserahi
tugas untuk menjalankan undang-undang berhak membuat peraturan pidana, yaitu
peraturan-peraturan yang mengandung ancaman-ancaman hukuman berupa suatu
penderitaan terhadap sipelanggar.
Tetapi pada umumnya kalau kita membicarakan tentang hukum
pidana,maka yang dimaksudkan ialah peraturan-peraturan pidana yang terkumpul
dalam satu kitab yaitu: Kitab Undang-undang Huku Pidana disingkat KUHP. Harus
benar-benar diperhatikan bahwa semua peraturan pidana dibukukan dalam kitab
Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu merupaakan
induk dari peraturan-peraturan pidana.KUHP memuat peraturan-peraturan pidana
yang berlaku bagi seluruh penduduk indonesia karena ia dibuat oleh Badan Legislatif
yang tertinggi dan sesuai denagn asas unifikasi hukum.
KUHP adalah kitab peraturan pidana yang dipakai sehari-hari. Dengan mempelajari
KUHP kita dapat mengetahui seluk-beluk Hukum Pidana kita.Sebelum kita meninjau
isi KUHP, maka baiklah jika kita terlebih dahulu menegetahui isinya.Kitab
Undang-undang Hukum Pidana yang berlaku sekarang ini bukanlah asli ciptaan
bangsa Indonesia.Kitab Undang-undang hukum Pidana
ini lahir dan telah mulai berlaku sejak 1
januari 1918. Jadi ia dibuat pada
zaman Hindia Belanda
dahulu. Berdasarkan pasal II Aturan Peralihan dari
LJUD 1945 jo. pasal 142 Konstitusi RIS 1949 jo. pasal 142 UUDS 1950, maka sampai kini
masih diberlakukan KUHP yang lahir pada 1 Januari 1918 itu, karena belum juga diadakan KUHP yang baru. Tapi itu tidak
berarti, bahwa KUHP kita yang sekarang,
masih dalam keadaan asli atau telah diambil alih langsung oleh negara kita, tetapi bahkan isinya dan jiwanya
telah banyak diubah dan diganti,
sehingga telah sesuai dengan keperluan dan keadaan nasional kita dewasa ini.
Perubahan yang penting pada
KUHP cipataan
Hindia Belanda itu diadakan dengan
Undang-undang No. 1 Tahun
1946. Dengan KUHP itu maka mulai I Januari 1918 berlakulah satu macam Hukum Pidana untuk semua golongan penduduk
Indonesia (unifikasi Hukum
Pidana).
Sebelum tanggal 1 januari 1918 di tanah air kita telah berlaku dua KUHP yaitu:
a. satu
untuk golongan Indonesia (mulai 1
Januari 1873);
b. satu
untuk golongan Eropa (mulai 1
Januari 1867).
KUHP untuk golongan
Indonesia (1873)
adalah copy (turunan) dari KUHP untuk golongan
Eropa (1867). Dan KUHP untuk golongan Eropa juga
merupakan turunan dari Code Penal, yaifii Hukum Pidana di Prancis di zaman Napoleon pada tahun 1811.
Perbedaan antara KUHP untuk
orang Eropa (1867) dan dengan KUHP orang Indonesia (1873) terutama pada jenis
hukuman yang diberikan. Misalnya:
a. Orang
Indonesia dapat diberi kerja paksa dengan lehernya diberi kalung besi atau kerja paksa dengan tidak
dibayar untuk mengerjakan pekerjaan
umum, sedang orang-orang Eropa tidak, hanya hukuman penjara atau.hukuman kurungdn saja;
b. KUHP untuk orang Indonesia disesuaikan dengan
keadaan dan kebiasaan orang Indonesia.
Misalnya:
1. perkawinan
dengan lebih satu orang perempuan tidak dihukum;
2. pengemisan
dan mandi tirnpa pakaian di muka umum tidak dihukum.
Sebelum tahun 1867
orang-orang Eropa di Indonesia
pada umumnya dikenakan Hukum Pidana dari negeri Belanda atau Hukum Pdana
Romawi. Sedangkan bagi orang Indonesia sebelum tahun 1873 diperlukan Hukum Adat
Pidananya masing-masing.Contoh-contoh dari Hukum Adat Pidana yang tertulis:
a.
Kutaramanawa
dalam Kerajaan Majapahit kira-kira tahun 1350
b.
