DIKTAT PKN ILMU PEMERINTAHAN


BAB I
ILMU PEMERINTAHAN

A.    Definisi ilmu pemerintahan
Secara etimologis, definisi pemerintahan berasal dari perkataan pemerintah, sedangkan pemerintah berasal dari perkataan perintah. Menurut kamus kata-kata tersebut mempunyai arti : perintah adalah perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu; pemerintah adalah kekuasaan memerintah sesuatu negara (daerah-negara) atau badan yang tertinggi yang memerintah sesuatu negara (seperti kabinet merupakan suatu pemerintah); pemerintahan adalah perbuatan (cara, hal urusan dan sebagainya) memerintah. (Pamudji, 1983 : 3)
Taliziduhu (2000:7) mengatakan bahwa Ilmu Pemerintahan dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah (unit kerja publik) bekerja memenuhi dan melindungi tuntutan (harapan, kebutuhan) yang diperintah akan jasa publik dan layanan publik, dalam hubungan pemerintahan.
Dari uraian di atas diperoleh pokok pemahaman tentang Ilmu Pemerintahan sebagai berikut :
  1. Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari persoalan-persoalan organisasi, administrasi, manajemen dan kepemimpinan dalam penyelenggaraan organisasi publik atau badan-badan publik yang bertugas melaksanakan kekuasaan negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Obyek dan subyek organisasi ini meliputi lembaga eksekutif, lembaga legislatif, lembaga yudikatif, dan lembaga-lembaga lain diatur dalam peraturan perundang-undangan.
  2. Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari struktur, prosedur dan rangkaian kegiatan badan-badan publik dalam melaksanakan tugas dan fungsi kelembagaan dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan negara.
  3. Ilmu Pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari proses pencapaian tujuan penyelenggaraan negara yang didasarkan atau merujuk pada kepentingan dan harapan warga negara yaitu masyarakat, dan oleh sebab itu Ilmu Pemerintahan juga mempelajari kegiatan pemerintahan sebagai kegiatan pengaturan masyarakat dan kegiatan pelayanan kepada masyarakat.
Menurut para ahli
1.      Soemendar Soerjosoedarmo = ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari kegiatan-kegiatan kenegaraan dalam rangka memenuhi kepentingan masyarakat secara menyeluruh.
2.      Inu Kencana Syafiie = ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislatif, eksekutif, dan yudikatif dalam hubungan Pusat dan Daerah antar lembaga serta antara yang memerintah dengan yang diperintah.
3.      Mariun = ilmu pemerintahan menunjuk kepada kegiatan atau fungsi-fungsi negara. Ilmu Pemerintahan dalam arti luas menunjuk kepada segala kegiatan yang dilakukan oleh badan-badan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Sedangkan ilmu pemerintahan dalam arti sempit menunjuk hanya kepada kegiatan eksekutif semata.
4.      Menurut C.F Strong dalam bukunya Modern Political Constitution, pemerintah mesti memiliki kekuasaan militer, legislatif dan keuangan. Disamping Strong juga diilhami oleh teori Montesquieu ( Trias Political ) yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
5.      Menurut Samuel Edward Finer dalam bukunya yang terkenal Comparative Government, pemerintah harus mempunyai kegiatan terus-menerus, negara tempat kegiatan itu berlangsung, pejabat yang memerintah cara dan metode serta sistem dan pemerintah terhadap masyarakat.
6.      Menurut Drs. Musanef, ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut :

a.       Suatu ilmu yang dapat menguasai dan memimpin serta menyelidiki unsur-unsur lembaga, berhubungan dengan keserasian ke dalam dan hubungan antara lembaga-lembaga itu dengan masyarakat dengan kepentingannya diwakili oleh lembaga itu, atau
b.       Suatu ilmu yang menyelidiki bagaimana mencari orang yang terbaik dari setiap lembaga umum sebagai suatu kebulatan yang menyelidiki secara sistematis problema-problema sentralisasi, desentralisasi koordinasi pengawasan ke dalam dan keluar, atau
c.       Suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintah dan yang diperintah, dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat dihindari timbulnya pertentangan-pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dengan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat serta daya tindak yang efektif dan efisien dalam pemerintahan, atau
d.      Ilmu yang diterapkan dan mengadakan penyelidikan lembaga umum dalam arti yang seluas-luasnya, baik terhadap susunan, maupun organisasi alat yang menyelenggarakan tugas penguasa, sehingga diperoleh metode-metode bekerja yang setepat-tepatnya untuk mencapai tujuan negara.

7.      Prof. DR.U. Rosenthal, ilmu pemerintahan adalah ilmu yang menggeluti studi tentang kinerja internal dan eksternal dan struktur-struktur dan proses-proses pemerintahan umum. Pemerintahan umum dapat didefinisikan sebagai keseluruhan struktur dan proses dimana keputusan-keputusan yang mengikat diambil.
8.      Menurut Prof. DR. H.A. Brasz ilmu pemerintahan adalah sebagai ilmu yang mempelajari tentang cara bagaimana lembaga Pemerintahan umum itu disusun dan difungsikan, baik secara internal maupun eksternal terhadap para warganya. Pemerintahan umum menurutnya adalah pemerintahan sebagaimana yang menjadi kompetensi dan berbagai instansi milik penguasa, yang didalam kehidupan modern sekarang ini, memainkan peranan yang sangat penting.

Jadi dari berbagai uraian tersebut di muka, ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut :

Ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana melaksanakan koordinasi dan kemampuan memimpin bidang legislasi, eksekusi, dan yudikasi, dalam hubungan pusat dan daerah, antara lembaga serta antara yang memerintah dengan yang diperintah. Dengan demikian sekaligus dapat dibedakan pengertian ilmu pemerintahan dengan ilmu politik, ilmu administrasi negara, ilmu hukum tata negara, ilmu negara yang kesemuanya merupakan ilmu-ilmu sosial yang tergabung ledakan ilmu-ilmu kenegaraan.

B.     Tujuan Mempelajari Ilmu Pemerintahan

Tujuan mempelajari ilmu pemerintahan secara umum adalah agar dapat memahami teori-teori, bentuk-bentuk dan proses-proses pemerintah, serta mampu menempatkan diri serta ikut berperan serta di dalam keseluruhan proses penyelenggaraan pemerintahan terutama pemerintahan dalam negeri.

C.    Paradigma Ilmu Pemerintahan

Paradigma adalah corak berpikir seseorang atau kelompok orang. Karena ilmu pengetahuan itu bersifat nisbi, walaupun salah satu persyaratan harus dapat diterima secara universal, dalam kurun waktu tertentu tetap memiliki perubahan, termasuk ilmu-ilmu eksakta.
Berikut ini paradigma ilmu pemerintahan yang dikemukakan oleh Drs. Inu Kencana Syafiie, M.Si, yang dikategorikan bukan dalam dimensi waktu tetapi dalam dimensi ruang, dalam arti pengalokasian dibuat pertempat, sebagai berikut :

a.       Ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu filsafat
b.      Ilmu pemerintahan mengacu kepada Al-Qur'an
c.       Ilmu pemerintahan sebagai suatu seni
d.      Ilmu pemerintahan sebagai cabang ilmu politik
e.       Ilmu pemerintahan dianggap sebagai administrasi negara
f.       Ilmu pemerintahan sebagai ilmu pemerintahan yang Mandiri.


D.    Ruang Lingkup Ilmu Pemerintahan
Sebegitu luasnya ruang lingkup ilmu pemerintahan, sehingga dapat pula mencangkup ilmu sosial lain terutama yang memiliki objek materinya Negara, yaitu antara lain ilmu politik, administrasi Negara, hukum tata Negara  dan Negara lain.

Dengan demikian ruang lingkup ilmu pemerintahan dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Di bidang peraturan perundang yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu hukum, yaitu :
a.       Pembahasan Konstitusi (tertulis maupun tidak tertulis).
b.      Hukum Kewarganegaraan dan azas pemekaiannya.
c.       Hukum Pemerintahan Daerah dan Pusat.
2.      Di bidang ketatalaksanaan yang banyak  ditulis oleh para pakar Ilmu administrasi, yaitu:
a.       Administrasi Pemerintahan Pusat
b.      Administrasi Pemerintahan Daerah
c.       Administrasi Pemerintahan kecamatan
d.      Administrasi Pemerintahan Kelurahan
e.       Administrasi Pemerintahan Desa
f.       Administrasi Pemerintahan Tingkat Departemen
g.      Administrasi Lembaga Non Departemen
3.      Di bidang kekuasaan yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu politik, yaitu:
a.       Kebijaksanaan Internasional dan Politik luar Negeri
b.      Organisasi Politik (infrastruktur dan suprastruktur)
c.       Kebijaksanaan Pemerintahan
d.      Pendapat Umum dalam Pembuatan Peraturan dan lain-lain
4.      Di bidang kenegaraan yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu Negara, yaitu:
a.       Tugas, Hak dan kewenangan Pemerintahan
b.      Tipe, Bentuk dan Sistem Pemerintahan
c.       Fungsi, Unsur dan Prinsip Pemerintahan
5.      Di bidang pemikiran hakiki yang banyak ditulis oleh  para  pakar ilmu filsafat, Yaitu:
a.       Seni Pemerintahan
b.      Sekularisme dan Pemerintahan Agama
c.       Hakekat Pemerintahan
6.      Di bidang ilmu ilmu pemerintahan yang banyak ditulis oleh para pakar ilmu pemerintahan sendiri, yaitu:
a.       Hubungan antar kekuasaan (lembaga tinggi Negara)
b.      Hubungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
c.       Hubungan antar Departemen dan Non  Departemen
d.      Hubungan Antar Pemerintah dengan Masyarakat
e.       Gejala dan peristiwa Pemerintahan
f.       Teori,asas, teknik, objek, subjek, metodologi, proses dan sistematika pemerintahan.
g.      Pengkajian pemerintahan dalam dimensi ruang (perbandingan pemerintahan di berbagai Negara)
h.      Pengkajian pemerintahan dalam dimensi waktu (sejarah pemerintahan dulu, kini dan esok)
i.        Sitem pemerintahan.


E.     Objek Ilmu Pemerintahan
Menurut C.F Strong dalam bukunya Modern Political Constitution, pemerintah mesti memiliki kekuasaan militer, legislatif dan keuangan. Disamping Strong juga diilhami oleh teori Montesquieu ( Trias Political ) yaitu kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Menurut Samuel Edward Finer dalam bukunya yang terkenal Comparative Government, pemerintah harus mempunyai kegiatan terus-menerus, negara tempat kegiatan itu berlangsung, pejabat yang memerintah cara dan metode serta sistem dan pemerintah terhadap masyarakat.
Menurut Drs. Musanef, ilmu pemerintahan dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.      Suatu ilmu yang dapat menguasai dan memimpin serta menyelidiki unsur-unsur lembaga, berhubungan dengan keserasian ke dalam dan hubungan antara lembaga-lembaga itu dengan masyarakat dengan kepentingannya diwakili oleh lembaga itu, atau
2.      Suatu ilmu yang menyelidiki bagaimana mencari orang yang terbaik dari setiap lembaga umum sebagai suatu kebulatan yang menyelidiki secara sistematis problema-problema sentralisasi, desentralisasi koordinasi pengawasan ke dalam dan keluar, atau
3.      Suatu ilmu pengetahuan yang menyelidiki bagaimana sebaiknya hubungan antara pemerintah dan yang diperintah, dapat diatur sedemikian rupa sehingga dapat dihindari timbulnya pertentangan-pertentangan antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dengan mengusahakan agar terdapat keserasian pendapat serta daya tindak yang efektif dan efisien dalam pemerintahan, atau  Ilmu yang diterapkan dan mengadakan penyelidikan lembaga umum dalam arti yang seluas-luasnya, baik terhadap susunan, maupun organisasi alat yang menyelenggarakan tugas penguasa, sehingga diperoleh metode-metode bekerja yang setepat-tepatnya untuk mencapai tujuan negara.
4.      Prof Bintaro menyebutkan peranan dan fungsi pemerintahan sebagai berikut :
Perencanaan serta fungsi pemerintah terhadap perkembangan masyarakat, tergantung oleh beberapa hal. Yang pertama adalah filsafat hidup kemasyarakatan dan filsafat politik masyarakat tersebut. Ada negara-negara yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada anggota-anggota masyarakat untuk menumbuhkan perkembangan masyarakat sehingga pemerintah diharapkan tidak terlalu banyak campur tangan dalam kegiatan masyarakat itu sendiri.
Prof Prajudi dalam kuliah-kuliahnya menyampaikan bahwa tugas pemerintah adalah antara lain tata usaha negara, rumah tangga negara.
Dengan mengetahui objek suatu disiplin ilmu, maka ekologi yang mempengaruhi ilmu tersebut masing-masing, juga akan menjadi jelas. Misalnya sejauh mana pengaruh ideologi, politik,  sosial budaya, agama, dan pertahanan keamanan terhadap hubungan pemerintah selama ini baik hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah maupun hubungan antara pemerintah itu dengan daerah rakyat yang dipimpinnya . keseluruhannya akan dilihat dari berbagai gejala pemerintahan dan peristiwa pemeri ntahan. Ilmu pengetahuan yang mandiri, sebelum itu Negara dikaji biasa sebagai cabang ilmu filsafat, ilmu hukum ataupun ilmu politik perubahan paradigma pada dimensi ruang dan waktu yang berbeda.

Jellinek melihat bahwa ilmu pengetahuan sosial sebagainya dibagi atas dua golongan besar yaitu yang pertama kelompok ilmu-ilmu hukum yang cabangnya terdiri dari ilmu hukum perdata, ilmu hukum acara perdata, ilmu hukum pidana, ilmu hukum acara pidana, ilmu hukum tata usaha, ilmu hukum administrasi Negara, dan ilmu hukum antarnegara . Ilmu-ilmu yang terdapat dalam kelompok ini memiliki objek materia sama, yaitu hukum.

Kelompok yang kedua  yaitu kelompok ilmu-ilmu kenegaraan ,cabang-cabang terdiri dari ilmu Negara, ilmu politik, ilmu pemerintahan, ilmu hukum tata Negara, dan ilmu administrasi Negara. Ilmu yang terdapat dalam kelompok ini memilki objek materil yang sama, yaitu Negara. Sedangkan yang membedakan ilmu-ilmu tersebut adalah sudut pandang masing-masing, yang merupakan objek formal setiap disiplin penetahuan.

F.     Azas Ilmu Pemerintahan
Asas adalah dasar ,pedoman atau sesuatu yang di anggap kebenarannya,yang menjadi tujuan berpikir dan prinsip yang menjadi pegangan.Jadi dengan demikian yang menjadi azas ilmu pemerintahan adalah dasar dari sutu sistem pemerintahan seperti ideogi suatu bangsa,falsafah hidup dan konstitusi yang membentuk sistem pemerintahannya.
Untuk itu dalam membahas azas suatu pemerintahan,kita perlu melihat berbagai prinsip prinsip,pokok pokok pikiran,tujuan,struktur organisasi,faktor faktorkekuatan dan proses pembentukan suatu negara .hal ini karena sebagaimana sifat dari pada ilmu pemerintahan itu sendiri,maka dalam menentukan azas ilmu pemerintahan,ini yang di selediki hanyalah azas pemerintahan dari suatu negara tertentu,bukan pemerintahan pada umumnya.
1.      Asas asas umum pemerintahan yang baik
Dalam perubahan tentang pelaksanaa suatu pemerintahan yang baik ada beberapa pandangan yaitu :
a.       Komisi de Monchy.
Pada tahu 1950 pemerintah Belanda membentuk komisi yang diketuai oleh Mr. De Monchy yang bertugas menyelidiki cara-cara perlindungan hukum bagi penduduk/ rakyat. Komisi ini telah berhasil menyusun asas-asas umum untuk pelaksanaan suatu pemerintahan yang baik yang diberi nama “ General Principle of Good Government “
Adapun asas-asas umum tersebut adalah :
1)      Asas Kepastian Hukum
Artinya didalam pemerintah menjalankan wewenagnya haruslah sesuai dengan aturan-aturan hukum yang telah ditetapkannya. Pemerintah harus menghormati hak-hak seseoang yang diperoleh dari pemerintah dan tidak boleh ditarik kembali. Pemerintah harus konsekwen atas keputusannya demi terciptanya suatu kepastian hukum.
2)      Asas Keseimbangan
Yaitu adanya keseimbangan antara pemberian sanksi terhadap suatu kesalahan seseorang pegawai, janganlah hukuman bagi seseorang berlebihan dibandingkan dengan kesalahannya, misalnya seorang pegawai baru tidak masuk kerja langsung dipecat, hal ini tidak seimbang dengan hukuman yang diberikan kepadanya. Dengan adanya asas ini maka lebih menjamin terhadap perlindungan bagi pegawai negeri.
3)      Asas Kesamaan
Artinya pemerintah dalam menghadapi kasus yang sama/ fakta yang sama, pemerintah harus bertindak yang sama tidak ada perbedaan, tidak ada pilih kasih dan lain sebagainya.
4)      Asas Bertidak Cermat
Artinya pemerintah senantiasa bertindak secara hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian bagi warga masyarakat, misalnya kewajiban pemerintah memberi tanda peringatan terhadap jalan yang sedang diperbaiki, jangan sampai dapat menimbulkan korban akibat jalan diperbaiki.
5)      Asas Motivasi
Artinya setiap keputusan pemerintah harus mempunyai alasan atau motivasi yang benar dan adil dan jelas. Jadi tindakan-tindakan pemerintah disertai alasan-alasan yang tepat dan benar.
6)      Asas Jangan Mencampuadukan Kewenangan
Artinya pemerintah jangan menggunakan wewenang untuk tujuan yang lain, selain tujuan yang sudah ditetapkan untuk wewenang itu.
7)      Asas Fair Play
Artinya pemerintah harus memberikan kesempatan yang layak kepada warga masyarakat untuk mencari kebenaran dan keadilan, misalnya memberi hak banding terhadap keputusan pemerintah yang tidak diterima.
8)      Asas Keadilan dan Kewajaran
Artinya pemerintah tidak boleh bertindak sewenang-wenang atau menyalahgunakan wewenang yang diberikan kepadanya untuk kepentingan pribaduinya.
9)      Asas Menanggapi Penghargaan Yang Wajar
Artinya agar tindakan pemerintah dapat menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yang berkepentingan, misalnya seorang pegawai negeri minta izin untuk menggunakan kendaraan pribadi pada waktu dinas, yang kemudian izin yang telah diberikan untuk menggunakan kendaraan pribadi dicabut, tindakan pemerintah demikian dianggap salah/ tidak wajar.
10)  Asas Meniadakan Akibat-Akibat Suatu Keputusan Yang Batal
Asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang bersangkutanharus diberi ganti rugi atau rehabilitasi.
11)  Asas Perlindungan Hukum
Artinya bahwa setiap pegawai negeri diberi hak kebebasan untuk mengatur kehidupan pribadinya sesuai dengan pandangan hidup yang dianutnya atau sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
12)  Asas Kebijaksanaan
Artinya pemerintah dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan undangundang dan menyelenggarakan kepentingan umum. Unsur bijaksana harus dimiliki oleh setiap pegawai/ Pemerintah.
13)  Asas Penyelenggraan Kepentingan Umum
Artinya tugas pemerintah untuk mendahulukan kepentingan umu daripada kepentingan pribadi. Pegawai negeri sebagai aparatur Negara, abdi Negara, dan abdi masyarakat dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintah dan pembangunan.
2.      Azas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB) Menurut UU RI Nomor 28

Tahun 1999.Dalam Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa Azas Umum Pemerintahan Negara yang Baik adalah azas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum, untuk mewujudkan Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28 Tahun 1999 menyebutkan Azas-Azas Umum Penyelenggaraan Negara meliputi :
a.       Azas Kepastian Hukum ;
b.      Azas Tertib Penyelenggaran Pemerintahan ;
c.       Azas Kepentingan Umum ;
d.      Azas Keterbukaan ;
e.       Azas Proporsionalitas;
f.       Azas Profesionalitas;
g.      Azas Akuntabilitas.
Dalam penjelasan dari Pasal 3 dijelaskan yang dimaksud dengan :
a.       Azas Kepastian Hukum adalah azas dalam Negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Pemerintah.
b.      Azas Tertib Penyelenggaran Negara adalah azas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara.
c.       Azas Kepentingan Umum adalah azas yang mendahulukan kesejahteraan umum, dengan cara yang aspioratif, akomodatif, dan selektif.
d.      Azas Keterbukaan adalah azas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara.
e.       Azas Proporsionalitas adalah azas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban Penyelenggara Negara.
f.       Azas Profesionalitas adalah azas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
g.      Azas Akuntabilitas adalah azas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi Negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut World Bank dan UNDP Suatu pemerintahan yang baik meliputi :
a.       Participation
b.      Rule of Law
c.       Transparancy
d.      Responsiveness
e.       Concensus Orientation
f.       Equity
g.      Effectiveness and Efeciency
h.      Acountability
i.        Strategy Vision
Dari uraian-uraian di atas maka cirri-ciri Tata Pemerintahan yang baik antara lain adalah :
a.       Mengikutsertakan seluruh masyarakat
b.      Transparansi dan bertanggung jawab
c.       Adil dan Efektive
d.      Menjamin Kepastian Hukum
e.       Adanya Konsensus masyarakat dengan Pemerintah dalam segala bidan
f.       .Memperhatikan kepentingan orang miskin










