Makalah sejarah Hukum Agraria
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Tanah merupakan kebutuhan hidup
manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas
tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat
dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak
langsung selalu memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih
memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan
manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya.
Dengan adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam
masvarakat. Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak
atau lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar
dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat
3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat
.Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau
yang biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari
pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan
hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya
dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa
tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan
bahwa selama 62 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum bisa memberikan
jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) baru sebatas menandai dimulainya
era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi
kepemilikan individual.
Terkait dengan banyak mencuatnya
kasus sengketa tanah ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto
mengatakan, bahwa terdapat sedikitnya terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala
nasional. Kasus sengketa tanah yang berjumlah 2.810 kasus itu tersebar di
seluruh indonesia dalam skala besar. Yang bersekala kecil, jumlahnya lebih
besar lagi.
B.
RUMUSAN MASALAH
Masalah adalah
sesuatu hal yang menimbulkan pernyataan yang mendorong untuk mencarikan
jawabannya atau suatu yang harus di pecahkan
Poerwadarminta(1976:634).selanjutnya Surachmad (1980 :3)juga mengatakan bahwa
masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya.
Berdasarkan uraian
di atas ,maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1
Apakah arti dari Agraria,dan Hukum agraria itu sendiri
2
Bagaimanakan Sumber sumber terbentuknya Hukum Agraria itu
3
Bagaimanakah Sejarah Hukum agraria pada masa indonesia belum
merdeka,pada saat indonesia merdeka dan pada saat seteleh indonesiamerdeka.
4
Bagaimana problem agraria di indonesia.
C.
TUJUAN
Adapun tujuan
penyusun membuat makalah ini adalah
untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.
Agar dapat Mengerti Apakah arti dari Agraria,dan Hukum
agraria itu sendiri
2.
Agar dapat Mengetahui Bagaimanakan Sumber sumber
terbentuknya Hukum Agraria itu.
3.
Agar dapat memahami dan mengerti Bagaimanakah Sejarah Hukum
agraria pada masa indonesia belum merdeka,pada saat indonesia merdeka dan pada
saat seteleh indonesiamerdeka.
4.
Agar dapat mengetahui problem agraria di indonesia ini.
D.
METODE PENYUSUNAN
Metode penyusunan yang digunakan dalam menyusun paper ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu
pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku,
dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
berkaitan dengan penyusunan .
2. Bahan – bahan yang didapatkan
melalui Intenet.
E.
SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan paper ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian
dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN , Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian
dari agraria dan hum agraria serta menguraikan sumber sumber hukan agraria
tersebut dan menceritakan asal mula atau sejarah lahirnya hukum agraria sebelum
indonesia merdeka,pada saat indonesia merdeka dan setelah indonesia merdeka.
BAB III : PENUTUP, Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari materi
sejarah hukum agraria dari makalah yang saya buat ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1.
Pengertian Agraria
Boedi Harsono membedakan
pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni arti agraria dalam arti umum,
Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan Undang-undang
Pokok Agraria.
Pertama dalam perspektif umum,
agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau
sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian
atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau
dalam bahasa Inggris agrarian selalu dairtikan dengan tanah dan
dihubungakan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan
seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum
yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih
meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia
sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah,
baik tanah pertanian maupun non pertanian.
Tetapi Agrarisch
Recht atau Hukum Agraria di lingkungan
administrasi pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan
perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam
melaksanakan kebijakannya di bidang pertanahan. Maka perangkat hukum tersebut
merupakan bagian dari hukum administrasi negara.
Sebutan agrarische
wet, agrarische besluit, agrarische inspectie pada departemen Van
Binnenlandsche Bestuur, agrarische regelingan dalam himpunan Engelbrecht,
bagian agraria pada kementerian dalam negeri, menteri agraria, kementerian agraira,
departemen agraria, menteri pertanian dan agraria, departemen pertanian dan
agraria, direktur jenderak agraria, direktorat jenderal agraria pada departemen
dalam negeri, semuanya menunjukan pengertian demikian.
Pengertian agraria meliputi bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang
ditentukan dalam Pasal 48, bahkan
meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung :
tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan
memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
Pengertian bumi meliputi permukaan
bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di bawahnya serta yangberada di bawah air
(Pasal 1 ayat (4) jo.Pasal 4 ayat(1)). Dengan demikian pengertian tanah
meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di
bawah air, termasuk air laut.
Sehubungan dengan
itu bumi meliputi juga apa yang dikenal dengan sebutan Landas Kontinen
Indonesia (LKI). LKI ini merupakan dasar laut dan tubuh bumi di bawahnya di
luar perairan wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan dengan Undang-undang
Nomor : 4 Prp Tahun 1960, sampai kedalaman 200 meter atau lebih, di mana masih
meungkin diselenggarakan eksplorasi dan sksploitasi kekayaan alam. Penguasaan
penuh dan hak ekslusif atas kekayaan alam di LKI tersebut serta
pemilikannya ada pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-undang Nomor
:1 Tahun 1973)(LN. 1973-1, TLN 2994).
Pengertian air meliputi baik
perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (5)). Dalam
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang : Pengairan (LN 1974-65) pengertian
air tidak dipakai dalam arti yang seluas itu. pengertiannya meliputi air yang
terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang meliputi
air yang terdapat di laut (Pasal 1 angka 3).
Kekayaan alam yang terkandung di
dalam bumi sidebut bahan-bahan galian, yaitu unsur-unsur kimia,
mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan
mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Undang-undang Nomor :11 Tahun 1967
tentang : Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (LN 1967-227, TLN 2831).
Kekayaan alam yang
terkandung di dalam air adalah ikan dan lain-lain kekayaan alam yang
berada di dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia. (Undang-undang
Nomor : 9 Tahun 1985 tentang : Perikanan, LN. 1985-46).
Dalam hubungan
dengan kekayaan alam di dalam tubuh bumi dan air tersebut perlku
dimaklumi adanya pengertian dan lembaga Zone Ekonomi Eksklusif, yaitu meliputi
jalur perairan dengan batas terluar 200 mili laut diukur dari garis pangkal
laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini hak berdaulat untuk melakukamn
eksplorasi, eksploitasi dan lain-lainnya atas segala sumber daya alam hayati
dan non hayati yang terdapat di dasar laut serta tuuh bumi di bawahnya dan air
di atasnya, ada pada Negara Republik Indonesia. (Undang-undang Nomor : 5 Tahun
1983 tentang : Zone Ekonomi Eksklusif LN. 1983-44).