Pepakem
Cirebon untuk Kerajaan di Cirebon tahun 1768
Dalam KUHP Belanda nasional keadaan sipelanggar
diperhatikan.pada umumnya KUHP Belanda yang bersifat nasional itu adalah lebih
modern dan lebih sesuai dengan kemajuan zaman, jika dibandingkan dengan KUHP
dari lain-lain negara pada waktu itu, sebab KuhP Belanda ini dibuat belakangan,
sehingga dapat menarik keuntungan-keuntungan dari KUHP negara lain.Perbedaan
yang penting antgara KUHP Belanda 1886 dengan copynya diIndonesia yang mulai
berlaku 1 januari 1918 ialah masih ad hukuman mati dalam KUHP Indonesia pada
tahun 1918.
C. Pembagian
Hukum pidana
Hukum
Pidana dapat dibagi sebagai berikut:
1. Hukum
Pidana objektif (Jus punare), yangdapat dibagi ke dalam:
a.Hukum Pidana Material
b.Hukum
Pidana Formal (Hukum Acna pidana)
2. Hukum
Pidana Subjektif (Jus puniendi)
3. Hukum
Pidana Umum
4. Hukum
Pidana Khusus, yang dapat dibagi lagi ke dalam:
a.
Hukum pidana Militer
b.
Hukum Pidana pajak (Fiskal)
1.
Pokok-Pokok Hukum Pidana
Hukum Pidana Objektif (Jus
Punale) ialah semua peraturan yang Mengandung keharusan atau larangim, terhadap pelanggaran
mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan Hukum Pidana Objektif dibagi dalam Hukum Pidana
Material dan Hukum Pidana Formal:
a. Hukum
Pidana Material ialah peraturan-peraturan yang menegaskan:
1) ferbuatan-perbuatan
apa yang dapat dihukum
2) SiaPa
Yang dapat
dihukum
3) Dengan
hukuman apa menghukum seseorang
Singkatnya Hukum Pidana
Material mengatur tentang apa,
siapa Dan bagaimana
orang dapat dihukum Jadi
Hukum Pidana Material mengatur perumusan
dari kejahatan dan pelanggaran serta
syarat-syarat apa seseorang dapat dihukum. Hukum
Pidana Material dapat membedakan adanya:
1. Hukum
Pidana Umum
2. Hukum
Pidana Khusus, misalnya Hukum Pidana Pajak (orang
yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor hukumannya
tidak terdapat dalam Hukum Pidana umum akan tetapi diatur tersendiri dalam
Undang-undang (Pidana Pajak).
b. Hukum
Pidana Formal ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan
pidana (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana
Material) Dapat juga dikatakan bahwa
Hukum Pidana Formal atau Hukum Acara
Pidand memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau mempJrtahankan Hukum Pidana
Material; dan karena memuat cara-cata
untuk menghukum seseorang yang melanggar
peraturan pidana, maka hukum ini dinamakan juga Hukum
Acara Pidana. Hukum
Acara Pidana terkumpul/
diatur dalam Reglemen Indonesia yang dibaharui disingkat dahulu R.I.B. sekarang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) Tahun 1981
2. Hukum Pidana Subyektif, ialah hak negara atau alat-alat untuk
menhukum berdasarkan Hukum Pidana Objektif.Pada hakikatnya Hukum Pidana
Objektif itu membatasi hak negara
untuk menghukum. Hukum Pidana Subjektif ini baru ada, setelah ada peraturan-peraturan dari Hukum
Pidana Objektif terlebih dahulu.
Dalam hubungan ini tersimpul
kekuasaan untuk dipergunakan oleh negara,
yang berarti, bahwa tiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindak
pidana (perbuatan melanggar
hukum = delik).
3. Hukum
Pidana Umum ialah Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun
juga,di seluruh Indonesia) kecuali
anggota ketentaraan.
4. Hukum
Pidana Khusus ialah Hukum Pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertenfu.
Contoh:
a. Hukum
Pidana Militer, berlaku khusus untuk anggota militer dan mereka yang dipersamakan dengan militer.
b. Hukum
Pidana Pajak, berlaku khusus untuk perseroan dan mereka
yang membayar pajak (wajib pajak).