BAB II
HUBUNGAN ILMU PEMERINTAHAN DENGAN ILMU SOSIAL LAINNYA

A.    Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Kenegaraan Lainnya
Hubungan hubungan Ilmu pemerintahan dengan ilmu kenegaraan lainnya dapat di lihat sebagai berikut:
1.      Pada dasarnya politik mempunyai ruang lingkup negara, membicarakan politik pada hakikatnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga yang mempengaruhi hidup masyarakat.
2.      Secara umum dapat dikatakan bahwa ilmu pemerintahan menekankan pada tungsi output daripada mutu sistem politik, sedangkan ilmu politik menitikberatkan pada fungsi input. Dengan perkataan lain ilmu pemerintahan lebih mempelajari komponen politik sebagai suatu sistem politik, sedangkan ilmu politik mempelajari society dari suatu sistem politik. Kebijaksanaan pemerintahan ( public policy) dibuat dalam arena politik, tetapi hampir semua perencanaan dan pelaksanaannya diselenggarakan dalam arena birokrasi pemerintahan tersebut.
3.      Ilmu negara bersifat statis dan deskriptif, karena hanya terbatas melukiskan lembaga-lembaga politik. Sedangkan ilmu pemerintahan itu dinamis, karena dapat menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi setempat. Oleh karena itu selain merupakan suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, ilmu pemerintahan juga merupakan suatu seni memerintah, yang selain diperoleh melalui kegiatan belajar mengajar, juga karena dilahirkan berbakat.
4.      Syarat-syarat negara antara lain harus adanya wilayah, harus adanya pemerintah/pemerintahan, harus adanya penduduk dan harus adanya pengakuan dari dalam dan luar negeri. Adanya pemerintah yang sah dan diakui baik dari dalam dan luar negeri berarti pemerintah tersebut mempunyai wewenang untuk memerintah secara legitimasi
5.      Ilmu pemerintahan adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri, namun sangat dekat hubungannya dengan administrasi negara,karena memiliki obyek materia yang sama yaitu negara itu sendiri.Adapun yang membedakan ilmu pemerintahan dengan administrasi negara adalah pada pendekatan ( technical approach)nya masing-masing yaitu ilmu pemerintahan cenderung lebih melaksanakan pendekatan legalistik, empirik dan formalistik, sedangkan administrasi negara cenderung lebih melaksanakan pendekatan ekologikal, organisasional dan struktural.
6.      Yang membedakan ilmu pemerintahan dengan hukum tata negara adalah sudut pandangnya masing-masing, yaitu bila ilmu pemerintahan cenderung lebih mengkaji hubungan-hubungan pemerintah dalam arti perhatian utama adalah pada gejala yang timbul pada peristiwa pemerintah itu sendiri. Sedangkan hukum tata negara cenderung mengkaji hukum serta peraturan yang telah ditegakkan dalam hubungan tersebut.
B.     Hubungan Ilmu Pemerintahan dan Ilmu-Ilmu Non-Kenegaraan
Hubungan hubungan Ilmu pemerintahan dengan ilmu non-kenegaraan dapat kita lihat sebagai berikut:
1.      Ilmu hukum adalah pengetahuan mengenai masalah yang bersifat ilmiah tentang asas-asas surgawi dan manusiawi, pengetahuan yang benar dan yang tidak benar (Ulpian). Ilmu hukum adalah ilmu yang formal tentang hukum positif (Holland). Ilmu hukum adalah sintesa ilmiah tentang asasasas yang pokok dari hukum (Allen). Ilmu hukum adalah penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari berbagai disiplin ilmu di luar hukum yang mutakhir (Stone). Ilmu hukum adalah pengetahuan tentang hukum dalam segala bentuk dan manifestasinya(Cross). Teori ilmu hukum menyangkut pemikiran mengenai hukum atas dasar yang paling luas (Dias).
2.      Fungsi administrasi adalah pelaksanaan kebijaksanaan negara yang dijalankan oleh para aparat (pejabat) pemerintah, karena administrasi sebagai suatu hal yang harus berhubungan dengan penyelenggaraan dari kebijaksanaan-kebijaksanaan kehendak negara tersebut.
3.      Sejarah adalah deskripsi kronologis dari peristiwa-peristiwa zaman yang lampau, karena itu ilmu sejarah merupakan perhimpunan kejadiankejadian konkrit di masa lalu. Bagi para ahli sejarah dalam menanggapi ilmu pemerintahan, melihat bahwa gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa pemerintahan yang timbul dalam setiap hubungan pemerintahan penekanannya hanyalah pada fungsi dan pengorganisasian terutama dalam perjalanan ruang dan waktu yang senantiasa berubah.
4.      Hubungan llmu Pemerintahan dengan ilmu ekonomi tampak sangat erat.Hal ini dapat dilihat dari munculannya merkantilisme sebagai aliran perekonomian yang bertujuan memperkuat negara dengan jalan mengkonsolidasi kekuatan dalam bidang perekonomian.
5.      Filsafat dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.Filsafat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terakhir, tidak dangkal dan dogmatis, melainkan kritis sehingga kita sadar akan kekaburan dan kekacauan pengertian sehari-hari.Substansi filsafat tidak berubah, tetapi dialah yang memberikan performance sesuatu itu. Sub komponennya yaitu kuantitas, kualitas, kedudukan, wujud, ruang, waktu, aksi, dan relasi.
















BAB III
HUKUM TATA PEMERINTAHAN
A.    Beberapa Istilah dan Pengertian

1.      Penertian Hukum Tata Pemerintahan
Dalam ilmu hukum, hukum tata pemerintahan disebut juga sebagai hukum tata usaha negara atau hukum adminitsrasi negara. Hukum tata pemerintahan mempunyai pengertian/ definisi antara lain:
a)      Pendapat Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H:Hukum yang mengatur negara dalam keadaan bergerak, yaitu hubungan yang timbul dari kegiatan administrasi antara bagian- bagian negara dan antara negara dengan masyarakat
b)      Pendapat R. Soeroso, S.H:Hukum yang mengatur susunan dan kekuasaan alat perlengkapan Badan Umum atau hukum yang mengatur semua tugas dan kewajiban dari pejabat- pejabat pemerintah didalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
c)      Pendapat J.M Baron de Gerando:Hukum yang mengatur hubungan timbal- balik antara pemerintah dan rakyat
d)     Pendapat C. van Vollenhoven:Merupakan pembatasan terhadap kebebasan pemerintah, jadi merupakan jaminan bagi mereka yang harus taat kepada pemerintah; akan tetapi untuk sebagian besar hukum administrasi megandung arti pula, bahwa mereka yang harus taat kepada pemerintah menjadi dibebani pelbagai kewajiban yang tegas bagaimana dan sampai dimana batasnya, dan berhubung dengan itu, berarti juga, bahwa wewenang pemerintah menjadi luas dan tegas
2.      Pengertian Administrasi Negara

Administrasi adalah sebuah istilah yang bersifat generik, yang mencakup semua bidang kehidupan. Karena itu, banyak sekali definisi mengenai administrasi. Sekalipun demikian, ada tiga unsur pokok dari administrasi. Tiga unsur ini pula yang merupakan pembeda apakah sesuatu kegiatan merupakan kegiatan administrasi atau tidak. Dari definisi administrasi yang ada, kita dapat mengelompokkan administrasi dalam pengertian proses, tata usaha dan pemerintahan atau adminsitrasi negara. Sebagai ilmu, administrasi mempunyai berbagai cabang, yang salah satu di antaranya adalah administrasi negara.
Administrasi negara juga mempunyai banyak sekali definisi, yang secara umum dapat dibagi dalam dua kategori. Pertama, definisi yang melihat administrasi negara hanya dalam lingkungan lembaga eksekutif saja. Dan kedua, definisi yang melihat cakupan administrasi negara meliputi semua cabang pemerintahan dan hal-hal yang berkaitan dengan publik.
Terdapat hubungan interaktif antara administrasi negara dengan lingkungan sosialnya. Di antara berbagai unsur lingkungan sosial, unsur budaya merupakan unsur yang paling banyak mempengaruhi penampilan (performance) administrasi negara.

a)      Oppen Hein mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan-badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenagnya yang telah  diberikan kepadanya oleh Hukum Tata Negara.
b)      J.H.P. Beltefroid mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat pemerintahan dan badan-badan kenegaraan dan majelis-majelis pengadilan tata usaha hendak memenuhi tugasnya.
c)      Logemann mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah seperangkat dari norma-norma yang menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat administrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.
d)     De La Bascecoir Anan mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab Negara berfungsi/ bereaksi dan peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara warga Negara dengan pemerintah.
e)      L.J. Van Apeldoorn mengatakan “ Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan yang hendaknya diperhatikan oleh para pendukung kekuasaan penguasa yang diserahi tugas pemerintahan itu.”
f)       A.A.H. Strungken mengatakan “ Hukum Administarsi Negara adalah aturanaturan yang menguasai tiap-tiap cabang kegiatan penguasa sendiri.
g)      J.P. Hooykaas mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah  ketentuan – ketentuan mengenai campur tangan dan alat-alat perlengkapan Negara dalam lingkungan swasta.
h)      Sir. W. Ivor Jennings mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah hukum yang berhubungan dengan Administrasi Negara, hukum ini menentukan organisasi kekuasaan dan tugas-tugas dari pejabat-pejabat administrasi.
i)        Marcel Waline mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan yang menguasai kegiataan-kegiatan alat-alat perlengkapan Negara yang bukan alat perlengkapan perundang-undangan atau kekuasaan kehakiman menentukan luas dan batas-batas kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut, baik terhadap warga masyarakat maupun antara alat-alat  perlengkapan itu sendiri, atau pula keseluruhan aturan-aturan yang menegaskan dengan syarat-syarat bagaimana badan-badan tata usaha negara/ administrasi memperoleh hak-hak dan  membebankan kewajiban-kewajiban kepada para warga masyarakat dengan peraturan alat-alat perlengkapannya guna kepentingan pemenuhan kebutuhan-kebutuhan umum.”
j)        E. Utrecht mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan agar memungkinkan para pejabat pemerintahan Negara melakukan tugas mereka secara khusus.”
k)      Prajudi Atmosudirdjo mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah hukum mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan-kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa-penguasa administrasi.”
l)        Bachsan Mustofa mengatakan “Hukum Administarsi Negara adalah sebagai gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi tugas melakukan sebagian dari pekerjaan pemerintaha dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan badan – badan kehakiman.
m)    ilmu pengetahuan yang mempelajari bagaimana lembaga – lembaga mulai dari suatu keluarga hingga perserikatan bangsa – bangsa disusun, digerakkan dan dikemudikan.
n)      Bachsan Mustafa, SH; administrasi Negara adalah sebagai gabungan jabatan – jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat yang diserahi kepada badan – badan pembuat undang – undang dan badan – badan kehakuman.
o)      Wilson 1987, administrasi sebagai ilmu. Pemikiran tentang supremasi kepemimpinan pejabat politik atas birokrasi itu timbul dari perbedaan fungsi antara politik dan administrasi, dan adanya asumsi tentang superioritas fungsi – fungsi politik administrasi. Slogan klasik pernah juga ditawarkan manakala fungsi politik berakhir maka fungsi administrasi itu mulai, when politic end, administration begin – Wilson 1941.
p)      John M. Pfiffer dan Robert V, Administrasi Negara adalah suatu proses yang bersangkutan dengan pelaksanaan kebijaksanaan – kebijaksanaan pemerintah, pengarahan kecakapan dan teknik – teknik yang tidak terhingga jumlahnya, memberikan arah dan maksud terhadap usaha sejumlah orang.
q)      Administrasi Negara adalah segenap proses penyelenggaraan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah suatu Negara, untuk mengatur dan menjalankan kekuasaan Negara, guna menyelenggarakan kepentingan umum.
r)        Menurut Prof. Dr. Prajudi Atmosudirdjo mengatakan bahwa : Administrasi Negara adalah fungsi bantuan penyelenggaraan dari pemerintah artinya pemerintah (pejabat) tidak dapat menunaikan tugas – tugas kewajibannya tanpa Administrasi Neara.
s)       Menurut Utrecht dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi Negara” mengatakan bahwa : Administrasi Negara adalah gabungan jabatan (compleks van kambten) “Apparaat” (alat) Administrasi yang dibawah pimpinan Pemerintah (Presiden yang dibantu oleh Menteri) melakukan sebagian dari pekerjaan Pemerintah (tugas pemerintah, overheidstak) fungsi administrasi yang tidak ditugaskan kepada badan – badan pengadilan, badan legeslatif (pusat) dan badan pemerintah (overheidsorganen) dari persekutuan – persekutuan hukum (rechtsgemeenschappen) yang lebih rendah dari Negara (sebagai persekutuan hukum tertinggi) yaitu badan – badan pemerintah (bestuurorganeen) dari persekutuan hukum Daerah Swantatra I dan II dan Daerah istimewa, yang masing – masing diberi kekuasaan untuk berdasarkan suatu delegasi dari Pemerintah Pusat (Medebewind) memerintah sendiri daerahnya.
t)       Menurut Dwight Waldo menyatakan bahwa administrasi Negara mengandung dua pengertian yaitu :
a.       Administrasi Negara yaitu organisasi dan manajemen dari manusia dan benda guna mencapai tujuan – tujuan pemerintah.
b.      Administrasi Negara yaitu suatu seni dari ilmu tentang manajemen yang dipergunakan untuk mengatur urusan – urusan Negara.

Kalau definisi – definisi diatas dikaji secara seksama, dapat dikemukakan beberapa pokok pikiran bahwa :
a)      Administrasi Negara adalah merupakan proses kegiatan yang bersifat penyelenggaraan.
b)       Administrasi Negara disusun untuk mengatur kerja sama antar bangsa.
c)      Administrasi Negara diselenggarakan oleh aparatur pemerintah dari suatu Negara.
d)     Administrasi Negara diselenggarakan untuk kepentingan umum.

B.     Tugas Peranan administrasi Negara
Pentingnya studi administrasi Negara dikaitkan dengan kenyataan bahwa kehidupan menjadi tak bermakna, kecuali dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat public. Segala hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat public telah dicakup dalam pengertian administrasi Negara, khususnya dalam mengkaji kebijaksanaan publik.
Dalam proses pembangunan sebagai konsekuensi dari pandangan bahwa administrasi Negara merupakan motor penggerak pembangunan, maka administrasi Negara membantu untuk meningkatkan kemampuan administrasi. Artinya, di samping memberikan ketrampilan dalam bidang prosedur, teknik, dan mekanik, studi administrasi akan memberikan bekal ilmiah mengenai bagaimana mengorganisasikan segala energi social dan melakukan evaluasi terhadap kegiatan. Dengan demikian, determinasi kebijaksanaan public, baik dalam tahapan formulasi, implementasi, evaluasi, amupun terminasi, selalu dikaitkan dengan aspek produktifitas, kepraktisan, kearifan, ekonomi dan apresiasi terhadap system nilai yang berlaku.
Peranan administrasi Negara makin dibutuhkan dalam alam globalisasi yang amat menekankan prinsip persainagn bebas. Secara politis, peranan administrasi Negara adalah memelihara stabilitas Negara, baik dalam pengertian keutuhan wilayah maupun keutuhan politik. Secara ekonomi, peranan administrasi Negara adalah menjamin adanya kemampuan ekonomi nasional untuk menghadapi dan mengatasi persaingan global .
1.      Krisis Identitas
Krisis identitas yang dialami administrasi negara, menurut Henry (1995:21), berkisar pada persoalan bagaimana administrasi negara memandang dirinya sendiri dalam waktu-waktu silam. Secara rinci krisis identitas dimaksud menunjukkan bahwa:
a.       Krisis identitas yang dihadapi administrasi negara bertumpu pada tiadanya kesepakatan tentang administrasi negara sebagai ilmu ataukah bukan.
b.      Sesuatu pengetahuan dapat dipandang sebagai ilmu apabila memenuhi dua ukuran berikut:
1)      mempunyai paradigma teoritis;
2)       mempunyai teori-inti.
c.       Nicholas Henry menunjukkan adanya lima paradigma administrasi negara, yang terdiri dari
1)      Dikhotomi politik-administrasi (1900-1927);
2)      Prinsip-prinsip adiministrasi (1927-1937);
3)      Administrasi negara sebagai ilmu politik (1950-sampai sekarang);
4)      Administrasi negara sebagai ilmu administrasi (1956-1970);
5)      Administrasi negara sebagai administrasi negara (1970-sampai sekarang)
d.      Administrasi negara dapat dipandang sebagas studi multidisipliner yang bersifat eklektis karena banyak konsep yang dipinjam dari ilmu-ilmu lain.
C.    Fungsi administrasi Negara
Dalam pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki.
Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut :
1)      Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
2)      Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa.
3)      Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
4)      Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
5)      Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan.
Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
1.      Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara
Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan.28 Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan.29 Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu :
Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal;
Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.30
Seperti disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan perundang-undangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,31 dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga.32 Di samping itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila.
2.      Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara
Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan.
Pembuatan instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut :
a.       Syarat-syarat material :
1)      Alat pemerintahan yang mem buat keputusan harus berwenang;
2)      Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan;
3)      Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan;
4)      Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya.
b.      Syarat-syarat formal :
1)       Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi;
2)       Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan;
3)       Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi;
4)       Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan.
Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat.
3.      Fungsi Jaminan Hukum Ad-ministrasi Negara
Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum.34 Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat.35 Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung, sesungguhnya tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi perseorangan. Hak dan kewajiban perseorangan bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara dan bangsa kita, yaitu Pancasila.
Berdasarkan pemaparan fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum. Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan freies Ermessen, pemerintah memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan terjamin dengan baik.
4.      Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam mewujudkan perintahan yang baik.
a.      Mewujudkan Pemerintahan yang Baik
Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.
Ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.
b.      Upaya Meningkatkan Peme-rintahan yang Baik
Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) maupun tindakan sewenang-wenang (willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara yuridis memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua, dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan.ketiga, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembangunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan pengawasan baik melalui pengawasan lembaga peradilan, pengawasan dari masyarakat, maupun pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kesimpulan
Pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.
Upaya meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan antara lain dengan pengawasan lembaga peradilan, pengawasan masyarakat, dan pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik.










BAB IV
KONSEP KONSEP ILMU PEMERINTAHA(NEGARA)
A.    Definisi Negara
Negara merupakan integrasi kekuasaan politik, organisasi pokok kekuatan politik, agency (alat) masyarakat yang memegang kekuasaan mengatur hubungan antarmanusia dalam masyarakat dan menertibkan gejala kekuasaan di dalamnya. Dengan demikian negara mengintegrasikan dan membimbing berbagai kegiatan sosial penduduknya ke arah tujuan bersama.
1.      Beberapa definisi negara oleh para ahli :
a.       Benedictus de Spinoza: “Negara adalah susunan masyarakat yang integral (kesatuan) antara semua golongan dan bagian dari seluruh anggota masyarakat (persatuan masyarakat organis).”
b.      Harold J. Laski: The state is a society which is integrated by possessing a coercive authority legally supreme over any individual or group which is part of the society. A society is a group of human beings living together and working together for the satisfaction of their mutual wants. Such a society is a state when the way of life to which both individuals and associations must conform is defined by a coercive authority binding upon them all. (Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat.

Masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai terkabulnya keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara jika cara hidup yang harus ditaati – baik oleh individu maupun asosiasi-asosiasi – ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat mereka semua).
c.       Dr. W.L.G. Lemaire: Negara tampak sebagai suatu masyarakat manusia teritorial yang diorganisasikan.
d.      Hugo de Groot (Grotius): Negara merupakan ikatan manusia yang insyaf akan arti dan panggilan hukum kodrat.
e.       Leon Duguit: There is a state wherever in a given society there exists a political differentiation (between rulers and ruled) …
f.       R.M. MacIver: The state is an association which, acting through law as promugated by a government endowed to this end with coercive power, maintains within a community territorially demarcated the external conditions of order. (Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban di dalam suatu masyarakat di suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa).
g.      Prof. Mr. Kranenburg: “Negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang diciptakan oleh sekelompok manusia yang disebut bangsa.”
h.      Herman Finer: The state is a territorial association in which social and individual forces of every kind struggle in all their great variety to control its government vested with supreme legitimate power.
i.        Prof.Dr. J.H.A. Logemann: De staat is een gezags-organizatie. (Negara ialah suatu organisasi kekuasaan/ kewibawaan).
j.        Roger H. Soltau: The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community. (Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat).
k.      Max Weber: The state is a human society that (succesfully) claims the monopoly of the legitimate use of physical force within a given territory. (Negara adalah suatu masyarakat yang memonopoli penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah).
l.        Bellefroid: Negara adalah suatu persekutuan hukum yang menempati suatu wilayah untuk selama-lamanya dan dilengkapi dengan suatu kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
m.    Prof.Mr. Soenarko: Negara adalah organisasi masyarakat di wilayah tertentu dengan kekuasaan yang berlaku sepenuhnya sebagai kedaulatan.
n.      G. Pringgodigdo, SH: Negara adalah suatu organisasi kekuasaan atau organisasi kewibawaan yang harus memenuhi persyaratan unsur-unsur tertentu, yaitu harus memiliki pemerintah yang berdaulat, wilayah tertentu, dan rakyat yang hidup teratur sehingga merupakan suatu nation (bangsa).
o.      Prof. R. Djokosutono, SH: Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
p.      O. Notohamidjojo: Negara adalah organisasi masyarakat yang bertujuan mengatur dan memelihara masyarakat tertentu dengan kekuasaannya.
q.      Dr. Wiryono Prodjodikoro, SH: Negara adalah suatu organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia itu.
r.        M. Solly Lubis, SH: Negara adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia yang merupakan suatu community dengan syarat-syarat tertentu: memiliki wilayah, rakyat dan pemerintah.
s.       Prof. Miriam Budiardjo: Negara adalah suatu daerah teritorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan yang berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan pada peraturan perundang-undangannya melalui penguasaan (kontrol) monopolistis dari kekuasaan yang sah.
t.        Prof. Nasroen: Negara adalah suatu bentuk pergaulan manusia dan oleh sebab itu harus ditinjau secara sosiologis agar dapat dijelaskan dan dipahami.
u.      Mr. J.C.T. Simorangkir dan Mr. Woerjono Sastropranoto: Negara adalah persekutuan hukum yang letaknya dalam daerah tertentu dan memiliki kekuasaan tertinggi untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran bersama.
2.      Definisi Negara negara menurut beberapa pakar ilmu pemerintahan:
a.      Rudolf Krannenburg
Negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya sendiri.
b.      Prof. R. Djokosoetono
Negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama.
c.       Prof. Mr. Soenarko
Negara ialah organisasi manyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan.
d.      Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Negara merupakan organisasi kesusilaan yang muncul sebagai sintesis dari kemerdekaan individual dan kemerdekaan universal
e.       Menurut Georg Jellinek
Negara adalah organisasi kekuasaan dari sekelompok manusia yang telah berkediaman di wilayah tertentu
f.        Roger H. Soltau
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
g.      Menurut Logemann
negara adalah suatu organisasi kekuasaan yang menyatukan kelompok manusia yg kemudian disebut bangsa
h.      Menurut Robert M. Mac. Iver
Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa
i.        Menurut Max Weber
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah
j.        Menurut J.J. Rousseau
Kewajiban negara adalah memelihara kemerdekaan individu dan menjaga ketertiban kehidupan manusia
k.       Menurut Karl Marx
Negara adalah alat kelas yang berkuasa untuk menindas atau mengeksploitasi kelas yang lain.
l.        Menurut George H. Sultou
Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat

3.      Definisi negara menurut pemikir dahulu:

a.       Aristotle menyatakan Negara adalah: perpaduan beberapa keluarga mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama.
b.      Sedangkan Cicero pemikir Roma menegaskan Negara adalah: timbulnya pemikiran sehat masyarakat banyak bersatu untuk keadilan, dan berpartisipasi bersama dalam keuntungan.
c.       Dilain pihak Penulis Francis Jean Bodin mengatakan Negara adalah: asosiasi beberapa keluarga dengan kesejahteraan yang layak, dengan alasan yang sehat setuju untuk dipimpin oleh penguasa tertinggi.