Sementara, A.P. Parlindungan
menyatakan bahwa pengertian agraria mempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti
sempit, bisa terwujud hak-hak atas tanah, atupun pertanian saja, sedangkan
Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA telah mengambil sikap dalam pengertian yang meluas,
yakni bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dari batasan
agraria yang diberikan UUPA dalam ruang lingkupnya di atas mirip dengan
pengertian ruang dalam undang-undang Nomor : 24 Tahun 1992 tentang :
Penataan Ruang. Menurut Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa ruang adalah wadah
yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udata sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan
kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Dari uraian pengertian
agraria di atas, maka dapat disimpulkan pengertian agraria dengan
membedakan pengertian agraria dalam arti luas dan pengertian agraria dalam arti
sempit. Dalam arti sempit, agraria hanyalah meliputi bumi yang disebut tanah,
sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi bumi, air, ruang
angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang
dimaksudkan di sini adalah bukan dalam arti fisik, melainkan tanah dalam
pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA adalah
pengertian agraria dalam arti luas.
2.
Pengertian
Hukum Agraria.
Beberapa pakar
hukum memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan hukum agraria,
antara lain beberapa disebutkan di bawah ini.
Subekti dan Tjitro
Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata
negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air
dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang
bersumber pada huungan tersebut.
Prof. E. Utrecht,
S.H. menyatakan bahwa hukum agraria adalah menjadai bagian dari hukum tata
usaha negaram karena mengkaji hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air
dan ruang angkasa yang meliatakan pejabat yang bertugas mengurus masalah
agraria.
Daripada itu,
sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum Agraria meliputi :
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Oleh karenanya
pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum agraria dalam
arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur hak-hak
penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi :
- Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam arti permukaan bumi;
- Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
- Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
- Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air;
- Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
- Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
Sedangkan
pengertian hukum agraria dalam arti sempit, hanya mencakup Hukum
Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah.
Yang dimaksud tanah di sini adalah
sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah permukaan tanah, yang dalam
penggunaannya menurut Pasal 4 ayat (2), meliputi tubuh bumi, air dan ruang
angkasa, yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang
langsung berhubungan dengan penggunan tanah itu dalam batas menurut UUPA, dan
peraturan-perturan hukum lain yang lebih tinggi.
3.
Hukum
Tanah.
Dalam pengertian
konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua
dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah di sini buakan mengatur tanah
dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja yaitu
aspek yuridisnya yang disebut dengan hak-hak penguasaan atas tanah.
Dalam hukum, tanah merupakan
sesuatu yang nyata yaitu berupa permukaan fisik bumi serta apa yang ada di
atasnya buatan manusia yang disebut fixtures. Walaupun demikian
perhatian utamanya adalah bukan tanahnya itu, melainkan kepada aspek
kepemilikan dan penguasaan tanah serta perkembangannya. Objek perhatiannya
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban berkenaan dengan tanah yang dimiliki dan
dikuasai dalam berbagai bentuk hak penguasaan atas tanah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa
tanah dalam artu yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah hak
atas sebagiaan tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan
ukuran panjang dan lebar.
4.
Hak Atas Tanah
Yang dimaksud
dengan hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk
mempergunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Atas
ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, kepda pemegang hak atas tanah diberikan
wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi
dan air serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan
langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut
UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Hirarki hak-hak
atas penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah :
1.
Hak bangsa Indonesia atas tanah;
2.
Hak menguasai negara atas tanah;
3.
Hak ulayat masyarakat hukum adat;
4.
Hak-hak perseorangan, meliputi :
a.
Hak-hak atas tanah, meliputi :
1). Hak milik atas;
2). Hak guna usaha;
3). Hak guna bangunan;
4). Hak pakai;
5). Hak sewa;
6). Hak membuka tanah;
7). Hak memungut hasil hutan;
8). Hak-hak yang tidak termasuk dalam
hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta
hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 (UUPA).
b. Wakaf tanah hak milik;
c. Hak jaminan atas
tanah (hak tanggungan);
d. Hak milik atas satuan rumah
susun.
Hukum tanah adalah keseluruhan
ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya
mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak-hak penguasaan atas tanah
sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum konkrit, beraspek
publik dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga
keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan suatu sistem.
Objek hukum tanah
adalah hak penguasaan atas tanah yang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a)
Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum;
Hak penguasaan atas tanah ini
belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai
subjek atau pemegang hak.
b)
Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang
konkrit;
Hak penguasaan atas
tanah ini sudah dihubungkan dengan hak tertentu sebagai obyeknya dan atau orang
atau badan hukum tertentu sebagai subjek pemegang haknya.
Dalam kaitannya
dengan hubungan hukum antara pemegang hak dengan hak atas tanahnya, ada 2
(dua) macam asas dalam dalam hukum tanah, yaitu : asas pemisahan horisontal dan
asas pelekatan vertikal.
1)
Asas pemisahan horisontal yaitu suatu asas yang mendasrkan
pemilikan tanah dengan memisahakan tanah dari segala benda yang melekat pada
tanah tersebut. Sedangkan asas pelekatan vertikal yaitu asas yang mendasrkan
pemilikan tanah san segala benda yang melekat padanya sebagai suatu kesatuan
yang tertancap menjadi satu.
2)
Asas pemisahan horisontal merupakan alas atau dasar yang
merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang berlaku dalam bidang hukum
pertanahan dalam pengaturan hukum adat dan asas ini juga dianut oleh UUPA.
Sedangkan asas pelekatan vertikal merupakan alas atau dasar pemikiran yang
melandasi hukum pertanahan dalam pengaturan KUHPerdata.
Dalam bukunya,
Djuhaendah Hasan mengemukakan bahwa sejak berlakunya KUHPerdata kedua asas ini
diterapkan secara berdampingan sesuai dengan tata hukum yang berlaku dewasa itu
(masih dualistis) pada masa sebelum adanya kesatuan hukum dalam hukum
pertanahan yaitu sebelum UUPA. Sejak berlakunya UUPA, maka ketentuan Buku II
KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan di dalamnya telah
dicabut, kecuali tentang hipotik. Dengan demikian pengaturan tentang hukum
tanah dewasa ini telah merupakan satu kesatuan hukum (unifikasi hukum) yaitu
hanya ada satu hukum tanah saja yang berlaku yaitu yang diatur dalam UUPA dan
berasaskan hukum adat (lihat Pasal 5 UUPA).
5. Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia
Menurut UUPA
Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria
(UUPA) yang bertujuan:
a. Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional
b. Meletakkan
dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan
c. Meletakkan
dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat.
Berdasarkan
tujuan pembentukan UUPA tersebut maka seharusnyalah kaidah-kaidah hukum agraria
dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, yaitu cabang
ilmu hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk dapat menjadi suatu
cabang ilmu harus memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
a. Persyaratan
obyek materiil Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya.
b. Persyaratan
obyek formal Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam penyusunan hukum
agraria nasional.
Berdirinya
cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi sebuah tuntutan atau keharusan,
karena:
a. Persoalan
agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.
b. Dengan
adanya kesatuan/kebulatan, akan memudahkan bagi semua pihak untuk
mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang mempunyai sifat religius,
masalah tanah adalah soal masyarakat bukan persoalan perseorangan.
6.
Sumber
Hukum Agraria.
1)
Sumber
Hukum Tertulis.
a.
Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3).
Di mana dalam Pasal 33 ayat (3) ditentukan :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar
kemakmuran rakyat”.
b.
Undang-undang Pokok Agraria.
Undang-undangg ini
dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar
Pokok-pokok Agraria, tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam
Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara nomor 2043.
c.
Peraturan perundang-undangan di bidang agraria :
1.
Peraturan pelaksanaan UUPA
2.
Pertauran yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan
tetapi diperlukan dalam praktik.
d.
Peraturan lama, tetapi dengan syarat tertentu berdasarkan
peraturan/Pasal Peralihan, masih berlaku.
2)
Sumber
Hukum Tidak Tertulis.
a.
Kebiasaan baru yang timbul sesudah berlakunya UUPA, misalnya
:
1.
Yurisprudensi;
2.
Praktik agraria.
b.
Hukum adat yang lama, dengan syarat-syarat tertentu, yaitu
cacat-cacatnya telah dibersihkan.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN
HUKUM AGRARIA DI INDONESIA
1.
Sebelum Indonesia
Merdeka
Dalam membicarakan
sejarah hukum agraria,kita perlu meninjau dahulu sejarah kehidupan manusia dan
dalam lintasan sejarah inipulalah hukum agraria itu lahir dan berkembang.
Sejarah kehidupan manusia pada dasarnya dapat dijabarkan melalui tahap-tahap
berikut ini.
Dalam tahap I, manusia dalam
kehidupan yang dikatakan primitif,baru mengenal meramu sebagai sumber
penghidupannya yang pertama kali dan satu-satunya pula.Pada tahap ini oarang
tentu saja masih secara nomaden atau mengembara tanpa tempat tinggal yang tetap
dari hutan yang satu ke hutan yang lain dan dari daerah satu ke daerah yang
lain.
Dalam tahap II, manusia telah
menemukan mata pencaharian baru yakni berburu yang biasanya juga masih
dilakukan oleh nomden yakni mengembara dari hutan ke hutan mengikuti hewan
buruan yang ada.
Dalam tahap III manusia menemukan
mata pencaharian yang baru lagi, yakni berternak meskipun sistem pelaksanaannya
pun masih primitif dan nomaden pula. Dalam tahap ini, mata pencaharian manusia
masih tetap berternak namun pola hiup manusia kemudian berubah dari hidup
mengembara menjadi pola hidup menetap. Tetapi dalam pola ternak yang menetap
ini, manusia tidak mempersoalkan pengetahuannya dalam bidang pertanahan
megingat sebagian besar pemikiran mereka masih berpusat pada bidang peternakan.
Dalam tahap IV yang merupakan
perkembangan lebih lanjut dari pola hidup menetap, barulah manusia mulai
bercocok tanam sebagai mata penchariannya. Pada tahap inilah baru manusia
memikirkan an mempersoalkan keadaan tanah mengingat kepentingannya sehubungan
dengan mata pencahariannya yang baru itu. Tetapi pengetahuan tentang hal
pertanahan manusia pada masa itu tentu saja masih sangat sederhana dan sepit,
terbatas hanya pada hal-hal yang berkenaan dengan keperluan atau masalah yang tengah
dihadapnya saja. Disamping itu kehidupan manusia dalam tahap ini pun masih
bersifat sangat pasif terhadap alam, artinya manusia hanya bias menerima saja
segala akibat yang ditimbulkan oleh alam tanpa sedikitpun bisa berusaha
mencegahnya, misalnya dalam hal terjadi bencana alam seperti banjir dan
sebagainya.
Manusia pada masa itu paling-paling hanya dapat mengelakkannya saja dengan satu-satunya cara mengembara atauberpindah-pindah ke daerah yang lain dan memulaimata pencaharian mereka itu dari awal lagi. Jadi pada masa itu manusia memang telah mengenal hal-ihwal pertanahan, tetapi belum mampu mengubah alam yang tentunya disebabkan karena masih kurangnya atau sangat terbatasnya pengetahuan dan ketiadaan alat.
Manusia pada masa itu paling-paling hanya dapat mengelakkannya saja dengan satu-satunya cara mengembara atauberpindah-pindah ke daerah yang lain dan memulaimata pencaharian mereka itu dari awal lagi. Jadi pada masa itu manusia memang telah mengenal hal-ihwal pertanahan, tetapi belum mampu mengubah alam yang tentunya disebabkan karena masih kurangnya atau sangat terbatasnya pengetahuan dan ketiadaan alat.
Dalam tahap V, pola hidup
berkelompok sudah semakin umum mewarnai kehidupan manusia. Dalam tahap ini
manusia telah mengenal mata pencaharian berdagang barter tetapi tentu masih
dalam taraf,pola dan system sederhana, yakni tukar-menukar barang. Dalam system atau pola
perdagangan ini, uang sebagai alat tukar umum belum dikenal orang karena
pembayaran atas pembelian suatu barang dilakukan melalui pertukarannya dengan
barang lain yang harganya dianggap sebanding.