D. Tujuan Hukum Pidana
Hukum Pidana merupakan ilmu
pengetahuan hukum
oleh karena itu peninjauan bahan-bahan mengenai Hukum Pidanaterutama
dilakukan dari sudut
pertanggungjawaban manusia tentang "Perbuatan yang dapat dihukum". Kalau seseorang melanggar
peraturan pidana, maka akibatnya ialah orang itu dapat dipertanggungjawabkan
tentang perbuatannya itu sehingga
ia dapat dikenakan hukum (kecuali orang gila, di bawah umur dan sebagainya).
Tujuan Hukum Pidana itu
memberi sistem dalam bahan-bahan yang banyak dari hukum itu: Asas-asas dihubungkan
satu sama lain sehingga dapat
dimasukkan dalam satu sistem.
Penyelidikan secara demikian ialah
dogmatis yuridis. Selain
itu Hukum Pidana dilihat sebagai ilmu pengetahuan kemasyarakatan. Sebagai ilmu pengetahuan
sosial, maka diselidiki sebab-sebab dari kejahatan
dan dicari cara-cara
untuk memberantasnya. Penyelidikan tentang
sebab dari kejahatan (crime) ini dapat dicari pada diri orang (keadaan badan
dan jiwanya) atau pada keadaan masyarakat.
seperti juga tiap-tiap Ilmu
Pengetahuan membutuhkan bantuan dan keterangan -keterangan dari Ilmu Pengetahuan yang lain, demikian pula ilmu Hukum Pidana ini mempunyai ilmu-ilmu
pengetahuan pembantunya, di
antaranya:
1. Antropologi,
2. Filsafat,
3. Etika,
4. Statistik,
5. Medicina
Forensic (ilmu kedokteran bagian Kehakiman),
6. Psychiatrie
Kehakiman,
7. Kriminologi.
Hanya kriminologi yang akan
kita tinjau di sini karena ilmu pengetahuan ini
yang memberi bantuan yang terbesar, bahkan merupakan dasar dari Hukum pidana. Kriminologi ialah suatu ilmu
pengetahuan yang mencari apa
dan sebab dari kejahatan dan berusaha untuk memberantasnya.
Sebagai ilmu pengetahuan
pembantu Hukum Pidana, kriminologi
menyelidiki sebab-sebab kejahatan itu dari sudut masyarakat, dan
sebagai alat penyelidikannya ialah
Statistik Kriminologi dapat dibagi ke
dalam:
1. Antropologi
Kriminologi ialah ilmu pengetahuan yang mencari sebabsebab dari kejahatan dalam diri si penjahat pada
keadaan badan penjahat (ajaran Lombroso).
2. Sosiologi
Kriminalogi ialah ilmu pengetahuan yang mencari sebab-sebab dari
kejahatan di dalam masyarakat, misalnya: keadaan ekonomi, harga yang tinggi dari barang-barang
keperluan sehari-hari, upah yang
sangat rendah, tempat tinggal yang buruk dan kotor, dan lain-lain.
3. Politik Kriminalogi ialah ilmu pengetahuan yang mencari
cara-cara untuk memberantas kejahatan.
4. Statistik
Kriminil ialah ilmu pengetahuan yang dengan angka-angka mencatat tentang kejadian-kejadian dan
macam-macam kejahatan.
Antropologi Kriminil dan Sosiologi Kriminil
termasuk Aetiologi Kriminil yaitu
ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab timbulnya kejahatan itu. Di
dalam Aetiologi terdapat beberapa aliran (mazhab = sekolah) tentang
sebab-sebab kejahatan dan yang terpenting di antaranya ialah:
a. Mazhab Italia atau aliran Biologi Kriminil
b. Aliran Sosiologi Kriminil atau Mazhab Prancis
c. Aliran Bio Sosiologi
BAB III
PEMBAHASAN
TENTANG KEJAHATAN TERHADAP KETERTIBAN UMUM
Pasal
153 bis dan 153 ter. Dihapus dengan
Undang-Undang no. 1 Tahun 1946, pasal VIII, butir 32. KUHP lahir dan telah mulai berlaku sejak 1 januari 1918. Jadi KUHP
dibuat pada zaman Hindia Belanda. berdasarkan pasal II peraturan peralihan dari
UUD 1945 pasal 192 konstitusi RIS 1949. Pasal 142 UUDS 1950, maka sampai kini
masih berlaku KUHP yang lahir pada1 januari 1918 itu. Namun bukan berarti KUHP
masih dalam keadaan asli, tetapi isinya bahkan jiwanya telah banyak berubah dan
di ganti. Seperti pada pasal 153 bis dan 153 ter di atas. Perubahan ini terjadi
agar sesuai dengan kebutuhan dan keperluan nasional.