Definisi diatas terdapat beberapa kekurangan:
a.       Tidak ada Negara yang bisa berdiri sendiri.
b.      Tidak ada kesempurnaan/ keuntungan hidup secara mutlak terdapat dalam Negara.
c.       Tidaklah mungkin semua masyarakat didalam negara bisa menyantuni  kesejahteraan rakyatnya.

B.     Fungsi-Fungsi Negara :
Dapat kita liat fungsi fungsi negara yang di jabarkan sebagai berikut:
1.       Mensejahterakan serta memakmurkan rakyat Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2.       Melaksanakan ketertiban Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3.       Pertahanan dan keamanan Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4.       Menegakkan keadilan Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
C.    Hakekat Negara
Negara hakikatnya merupakan organisasi kekuasaan dari perkumpulan manusia yang dilengkapi dengan kekuasaan tertinggi (kedaulatan) dan sebagai alat untuk mencapai tujuan bersama dari perkumpulan tersebut. Sebagai wujud (manifestasi) dari kedaulatan yang dimilikinya, negara memiliki sifat-sifat khusus yang hanya terdapat dalam negara itu sendiri.
Sifat-sifat itu meliputi :
1.      Sifat memaksa.Agar peraturan perundangan ditaati, penertiban dalam masyarakat tercapai serta tindakan anarkhi dapat dicegah, maka negara mempunyai sifat memaksa dalam arti mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara legal (syah)
2.      Sifat monopoli.Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat, dalam rangka ini negara dapat menyatakan sesuatu dilarang dan tidak boleh disebar luaskan karena bertentangan dengan tujuan negara atau masyarakat.
3.      Sifat mencakup semua.Sifat ini nampak dalam kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pemerintah negara yaitu bahwa semua peraturan perundangan berlaku atau mengikat kepada semua orang tanpa kecuali.
D.    Teori Asal Usul Negara
Sejarah dunia selalu memperlihatkan adanya kelompok yang menjadi cikal bakal lahirnya masyarakat. Pada masyarakat sederhana, sekelompok manusia selalu bersama membentuk jaringan simbiosis atas dasar saling bantu dan saling butuh. Manusia sadar untuk membentuk dan berada dalam komunitas sosialnya agar tetap dapat meresapi keberadaanya dan agar dapat tetap bertahan hidup.
Setelah sejarah panjang perjalanan umat manusia, kelompok-kelompok yang semakin membesar dan membiak, tata aturan yang sedari awal sudah disusun secara bersama oleh anggota komunitas dengan sangat sederhana, mulai mengalami gerak evolusi dengan tat nilai dan aturan yang kian kompleks.
Banyak teori yang mengemukakan asal usul lahirnya sebuah negara, diantaranya :
1.      Teori Kenyataan.
Yaitu teori yang menganggap bahwa memang sudah kenyataannya berdasarkan syarat-syarat tertentu yang dipenuhi, negara itu dapat timbul.
2.      Teori Ketuhanan
Teori yang menganggap bahwa memang sudah menjadi kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa negara itu timbul.
3.      Teori Penaklukan
Yaitu teori yang menganggap bahwa negara itu timbul karena serombongan manusia menundukan rombongan manusia yang lain, sehingga dengan demikian negara didirikan berdasarkan pemberontakan, proklamasi, peleburan ataupun penguasaan.
4.      Teori Perayahan (Patrilineal)
Sir Henry Maine adalah orang yang pertama menguraikan teori ini, dia menegaskan bahwa negara lahir dari teori perayahan. Menurut teori ini negara adalah dasar dari perpanjangan keluarga atau famili. Famili merupakan pokok kesatuan dalam masyarakat primitip. Keturunan dalam keluarga menjadi hubungan yang berkesinambungan, melalui seorang anak laki- laki orang tua mendapat kekuasaan tertinggi. Kekuasaan ini menjadi luas dan hidup selamanya sesuai dengan garis keturunan berjalan. Sifat- sifat yang khas atau keistimewaan teori perayahan:
a.       Anggota keluarga dari perayahan menunjuk atau mencatat keturunannya dari silsilah laki- laki.
b.      Hidupnya institusi perkawinan yang tetap dalam masyarakat primitip. Namun tidak berarti poligami tidak berlaku. Poligami berlaku dimasa itu jika perihalnya mencari keturunan.
c.       kekuatan dimasa itu mutlak dipegang oleh kaum lelaki, karena lelaki merupakan pemimpin rumah tangga, alasan inilah yang menjadi sandaran teori ini.
5.      Teori Peribuan (Matrilineal)
McLennan, Morgan dan Jenks adalah pengemuka teori ini. Teori ini menjelaskan bahwa masyarakat primitip dipegang oleh peribuan bukan perayahan (Negara lahir dari teori peribuan bukan perayahan). Namun dalam masyarakat primitip sistem polyandry ( istri yang memilki suami lebih dari satu ) juga berlaku. Beberapa komunitas hubungan suami dan istri secara permanent tidaklah hidup, bahkan faktanya institusi keluarga juga tidak hidup. Dibawah sistem teori ini kekeluargaan terbentuk dari silsilah keibuan. Eksogami adalah suku bangsa.
Ada beberapa ahli berpendapat bahwa Teori asal- usul negara terbagi atas dua bagian:
a.       Teori yang bersifat ketuhanan
Merujuk pada perjanjian terdahulu bahwa Tuhan adalah sumber kekuatan dari negara. Bangsa Yahudi percaya bahwa Tuhanlah yang menetapkan seorang raja, ia diturunkan untuk memimpin sekaligus memberantas peraturan- peraturan dhalim. Kaum Yahudi yakin bahwa raja merupakan wakilnya Tuhan dan ia diamanatkan tanggung jawab yang harus dilaksanakan.
b.      Teori yang didasari oleh kekuatan
Menurut teori ini negara muncul terbentuk dari salah satu akibat penaklukan kaum lemah oleh kaum kuat. Teori ini berbasis dalam dasar pikiran psikologis dimana sifat manusia itu agresip. Sifat ini membawa manusia meronta terus- menerus untuk meraih kekuasaan; dan dari sifat ini pula mendorong kaum kuat untuk menjajah kaum lemah. Sifat dasar agresip inilah membawa naluri manusia bangkit dan membentuk institusi negara, oleh karena itu kekuatan kekuatan adalah dasarnya negara.
Asal Mula Terjadinya Negara Berdasarkan Fakta Sejarah
1.      Pendudukan (occupatie)Hal ini terjadi karena wilayah yang tidak bertuan dan belum dikuasai, kemudian diduduki dan dikuasai. Misalnya Liberia yang diduduki budak-budak Negroyang dimerdekakan tahun 1847.
2.      Peleburan (fusi)Hal ini terjadi ketika negara-negara kecil yang mendiami suatu wilayah mengadakan perjanjian untuk saling melebur atau bersatu menjadi negara yang baru. Misalnya terbentuknya Federasi Jerman pada tahun 1871.
3.      Penyerahan (cessie)Hal ini terjadi ketika suatu wilayah diserahkan kepada Negara lain berdasarkan suatu perjanjian tertentu. Misalnya wilayah Sleeswijk pada PD 1 diserahkan oleh Austria kepada Jerman.
4.      Penaikan (accesie)Hal ini terjai ketika suatu wilayah terbentuk akibat penaikan lumpur sungai atau dari dasar laut. Kemudian di wilayah tersebut dihuni oleh sekelompok orang sehinnga terbentuk Negara. Misalnya wilayah Negara Mesir yang terbentuk dari delta sungai Nil.
5.      Pengumuman (proklamasi)Hal ini terjadi karena suatu daerah yang pernah menjadi daerah jajahan ditinggalkan begitu saja. Sehinnga penduduk daerah tersebut bisa mengumumkan kemerdekaannya. Misalnya Indonesia yang ditinggalkan Jepang karena pada saat itu Jepang dibom oleh Amerika di daerah Hiroshima dan Nagasaki.

E.     Sifat dan fungsi Negara
1.      Sifat Negara
Sifat Negara merupakan suatu keadaan dimana hal tersebut dimiliki agar dapat menjadikannya suatu Negara yang bertujuan. Negara tersebut. Sifat suatu Negara terkadang tidaklah sama dengan Negara lainnya, ini tergantung pada landasan ideologi Negara masing-masing. Namun ada juga beberapa sifat Negara yang bersifat umum dan dimiliki oleh semua Negara, yaitu:
a. Sifat memaksa
Negara merupakan suatu badan yang mempunyai kekuasaan terhadap warga negaranya, hal ini bersifat mutlak dan memaksa.
b. Sifat monopoli
Negara dengan kekuasaannya tersebut mempunyai hak atas kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, hal ini menjadi sesuatu yang menjadi landasan untuk menguasai sepenuhnya kekayaan alam yang terkandung di dalam wilayah Negara tersebut.
c. Sifat mencakup semua
Kekuasaan Negara merupakan kekuasaan yang mengikat bagi seluruh warga negaranya. Tidak ada satu orang pun yang menjadi pengecualian di hadapan suatu Negara. Tidak hanya mengikat suatu golongan atau suatu adat budaya saja, tetapi mengikat secara keseluruhan masyarakat yang termasuk kedalam warga negaranya.
d. Sifat menentukan
Negara memiliki kekuasaan untuk menentukan sikap-sikap untuk menjaga stabilitas Negara itu. Sifat menentukan juga membuat Negara dapat menentukan secara unilateral dan dapat pula menuntut bahwa semua orang yang ada di dalam wilayah suatu Negara (kecuali orang asing) menjadi anggota politik Negara.
Ada pula sifat-sifat yang hanya dimiliki suatu Negara berdasarkan pada landasan ideologi Negara tersebut, misalnya Negara Indonesia memiliki sifat-sifat yang sesuai dengan pancasila, yakni:
a.       Ketuhanan, ialah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat Tuhan.
b.      Kemanusiaan adalah sifat-sifat keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat manusia.
c.       Persatuan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat satu, yang berarti membuat menjadi satu rakyat, daerah dan keadaan negara.
d.      Kerakyatan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat rakyat.
e.       Keadilan yaitu sifat-sifat dan keadaan Negara yang sesuai dengan hakikat adil.
2. Fungsi Negara
Fungsi Negara perlu ditetapkan sebagai pengatur kehidupan dalam negara demi tercapainya tujuan Negara. Tokoh-tokoh yang pendapatnya tentang fungsi negara diterapkan oleh negara-negara didunia adalah :
a.       John Locke membedakan fungsi negara menjadi tiga yaitu: Fungsi Legislatif (membuat Undang-Undang), Fungsi Eksekutif (melaksanakan Undang-Undang , termasuk mengadili pelanggar Undang – Undang), dan Fungsi Federatif (mengurusi urusan luar negeri dan perang serta damai dengan negara lain ). Sedangkan, Montesquieu membedakan fungsi negara atas tiga tugas pokok yaitu: Fungsi Legislatif (membuat Undang-Undang),Fungsi Eksekutif (melaksanakan Undang-Undang , termasuk mengadakan hubungan luar negeri, membuat perjanjian dengan negara lain), Fungsi Yudikatif (mengawasi agar semua peraturan ditaati fungsi mengadili terhadap pelanggar Undang-Undang ).Tujuan negara tanpa fungsi negara adalah sia-sia, dan sebaliknya, fungsi negara tanpa tujuan negara tidak menentu. Minimal, setiap negara harus melaksanakan fungsi:
1)      penertiban (law and order): untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah terjadinya konflik, negara harus melaksanakan penertiban, menjadi stabilisator
2)      mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
3)      pertahanan, menjaga kemungkinan serangan dari luar;
4)      menegakkan keadilan, melalui badan-badan pengadilan.
b.      Menurut Charles E. Merriam, fungsi negara adalah: keamanan ekstern, ketertiban intern, keadilan, kesejahteraan umum, kebebasan. Sedangkan R.M. MacIver berpendapat bahwa fungsi negara adalah: ketertiban, perlindungan, pemeliharaan dan perkembangan. Dalam pandangan Sachs (1995), fungsi negara tercakup dalam tiga kategori, yakni fungsi kewirausahaan, fungsi membangun, dan fungsi pengaturan. Sementara, Miriam mengemukakan hingga lima fungsi yang mutlak harus dimiliki oleh negara, yakni fungsi keamanan ekstren, fungsi ketertiban intren, fungsi keadilan, fungsi kesejahteraan umum, dan fungsi kebebasan.


F.     Teori Kedaulatan Negara
1.      Pengertian Kedaulatan
Salah satu unsur atau syarat yang harus dipenuhi untuk terbentuknya suatu negara adalah pemerintahan yang berdaulat atau kedaulatan. Istilah kedaulatan ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli kenegaraan berkebangsaan Perancis yang bernama Jeans Bodin (1539-1596). Menurut Jeans Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Kedaulatan ini sifatnya tunggal, asli, dan tidak dapat dibagi-bagi. Tunggal berarti hanya ada satu kekuasaan tertinggi, sehingga kekuasaan itu tidak dapat dibagi-bagi. Asli berarti kekuasaan itu berasal atau tidak dilahirkan dari kekuasaan lain. Sedangkan abadi berarti kekuasaan negara itu berlangsung terus-menerus tanpa terputus-putus. Maksudnya pemerintah dapat berganti-ganti, kepala negara dapat berganti atau meninggal dunia, tetapi negara dengan kekuasaanya berlangsung terus tanpa terputus-putus.
Kedaulatan atau sovereignity adalah ciri atau atribut hukum dari negara, dan sebagai atribut negara sudah lama ada, bahkan ada yang berpendapat bahwa sovereignity itu mungkin lebih tua dari konsep negara itu sendiri (Dahlan Thaib, 1989: 9). Perkataan sovereignity (bahasa Inggris) mempunyai persamaan kata dengan Souvereneteit (bahasa Belanda) yang berarti tertinggi. Jadi secara umum, kedaulatan atau sovereignity itu diartikan sebagai kekuasaan tertinggi dalam suatu negara yang mempunyai wewenang untuk mengatur penyelenggaraan negara.
2.      Macam-macam Teori Kedaulatan
Setelah adanya negara di jaman modern, maka merumuskan kembali kedaulatan menjadi suatu yang sangat penting.
Menurut Harold J. Laski
“the modern state is a sovereign state. It is, therefore, independent in the face of other communities. It may infuse its will towards them with a substance which need not be affected by the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the territory that it control”Terjemahan bebas: Negara modern adalah negara yang mempunyai kedaulatan. Hal ini untuk independen dalam menghadapi komunitas lain. Dan akan mempengaruhi substansi yang akan diperlukan dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksternal. Hal ini lebih jauh merupakan kekuasaan yang tertinggi atas wilayahnya.
Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya. Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh kehidupan bernegara.
Menurut Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori kedaulatan yang merumuskan kedaulatan bahwa kedaulatan adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara:
“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”.
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu negara:
a.       Kedaulatan Tuhan.
b.      Kedaulatan Raja.
c.       Kedaulatan Rakyat.
d.      Kedaulatan Negara.
e.       Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan yang 2 terakhir menunjukkan kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon.
a.      Kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi ada pada Tuhan, jadi didasarkan pada agama. Teori-teori teokrasi ini dijumpai, bukan saja di dunia barat tapi juga di timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan teokrasi dimiliki oleh hampir seluruh negara pada beberapa peradaban. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan (monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Misalnya jika Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan dari Dewa matahari.
b.      Kedaulatan Raja
Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/ satu penguasa. Teori-teori kekuasaan jasmani atau teori-teori perjanjian dari Thomas Hobbes. Dan kemudian muncul menjadi negara adalah raja. L’etat cest moi yang diungkapkan oleh Louis XVI yang menjadi sumbu dari pergerakan Revolusi Perancis.
c.       Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Yang menjadi bapak dari ajaran ini adalah JJ. Rousseau yang pada akhirnya teori ini menjadi inspirasi Revolusi Perancis. Teori kedaulatan rakyat ini sebagai cikal bakal dari ajaran demokrasi. Sebagai pelopor teori ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Menurut beliau bahwa raja memerintah hanya sebagai wakil rakyat, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu. Itu sebabnya Rosseau dianggap sebagai Bapak Kedaulatan Rakyat. Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara. Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan. Tetapi karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara yang masih menganut sistem monarki, maka yang berkuasa adalah raja atau pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang disebut “volonte generale” oleh Rousseau. Apabila Raja memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah itu.
d.      Kedaulatan Negara
Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat, tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, Negaralah sumber dalam negara. Dari itu negara (dalam arti government= pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya. Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu adalah kehendak negara.
Hal ini terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche Publizisten Schule, yang memberikan konstruksi pada kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada suasana teori kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena mendapat dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu:
1)      Armee (angkatan perang).
2)      Junkertum (golongan idustrialis).
3)      Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara).Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Oleh karena itu menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan bulat pada rakyat. Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara. Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan negara ini adalah penjelamaan baru dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka kedaulatan ada pada raja.
e.       Teori Kedaulatan Hukum
Teori kedaulatan hukum timbul sebagai penyangkalan terhadap teori kedaulatan negara dan dikemukan oleh Krabbe. Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi tidak terletak pada raja (teori kedaulatan raja) juga tidak pada negara (teori kedaulatan negara). Tetapi berada pada hukum yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang.
Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil. Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar.