Bersamaan dengan
berkembangnya perdagangan ini, kian berkembang pula mata pencaharian bercocok
tanam sehingga dengan demikian berarti bahwa perhatian dan pengetahuan orang
pada bidang pertanahan kian berkembang pula. Dalam tahap inilah Hukum Agraria
mulai lahir meskipun belum secara formal maupun material dapat dikatakan masih
sangat primitive, masih sangat jauh dari memadahi. Hal ini tentu saja
disebabkan karena dalam hukum agraria yang masih primitif itu pengaturan hak
dan kewajiban timbal-balik antara penguasa dan warga masih belum serasi.
Melalui
perkembangan zaman, Hukum Agraria
tersebut menjadi kian berkembang mengalami berbagai penempurnaan dan
pembaharuan setahap demi setahap hingga sekarang ini. Jadi riwayat sejarah
Hukum Agraria sebagamana juga bidang hukum lainnya mulai lahir dan berkembang
melalui suatu evolusi yang lama dan panjang, sejak mulai adanya pengetahuan dan
inisiatif manusia untuk menciptakan kehidupan serasi melalui hokum yang
berkenaan dengan pertanahan, yang dalam hal ini dapat kita anggap sebagai
“embrio” Hukum Agraria itu sendiri.
Selanjutnya pada
zaman Hindia Belanda, Hukum Agraria
dibentuk berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan Belanda dahulu
yang merupakan dasar politik Agraria Pemerntah Hindia Belanda dengan tujuan
untuk mengembangkan penanaman modal asing lainnya diperkebunan-perkebunan .Utuk
mencapai tujuan ini pemerintah Hindia Belanda telah menciptakan pasal 51 dari
Indische Staatregeling dengan 8 ayat. Ke-8 ayat ini kemudian dituangkan ke
dalam undang-undang dengan nama “Agrariche Wet” dan dimuat dalam Stb. 1870-55.
Kemudian dikeluarkan keputusan Raja dengan nama “Agrarisch Besluit” yang
dikeluarkan tahun 1870.
Agrarisch Besluit
ini dalam pasal 1 memuat suatu asas yang sangat penting yang merupakan asas
dari semua peraturan Agraria Hindia Belanda. Asas ini disebut “Domein
Verklaring” atau juga bisa disebut asas domein, yaitu asas bahwa “semua tanah
yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya adalah domein Negara” yaitu tanah milik
negera.
Setelah Proklamasi
kemerdekaan Negara kita tahun 1945, undang-undang Agraria diatas dengan segala
peraturan organiknya dan buku ke-2 KUHS tentang benda, kecuali
peratuaran-peraturan mengenai hipotek, telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh
undan-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang mulai berlaku sejak tanggal 24
September 1960 hingga sekarang hanya berlaku satu undang-undang yang mengatur
agraia, yaitu Undang-undang Pokok Agraria No.5/1960. Ini berarti bahwa dalam
bidang hukum agraria telah tercapai keseragaman hukum, atau dengan istilah
hukumnya telah terdapat unifikasi hukum agrarian yang berarti bahwa berlaku
satu hukum agraria bagi semua warga Indonesia. Jadi dualisme dan pluralisme
dalam bidang hukum agrarian telah dapat dihapuskan.
a.
Masa
Pra-Kolonial
Pola pembagian wilayah yang menonjol pada masa awal
kerajaan-kerajaan di Jawa adalah berupa pembagian tanah ke dalam beragam
penguasaan atau pengawasan,yang diberikan ke tangan pejabat-pejabat yang
ditunjuk oleh raja atau yang berwenang di istana.Agaknya,pada masa itu
konsep³pemilikan´menurut konsep Barat (³property´,´eigendom´) memang tidak
dikenal,bahkan juga bagi penguasa.Karena itu tanah-tanah tersebut bukannya
³dimiliki´ oleh pejabat-pejabat atau penguasa,melainkan bahwa para
penguasa itu dalam artian politik mempunyai hak jurisdiksi atastanah-tanah
dalam wilayahnya yang dengan kekuasaan dan pengaruhnya dapat mereka
pertahankan,dan secara teoritis juga mempunyai hak untuk menguasai ,menggunakan
ataupun menjual hasil-hasil buminya sesuai dengan adat yang berlaku.
Pada awal abad ke-19 VOC bangkrut dan penguasaannya
digantikan oleh pemerintahKerajaan Belanda.Gubernur Jendral Daendels
memprakarsai perubahan ±perubahan administrasi untuk meniptakan kekuasaan
politik yang lebih sistematis .Tetai sejauh itu masalah penguasaan tanah
secaraformal belum memperoleh perhatian sepenuhnya.Barulah ketika pemerintahan
Inggrismenggantikannya (1811-1816) saat Raffles memperkenalkan teorinya yang
terkenal itu ,yaitu teoridomein, masalah keagrariaan memperoleh perhatian yang
sebenarnya.Zaman Raffles inilah yang dapatdianggap sebagai ³tonggak sejarah´
yang pertama dalam soal keagrariaan ,di Indonesia.
b.
Masa Pemerintah
Inggris (1811-1816)
Sebagai Gubernur Jendral di Indonesia,Raffles
menginginkan agar langkah politiknyamemperoleh pembenaaran,yaitu ³teori
domein´nya.Maka pada tahun 1811,dibentuklah sebuah PanitiaPenyelidikan yang
diketuai oleh Mackenzie dengan tugas ³melakukan penyelidikan statistik
mengenaikeadaan agraria´.Berdasarkan hasil peenyelidikan inilah Raffles menarik
kesimpulan bahwa ³semuatanah adalah milik raja atau pemerintah´.Inilah yang
dikenal sebagai teori domein dariRaffles.Sehingga dibuatlah system penarikan
pajak bumi (landrente),yaitu setiap petani diwajibkanmembayar pajak sebesar 2/5
dari hasil tanah garapannya.Teori Raffles ini ternyata mempengaruhikebijakan
agraria selama sebagian besar abad ke -19
c.
zaman
³cultuurstelsel´ (1830)
Gubernur Jenderal Van den Bosch melaksanakan apa yang
disebut cultuurstel sel atau tanam paksa.Dasarnya adalah teori
Raffles (domein),yaitu bahwa tanah adalah milik pemerintah.Para KepalaDesa
dianggap menyewa kepada Pemerintah,dan selanjutnya Kepala Desa meminjamkan
kepada petani.Maka isi pokok Cultuurstelsel bahwa 1/5 daari tanah si
pemilik tanah harus ditanami dengantanaman tertentu yang dikehendaki oleh
pemerintah,seperti nila,kopi,tembakau,dansebgainya,kemudian harus diserahkan
kepada Pemerintah(untuk di ekspor ke Eropa).