Pasal
154. Barang siapa dimuka
umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap
Pemerintah Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun atau
denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah. Hal
ini sudah sering terjadi di kalangan masyarakat. Tapi menurut saya KUHP pasal
154 ini kurang bekerja di masyarakat mungkin bekerja apabila seseorang yang
menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaannya ini dapat
mempengaruhi orang banyak. Masalah yang beredar di masyarakat saat ini
contohnya NII, pemerintah baru bertindak sekarang karena NII sudah banyak
mempengaruhi orang lain itu pun dengan cara menculik.
Pasal 154a. (L.N. 1958-127). Barang siapa menodai bendera kebangsaan
republik indonesia dan lambang negara republik indonesia diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau dendapaling banyak tiga ratus ribu rupiah.
Peraturan ini juga kurang berlaku lagi di
kalangan masyarakat awam. Tidak seperti pada masa orde baru. Pemerintah
betul-betul menjaga bendera dan simbol kenegaraan kita, hal ini terjadi entah
apakah masyarakat sekarang tidak mau tau atau pemerintah kurang
mensosialisasikan larangan tersebut. Apabila pemerintah mengharapkan masyarakat
untuk mencari tau dan membaca pasal 155 sehingga mereka menjadi tau tentang
pasal ini itu sangat tidak efisien karena masyarakat kita untuk minat membaca
itu sangat kurang.
Pasal
155. (1)
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan atau lukisan
di muka umum yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap Pemerintah Indonesia, dengan maksud supaya isinya diketahui
atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan
pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya
menjadi tetap karena melakukan kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan
dapat dilarang menjalankan pencarian tersebut. Pasal ini hampir sama dengan pasal
sebelumnya yaitu pasal 154. Yaitu sama-sama mempunyai perasaan permusuhan,
kebencian dan penghinaan terhadap pemerintah. Perbedaannya ialah pada pasal 154
perasaan permusuhan, kebencian dan penghinaan dilakukan secara lisan sedangkan
pada pasal 155 ini perasaan permusuhan, kebencian, dan penghinaan dilakukan
secara tertulis. Dari dua cara tersebut tampaknya lebih sangat berefek yang
memlalui tulisan yaitu yang terdapat pada pasal 155. Karena tulisan lebih
banyak lagi orang yang melihat dan membacanya. Kalau melalui lisan hanya di
dengar dan hanya pada saat itu saja. Dan apabila tulisan itu tidak secepatnya
dihilangkan maka makin banyak orang yang melihat dan terpengaruh.
Pasal 156. Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau
penghinaan terhadap suatu atau beherapa golongan rakyat Indonesia, diancam
dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah. Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal
berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan
suatu atau beberapa hagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat,
asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara. Pertikaian antar golongan atau
suku sangat rentan terjadi di indonesia, khususnya didaerah bagian timur
indonesia. Maka hal ini harus dihindari. Menurut saya masyarakat sangat
berpengaruh dalam hal ini. Jangan sampai hal ini terjadi lagi seperti
sebelum-sebelumnya. Dan jangan sampai terikut-ikut dan mau di adu domba.
Pasal 156a. Dipidana dengan pidana penjara selama-lumanya lima tahun
barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan
perbuatan:
a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di indonesia terdapat lima agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam dengan mayoritas paling besar, Kristen, Katolik yang pemeluknya banyak berada di daerah barat indonesia, Hindu Dan Budha yang merupakan agama pertama yang ada di indonesia saat ini mayoritas pemeluknya berada di Pulau Bali. Dengan di akuinya banyak agama ini oleh pemerintah sering terjadi adu domba agama. Sering terjadinya serang atau teror antar agama. Sehingga muncullah kata Teroris. Dan yang menjadi korban kata tersebut adalah ummat islam. Sebaiknya masyarakat indonesia salaing menghargai ummat beragama. Sehingga tidak terjadi pertikaian atau saling serang antar agama. Bukankah perdamaian itu lebih indah. Pemerintah pun mengeluarkan pasal 156a ini agar kondisi ummat beragama di indonesia tetap kondusif.