3.      Cara Pandang Tentang Kedaulatan
Ada dua ajaran atau faham yang memberikan pengertian tentang kedaulatan ini, yaitu :
Pertama Monisme, yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah tunggal, tidak dapat dibagi-bagi, dan pemegang kedaulatan adalah pemegang wewenang tertinggi dalam negara (baik yang berwujud persoon atau lembaga). Jadi wewenang tertinggi yang menentukan wewenang-wewenang yang ada dalam negara tersebut (Kompetenz-Kompetenz).
Kedua, Pluralisme, ajaran yang menyatakan bahwa negara bukanlah satu-satunya organisasi yang memiliki kedaulatan (Harold J Laski). Banyak organisasi-organisasi lain yang ‘berdaulat‘ terhadap orang-orang dalam masyarakat. Sehingga, tugas negara hanyalah mengkoordinir (koordineren) organisasi yang berdaulat di bidangnya masing-masing. Keadaan ini oleh Baker disebutkan sebagai “Polyarchisme”. Di lingkungan ajaran Katholik dikenal dengan nama “subsidiaristeit beginsel” (prinsip subsidiaritas). Ajaran Pluralisme ini lahir karena ajaran Monisme terlalu menekankan soal kekuatan atau menekankan (force) hukum dalam melihat masyarakat negara, dan kurang menekankan soal kehendak (will) dari rakyat seperti yang diajarkan Rousseau.
4.      Kedaulatan Menurut UUD 1945
Kedaulatan Menurut UUD 1945 Sebelum Perubahan
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut teori kedaulatan rakyat. Hal itu terlihat dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi: “.....susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat.....”. selanjutnya dijelaskan pula dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945 hasil dekrit 5 juli 1959 atau sebelum perubahan yang berbunyi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”. Menurut pasal tersebut maka MPR adalah penjelmaan rakyat indonesia sebagai satu-satunya lembaga yang memegang kedaulatan rakyat sepenuhnya.
5.      Kedaulatan Menurut UUD 1945 Setelah Perubahan
Perubahan UUD 1945 ketiga tahun 2001 yang diantaranya mengubah rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 yang bunyinya menjadi: “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan rumusan pasal 2 ayat (2) UUD 1945 tersebut membawa kosekuensi dan implikasi yang signifikan terhadap fungsi dan kewenangan dari lembaga negara, terutama pada lembaga MPR sebagai pelaksana kedaulatan rakyat sepenuhnya. Dengan demikian MPR tidak lagi sebagai satu-satunya lembaga yang melakukan kedaulatan rakyat. Kedaulatan tetap dipegang oleh rakyat, namun pelaksanaanya dilakukan oleh beberpa lembaga negara yang memperoleh amanat dari rakyat dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.
G.    Bentuk Bentuk Negara
            Ada beberapa macam bentuk-bentuk negara dan pemerintahan yang mana akan di jelaskan sebagai berikut ini :
1.      Negara kesatuan
Suatu negara yang mereka dan berdaulat, yang berkuasa satu pemerintah pusat yang menatur seluruh daerah secara totalitas. Bentuk negara ini tidak terdiri atas beberapa negara, yang menggabungkan diri sedemikian rupa hingga menjadi satu negara yang negara-negara itu mempunya status bagian-bagian. Negara Kesatuan dapat berbentuk :
a.       Negara kesatuan dengan sistem sentralisasi, dimana segala sesuatu dalam negara itu langsung diatur dan diurs oleh pemeintah pusat dan daerah-daerah tinggal melaksanakannya.
b.      Negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, dimana kepala daerah diberikan kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi daerah) yang dinamakan daerah swatantra.
2.      Negara Serikat (Federasi)
Suatu negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara yang menjadi negara-negara bagian dari negara serikat itu. Negara-negara bagian itu asala mulanya adalah suatu negara yang merdeka dan berdaulat serta berdiri sendiri. Dengan menggabungkan diri dengan negara serikat, berarti ia telah melepaskan sebagian kekuasaanna dengan menyerahkan kepada negara serikat itu. Kekuasaan yang diserahkan itu disebutkan satu demi satu (limiatif) yang merupakan delegated powers (kekuasaan yang didelegasikan).
Kekuasaan Asli ada pada negara bagian karena berhbungan langsung dengan rakyatnya. Penyerahan kekuasaannya kepada negara serikat adlah hal-hal yang berhubungan dengan hubungan luar negeri. Pertahanan Negara, Keuangan, dan urusan Pos. Dapat juga diartikan bahwa bidang kegiatan pemerintah federasi adalah urusan-urusan selebihnya dari pemerintah negara-negara bagian (residuary powers).
3.      Bentuk Pemerintahan Kerjaan (Monarki)
 adalah suatu negara yang kepala negaranya adalah seorang Raja, Sultan, atau Kaisar dan Ratu. Kepala negara diangkat (dinobatkan) secara turun-temurun dengan memilih putera/puteri tertua (sesuai dengan budaya setempat) dari isteri yang sah (permaisuri)
Ada beberapa macam kerjaan (Monarki) yaitu di antaranya:
a.       Monarki Mutlak, yaitu seluruh kekuasan negara berada di tangan rajam yang mempunyai kekuasaan dan wewenang yang tidak terbatas, yang mutlak. Perintah raja merupakan undang-undang yang harus dilaksanakan. Kehendak negara adalah Kehendak Rja (I’etat c’est moi)
b.      Monarki Konstitusional yaitu suatu monarki, dimana kekuasaan raja itu dibatasi oleh suatu konstitusi (undang-undang dasar) raja tidak boleh b erbuat sesuatu yang bertentangan dengan Konstitusi dan segala perbuatannya harus berdasarkan dan harus sesuai dengan kontitusi
c.       Monarki palementer yaitu suatu monarki, dimana terdapat perlemen terhadap badan mana paramentri bai perseorangan maupun secara keseluruhan bertanggung ajawab sepenuhnya dalam system perlemen, raja , kepala Negara itu merupakan lambing kesatuan Negara yang tidak dapat diganggu gugat (the king can do no wrong) yang bertanggung jawab atas kebijakan pemerintah menteri baik bersama-sama untuk keseluruhan maupun seorangan untuk porto polionya sendiri(system tanggung jawab (menteri).
4.      Bentuk Negara Republik
yang dimaksud dengan republic adalah Negara dimana kepala negaranya seorang presiden republic dapat kita bedakan dalam 2 bentuk yaitu serikat dan kesatuan seperti juga dalam Negara kerajaan Negara rebuplik juga dapat memiliki perdana menteri (PM) yang sudah barang tentu presideng terpilih tidak lebih dari seorang symbol kecuali system pemerintahannya memberikan posisi dominant kepada presiden yaitu dengan jalan tidak dapat dijatuhkan presiden oleh mosi tidak percaya parlemen hal ini dicantumkan oleh kontitusi Negara tersebut :
Sama hal nya monarki republik itu dapat dibagi menjadi:
a.       Republik mutlak (absolute)
  1. Republik konstitusi
  2. Repulik parlemen
Aristoteles , filosofi klasik tunani ternama membagi Negara dalam bentuk pemerintahnya sebagai berikut.
a.       Monarki :pimpinan (pemerintah)tertinggi negara terletak ditangan satu orang (mono : satu archein : pemerintah).
  1. ologarki : pimpinan (pemerintah ) Negara terletak dalam tangan beberapa orang biasa nya daro kalangan golongan fendal , golonga yang berkuasa).
  2. demokrasi : pimpinan (pemeriontah) tertinggi Negara terletak ditangan rakyat (demos : rakyat).
H.Syarat Syarat Negara
Suatu negara apabila ingin diakui sebagai negara yang berdaulat secara internasional minimal harus memenuhi empat persyaratan faktor / unsur negara berikut di bawah ini :
1. Memiliki Wilayah
Untuk mendirikan suatu negara dengan kedaulatan penuh diperlukan wilayah yang terdiri atas darat, laut dan udara sebagai satu kesatuan. Untuk wilayah yang jauh dari laut tidak memerlukan wilayah lautan. Di wilayah negara itulah rakyat akan menjalani kehidupannya sebagai warga negara dan pemerintah akan melaksanakan fungsinya.
2. Memiliki Rakyat
Diperlukan adanya kumpulan orang-orang yang tinggal di negara tersebut dan dipersatukan oleh suatu perasaan. Tanpa adanya orang sebagai rakyat pada suatu ngara maka pemerintahan tidak akan berjalan. Rakyat juga berfungsi sebagai sumber daya manusia untuk menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
3. Pemerintahan Yang Berdaulat
Pemerintahan yang baik terdiri atas susunan penyelengara negara seperti lembaga yudikatif, lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lain sebagainya untuk menyelengarakan kegiatan pemerintahan yang berkedaulatan.
4. Pengakuan Dari Negara Lain
Untuk dapat disebut sebagai negara yang sah membutuhkan pengakuan negara lain baik secara de facto (nyata) maupun secara de yure. Sekelompok orang bisa saja mengakui suatu wilayah yang terdiri atas orang-orang dengan sistem pemerintahan, namun tidak akan disetujui dunia internasional jika didirikan di atas negara yang sudah ada.
























BAB V
KONSEP KONSEP ILMU PEMERINTAHAN (KEKUASAAN)
A.    Pengertian Kekuasaan
Pengertian Kekuasaan Dahl (1957) menyatakan bahwa ”A memiliki kekuasaan atas B sehingga A dapat meminta B melakukan sesuatu yang tanpa kekuasaan A tersebut tidak akan dilakukan B”. Definisi ini menyempitkan konsep kekuasaan, juga menuntut seseorang untuk mengenali jenis-jenis perilaku khusus.
Riker (1964) berpendapat bahwa perbedaan dalam kekuasaan benar-benar didasarkan pada perbedaan kausalitas (sebab-akibat). Kekuasaan adalah kemampuan untuk menggunakan pengaruh, sedangkan alasan adalah penggunaan pengaruh yang sebenarnya.
Sedangkan Russel (1983) menyatakan bahwa power (kekuasaan) adalah konsep dasar dalam ilmu sosial. Kekuasaan penting dalam kehidupan organisasi, dan bahwa kekuasaan dalam organisasi terikat dengan status seseorang.
Boulding (1989) mengemukakan gagasan kekuasaan dalam arti luas, sampai tingkat mana dan bagaimana kita memperoleh yang kita inginkan. Bila hal ini diterapkan pada lingkungan organisasi, ini adalah masalah penentuan di seputar bagaimana organisasi memperoleh apa yang dinginkan dan bagaimana para pemberi andil dalam organisasi itu memperoleh apa yang mereka inginkan. Kita memandang kekuasaan sebagai kemampuan perorangan atau kelompok untuk mempengaruhi, memberi perintah dan mengendalikan hasil-hasil organisasi.
B.     Sumber Kekuasaan

1.      Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi


Sumber-Sumber Kekuasaan dalam Organisasi  Kekuasaan Berdasarkan Kedudukan memiliki pengaruh potensial yang berasal dari kewenangan yang sah karena kedudukannya dalam organisasi terdiri dari: Kewenangan Formal dan Kekuasaan Pribadi.
Kewenangan Formal, yaitu kewenangan yang mengacu pada hak prerogatif, kewajiban dan tanggung jawab seseorang berkaitan dengan kedudukannya dalam organisasi atau sistem sosial.
Kontrol terhadap sumber daya dan imbalan, merupakan kontrol dan penguasaan terhadap sumber daya dan imbalan terkait dengankedudukan formal. Makin tinggi posisi seseorang dalam hirarki organisasi, makin banyak kontrol yang dipunyai orang tersebut terhadap sumber daya yang terbatas. Kontrol terhadap hukuman merupakan kapasitas untuk mencegah seseorang memperoleh imbalan.. Kontrol terhadap informasi menyangkut kontrol terhadap akses terhadap informasi penting maupun kontrol terhadap distribusinya kepada orang lain. Kontrol ekologis menyangkut kontrol terhadap lingkungan fisik, teknologi dan metode pengorganisasian pekerjaan.
Kekuasaan pribadi menjelaskan bahwa kelompok sumber kekuasaan berdasarkan kedudukan akan berlimpah pada orang-orang yang secara hirarki mempunyai kedudukan dalam organisasi. Pengaruh potensial yang melekat pada keunggulan individu terdiri dari: Kekuasaan keahlian (expert power), Kekuasaan kesetiaan (referent power), dan Kekuasaan karisma.
Kekuasaan keahlian (expert power) merupakan kekuasaan yang bersumber dari keahlian dalam memecahkan masalah tugas-tugas penting. Semakin tergantung pihak lain terhadap keahlian seseorang, semakin bertambah kekuasaan keahlian (expert power) orang tersebut.
Kekuasaan kesetiaan (referent power) merupakan potensi seseorang yang menyebabkan orang lain mengagumi dan memenuhi permintaan orang tersebut. Referent power terkait dengan keterampilan interaksi antar pribadi, seperti pesona, kebijaksanaan, diplomasi dan empati.
Kekuasaan karisma merupakan sifat bawaan dari  seseorang yang mencakup penampilan, karakter dan kepribadian yang mampu mempengaruhi orang lain untuk suatu tujuan tertentu.
C.    Pembagian Kekuasaan
Oleh : Anton Praptono, S.H.
Dalam sebuah praktek ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan yang dilakukan secara absolut atau otoriter, sebut saja misalnya seperti dalam bentuk monarki dimana kekuasaan berada ditangan seorang raja. Maka untuk menghindari hal tersebut perlu adanya pembagian/pemisahan kekuasaan, sehingga terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan.
1.      Pengertian Pembagian Kekuasaan
Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian memiliki pengertian proses menceraikan menjadi beberapa bagian atau memecahkan (sesuatu) lalu memberikannya kepada pihak lain. Sedangkan kekuasaan adalah wewenang atas sesuatu atau untuk menentukan (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) sesuatu. Sehingga secara harfiah pembagian kekuasaan adalah proses menceraikan wewenang yang dimiliki oleh Negara untuk (memerintah, mewakili, mengurus, dsb) menjadi beberapa bagian (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) untuk diberikan kepada beberapa lembaga Negara untuk menghindari pemusatan kekuasaan (wewenang) pada satu pihak/ lembaga.
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim memaknai pembagian kekuasaan berarti bahwa kekuasaan itu memang dibagi-bagi dalam beberapa bagian (legislatif, eksekutif dan yudikatif), tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi bahwa diantara bagian-bagian itu dimungkinkan ada koordinasi atau kerjasama (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988: 140). Berbeda dengan pendapat dari Jimly Asshiddiqie yang mengatakan kekuasaan selalu harus dibatasi dengan cara memisah-misahkan kekuasaan ke dalam cabang-cabang yang bersifat checks dan balances dalam kedudukan yang sederajat dan saling mengimbangi serta mengendalikan satu sama lain, namun keduanya ada kesamaan, yaitu memungkinkan adanya koordinasi atau kerjasama. Selain itu pembagian kekuasaan baik dalam arti pembagian atau pemisahan yang diungkapkan dari keduanya juga mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk membatasi kekuasaan sehingga tidak terjadi pemusatan kekuasaan pada satu tangan yang memungkinkan terjadinya kesewanang-wenangan.
Pada hakekatnya pembagian kekuasaan dapat dibagi ke dalam dua cara, yaitu (Zul Afdi Ardian, 1994: 62):
a.       Secara vertikal,
 yaitu pembagian kekuasaan menurut tingkatnya. Maksudnya pembagian kekuasaan antara beberapa tingkat pemerintahan, misalnya antara pemerintah pusat dengan dan pemerintah daerah dalam negara kesatuan, atau antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian dalam suatu suatu negara federal.
b.      Secara horizontal,
 yaitu pembagian kekuasaan menurut fungsinya. Dalam pembagian ini lebih menitikberatkan pada pembedaan antara fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif.
a.       Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke John Locke,
dalam bukunya yang berjudul “Two Treaties of Goverment” mengusulkan agar kekuasaan di dalam negara itu dibagi dalam organ-organ negara yang mempunyai fungsi yang berbeda-beda.
Menurut beliau agar pemerintah tidak sewenang-wenang, maka harus ada pembedaan pemegang kekuasaan-kekuasaan ke dalam tiga macam kekuasaan,yaitu:
a.       Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
b.      Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang)
c.       Kekuasaaan Federatif (melakukan hubungan diplomtik dengan negara-negara lain).
Pendapat John Locke inilah yang mendasari muncul teori pembagian kekuasaan sebagai gagasan awal untuk menghindari adanya pemusatan kekuasaan (absolut) dalam suatu negara.
2.      Konsep Trias Politica Montesquieu
Menurut Montesquieu seorang pemikir berkebangsaan Perancis mengemukakan teorinya yang disebut trias politica. Dalam bukunya yang berjudul “L’esprit des Lois” pada tahun 1748 menawarkan alternatif yang agak berbeda dari pendapat John Locke. Menurut Montesquieu untuk tegaknya negara demokrasi perlu diadakan pemisahan kekuasaan negara ke dalam 3 organ, yaitu:
a.       Kekuasaan Legislatif (membuat undang-undang)
b.      Kekuasaan Eksekutif (melaksanakan undang-undang).
c.       Kekuasaaan yudikatif (mengadili bila terjadi pelanggaran atas undang-undang).
Konsep yang dikemukakan oleh John Locke dengan konsep yang dikemukakan oleh Montesquieu pada dasarnya memiliki perbedaan, yaitu:
a.       Menurut John Locke kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan yang mencakup kekuasaan yuikatif karena mengadili itu berarti melaksanakan undang-undang, sedangkan kekuasaan federatif (hubungan luar negeri) merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri.
b.      Menurut Montesquieu kekuasaan eksekutif mencakup kekuasaan ferderatif karena melakukan hubungan luar negeri itu termasuk kekuasaan eksekutif, sedangkan kekuasaan yudikatif harus merupakan kekuasaan yang berdiri sendiri dan terpisah dari eksekutif.
c.       Pada kenyataannya ternyata, sejarah menunjukkan bahwa cara pembagian kekuasaan yang dikemukakan Montesquieu yang lebih diterima. Kekuasaan ferderatif diberbagai negara sekarang ini dilakukan oleh eksekutif melalui Departemen Luar Negerinya masing-masing (Moh. Mahfud MD, 2001: 73). Seperti halnya dalam praktek ketatanegaraan Indonesia selama ini.
Mengenai pembagian kekuasaan seperti yang dikemukakan Montesquieu, yang membagi kekuasaan itu menjadi tiga kekuasaan, yaitu: legislatif, eksekutif, dan yudikatif, Jimly Asshiddiqie menjelaskan lagi mengenai cabang-cabang dari kekuasaan-kekuasaan itu. Cabang kekuasaan legislatif terdiri dari:
a.       Fungsi Pengaturan (Legislasi)
b.      Fungsi Pengawasan (Control).
c.       Fungsi Perwakilan (Representasi).
Kekuasaan Eksekutif juga mempunyai cabang kekuasaan yang meliputi :
a.       Sistem Pemerintahan.
b.      Kementerian Negara.
Begitu juga dengan kekuasaan Yudikatif mempunyai cabang kekuasaan sebagai berikut :
a.       Kedudukan Kekuasaan Kehakiman
b.      Prinsip Pokok Kehakiman.
c.       Struktur Organisasi Kehakiman.
Jadi menurut Jimly Asshiddiqie kekuasaan itu masing-masing mempunyai cabang kekuasaan sebagai bagian dari kekuasaan yang dipegang oleh lembaga negara dalam penyelenggaraan negara.
Pembagian Kekuasaan di Indonesia Dalam ketatanegaraan Indonesia sendiri, istilah “pemisahan kekuasaan” (separation of power) itu sendiri cenderung dikonotasikan dengan pendapat Montesquieu secara absolut. Konsep pemisahan kekuasaan tersebut dibedakan secara diametral dari konsep pembagian kekuasaan (division of power) yang dikaitkan dengan sistem supremasi MPR yang secara mutlak menolak ide pemisahan kekuasaan ala trias politica Monstesquieu. Dalam sidang-sidang BPUPKI 1945, Soepomo misalnya menegaskan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin trias politica dalam arti paham pemisahan kekuasaan, melainkan menganut sistem pembagian kekuasaan.
Di sisi lain Jimly Asshiddiqie, berpendapat bahwa setelah adanya perubahan UUD 1945 selama empat kali, dapat dikatakan sistem konstitusi kita telah menganut doktrin pemisahan itu secara nyata. Beberapa yang mendukung hal itu antara lain adalah :
a.       adanya pergeseran kekuasaan legislatif dari tangan Presiden ke DPR.
b.      diadopsinya sistem pengujian konstitusional atas undang-undang sebagai produk legislatif oleh Mahkamah Konstitusi. Dimana sebelumnya undang-undang tidak dapat diganggu gugat, hakim hanya dapat menerapkan undang-undang dan tidak boleh menilai undang-undang.
c.       diakui bahwa lembaga pelaksana kedaulatan rakyat itu tidak hanya MPR, melainkan semua lembaga negara baik secara langsung atau tidak langsung merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat.
d.      MPR tidak lagi berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara, namun sebagai lembaga negara yang sederajat dengan lembaga negara lainnya.
e.       hubungan-hubungan antar lembaga negara itu bersifat saling mengendalikan satu sama lain sesuai dengan prinsip checks and balances.
Jadi berdasarkan kelima alasan tersebut, maka UUD 1945 tidak lagi dapat dikatakan menganut prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal maupun menganut ajaran trias politica Montesquieu yang memisahkan cabang-cabang kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudikatif secara mutlak dan tanpa diiringi oleh hubungan yang saling mengendalikan satu sama lain. Dengan perkataan lain, sistem baru yang dianut oleh UUD 1945 pasca perubahan keempat adalah sistem pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip checks and balances, sehingga masih ada koordinasi antar lembaga negara.
3.      pembagian kekuasaan di negara ri
Pembagian kekuasaan pemerintahan seperti didapat garis-garis besarnya dalam susunan ketatanegaraan menurut Undang-Undang Dasar 1945 adalah bersumber kepada susunan ketatanegaraan Indonesia asli, yang dipengaruhi besar oleh pikiran-pikiran falsafah negara Inggris, Perancis, Arab, Amerika Serikat dan Soviet Rusia. Aliran pikiran itu oleh Indonesia dan yang datang dari luar, diperhatikan sungguh-sungguh dalam pengupasan ketatanegaraan ini, semata-mata untuk menjelaskan pembagian kekuasaan pemerintahan menurut konstitusi proklamasi.
pembagian kekuasaan pemerintah Republik Indonesia 1945 berdasarkan ajaran pembagian kekuasaan yang dikenal garis-garis besarnya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia; tetapi pengaruh dari luar; diambil tindakan atas tiga kekuasaan, yang dinamai Trias Politica, seperti dikenal dalam sejarah kontitusi di Eropa Barat dan amerika Serikat.
Ajaran Trias Politica diluar negeri pada hakikatnya mendahulukan dasar pembagian kekuasaan, dan pembagian atas tiga cabang kekuasaan (Trias Politica) adalah hanya akibat dari pemikiran ketatanegaraan untuk memberantas tindakan sewenang-wenang pemerintah dan untuk menjamin kebebasan rakyat yang terperintah.
Ajaran Trias Politika dilahirkan oleh pemikir Inggris Jhon Locke dan oleh pemikir Perancis de Montesquieu dijabarkan dalam bukunya L’Espris des Lois, yang mengandung maksud bahwa kekuasaan masing-masing alat perlengkapan negara atau lembaga negara yang menurut ajaran tersebut adalah :
a.       Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas membentuk Undang-undang
b.      Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang
c.       Badan judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya.
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak menganut suatu sistem negara manapun, tetapi adalah suatu sistem khas menurut kepribadian bangsa indonesia, namun sistem ketatanegaraan Republik indonesia tidak terlepas dari ajaran Trias Politica Montesquieu. Ajaran trias politica tersebut adalah ajaran tentang pemisahan kekuasaan negara menjadi tiga yaitu Legislatif, Eksekutif, dan Judikatif  yang kemudian masing-masing kekuasaan tersebut dalam pelaksanaannya diserahkan kepada satu badan mandiri, artinya masing-masing badan itu satu sama lain tidak dapat saling mempengaruhi dan tidak dapat saling meminta pertanggung jawaban.
Apabila ajaran trias politika diartikan suatu ajaran pemisahan kekuasaan maka jelas Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran tersbut, oleh karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara tersebut pelaksanaannya diserahkan kepada suatu alat perlengkapan negara.
Susunan organisasi negara adalah alat-alat perlengkapan negara atau lembaga-lembaga negara yang diatur dalam UUD 1945 baik baik sebelum maupun sesudah perubahan. Susunan organisasi negara yang diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan yaitu :
a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.      Presiden
c.       Dewan Pertimbagan Agung (DPA)
d.      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
e.       Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f.       Mahkmah Agung (MA)
Badan-badan kenegaraan itu disebut lembaga-lembaga Negara. Sebelum perubahan UUD 1945 lembaga-lembaga Negara tersebut diklasifikasikan, yaitu MPR adalah lembaga tertinggi Negara, sedangkan lembaga-lembaga kenegaraan lainnya seperti presiden, DPR, BPK, DPA dan MA disebut sebagai lembaga tinggi Negara.
Sementara itu menurut hasil perubahan lembaga-lembaga negara yang terdapat dalam UUD 1945 adalah sebagai berikut:
a.       Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
b.      Presiden
c.       Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
d.      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
e.       Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
f.       Mahkmah Agung (MA)
g.      Mahkamah Konstitusi (MK)
Secara institusional, lembaga-lembaga negara merupakan lembaga kenegaraan yang berdiri sendiri yang satu tidak merupakan bagian dari yang lain. Akan tetapi, dalam menjalankan kekuasaan atau wewenangnya, lembaga Negara tidak terlepas atau terpisah secara mutlak dengan lembaga negara lain, hal itu menunjukan bahwa UUD 1945 tidak menganut doktrin pemisahan kekuasaan.
Dengan perkataan lain, UUD 1945 menganut asas pembagian kekuasaan dengan menunjuk pada jumlah badan-badan kenegaraan yang diatur didalamnya serta hubungan kekuasaan diantara badan-badan kenegaraan yang ada, yaitu;
1. Sebelum Perubahan
1)      MPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat, mempunyai kekuasaan untuk menetapkan UUD, GBHN, memilih Presiden dan Wakil Presiden serta mengubah UUD
2)      Presiden, yang berkedudukan dibawah MPR, mempunyai kekuasaan yang luas yang dapat digolongkan kedalam beberapa jenis:
a.       Kekuasaan penyelenggaran pemerintahan;
b.      Kekuasaan didalam bidang perundang undangan, menetapakn PP, Perpu;
c.       Kekuasaan dalam bidang yustisial, berkaitan dengan pemberian grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi;
d.      Kekuasaan dalam bidang hubungan luar negeri, yaitu menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain, mengangkat duta dan konsul.
3)      DPR, sebagai pelaksana kedaulatan rakyat mempunyai kekuasaan utama, yaitu kekuasaan membentuk undang-undang (bersama-sama Presiden dan mengawasi tindakan presiden.
4)      DPA, yang berkedudukan sebagai badan penasehat Presiden, berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah
5)      BPK, sebagai “counterpart” terkuat DPR, mempunyai kekuasaan untuk memeriksa tanggung jawab keuangan Negara dan hasil pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
6)      MA, sebagai badan kehakiman yang tertinggi yang didalam menjalankan tugasnya tidak boleh dipengaruhi oleh kekuasaan pemerintah.
2. Setelah Perubahan
a.       MPR, Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK, menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN, menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden dipilih secara langsung melalui pemilu), tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD, susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih secara langsung melalui pemilu.
  1. DPR, Posisi dan kewenangannya diperkuat, mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja) sementara pemerintah berhak mengajukan RUU, Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah, Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
  2. DPD, Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai anggota MPR, keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan negara Republik Indonesia, dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu, mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain yang berkait dengan kepentingan daerah.
  3. BPK, Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD, berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum, berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.
  4. Presiden, Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta memperkuat sistem pemerintahan presidensial, Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR, Membatasi masa jabatan presiden maksimum menjadi dua periode saja, Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus memperhatikan pertimbangan DPR, kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan pertimbangan DPR, memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu, juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.
  5. Mahkmah Agung, Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kekuasaan kehakiman, yaitu kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)], berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan Undang-undang.di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian, Advokat/Pengacara dan lain-lain.
  6. Mahkamah Konstitusi, Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the guardian of the constitution), Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil presiden menurut UUD, Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden, sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.
Atas dasar itu, UUD 1945 meletakan asas dan ketentuan-ketentuan yang mengatur hubungan-hubungan (kekuasaan) diantara lembaga-lembaga negara tersebut. Hubungan –hubungan itu adakalanya bersifat timbal balik dan ada kalanya tidak bersifat timbal balik hanya sepihak atau searah saja.
D.    Legitimasi kekuasaan
Dalam rangka mempertahankan kekuasaannya, seorang penguasa atau raja menggunakan berbagai upaya dan cara agar ia dapat terus berkuasa. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan komunikasi politik yang ditujukan kepada siapa saja. Kaitannya dengan ragam historiografi tradisional dan upaya mewujudkan dan mempertahakan legitimasi adalah bahwa ragam historioigrafi tradisional berperan sebagai media dalam komunikasi politik raja.
Sebagai media komunikasi politik, dalam babad, hikayat, dan ragam historiografi tradisional lainnya, di dalamnya terkandung pesan-pesan yang hendak disampaikan oleh raja dalam rangka pembentukan image masyarakat luas tentang rajanya yang dituliskan itu. Melalui babad, dan karya sastra sejenisnya, raja mencoba untuk menonjolkan keunggulan-keunngulan dirinya, keluarganya, dan leluhurnya. Raja bahkan mencoba untuk menciptakan keunggulan-keunggulan, baik berasal dari leluhurnya atau kesaktiannya yang dituliskan dalam ragam historiografi tradisional. Hal ini tidak lain sebagai suatu sarana agar raja mendapat pengakuan, dan dengan pengakuan itu, ia bisa terus berkuasa.
Sebagai contoh adanya unsur untuk melegitimasi kekuasaannya adalah dalam Babad Tanah Jawi. Babad Tanah Jawi ditulis oleh Carik Braja atas perintah dari Sunan Paku Buwono III (memerintah tahun 1749-1788). Dalam Babad Tanah Jawi dikisahkan silsilah raja-raja cikal bakal kerajaan Mataram yang secara genelaogis berasal dari Nabi Adam dan nabi-nabi lainnya sebagai nenek moyang dari raja-raja Hindu di tanah Jawa hingga Mataram Islam. Penulisan silsilah raja-raja Jawa Islam sebagai keturunan dari Nabi Adam, nabi-nabi lainnya, dan raja-raja Hindu Budha merupakan suatu perpaduan yang sangat efektif dalam mencari dan mendapatkan pengakuan dari masyarakat. Di satu sisi, Islam pada masa itu berkembang sebagai agama mayoritas, sehingga untuk menarik dan mendapatkan pengakuan, raja dituliskan sebagai keturunan langsung dari nabi. Di sisi lain, untuk membangkitkan semangat dan memori tentang kejayaan masa lampau, dituliskan bahwa Raja Jawa Islam merupakan keturunan dari raja-raja terdahulu. Adanya hal tersebut menunjukkan bahwa raja adalah orang yang hebat karena ia berasal dari leluhur yang hebat pula.
Contoh lain tentang pembentukan image raja dan upaya mendapatkan dan mempertahankan legitimasi adalah dalam Babad Sultan Agung. Dalam Babad Sultan Agung ini, pada bagian awal dikisahkan tentang kehebatan dalam penaklukan Palembang. Kemudian dikisahkan pula kesaktian-kesaktian dari Sultan Agung, yang salah satunya dalam sekejap bisa pergi ke mana saja. Dalam Babad Sultan Agung ini, dikisahkan pula adanya pertemuan dengan tokoh-tokoh pewayangan seperti Semar dan Arjuna.
Terlepas dari kebenaran atas kisah yang dituliskan, dalam ragam historiografi tradisional ada kecenderungan lain terkait dengan fungsinya sebagai media untuk mendapatkan pengakuan dari raja. Dalam ragam historiografi tradisional terdapat proses mitologisasi (proses pembentukan mitos). Mitos merupakan hal yang tidak ada, tetapi dicoba untuk diadakan, sehingga oleh masyarakat dianggap seolah-olah ada. Dengan inilah, historiografi tradisional berperan sebagai media komunikasi politik yang efektif untuk menumbuhkan dan mempertahankan pengakuan dari masyarakat luas.
1.      Legitimasi Kekuasaan Dalam Pemerintahan
Menurut Inu Kencana, seseorang memperoleh kekuasaan dalam beberapa cara yaitu melalui legitimate power, coersive power, expert power, reward power dan revernt power.
Kekuasaan dapat dibagi dalam istilah eka praja, dwi praja, tri praja, catur praja dan panca praja. Sedangkan pemisahan kekuasaannya secara ringkat dibagi dalam rule making function, rule application function, rule adjudication function (menurut Gabriel Almond); kekuasaan legislatif,,kekuasaan eksekutif dan kekuasaan yudikatif (menurut montesquieu);kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif dan kekuasaan federatif (menurut John Locke); wetgeving, bestuur, politie, rechtsspraak dan bestuur zorg (menurut Lemaire); kekuasaan konstitutif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, kekuasaan yudikatif, kekuasaan inspektif dan kekuasaan konstultatif (menurut UUD 1945).