Hasil politik ³Tanam Paksa´ini ternyata melimpah
bagi Pemerintah Belanda,sehingga menimbulkan iri hati bagikaum pemilik modal
swasta.
d.
Perubahan
undang-undang dasar belanda (1848)
Terjadi pertentangan antar kaum liberal yang menentang
Cultuurstelsel dengan kaumkonservatif.Kemenangan pertama dipetik oleh golongan
liberal ketika pada tahun 1848 akhirnyaUndang-Undang Dasar Belanda dirubah
yaitu dengan adanya ketentuan di dalamnya yangmenyebutkan bahwa pemerintahan di
tanah jajahan harus di atur dengan undang ±undang.Undang-Undang yang dimaksud
ternyata baru selesai pada tahun 1954,yaitu dengan keluarnya RegeringsRegelment
(RR) 1854.Pada tahun 1865 Menteri Jajahan Frans Van de Putte,seorang
liberal,mengajukan RancanganUndang-Undang ,yang isi nya antara lain adalah
bahwa Gubernur Jenderal akan memberikan hak erfpacht selam 99 tahun ; hak
milik pribumi diakui sebagai hak milik mutlak(eigendom) ; dan tanahkomunal
dijadikan hak milik perorangan eigendom.Ternyata RUU ini ditolak
oleh parlemen,demikianlah sampai saat itu tujuan golongan swasta Belanda
untuk menanam modalnya di bidang pertanian di Indonesia,belum tercapai.
e.
Zaman
liberal (1870)
Menteri Van de Putte jatuh karena dianggap terlalu
tergesa-gesa memberikan hak eigendomkepada pribumi.Pada tahun
1867/1868,pemerintah jajahan lalu mengadakan suatu penelitian tentanghak-hak
penduduk Jawa atas tnah,yang dilakukan di 808 desa di seluruh
Jawa.Namunternyata,pemerintah Belanda tidak sabar menunggu hasil penelitian
tersebut.Pada tahun 1870,enamtahun sebelum laporan itu terbit,Menteri Jajahan
de wall mengajukan RUU yang akhirnya diterimaoleh parlemen.Isinya terdiri dari
5 ayat.Kelima ayat ini kemudian ditambahkan kepada 3 ayat dari pasal62 RR,yang
kemudian dijadikan pasal 51 dari Indische Staatsreggeling (IS).Inilah
yang disebut denganAgrarische Wet 1870, yang diundangkan dalam Lembaran Negara
(Staatsblad) BO.55, 1870.
Dengan demikian tahun 1870 merupakan tonggak yang
sangat penting dalam sejarah agraria di
Indonesia.Karena sejak itu maka berduyun-duyunlah modal swasta Eropa masuk
keIndonesia.Muncullah perkebunan swasta besar di Sumatera dan juga Jawa.Tujuan
Undang-Undang Agraria 1870 untuk memberikan kesempatan luas bagi modal
swastaasing memang berhasil.Tapi tujuan lainnya,yaitu melindungi dan memperkuat
hak tanah bagi bangsaIndonesia asli ternyata jauh dari harapan.Hal ini terjadi
karena banyak para sultan sultan yangmemberikan konsesi atas tanah nya kepada
pihak asing,dengan kata lain mengabaikan kepentinganrakyat nya,Hal ini
menyebabkan kemiskinan masyarakat Indonesia asli.Menanggapi hal tersebut,Pemerintah
Kolonial membentuk Panitia Penyelidik Kemiskinan(Mindere WelvaartCommissie)
pada tahun 1902.Namun laporan lengkap penelitian itu (MindereWelvaart
Onderzoek)) ternyata baru selesai tahun 1920.Pencerminan rasa bersalah
pemerintah Belandaditunjukkan dengan di bentuknya kebijakan baru yang terkenal
dengan istilah ³Politik Etis´ dengantokoh utamanya C.Th. van Deventer.Mulai
awal abad ke-20 itu pemerintah berusaha memperbaikikeadaan melalui enam bidang yaitu,irigasi,reboisasi,transmigrasi,system
perkreditan,pendidikan dankesehatan masyarakat.Walaupun disana sini usah
tersebut memang dirasakan hasilnya,namunkebijaksanaan ini secara fundamental
tidak berhasil mentransformasikan masyarakat pedesaan.Kebijaksanaan
perkreditan misalnya,dianggap tidak bersifat memacu perubahan
dan perkembangan ekonomi ,melainkan sekedar mempertahankan ³statusquo´.
2.
Masa Kemerdekaan
Hukum Agraria
Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1960.
Diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas
nama Bangsa Indonesia mengakibatkan bangsa Indonesia memperoleh kedaulatan di
tangan sendiri. Pada masa itu pendudukan tanah oleh masyarakt sudah menjadi hal
yang sangat komplek karena masyarakat yang belum berkesempatan menduduki tanah
perkebunan dalam waktu singkat berusaha untuk menduduki tanah.
Sejak pengakuan
keadulatan oleh Belanda atas negara Indonesia, barulah pemerintah mulai menata
kembali pendudukan tanah oleh rakyat dengan melakukan hal-hal berikut :
1.
Mendata kembali berapa luas tanah dan jumlah penduduk yang
mengusahakan tanah-tanah perkebunan untuk usaha pertanian. Di daerah Malang
luasnya tanah perkebunan ± 20.000 Ha. pendudukan oleh rakyat seluas ± 8.000 Ha.
Daerah Kediri luas tanah perkebunan ± 23.000 Ha. pendudukan oleh rakyat seluas
± 13.000 Ha. dan menurut perkiraan dari luas tanah perkebunan di Jawa yang
seluas ± 200.000 Ha. telah diduduki rakyat seluas ± 80.000 Ha.
2.
Pendudukan tanah perkebunan yang hampir dialami oleh semua
perkebunan lambat laun akan menghambat usaha pembangunan kembali suatu cabang
produksi yang penting bagi negara serta memperlambat pesatnya kemajuan produksi
hasil-hasil perkebunan yang sangat diperlukan. Sebagian tanah perkebunan yang
terletak di daerah pegunungan sehingga taidak cocok untuk usaha pertanian, untuk
itu perlu ditertibkan.
3.
Pemakian tanah-tanah perkebunan yang berlokasi di daerah
pegunungan tersebut dikuatirkan akan menimbulkan bahayb erosi dan penyerapan
air.