a. yang pada pokoknya bcrsifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Di indonesia terdapat lima agama yang diakui oleh pemerintah, yaitu Islam dengan mayoritas paling besar, Kristen, Katolik yang pemeluknya banyak berada di daerah barat indonesia, Hindu Dan Budha yang merupakan agama pertama yang ada di indonesia saat ini mayoritas pemeluknya berada di Pulau Bali. Dengan di akuinya banyak agama ini oleh pemerintah sering terjadi adu domba agama. Sering terjadinya serang atau teror antar agama. Sehingga muncullah kata Teroris. Dan yang menjadi korban kata tersebut adalah ummat islam. Sebaiknya masyarakat indonesia salaing menghargai ummat beragama. Sehingga tidak terjadi pertikaian atau saling serang antar agama. Bukankah perdamaian itu lebih indah. Pemerintah pun mengeluarkan pasal 156a ini agar kondisi ummat beragama di indonesia tetap kondusif.
Pasal 156a. Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan
sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atheis merupakan hal yang dilarang di Indonesia walaupun sering dikatakan bahwa orang yang beragama belum pasti lebih baik dari pada orang yang tidak beragama. Hal ini juga sesuai dengan idiologi bangsa yaitu Pancasila yang terdapat pada sila pertama Ketuhanaan Yang Maha Esa. So, masyarakat indonesia harus mempunyai kepercayaan.
a. yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia; b. dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apa pun juga, yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa. Atheis merupakan hal yang dilarang di Indonesia walaupun sering dikatakan bahwa orang yang beragama belum pasti lebih baik dari pada orang yang tidak beragama. Hal ini juga sesuai dengan idiologi bangsa yaitu Pancasila yang terdapat pada sila pertama Ketuhanaan Yang Maha Esa. So, masyarakat indonesia harus mempunyai kepercayaan.
Pasal 158. Barang siapa menyelenggarakan pemilihan anggota untuk
suatu lembaga kenegaraan asing di Indonesia, atau menyiapkan ataupun memudahkan
pemilihan itu, baik yang diadakan di Indonesia maupun di luar negeri, diancam
dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak
tujuh ribu lima ratus rupiah. Hal
ini mungkin dikarenakan takut terjadinya penyimpangan atau penghianatan terhap
negara.
Pasal 159. Barang siapa turut serta dalam pemilihan umum, baik yang
diadakan di Indonesia maupun di luar negeri, seperti yang dimaksudkan dalam
pasal 158, diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan atau pidana
denda paling banyak seribu lima ratus rupiah.
Pasal 160 Barang
siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan
perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak
menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan
undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun utau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. memprovokasi atau menghasut merupakan hal sangat tidak terpuji, apalagi
hal tersebut mengarah kepada keburukan atau kejahatan. Setiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban pemerintah harus memberikan sesuatu yang menjadi
hak warga negara, dan warga negara mempunyai kewajuban juga, dan menaati
undang-undang dan pemerintah adalah kewajiban warga negara. Hal itu juga guna
menjaga hak-hak setiap warga negara.
Pasal 161. (1) Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau
menempelkan di muka umum tulisan yang menghasut supaya melakukan perbuatan
pidana, menentang penguasa umum dengan kekerasan, atau menentang sesuatu hal
lain seperti tersebut dalam pasal di atas, dengan maksud supaya isi yang
menghasut diketahui atau lebih diketahui oleh umum, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah. (2) Jika yang hemalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu
menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya
menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, yang bersangkutan dapat
dilarang menjalankan pencarian tersebut. Seperti pada pasal sebelumnya yaitu pasal 160 setiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban. Sehingga pemerintah harus memberikan hak yang
dibutuhkan oleh warga negara dan warga negara harus menjalankan kewajibannya
kepada pemerintah.
Pasal
161 bis. Pasal
ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang No. 1 Tahun 1946, pasal 8, butir 34. Hal ini
hampir sama dengan pasal 153 bis dan 153 ter. Bahwa terjadi Perubahan di KUHP
agar sesuai dengan kebutuhan dan keperluan nasional.