E.     Lembaga lembaga Kekuasaan
1.      Pengertian Lembaga Negara

Lembaga negara adalah lembaga pemerintahan atau "civilizated organization" dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri . Lembaga negara terbagi dalam beberapa macam dan mempunyai tugas nya masing – masing.

2.      Lembaga-lembaga negara berdasarkan uud 1945

Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh uud, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari uu, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan keputusan presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh uud merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan uu merupakan organ uu, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan peraturan daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya, sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah undang-undang dasar negara republik indonesia tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Dilihat dari segi fungsinya lembaga-lembaga negara ada yang bersifat utama/primer (primary constitutional organs), dan bersifat penunjang/sekunder (auxiliary state organs). Sedangkan dari segi hirarkinya lembaga negara itu dibedakan kedalam 3(tiga) lapis yaitu :
a.       Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan uud 1945.
b.      Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari uud, ada pula sumber kewenangannya dari undang-undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah undang-undang.
c.        Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh uud 1945 yaitu  pemerintah daerah provinsi, gubernur, dprd provinsi, pemerintahan daerah kabupaten, bupati, dprd kabupaten, pemerintahan daerah kota, walikota, dprd kota.

Disamping itu didalam uud 1945 disebutkan pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh uud, sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional.

3.      Teori Pemisahan Kekuasaan Negara
John locke adalah orang pertama yang mengemukakan teori pemisahan kekuasaan negara dalam bukunya “two treaties on civil government” (1660). Ia membagi kekuasaan negara menjadi tiga bidang sebagai berikut:
a.       Legislatif: kekuasaan untuk membuat undang-undang;
b.      Eksekutif: kekuasaan untuk melaksanakan undang-undang;
c.       Federatif: kekuasaan mengadakan perserikatan dan aliansi serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.

Diilhami pemikiran john locke, setengah abad kemudian montesquieu – seorang pengarang, filsuf asal prancis menulis buku “l’esprit des lois” (jenewa, 1748). Di dalamnya ia menulis tentang sistem pemisahan kekuasaan yang berlaku di inggris:
a.       Legislatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan perwakilan rakyat (parlemen);
b.      Eksekutif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh pemerintah;
c.       Yudikatif: kekuasaan yang dilaksanakan oleh badan peradilan (mahkamah agung dan pengadilan di bawahnya).

4.      Tujuan Lembaga-Lembaga Negara     
Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan prof. Sri soemantri adalah actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda-beda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan secara ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.
Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam kehidupan sosial dan politik dapat ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum presiden dan wakil presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan dpr, dpd dan dprd baru hasil pemilihan umum langsung, terciptanya format hubungan pusat dan daerah berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang baru, dimana setelah jatuhnya orde baru (1996 - 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep otonomi daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan, selain itu terciptanya format hubungan sipil-militer, serta tni dengan polri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, serta terbentuknya mahkamah konstitusi.
5.       Kekuasaan Lenbaga-Lembaga Negara
 eksekutif, adalah lembaga yang menjalankan atau melaksanakan pemerintahan secara operasional dan sehari-hari. Lembaga ini dipimpin oleh kepala negara.
a.       Presiden, sebuah jabatan individual atau kolektif yang mempunyai perananan sebagai wakil tertinggi dari pada sebuah Negara.
b.      Wakil presiden, jabatan pemerintahan yang berada satu tingkata lebih rendah dari pada presiden. Wakil presiden akan mengambil alih jabatan presiden apabila ia berhalangan sementara atau teetap.
Hak, wewenang dan kewajiban presiden/ wakil presiden:
a.       Memegang kekuasaan pemerintah menurut uud
b.      Memegang kekuasaan tertinggi
c.        Mengajukan rancangan uu kepada dpr
d.      Menetapkan peraturan pemerintah pengganti uu
e.        Menetapkan peraturan pemerintah
f.       Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
g.      Mengangkat  duta dan konsul
h.      Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan dpr
i.        Meresmikan anggota badan pemeriksa keuangan yang dipilih oleh dpr
j.        Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh komisi yudisial dan disetujui dpr
k.       Menetapkan hakim konstitusi
l.        Mengangkat dan memberhentikan anggota komisi yudisial dengan persetujuan mpr.

Legislatif, badan deliberatif pemerinah dengan kuasa membuat uu.
a.       MPR, lembaga tinggi negara dalam system ketatanegaraan indonesia, yang atas anggota DPR dan DPD.
b.      lembaga tinggi negara dalam system ketatanegaraan indonesia yang merupakan lembaga perwakilan rakyatdan memegang kekuasaan membentuk uu.
c.        DPD, lembaga tinggi negara galam sisitem ketatanegaraan indonesiayang anggotanya merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui pemilihan umum.

 Kekuasaan dan wewenang MPR
a.       mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
b.      melantik presiden dan/atau wakil presiden;
c.       memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar;
d.       memilih wakil presiden dari dua calon yang diusulkan oleh presiden apabila terjadi kekosongan jabatan wakil presiden dalam masa jabatannya;
e.       memilih  presiden dan wakil presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon presiden dan calon wakil presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya, sampai berakhir masa jabatannya.
hak, wewenang dan tugas DPR
a.      Membentuk uu yang dibahas dengan presiden
b.      Membahas dan memberikan persetujuan peraturan pemerintah pengganti uu
c.       Menerima dan membahas uu yang diajukan dpa
d.      Menetapkan apbn bersama presiden
e.       Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan uu, apbn serta kebijakan pemerintah
f.         Memberikan persetujuan kepada presiden atas pengangkatan dan pemberhentian anggota komisi yudisial
g.       Memperhatikan pertimbangan dpd atas rancangan uu apbn dan rancangan uu yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

 hak, wewenang dan tugas DPD
a.       mengajukan kepada dpr rancangan uu yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah dll.
b.      memberikan pertimbangan kepada dpr atas ruu apbn dan ruu yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama
c.        memberikan pertimbangan kepada DPR dalam memilih anggota BPK
d.      melakukan pengawasan/pelaksanaan uu mengenai otonomi daerah
e.       menerima hasil keungan dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi dpr tentang ruu yang berkaitan dengan apbn.
Yudikatif, lembaga yang berwenang mengontrol pelaksanaan aturan
a.       Mahkamah agung, lembaga tinggi negara dalam system ketatanegaraan yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan mahkamah konstitusi.
b.      Mahkamah konstitusi, lembaga tinggi negara dalam system ketatanegaraan yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan mahkamah agung.
c.       Komisi yudisial, lembaga negara yang dibentuk berdasarkan uu yang berfungsi mengawasi perilaku hakim dan mengusulkan nama calon hakim agung.

Tugas dan wewenang MA
a.       Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
b.      Mengajukan 3 orang anggota hakim konstitusi
c.       Memberikan pertimbangan dalam hal presiden membergrasi dan rehabilitasi.
 tugas dan wewenang MK
a.       berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji uu terhadap uud
b.      wajib memberi putusan atas pendapat dpr mengenai dugaaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut uud 1945.
tugas dan wewenang KY
a.      memutuskan pengangkatan hakim agung
b.      mengusulkan calon hakim agung kepada DPR
c.       mempunyai wewenang lain dalam rangka menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat serta perilaku hukum.

6.Hubungan Antar Lembaga-Lembaga Negara
Hubungan antar alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara merupakan hubungan kerjasama antar institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang penting seperti
fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). Kecenderungan praktik ketatanegaraan terkini di indonesia oleh banyak ahli hukum tata negara dan ahli politik dikatakan menuju sistem pemisahan kekuasaan antara ketiga fungsi negara tersebut (separation power).
Alat kelengkapan negara berdasarkan teori–teori klasik hukum negara meliputi kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja, kekuasaan legilatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti dewan perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu pelaksanaan fungsinya. Kekuasaan eksekutif, misalnya, dibantu wakil dan menteri-menteri yang biasanya memimpin satu departemen tertentu. Meskipun demikian, tipe-tipe lembaga negara yang diadopsi setiap negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan.
7.Lembaga Negara di Indonesia
Menurut Hans Kelsen, organ negara itu setidaknya menjalankan salah satu dari 2 (dua) fungsi, yakni fungsi menciptakan hukum (law-creating function) atau fungsi yang menerapkan hukum (law-applying function).[14] Dengan menggunakan analisis Kelsen tersebut, Jimly Asshiddiqie menyimpulkan bahwa pascaperubahan UUD 1945, dapat dikatakan terdapat 34 lembaga negara. Dari 34 lembaga negara tersebut, ada 28 lembaga yang kewenangannya ditentukan baik secara umum maupun secara rinci dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ke-28 lembaga negara inilah yang dapat disebut sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan konstitusional atau yang kewenangannya diberikan secara eksplisit oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.[15]
Ke-34 organ tersebut dapat dibedakan dari dua segi, yaitu dari segi fungsinya dan dari segi hirarkinya. Hirarki antarlembaga negara itu penting untuk ditentukan karena harus ada pengaturan mengenai perlakuan hukum terhadap orang yang menduduki jabatan dalam lembaga negara itu. Mana yang lebih tinggi dan mana yang lebih rendah perlu dipastikan untuk menentukan tata tempat duduk dalam upacara dan besarnya tunjangan jabatan terhadap para pejabatnya. Untuk itu, ada dua kriteria yang dapat dipakai, yaitu (i) kriteria hirarki bentuk sumber normatif yang menentukan kewenangannya, dan (ii) kualitas fungsinya. Yang bersifat utama atau penunjang dalam sistem kekuasaan negara. Sehubungan dengan hal itu, maka dapat ditentukan bahwa dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi hirarkinya, ke-34 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai Lembaga negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Di antara lembaga-lembaga tersebut ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary constitutional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxiliary state organs). Corak dan struktur organisasi negara kita di Indonesia juga mengalami dinamika perkembangan yang sangat pesat.
Setelah masa reformasi sejak tahun 1998, banyak sekali lembaga-lembaga dan komisi-komisi independen yang dibentuk. Menurut Jimly Assshiddiqie, beberapa di antara lembaga-lembaga atau komisi-komisi independent dimaksud dapat diuraikan di bawah ini dan dikelompokkan sebagai berikut.
a.       Lembaga Tinggi Negara yang sederajat dan bersifat independen, yaitu:
1)      Presiden dan Wakil Presiden;
2)      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3)      Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
4)      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
5)      Mahkamah Konstitusi (MK);
6)      Mahkamah Agung (MA);
7)      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
b.      Lembaga Negara dan Komisi-Komisi Negara yang bersifat independen berdasarkan konstitusi atau yang memiliki constitutional importance lainnya, seperti:
1)      Komisi Yudisial (KY);
2)      Bank Indonesia (BI) sebagai Bank sentral;
3)      Tentara Nasional Indonesia (TNI);
4)       Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI);
5)      Komisi Pemilihan Umum (KPU);
6)      Kejaksaan Agung yang meskipun belum ditentukan kewenangannya dalam UUD 1945 melainkan hanya dalam UU, tetapi dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat penegak hukum di bidang pro justisia, juga memiliki constitutional importance yang sama dengan kepolisian;
7)      Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga dibentuk berdasarkan UU tetapi memiliki sifat constitutional importance berdasarkan Pasal 24 ayat (3) UUD 1945;
h) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOM-NAS- HAM)49 yang dibentuk berdasarkan undangundang tetapi juga memiliki sifat constitutional importance.
c.       Lembaga-Lembaga Independen lain yang dibentuk berdasarkan undang-undang, seperti:
1)      Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
2)      Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU);
3)      Komisi Penyiaran Indonesia (KPI);
d.      Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan eksekutif (pemerintah) lainnya, seperti Lembaga, Badan, Pusat, Komisi, atau Dewan yang bersifat khusus di dalam lingkungan pemerintahan, seperti:
1)      Konsil Kedokteran Indonesia (KKI);
2)      Komisi Pendidikan Nasional;
3)      Dewan Pertahanan Nasional;54
4)      Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas);
5)      Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
6)      Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);Badan Pertanahan Nasional (BPN);
7)      Badan Kepegawaian Nasional (BKN);
8)      Lembaga Administrasi Negara (LAN);
9)       Lembaga Informasi Nasional (LIN).
e.       Lembaga-lembaga dan komisi-komisi di lingkungan eksekutif (pemerintah) lainnya, seperti:
1)      Menteri dan Kementerian Negara;
2)      Dewan Pertimbangan Presiden;
3)      Komisi Hukum Nasional (KHN);
4)      Komisi Ombudsman Nasional (KON);
5)      Komisi Kepolisian;
6)      Komisi Kejaksaan.
f.       Lembaga, Korporasi, dan Badan Hukum Milik Negara atau Badan Hukum yang dibentuk untuk kepentingan negara atau kepentingan umum lainnya, seperti:
1)      Lembaga Kantor Berita Nasional ANTARA;
2)      Kamar Dagang dan Industri (KADIN);
3)      Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI);
4)      BHMN Perguruan Tinggi;
5)      BHMN Rumah Sakit;
6)      Korps Pegawai Negeri Republik Indonesia (KORPRI);
7)      Ikatan Notaris Indonesia (INI)
8)      Persatuan Advokat Indonesia (Peradi);
Pada dasarnya, pembentukan lembaga-lembaga negara mandiri –atau apa pun namanya– di Indonesia dibentuk karena lembaga-lembaga negara yang ada belum dapat memberikan jalan keluar dan menyelesaikan persoalan yang ada ketika tuntutan perubahan dan perbaikan semakin mengemuka seiring dengan munculnya era demokrasi. Selain itu, kelahiran lembaga-lembaga negara mandiri itu merupakan sebentuk ketidakpercayaan publik terhadap lembaga-lembaga yang ada dalam menyelesaikan persoalan ketatanegaraan yang dihadapi.
Secara lebih lengkap, pembentukan lembaga-lembaga negara mandiri di Indonesia dilandasi oleh lima hal penting. Pertama, tidak adanya kredibilitas lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya akibat adanya asumsi (dan bukti) mengenai korupsi yang sistemik, mengakar, dan sulit untuk diberantas. Kedua, tidak independennya lembaga-lembaga negara yang karena alasan tertentu tunduk di bawah pengaruh suatu kekuasaan tertentu. Ketiga, ketidakmampuan lembaga-lembaga negara yang telah ada untuk melakukan tugas-tugas yang harus dilakukan dalam masa transisi menuju demokrasi baik karena persoalan internal maupun eksternal. Keempat, adanya pengaruh global yang menunukkan adanya kecenderungan beberapa negara untuk membentuk lembaga-lembaga negara ekstra yang disebut lembaga negara mandiri (state auxiliary agency) atau lembaga pengawas (institutional watchdog) yang dianggap sebagai suatu kebutuhan dan keharusan karena lembaga-lembaga yang telah ada telah menjadi bagian dari sistem yang harus diperbaiki. Kelima, adanya tekanan dari lembaga-lembaga internasional untuk membentuk lembaga-lembaga tersebut sebagai prasyarat bagi era baru menuju demokratisasi.