4.
Pemakaian tanah-tanah oleh rakyat di beberapa daerah
menimbulkan ketegangan dan kekeruhan yang membahayakan keamanan dan ketertiban
umum.
Untuk itu, maka
dikeluarkanlah Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1954 tentang : Penyelesaian soal
Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat. Penyelesaian akan diusahakan bertingkat
2 (dua) sebagai berikut :
1.
Tahap pertama; terlebih dahulu akan diusahakan agar agenda
segala sesuatu dapat dicarikan penyelesaiannya atas dasar kata sepakat antar
pemilik perkebunan dengan rakyat/penggarap;
2.
Tahap kedua; apabila perundingan sebagaimana dimaksud pada
angka 1 (satu) tidak berhasil, maka dalam rangka penyelesaian penggarapan tanah
perkebunan tersbut akan mengambil kebijakan sendiri dengan memperhatikan :
a.
Kepentingan rakyat dan kepentingan penduduk, letak
perkebunan yangbersangkutan;
b.
Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan
perekonomuian negara.
Agar pelaksanaan
dari keputusan tersebut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka diatur
ketentuan sebagai berikut :
1.
Kemungkinan pencabutan dan pembatalan hak atas tanah
perkebunan milik para pengusaha, baik sebagian meupun seluruhnya, jika mereka
dengan sengaja menghalangi upaya penyelesaian;
2.
Ancaman hukum terhadap mereka yang melanggar atau
menghalangi;
3.
Ancaman hukuman terhadap mereka yang tidak dengan seizin
pemilik perkebunan, masih terus memakai tanah perkebunan sesudah tuntutan ini
diberlakukan;
4.
Ketentuan tentang
harus mengadakan pengosongan.
Untuk mencegah
pendudukan kembali tanah perkebunan oleh rakyat, maka pemerintah megeluarakan
perarturan tentang larangan pendudukan tanah tanpa izin yang berhak yaitu
Undang-undang Nomor : 51 Prp. Tahun 1960.
Selain ketentuan
dia atas, dalam upaya menata kembali hukum pertanahan pemerintah telah membuat
kebijakan dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1.
Undang-undang Nomor : 19 Tahun 1956 tentang : Penentuan Perusahaan
Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi.
2.
Undang-undang Nomor : 28 Tahun 1956 tentang : Pengawasan
Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah Perkebunan.
3.
Undang-undang Nomor : 29 Tahun 1956 tentang : Peraturan
Pemerintah dan Tindakan-tindakan Mengenai Tanah Perkebunan.
4.
Ketentuan lain yang menyangkut pemakaian tanah-tanah milik
warga negara Belanda yang kembali ke negerinya.
3.
Setelah
Indonesia Merdeka
a. Masa orde lama
Setelah 15 tahun Indonesia merdeka, maka pada tanggal
24 September 1960, lahirlah Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria,yang kemudianterkenal dengan istilah UUPA.Lahirnya
UUPA bukan proses yang pendek.Karena setelah Indonesiamerdeka, sejak awal
sebenarnya pemerintah telah mulai memperhatikan masalah agraria.Mulai
PanityaAgraria Yogya (1948), Panitya Jakarta (1951), Panitya Suwahjo(1956),
Rancangan Soenarjo(1958),dan akhirnya Rancangan Sadjarwo(1960).Lahirnya
UUPA-1960,yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, No.56
tahun 1960 (yang dikenal sebagai Undang-Undang ³Landreform´) sebenarnya
merupakan hasildari usaha untuk meletakkan dasar strategi pembangunan seperti
yang dianut juga oleh berbagai Negara Asia pada masa awal sesudah Perang
Dunia kedua (Jepang,Korea,Tiwan,India,Iran,dan lain-lain).Namun dalam kurun
waktu kurang lebih 22 tahun setelah Indonesia merdeka,kondisi social
politik serta kurangnya dana memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan
pembangunan ekonomisecara teratur.Demikian pula program Landreform mengalami
hambatan besar.
Sesungguhnya ,semangat dan jiwa UUPA pada hakekatnya
bersifat kerakyatan,populistik (dalam arti komunistik,sekaligus bukan
kapitalistik).Kerangka UUPA itu disusun dalam kondisi yangada saat itu.Sebagai
sebuah Undang-Undang yang berisi peraturan-peraturan dasar .,diperlukan
penjabaran lebh lanjut.Namun,sebagian besar hal itu belum sempat tergarapkeburu
terjadi pergantian pemerintah dari yang lama ke pemerintahan Orde Baru
yang mengambil dasar keebijakanyang sama sekali berbeda.
b. Masa Orde Baru
Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang
diprogramkan dalam Reformasi Agraria padamasa Orde Lama,terjaditragedi nasional
dalam tahun 1965,yang melahirkan Orde Baru.Penguasa OrdeBaru mewarisi situasi
nasional dalam keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dankonstelasi
politik yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan
Undang-UndangDasar 1945.Ciri kebijakan pemerintah Orde Baru ditandai oleh dua
hal pokok.Pertama : Secara umum,strategi pembanguannya mengandalkan kepada
bantuan, hutang, dan investasi dari luar negeri, dan bertumpu kepada ³yang
besar´(betting on the strong), tidak berbasis pada potensi rakyat.Kedua :Khusus
dalam hal kebijakan masalah Agraria,dsadari oleh tidak oleh para perumus kebijakan
padamasa awal Orde Baru itu, Indonesia mengambil jalan apa yang sekarang
dikenal sebagai By-passApproach, atau
pendekatan jalan pintas.Alur pemikiran pendekatan ini adalah sebagai berikut
:reforma agraria umumnya lahir sebagai respon terhadap suatu stuktur agraria
yang terasa tidak adil,yang pada gilirannya berpotensi bagi terjadinya
konflik agraria.Untuk menangani konflik agraria , orang harus memahami dulu apa
maknanya.Penganut pendekatan jalan pintas berpandangan bahwa(sebagai
asumsi dasar) makna konflik agraria adalahmasalah pangan.