Pasal 162 Barang
siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menawarkan untuk memberi
keterangan, kesempatan atau sarana guna melakukan tindak pidana, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan hulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. membantu
ikut merencanakan atau memberikan sarana itu lebih memberikan pengaruh yang
besar dari pada melakukan kejahatan. Kejahatan itu tidak akan terjadi tanpa
perencanaan. So, perencananya merupakan orang yang lebih jahat dari pada
pelakunya.
Pasal 163(1)
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan
yang berisi penawaran untuk memberi keterangan, kesempatan atau sarana guna
melakukan tindak pidana dengan maksud supaya penawaran itu diketahui atau lebih
diketahui oleh umum, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. (2) Jika
yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu menjalankan pencariannya
dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap
karena kejahatan semacam itu juga yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan
pencarian tersebut. Mengajak
berbuat kejahatan sama saja dengan membuka peluang menjerumuskan orang lain
kedalam perbutan kejahatan. Hal ini harus dihindari agar kejahatan tidak
bertambah banyak.
Pasal 163 bis. (1) Barang siapa dengan menggunakan
salah satu sarana tersebut dalam pasal 55 ke-2 berusaha menggerakkan orang lain
supaya melakukan kejahatan, dan kejahatan itu atau percobaan untuk itu dapat
dipidana tidak terjadi, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun
atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, tetapi dengan pengertian
bahwa sekali-kali tidak dapat dijatuhkan pidana yang lebih berat daripada yang
dapat dijatuhkan karena percobaan kejahatan atau apahila percobaan itu tidak
dapat dipidana karena kejahatan itu sendiri. (2) Aturan tersebut tidak berlaku,
jika tidak mengakibatkan kejahatan atau percobaan kejahatan disebabkan karena
kehendaknya sendiri. Walaupun
tindak pidana yang direncanakan tidak terjadi, apabila tidak mendapat hukuman
bisa saja tindak pidana yang di rencanakan yang tidak sempat terjadi tersebut
bisa di ulang kembali dilaksanakan.
Pasal 164. Barang siapa mengetahui ada sesuatu permufakatan untuk
melakukan kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 113, 115,
124, 187 atau 187 bis, sedang masih ada waktu untuk mencegah kejahatan itu, dan
dengan sengaja tidak segera memberitahukan tentang hal itu kepada pejabat
kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh kejahatan itu,
dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana penjara paling lama
satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah. mencegah kejahatan merupakan hal yang paling mulia. Dan
hal tersebut harus dilaporkan kepada kehakiman atau kepolisian karena bisa saja
rencananya dilakukan atau disambung di lain waktu dan kesempatan. Tapi yang
lebih utama adalah memberitahukan kepada orang yang terancam kejahatan
tersebut. Agar orang yang terancam kejahatan tersebut bisa lebih menjaga diri.
Pasal 165(1)
Barang siapa mengetahui ada niat untuk melakukan salah satu kejahatan
berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, dan 108, 110 - 113, dan 115 - 129 dan
131 atau niat untuk lari dari tentara dalam masa perang, untuk desersi, untuk
membunuh dengan rencana, untuk menculik atau memperkosa atau mengetahui adanya
niat untuk melakukan kejahatan tersebut dalam bab 8 dalam kitab undang-undang
ini, sepanjang kejahatan itu membahayakan nyawa orang atau untuk melakukan
salah satu kejahatan berdasarkan pasal- pasal 224 228, 250 atau salah satu
kejahatan berdasarkan pasal-pasal 264 dan 275 sepanjang mengenai surat kredit
yang diperuntukkan bagi peredaran, sedang masih ada waktu untuk mencegah
kejahatan itu, dan dengan sengaja tidak segera memberitahukan hal itu kepada
pejabat kehakiman atau kepolisian atau kepada orang yang terancam oleh
kejahatan itu, dipidana jika kejahatan itu jadi dilakukan, dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (2) Pidana tersebut diterapkan terhadap orang yang
mengetahui bahwa sesuatu kejahatan berdasarkan ayat 1 telah dilakukan, dan
telah membahayakan nyawa orang pada saat akibat masih dapat dicegah, dengan sengaja
tidak memberitahukannya
kepada pihak-pihak tersebut dalam ayat l. hal yang terdapat pada pasal 165 ini hampir sama dengan dengan hal yang
terdapat pada pasal 164. Yaitu harus memberitahukan kepada kehakiman atau
kepolisian bahwa akan terjadi tindak pidana dan membahayakan kejahatan orang
lain. kemudian mengenai niat ingin lari dari peperangan juga harus dicegah
karena bisa saja menyebabkan kekalahan dan hal tersebut akan lebih membahayakan
lebih banyak nyawa manusia. Dan tugas dalam peperangan juga merupakan kewajiban
membela negara dan hal tersebut harus dilakukan.