BAB VI
KONSEP KONSEP ILMU PEMERINTAHAN(DEMOKRASI)
A.    Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara ( eksekutif, yudikatif  dan legislatif ) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas ( independen ) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip check and balances.
Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat (DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat yang diwakilinya ( konstituen ) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti oleh seluruh warga negara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara berhak untuk memilih ( mempunyai hak pilih ).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara demokrasi hanya memberikan hak pilih  kepada warga yang telah melewati umur tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal, narapidana atau bekas narapidana).
Namun seiring berjalannya waktu pengertian demokrasi itu mengalami perubahan ataupun perkembangan dimana Jeff Hayness membagi demokrasi ke dalam tiga model berdasarkan penerapannya.
  1. Demokrasi formal => kesempatan untuk memilih pemerintahannya dengan teratur dimana ada aturan yang mengatur pemilu dalam hal ini pemerintahlah  yang mengatur pemilu dengan memperhatikan proses hukumnya.
  2. Demokrasi permukaan (façade) => demokrasi yang munafik dimana dari luarnya memang demokrasi, tetapi sama sekali tidak memiliki substansi demokrasi. Pemilu diadakan supaya dilihat oleh orang dunia namun hasilnya adalah demokrasi dengan intensitas rendah yang dalam banyak hal tidak jauh dari sekadar polesan pernis demokrasi yang melapisi struktur politik.
  3. Demokrasi substantif  => demokrasi yang murni yaitu demokrasi substantif memberi tempat kepada seluruh lapisan masyarakat mulai dari rakyat jelata, kaum miskin, perempuan, kaum muda, golongan minoritas keagamaan dan etnik, untuk dapat benar-benar menempatkan kepentingannya dalam agenda politik di suatu negara. Dengan kata lain, demokrasi substantif menjalankan dengan sungguh-sungguh agenda kerakyatan, bukan sekadar agenda demokrasi atau agenda politik partai semata.

pengertian demokrasi menurut para ahli

1.      Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
2.      Many forms of Government have been tried, and will be tried in this world of sin and woe. No one pretends that democracy is perfect or all-wise. Indeed, it has been said that democracy is the worst form of government except all those other forms that have been tried from time to time."Winston Churchill (Hansard, November 11, 1947)
3.      Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
4.      Demokrasi pengertian etimologis mengandung makna pengertian universal. Abraham Lincoln th 18673 memberikan pengertian demokrasi “ government of the people, by the people, and for the people”.
5.      Menurut etimologi/bahasa, demokrasi berasal dari bahasa yunani yaitu dari demos = rakyat dan cratos atau cratein=pemerintahan atau kekuasaan. Demokrasi berarti pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi rakyat mendapat kedudukan penting didasarkan adanya rakyat memegang kedaulatan.
6.      Henry B. Mayo, system politik demokratis adalah menunjukkan kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat, dan didasarkan atas kesamaan politik dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
7.      Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
8.      Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
9.      Kata demokrasi berasak dari bahasa yunani yaitu "demos" yang artinya rakyat dan "cratos/cratein" yang artinya pemerintahan. Maka demokrasi adalah pemerintahan rakyat.
10.  Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekusaan pemerintahan itu melekat pada diri rakyat atau diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
11.   Menurut Hennry B. Mayo Kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan politik.
12.  Menurut International Commission of Jurist Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan di mana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik diselenggarakan oleh warga Negara melalui wakil-wakil yang dipilih oleh mereka dan yang bertanggungjawab kepada mereka melalui suatu proses pemilihan yang bebas.
13.  Menurut C.F. Strong Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewasa dari masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas tersebut.
14.  Menurut Samuel Huntington Demokrasi ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh penduduk dewasa dapat memberikan suara.
15.  Menurut Merriam, Webster Dictionary Demokrasi dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau kesewenang-wenangan.
16.  Menurut Yusuf Al- Qordawy Wadah Masyarakat untuk memilih sesorang untuk mengurus dan mengatur urusan mereka. Pimpinanya bukan orang yang mereka benci, peraturannya bukan yang mereka tidak kehendaki, dan mereka berhak meminta pertanggungjawaban penguasa jika pemimpin tersebut salah. Merekapun berhak memecatnya jika menyeleweng, mereka juga tidak boleh dibawa ke sistem ekonomi, sosial, budaya, atau sistem politik yang tidak mereka kenal dan tidak mereka sukai.
17.  Menurut Abdul Ghani Ar Rahhal Di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan.
18.  Menurut Hans Kelsen  Demokrasi adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan kekuasaan Negara.
19.  Menurut John L Esposito  Pada dasarnya kekuasaan adalah dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
20.  Menurut Sidney Hook Demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa.

21.  Menurut Affan Gaffar Demokrasi dimaknai dalam dua bentuk, yaitu :
Makna normatif (demokrasi normatif) adalah demokrasi yang secara ideal ingin diwujudkan oleh negara Makna empirik (demokrasi empirik) adalah demokrasi dalam perwujudannya pada dunia politik.
22.  Menurut Amien Rais  Suatu begara disebut sebagai negara demokrasi jika memenuhi beberapa kriteria, yaitu; (1) partisipasi dalam pembuatan keputusan, (2) persamaan di depan hukum, (3) distribusi pendapat secara adil, (4) kesempatan pendidikan yang sama, (5) empat macam kebebasan, yaitu kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan persuratkabaran, kebebasan berkumpul dan kebebasan beragama, (6) ketersediaan dan keterbukaan informasi, (7) mengindahkan fatsoen atau tata krama politik, (8) kebebasan individu, (9) semangat kerja sama dan (10) hak untuk protes.
23.  Menurut Robert A. Dahl  Sebuah demokrasi idealnya memiliki : (1) persamaan hak pilih dalam menentukan keputusan kolektif yang mengikat, (2) partisipasi efektif, yaitu kesempatan yang sama bagi semua warga negara dalam proses pembuatan keputusan secara kolektif, (3) pembeberan kebenaran, yaitu adanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk memberikan penilaian terhadap jalannya proses politik dan pemerintahan secara logis, (4) kontrol terakhir terhadap agenda, yaitu adanya kekuasaan eksklusif bagi masyarakat untuk menentukan agenda mana yang harus dan tidak harus diputuskan melalui proses pemerintahan, termasuk mendelegasikan kekuasaan itu pada orang lain atau lembaga yang mewakili masyakat, dan (5) pencakupan, yaitu terliputnya masyarakat yang tercakup semua orang dewasa dalam kaitannya dengan hukum.
24.  Menurut Abdul Wadud Nashruddin Demokrasi adalah sebuah sistem kehidupan yang menempatkan pendapat rakyat sebagai prioritas utama pengambilan kebijakan, di mana pendapat tersebut harus memenuhi kriteria agama, susila, hukum dan didasari semangat untuk menjunjung kemaslahatan bersama. Suara atau pendapat rakyat harus diiringi rasa tanggungjawab dan komitmen positif atas pelaksanaanya juga harus melalui evaluasi secara terus-menerus agar selalu sesuai dengan kebutuhan bersama. Demokrasi bukan hanya sebagai alat politik semata tetapi juga membentuk berbagai aspek tata masyarakat lainnya, seperti ekonomi, sosial maupun budaya. Masyarakat yang berhak menyalurkan suara dan pendapatnya boleh didengar hanya bagian masyarakat yang faham dan mampu mempertanggungjawabkan pendapatnya baik secara keilmuan, sosial maupun syar'i.
25.  Demokrasi adalah sistem pemerintahan dimana rakyat memegang peranan yang sangat penting dalam pemerintahan.
26.  Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara tersebut.
27.  Istilah "demokrasi" berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Kata "demokrasi" berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
28.   Demokrasi secara harafiah merupakan sistem pemerintahan yang sangat membuka pintu lebar-lebar kepada arus akuntabilitas publik. Di mana inti dari sebuah system pemerintahan yang demokratis adalah pada partisipasi seluruh entitas sistem tersebut terhadap setiap putusan atau kebijakan yang diambil.
29.  Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang anti otoritarianisme dan kemungkinan kolusi/konspirasi yang sangat mungkin muncul dalam system monarki dan oligarkhi. Artinya, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memberikan penekanan pada fungsi kontrol atau dengan kata lain check and balance dari semua pos-pos kekuasaan yang ada. Dari sini diharapkan akan lahir keadilan (justice) yang secara mekanistik memberikan kebaikan kepada seluruh elemen masyarakat.
30.  Demokrasi adalah sebuah sistem kehidupan yang menempatkan pendapat rakyat sebagai prioritas utama pengambilan kebijakan, di mana pendapat tersebut harus memenuhi kriteria agama, susila, hukum dan didasari semangat untuk menjunjung kemaslahatan bersama. Suara atau pendapat rakyat harus diiringi rasa tanggungjawab dan komitmen positif atas pelaksanaanya juga harus melalui evaluasi secara terus-menerus agar selalu sesuai dengan kebutuhan bersama. Demokrasi bukan hanya sebagai alat politik semata tetapi juga membentuk berbagai aspek tata masyarakat lainnya, seperti ekonomi, sosial maupun budaya. Masyarakat yang berhak menyalurkan suara dan pendapatnya boleh didengar hanya bagian masyarakat yang faham dan mampu mempertanggungjawabkan pendapatnya baik secara keilmuan, sosial maupun syar'i.
B.     Prinsip Prinsip Demokrasi
1.      Prinsip Prinsip Demokrasi yang bersifat Universal
a)      Berdasarkan uraian sebelumnya dapat di simpulkan bahwa setiap Negara yang demokrasi memiliki kecendrungan yang sama dalam hal prinsip-prinsip yang dianut. Beberapa prinsip demokrasi yang berlaku secara universal, antara lain:
keterlibatan warga Negara dalam penbuatan keputusan politik
ada dua pendekatan tentang keterlibatan warga Negara yaitu teori elitis dan partisipatori ;Pendekatan elitis adalah pembuatan kebijakan umum namun menuntut adanya kualitas tanggapan pihak penguasa dan kaum elit, hal ini dapat kita lihat pada demokrasi perwakilan. Pendekatan partisipatori adalh pembuatan kebijakan umum yang menuntut adanya keterlibetan yang lebih tinggi.
b)     Persamaan diantara warga Negara Tingkat persamaan yang ditunjukan biasanya yaitu dibidang; politik, hokum, kesempatan, ekonomi, social dan hak.
c)      Kebebasan atau kemerdekaan yang diakui dan dipakai oleh warga Negara
d)     Hukum Penghormatan terhadap hokum harus dikedepankan baik oleh penguasa maupun rakyat, tidak terdapat kesewenang – wenangan yang biasa dilakukan atas nama hokum, karena itu pemerintahan harus didasari oleh hokum yang berpihak pada keadilan.
e)      Pemilu berkala Pemilihan umum, selain mekanisme sebagai menentukan komposisi pemerintahan secara periodic, sesungguhnya merupakan sarana utama bagi par tisipasi politik individu yang hidup dalam masyarakat yang luas, kompleks dan modern.
Inu Kencana Syafiie merinci prinsip-prinsip demokrasi sebagai berikut, yaitu ; adanya pembagian kekuasaan, pemilihan umum yang bebas, manajemen yang terbuka, kebebasan individu, peradilan yang bebas, pengakuan hak minoritas, pemerintahan yang berdasarkan hukum, pers yang bebas, beberapa partai politik, konsensus, persetujuan, pemerintahan yang konstitusional, ketentuan tentang pendemokrasian, pengawasan terhadap administrasi negara, perlindungan hak asasi, pemerintah yang mayoritas, persaingan keahlian, adanya mekanisme politik, kebebasan kebijaksanaan negara, dan adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah.
Prinsip-prinsip negara demokrasi yang telah disebutkan di atas kemudian dituangkan ke dalam konsep yang lebih praktis sehingga dapat diukur dan dicirikan. Ciri-ciri ini yang kemudian dijadikan parameter untuk mengukur tingkat pelaksanaan demokrasi yang berjalan di suatu negara. Parameter tersebut meliputi empat aspek.Pertama, masalah pembentukan negara. Proses pembentukan kekuasaan akan sangat menentukan bagaimana kualitas, watak, dan pola hubungan yang akan terbangun. Pemilihan umum dipercaya sebagai salah satu instrumen penting yang dapat mendukung proses pembentukan pemerintahan yang baik. Kedua, dasar kekuasaan negara. Masalah ini menyangkut konsep legitimasi kekuasaan serta pertanggungjawabannya langsung kepada rakyat. Ketiga, susunan kekuasaan negara. Kekuasaan negara hendaknya dijalankan secara distributif. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemusatan kekuasaan dalam satu tangan..Keempat, masalah kontrol rakyat. Kontrol masyarakat dilakukan agar kebijakan yang diambil oleh pemerintah atau negara sesuai dengan keinginan rakyat.
C.    Demokrasi langsung
1.      Demokrasi bersifat langsung / Direct Demokrasi.
demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan.
Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.
Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.
2.      Demokrasi bersifat representatip / Representative Demokrasi.
Didalam Negara yang besar dan modern demokrasi tidak bisa berjalan sukses. Oleh karena itu, untuk menanggulangi masalah ini diperlukan sistem demokrasi secara representatip. Para representatip inilah yang akan menjalankan atau menyampaikan semua aspirasi rakyat didalam pertemuan. Dimana mereka dipilih oleh rakyat dan berkemungkinan berpihak kepada rakyat. ( Garner ).
Sistem ini berbasis atas ide, dimana rakyat tidak secara langsung hadir dalam menyampaikan aspirasi mereka, namun mereka menyampaikan atau menyarankan saran mereka melaui wakil atau representatip. Bagaimanapun, didalam bentuk pemerintahan ini wewenang disangka benar terletak ditangan rakyat, akan tetapi semuanya dipraktekkan oleh para representatip.
Demokrasi langsung juga dikenal sebagai demokrasi bersih. Disinilah rakyat memiliki kebebasan secara mutlak memberikan pendapatnya, dan semua aspirasi mereka dimuat dengan segera didalam satu pertemuan.
Jenis demokrasi ini dapat dipraktekkan hanya dalam kota kecil dan komunitas yang secara relatip belum berkembang, dimana secara fisik memungkinkan untuk seluruh electorate untuk bermusyawarah dalam satu tempat, walaupun permasalahan pemerintahan tersebut bersifat kecil.
Demokrasi langsung berkembang di Negara kecil Yunani kuno dan Roma. Demokrasi ini tidak dapat dilaksanakan didalam masyarakat yang komplek dan Negara yang besar. demokrasi murni yang masih bisa diambil contoh terdapat diwilayah Switzerland.
Mengubah bentuk demokrasi murni ini masih berlaku di Switzerland dan beberapa Negara yang didalamnya terdapat bentuk referendum dan inisiatip. Dibeberapa Negara sangat memungkinkan bagi rakyat untuk memulai dan mengadopsi hukum, bahkan untuk mengamandemengkan konstitusional dan menetapkan permasalahan public politik secara langsung tampa campur tangan representative.
D.    Demokrasi Perwakilan
Demokrasi Perwakilan dimulai dari zaman Senat di Republik Romawi. Sampai sekarang sistem ini dipakai sebagai sistem yang terbanyak dipakai di dunia karena memberikan kesan kepada masyarakat bahwa suara mereka sangat menentukan bagi kandidat, sehingga kebutuhan mereka akan diperhatikan. Dari zaman dahulu, ini adalah mitos yang sering dipakai, “Suara Rakyat” sebagai slogan untuk mendapatkan dukungan rakyat.Apa yang sebenarnya terjadi dalam sistem ini?
1. Demokrasi perwakilan tidak akan pernah mewakili seluruh masyarakat yang diwakilinya
Untuk mendapatkan kursi, para “wakil” rakyat, cukup untuk mendapatkan suara terbanyak dari pendukungnya. Hal ini mengakibatkan dia hanya cukup peduli terhadap daerah yang memilihnya. Terutama dengan canggihnya informasi, sehingga ia dapat mengetahui daerah mana yang merupakan basisnya.
2. Untuk masuk ke dalam sistem ini memerlukan banyak modal (uang)
Berbeda dari demokrasi langsung, demokrasi perwakilan mengharuskan adanya masa kampanye agar kandidat dapat dikenal oleh para pemilih. Hal ini menyebabkan ia harus meninggalkan pekerjaannya dan membayar biaya perjalanannya agar efektif, belum lagi membayar pengeluaran keluraganya selama masa kampanye. Akibat dari biaya yang perlu dikeluarkan, orang-orang miskin ataupun kurang mampu tak dapat menjadi kandidat.
3. Dukungan dari Donatur
Adakah orang yang murni objektif dalam penilaiannya? Orang yang demikian sangatlah langka. Setiap orang dipenuhi dengan keinginannya sendiri. Untuk mengambil simpati pemilih, para kandidat harus dapat memuaskan mereka. Di Indonesia, kandidat biasanya membagi-bagikan kaus, memasang spanduk, dan melakukan berbagai proyek amal. Belum lagi kalau harus menyogok sana-sini untuk minta dukungan dari partai atau tokoh masyarakat. Darimana uang yang dipergunakan tersebut? Selain dari kocek pribadi, sumbangan dari donatur mutlak diperlukan. 
Apa yang akan didapat donatur? Tidaklah mungkin mereka ingin menyumbang. Pastilah mereka ingin mendapatkan sesuatu juga, baik sekarang maupun nantinya. Hal ini akan membuat kandidat yang terpilih berhutang terhadap mereka, sehingga mereka harus memperhatikan kepentingan donatur dalam membuat suatu kebijakan pemerintah. Akhirnya, siapa yang dirugikan? Kalau bukan pemerintah, akhirnya rakyat juga yang dirugikan.
4. Kedangkalan dan sempitnya visi kandidat
Tak dapat dipungkiri, sistem pemerintahan Indonesia masih seperti pemerintahan Mesir zaman kuno. Menagapa saya berkata demikian? Pemerintahan Mesir purba sering menghapus nama Raja/Ratu sebelumnya sehingga Raja/Ratu yang memerintah sekarang, merasa perlu membangun monumen-monumen yang besar untuk memperingati namanya (mereka biasanya dikubur di sana). Proyek-proyek mercu suar (piramida, sphinx dan sejenisnya) ini tentu saja memakan banyak waktu dan tenaga, tetapi tidak berguna untuk rakyat biasa.
Seperti demikianlah kondisi yang ada dalam pemerintahan Indonesia. Tatkala pemerintahan sesudahnya menisbikan apa yang telah dibangun oleh para pendahulunya, mereka menetapkan standar: “Apa yang saya dapat capai dalam masa kerja saya?” Akibatnya, tidak ada yang mau berkorban dan berkomitmen untuk menetapkan visi misi jangka panjang, yang ada dalam sistem pemerintahan Amerika Serikat. Para kandidat yang terpilih sibuk mencoba balik modal (poin2) dan memuaskan dirinya dan pemilihnya (poin 1).
5. Standar dualisme dalam masyarakat mengenai politikus
Masyarakat sering berkomentar bahwa politikus itu korup atau busuk sehingga hal itu diterima sebagi kenyataan. Malahan, orang yang masih baru masuk, walaupun mungkin memiliki idealisme yang tinggi, akhirnya menjadi korup dan busuk pula.
Tetapi anehnya, masyarakat tetap menyambut para koruptor dan menerimanya sebagai norma, malahan mengharapkan demikian, dengan meminta sumbangan dari para kandidat sewaktu mereka berbicara visi misi mereka. Akhirnya lingkaran setanpun terbentuk.
Kesimpulan
Demokrasi perwakilan di Indonesia, bukanlah mewakili rakyat yang ada di wilayah mereka, tetapi hanya segelintir orang dan donatur bagi kandidat yang terpilih. Akibatnya KKN menjadi sistematik dan merusak banyak aspek dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Saya mengusulkan beberapa perubahan yang mungkin dapat dipertimbangkan untuk memperbahatui sistem yang ada, atau bahkan menggantinya sama sekali.
Apa solusi yang saya dapat tawarkan
1.  Perlukah kita kembali ke sistem monarki?
Masyarakat Indonesia selama ini masih tergantung pada ketokohan dan simbol. Ini bukanlah demokrasi melainkan monarki. Kalau mayoritas bangsa Indonesia masih bergantung kepada penokohan seseorang, tidak ada salahnya kita kembali kepada monarki, paling tidak monark (raja atau ratu) tidak akan mengkorupsi negaranya sendiri demi warisan kepada anak cucunya. Tentu saja banyak hal yang perlu dibahas dalam pergantian sistem pemerintahan ini, dan artikel ini tidak bertujuan untuk membahas seluruh konsep pergantian tersebut.
2. Perlu adanya dana terpusat untuk pemilu
Saya berpikir perlu adanya larangan bagi korporasi untuk menyumbang langsung kepada para kandidat. Sumbangan haruslah ditampung dan dibagi rata kepada para kandidat, sehingga siapapun kandidat yang terpilih, ia tidak berhutang budi kepada donatur dan dapat mengambil kebijakan secara lebih objektif
3. Penetapan visi dan misi jangka panjang
Hampir setiap manusia memiliki suatu kedambaan untuk dikenang ataupun dihargai. Dengan memberikan kepastian bahwa ia dapat memiliki program yang terlaksana di masa depan, kandidat yang terpilih akan lebih berani untuk berkorban sekarang dan menginvestasikan tenaganya untuk sesuatu program jangka panjang, yang baru dapat dinikmati 10-25, bahkan mungkin puluhan tahun ke depan. Hal ini menjamin stabilitas politik dalam penggantian partai yang memerintah.
4. Pendidikan yang tinggi dan kapasitas yang luas
Arti yang sesungguhnya dalam demokrasi adalah pengetahuan yang memadai. Di Athena zaman dahulu, kandidat dapat berdebat di muka publik sehingga publik dapat menilai kapasitas dari tiap-tiap orang dan pendapat mereka dalam berbagai isu krusial. Seperti di Amerika, setiap kandidat harus menyampaikan posisi mereka dalam berbagai aspek. Bagaimana mereka dapat menguasai berbagai isu krusial dan berargumen bila mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi? Paling tidak ia harus dihormati oleh masyarakat, bukan justru dikecam oleh masyarakat sebagai koruptor. Masakan kita memilih orang yang tidak dapat kita percaya dalam mengurus rumah tangga / bisnis kita