Karena itu, buat apa susah suah melakukan reforma
agraria?Kita tangani saja secaralangsung masalah pangan.Kebetulan lahirnya Orde
Baru bersamaan waktunya dengan Revolusi Hijaudi Asia.Maka diambillah jalan
pintas,mengusahakan tercapainya swasembada pangan melalui RevolusiHijau tanpa
Reforma Agraria.Swasembada pangan memang pernah dicapai,namun ternyata
konflik agraria bukannya lenyap melainkan justru terjadi dimana-mana.Salah
satu produk hokum pertama Penguasa Orde Baru adalah Undang-Undang Nomor 5Thun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.Dalam praktek pelaksanaan nya
Undang ± Undang tersebut juga menimbulkan kenyataan perlakuan yang tidak
adil pada masyarakat hokum adatdan warganya,yang tanah ulayatnya diberikan dengan
Hak Pengusahaan Hutan kepada pengusaha.(bertentangan dengan UUPA).
Ketentuan-ketentuan landreform,biarpun formal tidak
dicabut selama Era Orde Baru tidak tampak dilaksanakan,dengan segala
akibatnya dalam penguasaan tanah-tanah pertanian, baik yangmengenai batas luas
maupun lokasinya.Biarpun kebijakan pembangunan dan pelaksanaannya berbeda
dengan semangat yang mealndasi UUPA ,tetapi undang-undang tersebut dan
peraturan-peraturan pelaksanaannya selama Orde Baru masih dapat memberikan
dukungan legal yang diperlukan tanpamengalami perubahan formal substansinya.
c. Masa Reformasi
Orde Reformasi tampak membawa perombakan yang asasi
dalam kebijakan pembangunannasional di bidang ekonomi,sebagai yang ditetapkan
dalam kebijakan pembangunan nasional di bidangekonomi, sebagai yang ditetapkan
dalam TAAP MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Politik EkonomiDalam Rngka Demokrasi
Ekonomi, yang berbeda benar dengan kebijakan pembangunan ekonomiOrde Baru.TAP
MPR tersebut ditetapkan atas dasar pertimbangan,bahwa pelaksanaan DemokrasiEkonomi,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 belum terwujud.Dinyatakan dalam
TAPMPR tersebut, bahwa politik ekonomi mencakup kebijaksanaan , strategi dan
pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional sebagai perwujudan dari
prinsip-prinsip dasar DemokrasiEkonomi,yang mengutamakan kepentingan rakyat
banyak, untuk sebesar besarnya kemakmuranrakyat,sebagaimana dimaksud dalma
pasal 33 UUD 1945.Politik Ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan
struktur ekonomi nasional ,agar teerwujud pengusaha menengah yang kuat dan
besar jumlahnya,serta terbentuk keterkaitan dan kemitraan yang
saling menguntungkan antar pelaku ekonomiyang meliputi usaha kecil,menengah dan
koperasi, usaha besar swasta san Badan Usaha Milik Negara,yang saling
memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang
berdayasaing tinggi.Pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam
lainnya,harus dilaksanakan secaraadil dengan menghlangkan segala bentuk
penguasaan dan kepemilikan dalam rangka pengembangankemampuan ekonomi usaha
kecil,memengah, kopersi,serta masyarakat luas.Tanah sebagai basis
usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian
rakyat,yang mampumelibatkan serta memberi sebesar besarnya kemakmuaran bagi
usaha kecil, menengah, dam koperasi.Demikian garis besar kebijakan pembangunan
bidang ekonomi Orde Reformasi, yang berbeda benar dengan kebijakan
Penguasa Orde Baru, tetapi sejalan dengan semngat yang terkandung
dalamUUPA,sebagai yang dikemukakan di atas.Kebijakan Orde Reformasi tentang
keberpihakan pada rakyat banyak,khususnya usaha kecilmenengah dan
koperasi.Tanpa mengabaikan peranan usaha besar danBadan Usaha Milik Negara.
Kebijakan di bidang ekonomi sebagaimana yang
dikemukakan di atas kiranya sesuai dengansemngat yang melandasi Hukum Tanah
yang ada sekarang,yang konsepsi,asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokoknya
dituangkan dalam UUPA.Maka reformasi di bidang Hukum Tanah yang perludiadakan
,bukan merupakan kegiatan perombakan, melainkan penyempurnaan lembaga dan
ketentuan-ketentuanya, hingga bias memberikan dukungan legal dan substansial
yang lebih mantap bagi terwujudnya tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan
ekonomi baru ,yang kembali kepada pengutamaan kepentingan rakyat
banyak.Dalam rangka mewujudkan tujuan kebijakan Orde Reformasi di
atas,penyempurnaan yangdimaksud yaitu,antara lain berupa penyelesaian
pembentukan undang-undang yang mengatur Hak Milik atas tanah, penegasan
dan pemasyarakatan asas-asas dan tata cara perolehan tanahuntuk
berbagaikeperluan pembangunan,pengaturan penanganan tanah, pembatasan pemilikan
tanah non pertanian,penyempurnaan ketentuan mengenai pembardayaan
tanah-tanah terlantar,penyesuaianketentuan-ketentuan landeform dengan
perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan serta pengaturan kembali
pembagian kewenangan di bidang pertanahan dalam rangka dekonsentrasi
danmedebewind.
4.
Problem Pokok Agraria Saat Ini
Pergantian rezim, dari pemerintahan Soekarno ke
pemerintahan Soeharto, telah mengakibatkan berbagai mandat dari hasil-hasil
positif dari UUPA ikut berhenti. Masa ini dikenal dengan masa pemandulan dan
penghancuran kebijakan agraria yang bersifat populis, dan era konsolidasi bagi
pembangunan kapitalisme di Indonesia.
Penghentian program reforma agraria salah satu
dampaknya adalah meningkatnya petani tak bertanah dan petani gurem. Sensus
pertanian tahun 1963 sampai 2003 memperlihatkan rata-rata penguasaan lahan oleh
petani dari satu periode sensus ke periode sensus yang lain relatif sangat
kecil, yaitu antara 0,81 sampai 1,05 hektar. Sementara di Jawa, pulau dengan
tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, rata-rata penguasaan lahan oleh petani
selama lebih dari 40 tahun sekitar 0,45 hektar. Hal ini menggambarkan bahwa
penguasaan tanah di masa kolonial tidak banyak berubah setelah kemerdekaan. (Bachriadi
& Wiradi;2009).
Ironisnya, kesalahan orde baru dengan tidak
menjalankan reforma agraria kembali diulangi pemerintahan di era reformasi.
Sehingga akibatnya adalah:
Pertama, terjadi akumulasi dan monopoli penguasaan
atas tanah dan sumber-sumber agraria lainnya yang mengakibatkan ketimpangan
yang sangat serius.