Pasal 166. Ketentuan dalam pasal 164 dan 165 tidak berlaku bagi
orang yang dengan memberitahukan itu mungkin mendatangkan bahaya penuntutan
pidana bagi diri sendiri, bagi seorang keluarganya sedarah atau semenda dalam
garis lurus atau garis menyimpang derajat kedua atau ketiga, bagi suami atau
bekas suaminya, atau bagi orang lain yang jika dituntut, berhubung dengan
jabatan atau pencariannya, dimungkinkan pembebasan menjadi saksi terhadap orang
tersebut. Namun di perbolehkan
untuk tidak melaporkan tindakan yang terdapat pada pasal 164 dan 165 apabila
orang yang akan melaporkan tersebut nyawanya atau nyawa orang terdekatnya atau
nyawa orang sekitarnya mendapatkan ancaman. Karena hal ini bisa memperpanjang masalah.
Pasal 167(1)
Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup
yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan
hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah. (2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat,
dengan menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jahatan palsu,
atau barang siapa tidak setahu yang berhak lebih dahulu serta bukan karena
kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap memaksa
masuk. (3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat
menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan. (4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiga jika
yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu. Setiap orang mempunyai hak privasi dan pribadi, jadi bisa
dibilang rumah atau ruangan khusus atau pribadi adalah merupakan privasi
pribadi. Jadi apabila seseorang berusaha masuk ke rumah atau ruangan merupakan
suatu perlakuan yang mengganggu hak privasi pribadi seseorang. Dan apabila
menggunakan kunci palsu berarti perbuatan tersebut sudah terencana dan
dilakukan dengan sengaja.
Pasal 168. (1) Barang siapa memaksa masuk ke dalam ruangan untuk
dinas umum, atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan
pejabat yang berwenang tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara
paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah. (2) Barang siapa masuk dengan merusak atau memanjat, dengan
menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu, atau
barang siapa tidak setahu pejabat yang berwenang lebih dahulu serta bukan
karena kekhilafan masuk dan kedapatan di situ pada waktu malam, dianggap
memaksa masuk. (3) Jika ia mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang
dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara menjadi paling lama satu
tahun empat bulan. (4) Pidana tersebut dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah
sepertiga, jika yang melakukan kejahatan dua orang atau lebih dengan bersekutu.
dinas umum adalah hak milik semua
masyarakat namun apabila masuknya untuk merusak atau membuat kekacauan maka hal
tersebut sama dengan melawan hukum. Apalagi ditambah dengan menakut-nakuti
orang lain maka hal tersebut ditambah dengan mengganggu ketenangan orang lain.
Pasal 169. (1) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan
melakukan kejahatan. atau turut serta dalam perkumpulan lainnya yang dilarang
oleh aturan-aturan umum, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Turut serta dalam perkumpulan yang bertujuan melakukan pelanggaran, diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling
banyak empat ribu lima ratus rupiah. (3) Terhadap pendiri atau pengurus, pidana
dapat ditambah sepertiga. Turut
serta dalam perkumpulan yang bertujuan dalam kejahatan itu bisa saja sama dengan
merencanakan sesuatu untuk melakukan kejahatan. Apalagi mengajak untuk
melakukan suatu kejahatan sudah dilarang pada pasal sebelumnya. Yaitu pasal 162
a
Pasal 170. (1) Barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga
bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun enam bulan. (2) Yang bersalah diancam: 1. dengan pidana penjara paling lama
tujuh tahun, jika ia dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan
yang digunakan mengakibatkan luka-luka; 2. dengan pidana penjara paling lama
sembilan tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat; 3. dengan pidana
penjara paling lama dua belas tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut. (3)
Pasal 89 tidak diterapkan. Melakukan kekerasan kepada
orang lain atau benda orang lain tersebut itu sama saja merupakan mengganggu
ketenangan orang lain. apalagi bisa mengakibatkan kehilangan nyawa orang lain.