5. Rekam jejak
Saya sarankan para kandidat haruslah menunjukkan hasil apa yang mereka telah hasilkan sebelumnya. Suatu hal yang aneh bila untuk masuk suatu perusahaan saja, tes masuknya terbagi dalam berbagai aspek tetapi untuk menjadi politikus, tesnya hanya janji semata. Bila kandidat saja gagal dalam mengelola perusahaan secara jujur, bagaimana ia dapat mengelola negara?
Isu ekonomi adalah yang paling krusial dari semuanya, karena dari pendapatan yang diperoleh, ia mendapatkan dana untuk menjalankan pemerintahannya (baik pusat maupun daerah). Bagaimana kita dapat berharap kepada orang yang menjalankan usahanya rugi atau tidak jujur? Karena itu, saya sarankan suatu syarat bagi kandidat papan atas (presiden dan gubernur) untuk pernah menjabat pada tingkatan yang sama di sebuah perusahaan, yang dikelola secara profesional.
E.     Partisipasi dan Komunikasi Politik
1.      Partisipasi Politik

Partisipasi berasal dari bahasa Latin, yang artinya "mengambil bagian". Dalam bahasa Inggris, partisipate atau partisipation berarti mengambil bagian atau mengambil peranan. Partisipasi politik berarti mengambil bagian atau mengambil peranan dalam aktivitas atau kegiatan politik suatu negara.
Partisipasi politik dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Dilihat sebagai suatu kegiatan, partisipasi politik dapat dibedakan menjadi partisipasi aktif dan partisipasi pasif. Sementara itu dilihat dari kadar dan jenis aktivitasnya, Milbrath dan Goel membedakan partisipasi politik dalam beberapa kategori, yaitu: Apatis, Spektator, Gladiator, dan Pengeritik. Berbagai bentuk partisipasi lainnya dikemukakan oleh beberapa ahli lainnya seperti Goel dan Olsen, Huntington dan Nelson, dan penyusunannya lebih lengkap dan hirarkhis dikemukakan oleh Rush dan Althoff.
Partisipasi politik memiliki berbagai fungsi, di antaranya dikemukakan oleh Robert Lane, yakni sebagai sarana pemenuhan kebutuhan ekonomis, penyesuaian diri, mengejar nilai-nilai khusus, dan pemenuhan kebutuhan psikologis. Pendapat lain mengenai fungsi partisipasi politik ini dikemukakan pula oleh Arbi Sanit.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi partisipasi politik di antaranya adalah kesadaran politik, apresiasi politik, modernisasi, status sosial ekonomi, media massa, kondisi pemerintah dan pemimpin politik, kondisi lingkungan dan sebagainya.
Di Indonesia partisipasi politik masyarakat dinilai relatif masih rendah. Karena itu perlu upaya peningkatan partisipasi politik melalui pendidikan politik atau peningkatan fungsi-fungsi institusi politik lain, termasuk peningkatan kondisi sosial ekonomi yang secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap peningkatan partisipasi politik masyarakat.

2.      Komunikasi Politik
Pengertian sederhana dari komunikasi politik adalah Transmisi informasi yang relevan secara politis dari satu bagian sistem politik kepada sistem politik yang lain, dan antara sistem sosial dan sistem politik. Sebagaimana dapat dilihat pada setiap bagian dari sistem politik terjadi komunikasi politik, mulai dari proses penanaman nilai (Sosialisasi politik atau pendidikan politik). Sampai kepada pengartikulasian dan penghimpunan aspirasi dan kepentingan, terus kepada proses pengambilalihan kebijaksanaan, dan penilaian terhadap kebijaksanaan tersebut. Tiap-tiap bagian atau tahap itu dipersambungkan pula oleh komunikasi politik.
Demikianlah secara simultan timbal balik vertikal maupun horizontal dalam suatu sistem politik yang handal, sehat dan demokratis. Komunikasi politik terjadi pada tiap bagiannya dan pada keseluruhan sistem politik itu. Sistem politik seperti itu telah berhasil menjadikan dirinya sistem politik yang mapan dan handal, yaitu sistem politik yang mempunyai kualitas kemandirian yang tinggi untuk mengembangkan dirinya secara terus menerus.
Dalam sistem politik komunikasi politik merupakan salah satu fungsi yang sangat penting. Komunikasi politik menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat yang menjadi input sistem politik dan pada waktu yang sama ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu. Melalui komunikasi politik rakyat memberikan dukungan, menyampaikan aspirasi dan melakukan pengawasan terhadap sistem politik. Melalui itu pula rakyat mengetahui apakah dukungan, aspirasi dan pengawasan itu tersalur atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari berbagai kebijakan politik yang diambil.
3.      Sosialisasi Politik
Banyak batasan mengenai sosialisasi politik yang dikemukakan oleh para ahli politik. Secara singkat sosialisasi politik dipandang sebagai proses penanaman nilai-nilai politik terhadap individu warga negara yang dilakukan oleh institusi politik, misalnya pemerintah, partai politik dan lembaga sejenis. Kedua, sosialisasi politik dipandang sebagai proses belajar individu mengenai berbagai hal mengenai politik, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung, dalam berbagai lingkungan kehidupannya. Tujuan dari kedua proses tersebut adalah pembentukan orientasi dan perilaku politik.
Dalam proses sosialisasi politik banyak agen yang terlibat di dalamnya. Beberapa di antaranya adalah keluarga, sekolah, teman bergaul, teman sekerja, media masa, dan organisasi atau kontak politik. Proses sosialisasi politik biasanya melalui mekanisme imitasi, instruksi dan motivasi. Melalui proses sosialisasi politik tersebut pada fase tertentu akan terbentuk identitas politik seseorang melalui proses identifikasi politik. Identitas tersebut tentu tidak bersifat tetap sepanjang waktu, melainkan bisa saja berubah.













BABVII
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
A.    Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945
          Negara Indonesia salah satu negara yang berada di Asia Tenggara, dan menjadi salah satu perintis, pelopor, dan pendiri berdirinya ASEAN. Letak geografis Indonesia yang berada di antara dua samudera yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik, serta diapit oleh dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia.
          Menurut    Pasal   1  ayat   1,  Indonesia   adalah   Negara    Kesatuan    yang    berbentuk Republik.  Menurut  Undang-Undang  Dasar  1945,  kedaulatan  berada  di  tangan  rakyat,  dan dilaksanakan    menurut    UUD.    Sistem    pemerintahannya      yaitu  negara   berdasarkan    hokum (rechsstaat).   Dengan     kata   lain,  penyelenggara     pemerintahan     tidak   berdasarkan    pada kekuasaan lain (machsstaat). Dengan berlandaskan pada hokum ini, maka  Indonesia bukan negara   yang   bersifat   absolutisme    (kekuasaan    yang   tidak   terbatas).  Semenjak     lahirnya reformasi pada akhir tahun 1997, bangsa dan negara Indonesia telah terjadi perubahan sistem pemerintahan Indonesia, yaitu dari pemerintahan yang sentralistik menjadi desentralisasi atau otonomi daerah.
          Setelah  ditetapkannya  UUD  No.  25  Tahun  1999  tentang  Perimbangan  Keuangan antara   Pusat   dan   Daerah,    serta  UU    No.    28   Tahun    1999   tentang    Penyelenggaraan Pemerintahan  Negara  yang  Bebas  KKN,           merupakan  tonggak  awal  dari  diberlakukannya Sistem otonomi daerah di Indonesia.
          Berikut ini adalah beberapa alat penyelenggara negara  yang ada di Indonesia yang menjadi penentu keberhasilan negara Indonesia dalam membangun dan menciptakan tujuan negara yang dikehendaki berdasarkan UUD 1945.

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

          Berdasarkan     naskah    asli  UUD     1945    dinyatakan     bahwa    kedaulatan    ada    di tanganrakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan kata lain  MPR  adalah  penyelenggara  dan  pemegag  kedaulatan  rakyat.  MPR  dianggap  sebagai penjelmaan  rakyat  yang  memegang  kedaulatan  negara  ( Vertretungsorgan  des  Willems  des Staatvolkes).
          Akan tetapi setelah dilakukan Amandemen terhadap UUD 1945, maka bunyi Pasal 1 ayat  (2)  tersebut  menjadi  “Kedaulatan  berada  di  tangan  rakyat  dan  dilaksanakan  menurut UUD”.  Jadi  setelah  dilakukan  Amandemen  kedaulatan  murni  berada  ditangan  rakyat  yang ketentuan lebih lanjut diatur didalam Undang-undang.
          Sedangkan  dalam  Pasal  2  ayat  (1)  bahwa  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  terdiri atas  anggota   Dewan     Perwakilan   Rakyat    (DPR)    dan  anggota   Dewan     Perwakilan    Daerah (DPD) yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang. Keanggotaan MPR ini diresmikan dengan Keputusan Presiden (Pasal 3 UU SUSDUK MPR). Masa jabat keanggotaan MPR adalah lima tahun dan aka berakhir pada saat keanggotaan MPR yang baru mengucapkan sumpah atau janjinya.
          Dalam struktur kepemimpinan dalam Majslis Permusyawaratan Rakyat, MPR terdiri dari satu orang pimpinan dan tiga orang wakil ketua yang terdiri dari unsur DPR dan DPD yang  dipilih  dari  anggota  dan  oleh  anggota  MPR  dalam  Sidang  Paripurna  MPR.  Menurut Pasal  7  UU  SUSDUK MPR,  jika  pimpinan  MPR  belum terbentuk,  maka  pimpinan  siding dipimpin oleh pemimpin sementara MPR, yaitu ketua DPR, ketua DPD dan satu wakil ketua sementara MPR.
          Apabila ketua DPR dan DPD berhalangan maka dapat digantikan oleh wakil ketua DPR dan wakil ketua DPD. Peremian sebagai ketua MPR sementara ini  dilakukan melalui Keputusan  MPR.  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  menurut  Pasal  2  UUD  1945,  bersidangsedikitnya  sekali  dalam  lima  tahun.  Dengan  kata  lain  jika  dimungkinkan  atau  dipandang perlu, maka selama lima tahun itu majelis dapat melakukan persidangan lebih dari satu kali.

          Persidangan-persidangan  itu  dapat  dilakukan  dalam  kondisi-kondisi  tertentu.  Jenis persidangan dalam MPR adalah sebagai berikut :
a.       Sidang  Umum  Majelis  yaitu  Sidang  yang  dilakukan  pada  permulaan  masa jabatan keanggotaan Majelis.
b.      Sidang Tahunan Majelis yaitu Sidang yang dilakukan setiap tahun.
c.       Sidang Istimewa Majelis yaitu Sidang yang diadakan diluar Sidang Umum dan Sidang Tahunan. Atau sidang yang dilakukan dalam kondisi khusus.

          Selain  mengenal     3  jenis persidangan    diatas,  MPR    juga   mengenal    7  jenis rapat majelis. Rapat-rapat yang dilakukan oleh Majelis itu adalah :
a.       Rapat Paripurna Majelis
b.      Rapat   Gabungan     Pimpinan    Majelis   dengan    Pimpinan-pimpinan      Komisi    atau Panitia Ad Hoc Majelis
c.       Rapat Pimpinan Majelis
d.      Rapat Badan Pekerja Majelis
e.        Rapat Komisi Majelis
f.        Rapat Panitia Ad Hoc Majelis
g.       Rapat Fraksi Majelis

          Selain dari penjelasan diatas, Majelis juga memiliki kekuatan hukum yang              berbeda dalam  mengeluarkan  peraturan.  Dalam  mengeluarkan  peraturan  majelis  memiliki  kekuatan yang berbeda, yaitu ketetapan dan keputusan.
a.       Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Ketetapan  MPR  adalah  putusan  majelis  yang  memiliki  kekuatan  hukum  yang   mengikat    ke  dalam     dan   keluar  majelis.   Dengan    demikian    ketetapan   MPR berlaku harus ditaati oleh lembaga-lembaga negara beserta seluruh subjek negara Indonesia secara keseluruhan.
b.      Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat
 Keputusan    MPR     adalah  putusan     majelis  yang   mempunyai      kekuatan   hukum mengikat  ke  dalam  majelis.  Keputusan  MPR  hanya  memiliki  kekuatan  hukum  yang   mengikat    lembaga     MPR    saja,  sehingga    suatu   keputusan    MPR    tidak mengikat alat kelengkapan negara lain, termasuk         warga  negara.

          Untuk    melaksanakan     tugas   yang    diembankan     rakyat   kepadanya,     maka    MPR memiliki beberapa tugas dan wewenang.
a.       Mengubah dan menetapkan UUD
b.      Melantik  presiden  dan  wakil  presiden  berdasarkan  hasil  pemilu  dalam  sidang  paripurna MPR
c.       Memutuskan       usul  DPR     berdasarkan    putusan    mahkamah       konstitusi   untuk  memberhentikan  presiden  dan  wakil  presiden  dalam  masa  jabatannya  setelah presiden dan wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan didalam sidang paripurna MPR
d.      Melantik  wakil  presiden  menjadi  presiden  apabila  presiden  mangkat,  berhenti,diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajiban dalam masa jabatannya
e.       Memilih     wakil   presiden   dari   dua   calon   yang    diajukan   presiden    apabila mengalami      kekosongan     jabatan    wakil   presiden    dalam    masa    jabatannya, selambat-lambatnya dalam masa 60 hari  6)  Memilih    presiden   dan   wakil   presiden   apabila   keduanya    berhenti  secara  bersamaan  dalam  masa  jabatanya,  dari  dua  paket  calon  yang  diusulkan  oleh partai politik atau gabungan partai politik, yang paket calon presiden dan wakil presidennya    meraih   suara  terbanyak   pertama   dan   kedua   dalam   pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari .
f.       Menetapkan kode etik dan tata tertib MPR

Kedudukan, Tugas, dan Wewenang MPR Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945

1. Presiden

         Presiden  Republik  Indonesia  memegang  kekuasaan  pemerintahan  menurut  UUD.
Dalam melaksanakan tugasnya, presiden dibantu oleh seorang wakil presiden. Sebelum tahun
2004,  presiden  di  Indonesia  dipilih  oleh  MPR.  Sedangkan  pasca  2004  presiden  Republik Indoneisa dipilih secara langsung oleh rakyat Indonesia.
         Jika  terjadi suara  berimbang,   maka    pemilihan   presiden  pada  di  lanjutkan  pada
putaran  kedua.  Dan  yang  dalam  pemilihan  kedua  ini  merupakan  pemilihan  saringan  untuk menentukan  calon  pasangan  presiden.  Apabila  terjadi  persamaan  atau  perimbangan  suara, maka  keputusan  dapat  diambil  oleh  MPR  melalui  musyawarah  dengan  pengambilan  suara terbanyak.
          Berdasarkan     hasil  amandemen      UUD     1945,   diberikan   sejumlah    kekuasaan     dan kewenangan kepada presiden tanpa harus mendapatkan persetujuan dari DPR.
 Adapun kekuasaan dan kewenangan Presiden adalah sebagai berikut.
a.       Menjalankan kekuasaan pemerintahan [4 (1)]
b.      Mengajukan RUU kepada DPR [5 (1)]
c.       Menetapkan  peraturan  pemerintah  untuk  menjalankan  suatu  undang-undang  [5
d.      Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU
e.       Mengangkat konsul
f.       Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan
g.      Memeberikan grasi   dan   rehabilitasi  dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
h.      Membentuk       dewan    pertimbangan      yang   bertugas    memberikan  nasihat  dan  pertimbangan kepada presiden
i.        Mengangkat dan memberhentikan menteri
j.        Menetapkan peraturan pemerintah penganti undang-undang (perpu).

          Sementara itu, kekuasaan dan kewenagan presiden yang harus mendapat persetujuan
DPR adalah sebagai berikut.
a.       Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain
b.       Mengangkat duta
c.       Menerima duta dari negara lain
d.      Memberikan amnesty dan abolisi
e.       Tidak dapat memberhentikan atau membekukan DPR
          Menurut  UU  No.  23  Tahun  2003  tentang pemilihan  presiden   dan  wakil  presiden.
Bahwa seorang calon presiden dan wakil presiden harus memiliki syarat-syarat khusus, yaitu:
a.       Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
b.      WNI     sejak   kelahirannya    dan   tidak   pernah    berkewarganegaraan  lain   atas kehendaknya sendir
c.       Tidak pernah menghianati negara
d.      Mampu  secara  rohani  dan  jasmani  melaksanakan  tugas  dan  kewajiban  sebagai  seorang presiden
e.       Bertempat tinggal di wilayah NKRI
f.       Telah melaporkan    kekayaan     kepada    instansi   yang   berwenang      meyelidiki  kekayaan pejabat
g.      Tidak  sedang  memiliki  tanggungan  utang  secara  perseorangan  dan  atau  secara badan hukum yang   menjadi  tanggung    jawabnya    yang   merugikan     keuangan negara
h.      Tidak sedang dinyatakan pailit yang dinyatakan oleh pengadilan
i.        Tidak pernah melakukan perbuatan tercelah
j.        Terdaftar sebagai pemilih
k.      Memiliki  nomor  pokok  wajib  pajak,  dan  melksanakan  wajib  pajak  selama  5  tahun terakhir
l.        Memiliki daftar riwayat hidup13)Belum  pernah menjabat sebagai presiden dan   wakil  presiden  selama  dua  kali  masa jabatan dalam jabatan yang sama  
m.    Setia kepada Pancasila, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi
n.      Tidak  pernah  dihukum  penjara  karena  melakukan  tindakan  maker  berdasarkan   putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap  
o.      Berusia sekuarang-kurangnya 35 tahun
p.      Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau sederajat
q.      Bukan  bekas  organisasi  terlarang  PKI,  organisasi  massa  atau  terlibat  langsung dalam G 30 S/PKI
r.        Tidak  pernah  dijatuhi  hukuman  penjara  berdasarkan  putusan  pengadilan  yang    telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindakan pidana yang    diancam dengan pidana penjara limaahun atau lebih

          Setelah amandemen UUD 1945, presiden dan wakil presiden tidak lagi dipilih oleh
MPR, melainkan dipilih langsung oleh rakyat. Prinsip-prinsip pemilihan presiden dan wakil presiden diatur dalam Pasal 6A ayai (1)  sampai ayat (5). Yang secara jelas adalah sebagai berikut.
a.       Presiden dan wakil presiden sebagai suatu pasangan dipilih langung oleh rakyat
b.      Pasangan presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik
c.       Presiden dan wakil presiden terpilih apabila :
1)      mendapat suara lebih dari 50%
2)      dari  50%  suara  tersebut  sedikitnya  terdiri  atas  20%  di  setiap  provinsi
                       yang tersebar lebih setengah dari jumlah provinsi
d.      apabila tidak ada calon yang memenuhi poin c, maka :
1)      dua  calon  pasangan  presiden  dan  wakil  presiden  yang  mendapat  suara  terbanyak pertama dan kedua dipilih kembali oleh rakyat
2)      calon   pasangan     presiden    dan   wakil    presiden   terpilih   adalah   yang  mendapat suara paling banyak
e.       pasangan presiden dan wakil presiden terpilih dilantik oleh MPR

          Selain  dari  ketentuan  diatas,  presiden  dan  wakil  presiden  dapat  diberhentikan  oleh MPR dalam massa jabatannya apabila presiden dan wakil presiden melakukan :
a.       pelanggaran hukum, yang berupa 
1)      penghianatan terhadap negara
2)      korupsi
3)      penyuapan
4)      tindak pidana berat lainya
b.      melakukan perbuatan tercelah
       terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan wakil presiden.