Kedua, berlangsung konflik dan sengketa agraria secara
meluas dan berkepanjangan tanpa ada mekanisme penyelesaiannya, serta diikuti
dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Ketiga, terbangun sistem hukum agraria yang tumpang
tindih, tidak berpihak pada kepentigan rakyat serta menjadi pemicu lahirnya
sengketa dan konflik agraria.
Keempat, struktur perekonomian bangsa Indonesia
menjadi rapuh dan bangunan industrialisasi yang tidak kokoh sehingga melahirkan
persoalan struktural lainnya, seperti kemiskinan dan pengangguran yang tinggi,
laju urbanisai yang tak terkendali serta hancurnya bangunan produktivitas
rakyat secara menyeluruh.
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Sebagai
penutup dari tulisan ini penulis memberikan beberapa kesimpulan bahwa:
dalam perspektif
umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau
sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian
atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau
dalam bahasa Inggris agrarian selalu dairtikan dengan tanah dan
dihubungakan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan
seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum
yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih
meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia
sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah,
baik tanah pertanian maupun non pertanian.
Pengertian agraria meliputi bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang
ditentukan dalam Pasal 48
Dari uraian
pengertian agraria di atas, maka dapat disimpulkan
pengertian agraria dengan membedakan pengertian agraria dalam arti luas dan
pengertian agraria dalam arti sempit. Dalam arti sempit, agraria hanyalah
meliputi bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas
adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya.
Subekti dan Tjitro
Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata
negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air
dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang
bersumber pada huungan tersebut.
Sumber hukum agraria dapat di jabarkan menjadi 2 bagian
yaitu:
1.
Sumber
Hukum Tertulis.
2.
Sumber
Hukum Tidak Tertulis.
Sejarah Hukum Agraria
Sejarah hukam
agraria di indonesia dapat di bagi menjadi tiga fase yaitu pada saat indonesia
belum merdeka ,pada saat indonesia merdeka dan pada saat indonesia telah
merdeka
Sebelum Indonesia Merdeka
Dalam membicarakan
sejarah hukum agraria,kita perlu meninjau dahulu sejarah kehidupan manusia dan
dalam lintasan sejarah inipulalah hukum agraria itu lahir dan berkembang.
Sejarah kehidupan manusia pada dasarnya dapat dijabarkan melalui tahap-tahap
berikut ini.
Masa Kemerdekaan
Hukum Agraria
Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1960.
Diproklamirkannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas
nama Bangsa Indonesia mengakibatkan bangsa Indonesia memperoleh kedaulatan di
tangan sendiri. Pada masa itu pendudukan tanah oleh masyarakt sudah menjadi hal
yang sangat komplek karena masyarakat yang belum berkesempatan menduduki tanah
perkebunan dalam waktu singkat berusaha untuk menduduki tanah.
Demikian
makalah yang dapat saya sajikan, mudah-mudahan bisa bermanpaat, khususnya bagi
kami penulis, umumnya bagi para pembaca sekalian. saya menyadari dalam
penulisan ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, kritik yang sipatnya
membangun sangat saya harapkan untuk kemajuan kearah yang lebih baik.
Setelah Indonesia Merdeka
Masa orde lama
Setelah 15 tahun Indonesia merdeka, maka pada tanggal
24 September 1960, lahirlah Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria,yang kemudianterkenal dengan istilah UUPA.Lahirnya
UUPA bukan proses yang pendek.
Masa Orde Baru
Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang
diprogramkan dalam Reformasi Agraria padamasa Orde Lama,terjaditragedi nasional
dalam tahun 1965,yang melahirkan Orde Baru.Penguasa OrdeBaru mewarisi situasi
nasional dalam keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dankonstelasi
politik yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan
Undang-UndangDasar 1945
Masa Reformasi
Orde Reformasi tampak membawa perombakan yang asasi
dalam kebijakan pembangunannasional di bidang ekonomi,sebagai yang ditetapkan
dalam kebijakan pembangunan nasional di bidangekonomi, sebagai yang ditetapkan
dalam TAAP MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Politik EkonomiDalam Rngka Demokrasi
Ekonomi, yang berbeda benar dengan kebijakan pembangunan ekonomiOrde Baru.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak Ada Nama,2010.Pengertian Agraria.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/ hukum - agraria/.Di Unduh tgl 20
mei 2011
Yusril,2010.Hukum Agraria Masa Kini.http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/ hukum-agraria-penyelesaian-sengketa.html.Di unduh tgl 20 Mei
2011
Sukardi,2011.Sejarah Hukum Agraria.http://ilmuanu.blogspot.com/2011
/04/sejarah hukum-agraria.html.Di unduh tgal 20
mei 2011
Tidak Ada
Nama,2011.Hukum agraria Indonesia.http://www.kekal-indonesia. org/index.php?option=com_content&task=view&id=29&Itemid=72. Di unduh tgl 20 mei 2011
Wandi,2011.Hukum Agraria sesudah dan sebelum Merdeka.http://chekp4yz. wordpress.com/2010/07/28/bab-ii-agraria/.Di unduh 20 Mei
2011.
Darno,2010.Kebijakan Hukum agraria Indonesia.http://kuliah-notariat.blogspot. com/2009/03/kebijakan-hukum-agraria-di-indonesia.html.Di unduh 20 mei
2011
Sunardi,2011.Sejarah Agraria Indonesia.http://roysanjaya.blogspot.com/ 2009/03/sejarah-hukum-agraria-di-indonesia.html.Di unduh 20 Mei
2011
Tidak Ada Nama.Definisi Hukum Agraria.http://okusi.net/garydean/works/ HukumAgraria.html.Di unduh 20 mei
2011
Darnoto,2010.Sejarah Agraria Di indonesia.http://www1.patikab.go.id/artikel/hukum agraria-sejarah-hukum-agraria-.Di unduh 20 mei
2011
Alhakim,2011.Sejarah Hukum agraria Di indonesia.http:// alhakim050181.wordpress.com/.Di unduh 20 mei
20111.
mantap buat referensi...!!!
ReplyDeletekereeeennnnn_____makalahnya muanntaaapp
ReplyDeletekeren ..
ReplyDeleteterima kasih semoga bermanfaat
ReplyDeletesangat membantu
ReplyDeleteRespect and that i have a swell give: Where To Start House Remodeling cost for second story addition
ReplyDelete