Pasal 171. Pasal ini ditiadakan berdasarkan Undang-undang no. 1
Tahun 1946, pasal 8, butir 37.
Pasal 172. Barang siapa dengan sengaja mengganggu ketenangan dengan
mengeluarkan teriakan-teriakan, atau tanda-tanda bahaya palsu, diancam dengan
pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah. mengganggu ketenangan orang lain itu sama saja dengan mangganggu
privasi serta hak-hak orang lain tersebut. Karena Ketenangan merupakan
kebutuhan manusia.
Pasal 173. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
merintangi rapat, umum yang diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama satu tahun. Rapat umum
dilaksanakan adalah untuk kepentingan umum juga. Kepentingan umum berarti untuk
orang banyak. Mengganggu atau merintangi rapat umum berarti mengganggu
kepentingan umum juga. Maka hal tersebut tidak boleh dilakukan.
Pasal 174. Barang siapa dengan sengaja mengganggu rapat umum yang
diizinkan dengan jalan menimbulkan kekacauan atau suara gaduh, diancam dengan
pidana penjara paling lama tiga minggu atau pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah. hal ini hampir
sama dengan pasal sebelumnya yaitu pasal 174. Mengganggu rapat umum berarti
mengganggu kepentingan orang banyak.
Pasal 175. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
merintangi pertemuan keagamaan yang bersifat umum dan diizinkan, atau upacara
keagamaan yang diizinkan, atau upacara penguburan jenazah, diancam dengan
pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. Memeluk suatu agama atau setiap ummat beragama di indonesia dilindungi oleh
pemerintah. Memeluk suatu agama juga merupakan hak asasi manusia. Mengganggu atau
merintangi sesuatu yang bersifat keagamaan berarti sama saja dengan mengganggu
hak asasi manusia.
Pasal 176. Barang siapa dengan sengaja mengganggu pertemuan
keagamaan yang bersifat, umum dan diizinkan, atau upacara keagamaan yang
diizinkan atau upacara penguburan jenazah, dengan menimbulkan kekacauan atau
suara gaduh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu
atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah. pasal 176 ini hampir sama dengan pasal 175 yaitu
menganggu sesuatu yang bersifat keagamaan. Cuman bedanya adalah pada pasal 175
mengganggunya dengan cara kekerasan atau memberikan ancaman serta merintangi
acara keagamaan tersebut sedangkan pada pasal 176 mengganggu acara keagamaan
tersebut dengan membuat kegaduhan. Sementara sesuatu yang menyangkut keagamaan
butuh kekhusyuan agar dapat berjalan dengan baik.
Pasal 177. Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua
minggu atau pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah: 1. barang siapa menertawakan seorang
petugas agama dalam menjalankan tugas yang diizinkan; 2. barang siapa menghina benda-benda
untuk keperluan ibadat di tempat atau pada waktu ibadat dilakukan. agama merupakan suatu hal yang sangat sakral, jadi apabila menertawakan
atau mengejek atau mengganggu suatu yang bersifat keagamaan itu sama saja
dengan melecehkan suatu agama tertentu.
Pasal 178. Barang siapa dengan sengaja merintangi atau
menghalang-halangi jalan masuk atau pengangkutan mayat ke kuburan yang
diizinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu bulan dua minggu atau
pidana denda paling banyak seribu delapan ratus rupiah.
Pasal 179. Barang siapa dengan sengaja menodai kuburan atau dengan
sengaja dan melawan hukum menghancurkan atau merusak tanda peringntan di tempat
kuburan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.
Pasal 180. Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum menggali
atau mengambil jenazah atau memindahkan atau mengangkut jenazah yang sudah
digali atau diambil, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 181. Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau
menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau kelahirannya,
diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak empat ribu lirna ratus rupiah.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hukum Pidana itu ialah hukum yang
mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum,
perbuatan mana diancam dengan hukuman yang merupakan suatu
penderitaan atau siksaan. Dari definisi di atas kita dapat
mengambil kesimpulan, bahwa Hukum Pidana bukanlah suatu hukum yang
mengandung norma-norma baru, melainkan hanya mengatur
tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap norma-norma hukum yang mengenai kepentingan umum.
DAFTAR PUSTAKA
Comments
Post a Comment
komen sangat di harapkan boss.