          Sedangkan  untuk   memberhentikan       presiden    dan   wakil   presiden    dalam    massa  jabatannya, MPR harus menerima usulan dari DPR dengan mekanisme kerja sebagai berikut. 
a.       DPR menganggap atau menuduh presiden melanggar hukum
b.      Tuduhan DPR diajukan kepada Mahkamah Konstitusi
c.       Tuduhan     DPR    dapat   diajukan    pada   MK    apabila   didukung     oleh   sekurang-  kurangnya dua pertiga dari anggota DPR yang hadir dan batas kuota hadir adalah dua pertiga anggota DPR
d.      MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan tuduhan DPR paling lama 90 Hari
e.       Apabila   MK    memutuskan      presiden   dan   wakil  presiden   bersalah,   maka   DPR mengusulkan MPR untuk menyelenggarakan sidang paripurna
f.       MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna paling lambat selama 30 hari
g.      Presiden diberikan kesempatan menyampaikan penjelasan
h.      Keputusan  MPR  memberhentikan  prresiden  dan  wakil  presiden  diambil  dalam
              rapat  paripurna  dihadiri  sekurang-kurangnya  tiga  perempat  anggota  MPR  dan
              disetujui dua perempat anggota yang hadir

          Akan tetapi apabila presiden mangkat, atau berhenti karena tidak dapat melakukan
kewajibannya dalam massa jabatannya, maka harus dilakukan seperti ketentuan berikut ini.
a.       Digantikan oleh wakil presiden sampai habis massa jabatannya
b.      Jika terjadi  kekosongan  wakil  presiden,  MPR  memilih  wakil  presiden  dari dua  calon untuk diangkat menjadi presiden
c.       Apabila presiden dan wakil presiden secara bersamaan mangkat, berhenti, atau  diberhentikan, maka tugas kepresidenandijabat oleh menteri luar negeri, menteri  dalam   negeri   dan  menteri   pertahanan  secara  bersama-sama  paling  lama  satu  bulan
d.      Setelah itu MPR memilih presiden dan wakil presiden dari dua calon pasangan  yang diajukan partai politik
e.       Dua  pasangan  calon  tersebut  berasal  dari  calon  yang  meraih  suara  terbanyak  pertama dan kedua pada pemilihan sebelumnya

          Dengan    mencermati     sejumlah    pasal-pasal     dalam    UUD    1945    ini, maka    dapat dikemukakan      bahwa     kekuasaan     presiden   harus   dibatasi   oleh   sebagai    peraturan   atau mekanisme     tertentu.  Dengan    demikian,    maka     pernyataan    inilah yang   dimaksud     dengan Negara    Indonesia    yang   bercita-cita   untuk   membangun       pemerintahan     yang   bersih   dan berwibawa sebagai negara demokratis.
2.      Pemerintahan Daerah
          Indonesia    adalah   negara   nusantara    atau  negara    kepulauan,    memiliki    sejumlah hambatan  dan  masalah,  khususnya  jika  dikaitkan  dengan  luas  wilayah  dan  jarak  geografis yang  tidak  mudah  dijangkau.  Oleh  karena  itu,  pasca  reformasi  pemerintah  mengeluarkan peraturan tentang Otonomi Daerah.
          Hingga  akhir  tahun  2005  di  Indonesia  telah  berdiri  sebanyak  32  provinsi.  Hal  ini berbeda jauh dengan kondisi Indonesia sebelum reformasi, dimana negara Indonesia terdiri dari  27   provinsi    yang   kemudian     menjadi    26   provinsi   karena    provinsi   Timor-Timur memisahkan  diri  menjadi  Negara  Republik  Timor  Leste  akibat  diberlakukannya  Undang- undang    referendum     yang   berujung    jajak  pendapat.    Indonesia   dibagi   menjadi    beberapa provinsi,   kabupaten,     dan    kota   yang    memiliki    kewenagan      untuk    mengatur     sendiri
pemerintahannya.  Pada  tingkat  pemerintahan  daerah  ini,  dibentuk  pula  Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah.
          Urusan   otonomi    daera   tidaklah  statis, tetapi  berkembang  dan      berubah.   Hal    ini terrutama  disebabkan  o/leh  keadaan  yang  timbul  dan  berkembang  didalam  masyarakat  itu sendiri.  Urusan  pemerintahan  daerah  dimungkinkan  bertambah  dan  berkembang.  Bahkan mungkin     juga  ada   penghapusan     sesuatu   daerah    dan   pembentukan     daerah-daerah     baru. Struktur organisasi pemerintahan daerah .
Menurut UUD 1945, bahwa sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of power (Trias Politica) murni sebagaimana yang diajarkan Montesquieu, akan tetapi menganut sistem pembagian kekuasaan (distribution of power). Hal-hal yang mendukung argumentasi tersebut, karena Undang-Undang Dasar 1945 :
a.       Tidak membatasi secara tajam, bahwa tiap kekuasaan itu harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan tertentu yang tidak boleh saling campur tangan.
b.      Tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas 3 bagian saja dan juga tidak membatasi kekuasaan dilakukan oleh 3 organ saja
c.       Tidak membagi habis kekuasaan rakyat yang dilakukan MPR, pasal 1 ayat 2, kepada lembaga-lembaga negara lainnya.
d.      Pokok-pokok Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
1)      Bentuk negara kesatuan dengan prinsip otonomi yang luas. Wilayah negara terbagi dalam beberapa provinsi. Provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Bali, Banten, Bengkulu, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Lampung, Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Papua, Papua Barat, Riau, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan.
2)      Bentuk pemerintahan adalah republik, sedangkan sistem pemerintahan adalah presidensial.
3)      Pemegang kekuasaan eksekutif adalah Presiden yang merangkap sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan. Presiden dan wakilnya dipilih dan diangkat oleh MPR untuk masa jabatan 5 tahun. Namun pada pemilu tahun 2004, Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket untuk masa jabatan 2004 – 2009.
4)      Kabinet atau menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden, serta bertanggung jawab kepada presiden.
5)       Parlemen terdiri atas 2 bagian (bikameral), yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Para anggota DPR dan DPD merupakan anggota MPR. DPR terdiri atas para wakil rakyat yang dipilih melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka. Anggota DPD adalah para wakil dari masing-masing provinsi yang berjumlah 4 orang dari tiap provinsi. Anggota DPD dipilih oleh rakyat melalui pemilu dengan sistem distrik perwakilan banyak. Selain lembaga DPR dan DPD, terdapat DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota yang anggotanya juga dipilih melaui pemilu. DPR memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi jalannya pemerintahan.
6)      Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, yaitu pengadilan tinggi dan pengadilan negeri serta sebuah Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.
7)      Sistem pemerintahan negara Indonesia setelah amandemen UUD 1945, masih tetap menganut Sistem Pemerintahan Presidensial, karena Presiden tetap sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Presiden juga berada di luar pengawasan langsung DPR dan tidak bertanggung jawab pada parlemen. Namun sistem pemerintahan ini juga mengambil unsur-unsur dari sistem parlementer dan melakukan pembaharuan untuk menghilangkan kelemahan-kelemahan yang ada dalam sistem presidensial.
3.      Beberapa variasi dari Sistem Pemerintahan Presidensial RI
a.       Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan oleh MPR atas usul DPR. Jadi, DPR tetap memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara tidak langsung.
b.      Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya dalam pengangkatan Duta untuk negara asing, Gubernur Bank Indonesia, Panglima TNI dan kepala kepolisian.
c.       Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu pertimbangan dan/atau persetujuan DPR. Contohnya pembuatan perjanjian internasional, pemberian gelar, tanda jasa, tanda kehormatan, pemberian amnesti dan abolisi.
d.      Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal membentuk undang-undang dan hak budget (anggaran).

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, dapat difahami bahwa dalam perkembangan sistem pemerintahan presidensial di negara Indonesia (terutama setelah amandemen UUD 1945) terdapat perubahan-perubahan sesuai dengan dinamika politik bangsa Indonesia. Hal itu diperuntukkan dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru tersebut antara lain, adanya pemilihan presiden langsung, sistem bikameral, mekanisme cheks and balance dan pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan dan fungsi anggaran.
Secara umum dengan dilaksanakannya amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pada era reformasi, telah banyak membawa perubahan yang mendasar baik terhadap ketatanegaraan (kedudukan lembaga-lembaga negara), sistem politik, hukum, hak asasi manusia, pertahanan keamanan dan sebagainya. Berikut ini dapat dilihat perbandingan model sistem pemerintahan negara republik Indonesia sebelum dan setelah dilaksanakan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 :


1)      Masa Orde Baru (Sebelum amandemen UUD 1945)
Di dalam Penjelasan UUD 1945, dicantumkan pokok-pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagai berikut :
a.       Indonesia adalah negara hukum (rechtssaat)
Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekua-saan belaka (machtsaat). Ini mengandung arti bahwa negara, termasuk di dalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, dalam melaksanakan tugasnya/ tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
b.      Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar). Sistem ini memberikan ketegasan cara pengendalian pemerintahan negara yang dibatasi oleh ketentuan konstitusi, dengan sendirinya juga ketentuan dalam hukum lain yang merupakan produk konstitusional, seperti Ketetapan-Ketetapan MPR, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya.
c.       Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Kedaulatan rakyat dipegang oleh suatu badan yang bernama MPR sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia Tugas Majelis adalah:
1)      Menetapkan Undang-Undang Dasar,
2)      Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara,
3)      Mengangkat kepala negara (Presiden) dan wakil kepala negara (wakil presiden). Majelis inilah yang memegang kekuasaan negara tertinggi, sedang Presiden harus menjalankan haluan negara menurut garis-garis besar yang telah ditetapkan oleh Majelis. Presiden yang diangkat oleh Majelis, tunduk dan bertanggungjawab kepada Majelis. Presiden adalah “manda-taris” dari Majelis yang berkewajiban menjalankan ketetapan-ketetapan Majelis.
4)      Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan negara, tanggung jawab penuh ada di tangan Presiden. Hal itu karena Presiden bukan saja dilantik oleh Majelis, tetapi juga dipercaya dan diberi tugas untuk melaksanakan kebijaksanaan rakyat yang berupa Garis-garis Besar Haluan Negara ataupun ketetapan MPR lainnya.
5)      Presiden tidak bertanggungjawab ke-pada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan Presiden dengan DPR adalah neben atau sejajar. Dalam hal pembentukan undang-undang dan menetapkan APBN, Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan DPR. Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung dari Dewan. Presiden tidak dapat membu-barkan DPR seperti dalam kabinet parlementer, dan DPR pun tidak dapat menjatuhkan Presiden.
6)      Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwa-kilan Rakyat. Presiden memilih, mengangkat dan memberhentikan mentri-mentri negara. Menteri-mentri itu tidak bertanggungjawab kapada DPR dan kedudukannya tidak tergantung dari Dewan., tetapi tergantung pada Presiden. Menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
7)      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Meskipun kepala negara tidak bertanggung jawab kepada DPR, tetapi bukan berarti ia “diktator” atau tidak terbatas. Presiden, selain harus bertanggung jawab kepada MPR, juga harus memperhatikan sungguh-sungguh suara-suara dari DPR karena DPR berhak mengadakan pengawasan terhadap Presiden (DPR adalah anggota MPR). DPR juga mempunyai wewenang mengajukan usul kepada MPR untuk mengadakan sidang istimewa guna meminta pertanggungjawaban Presiden, apabila dianggap sungguh-sungguh melanggar hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tarcela.
2)      Masa Reformasi (Setelah Amandemen UUD 1945)
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal-pasal sebagai berikut :
a.       Negara Indonesia adalah negara Hukum.
b.      Tercantum di dalam Pasal 1 ayat (3), tanpa ada penjelasan.
c.       Sistem Konstitusional Secara eksplisit tidak tertulis, namun secara substantif dapat dilihat pada pasal-pasal sebagai berikut :
1)      Pasal 2 ayat (1)
2)      Pasal 3 ayat (3)
3)      Pasal 4 ayat (1)
4)      Pasal 5 ayat (1) dan (2)
5)      Dan lain-lain
d.      Kekuasaan negara tertinggi di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD). MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai berikut :
1.      Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2.      Melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3.      Dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD.
a.       Presiden ialah penyelenggara peme-rintah Negara yang tertinggi menurut UUD.Masih relevan dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
b.      Presiden tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
c.       Menteri negara ialah pembantu Presiden, menteri negara tidak ber-tanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan, pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang Pasal 17).
d.      Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas. Presiden sebagai kepala negara, kekua-saannya dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat 2 dan 3).
B.     Kelembagaan Negara Berdasarkan UUD 1945
Lembaga lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945 Hasil Amandemen
1.      Pengertian dan Jenis-jenis Lembaga Negara
Negara Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) dengan sistem pemerintahan
demokrasi. Negara Indonesia bukan negara kekuasaan (machstaat) di bawah satu
tangan seorang penguasa. Karena itu dalam sistem pemerintahan, segala macam
kekuasaan negara diatur dalam ketentuan-ketentuan hukum (undang-undang).
Kekuasaan negara juga dijalankan oleh lembaga-lembaga dengan tata aturan tertentu.
Pengertian Lembaga Negara Secara sederhana lembaga negara adalah badan-badan yang membentuk sistem dan menjalankan pemerintahan negara. Kita tahu, dalam suatu negara modern terdapat pembuat peraturan-peraturan (undang-undang). Dalam negara modern juga ada kepala negara yang menjalankan pemerintahan. Tentu dalam negara modern ada pula yang mengadili ketika terjadi berbagai macam bentuk pelanggaran negara. Nah, yang membuat peraturan-peraturan yang menjalankan pemerintahan, dan yang mengadili
pelanggaran-pelanggaran tersebut biasanya dijalankan lembaga-lembaga negara.
Jenis-jenis Lembaga Negara Apa saja jenis-jenis lembaga negara itu? Dalam negara yang bersistem demokrasipaling tidak ada tiga macam lembaga kekuasaan. Masing-masing adalah kekuasaanlegislatif (pembuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (yang menjalankan undangundang/pemerintahan), dan kekuasaan yudikatif (yang mengadili atas terjadinya pelanggaran-pelanggaran undang-undang).Dalam sistem pemerintahan Republik Indonesia kekuasaan legislatif dijalankan oleh DPR, MPR, juga DPD. Sementara kekuasaan eksekutif dijalankan oleh presiden yang dibantu seorang Wakil Presiden dan para menteri kabinet. Terakhir, kekuasaan yudikatif dijalankan oleh MA (Mahkamah Agung), Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial (akan dijelaskan pada uraian selanjutnya).
2.      Lembaga-lembaga Menurut UUD 1945 HasilAmandemen.
Sejak memasuki era reformasi, negara Indonesia memang banyak mengalami
perkembangan-perkembangan baru. Salah satu dari perubahan tersebut adalah
amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen artinya perubahan. Hingga sekarang
UUD 1945 sudah empat kali mengalami amandemen. Siapa yang mengamandemen UUD 1945 itu? Tidak lain adalah sidang MPR. Dengan amandemen terhadap UUD 1945 itu, lembaga-lembaga negara juga mengalami beberapa perkembangan. Sebagai contoh, ada nama-nama lembaga negara yang baru. Apa saja lembaga-lembaga negara menurut UUD 1945 hasil amandemen? Adalah perubahan-perubahan itu terjadi? Mari kita lihat uraiannya.
a.       MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) MPR adalah majelis (tertinggi) yang merupakan penjelmaan dari seluruh rakyat Indonesia. Karena merupakan sebuah majelis, maka kekuasaan MPR, kewenangankewenanganMPR baru muncul ketika semua anggota-anggotanya berkumpul dan bersidang (dalam majelis). Sidang MPR ini paling sedikit sekali dalam lima tahun. Siapa saja anggota MPR? Menurut UUD 1945 hasil amandemen, anggota MPR terdiri seluruh anggota DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) yang dipilih rakyat melalui Pemilu. Jumlah anggota DPR menurut ketentuan ada 550 orang. Sedang anggota DPD di setiap provinsi ada 4 orang, dan tidak lebih dari 1/2 anggota DPR. Ketentuan tentang keanggotaan MPR ini diatur dalam UU
No. 23 Tahun 2003 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Apa saja wewenang MPR? Menurut UUD 1945 hasil amandemen wewenang MPR
adalah sebagai berikut.
1.      Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
2.      Melantik presiden dan/wakil presiden.
3.      Memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut
Undang-Undang Dasar.Masa jabatan anggota MPR dalam satu periode adalah lima tahun.
b.      DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)Kedudukan DPR sebagai lembaga negara diatur dalam Bab VII pasal 19 UU 1945 hasil amandemen. Keanggotaan DPR seperti sudah disinggung di depan, berasal dari partai politik yang dipilih melalui Pemilu setiap lima tahun sekali. Selain DPR, ada pula DPRD. Adakah perbedaannya? Ada, yakni DPR
berkedudukan di ibu kota. Anggota DPR secara otomatis juga menjadi anggota MPR.
Sementara itu DPRD berkedudukan di provinsi dan kabupaten/kota.
1.      Tugas/Wewenang dan Hak-hak DPR Secara umum tugas/wewenang DPR memegang kekuasaan legislatif, artinya sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang (pasal 20 A UUD 1945). Lebih jelasnya tentang tugas/wewenang DPR terdapat dalam 3 fungsi penting sebagai berikut.
a)      Fungsi legislatif, yakni DPR sebagai pembuat undang-undang bersama presiden.
b)      Fungsi anggaran, yakni DPR sebagai pemegang kekuasaan menetapkan APBN
(Anggaran Pendapatan Belanja Negara) yang diajukan Presiden.
c)      Fungsi pengawasan, yakni DPR mengawasi jalannya pemerintahannya.
Selain tugas/kewenangan tadi, anggota-anggota DPR juga memiliki hak-hak penting(Pasal 20A UUD 1945). Hak-hak yang dimaksud adalah sebagaimana berikut.
1)      HakInterpelasi Yakni hak untuk meminta keterangan kepada presiden.
2)      Hak Angket Yakni hak untuk mengadakan penyelidikan atas suatu kebijakan pemerintah/presiden.
3)      Hak Inisiatif Yakni hak untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada pemerintah/presiden.
4)      Hak Amandemen Yakni hak untuk menilai atau mengadakan perubahan atas RUU(RancanganUndang-Undang).
5)      Hak BudgetYakni hak untuk mengajukan RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
6)      Hak Petisi Yakni hak untuk mengajukan pertanyaan atas kebijakan pemerintah/presiden.
2.      Persidangan DPR Menurut pasal 19 ayat 2 UUD 1945 hasil amandemen, sidang DPR paling sedikit adalah sekali dalam satu tahun. Tentu saja hal itu terjadi jika tidak adahal-hal penting yang memaksa, atau keadaan pemerintahan berjalan normal. Jika ada hal-hal yang memaksa, misalnya presiden melanggar undang-undang dan mengkhianati negara, maka DPR dapat mengadakan sidang sewaktu-waktu.
3.      Presiden dan Wakil Presiden Menurut Bab III pasal 4 UUD 1945, Presiden adalah pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan. Selanjutnya dalam melaksanakan tugasnya sebagai kepala pemerintahan, presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden. Presiden dan Wakil Presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik, dan dipilih secara langsung oleh rakyat melalui Pemilu (lihat kembali pada pembahasan tentang Pemilu).
a.      Presiden
Masa jabatan Presiden (juga Wakil Presiden) adalah lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama dalam satu masa jabatan saja (pasal 7 UUD 1945 hasil amendemen). Kedudukan presiden meliputi dua macam, yakni 1) sebagai kepala negara dan 2) sebagai kepala pemerintahan.
sebagai Kepala NegaraSebagai kepala negara, Presiden mempunyai wewenang dan kekuasaan sebagai berikut.
                           1)      Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan
Angkatan Udara (pasal 10 UUD 1945).
                           2)      Menyatakan perang, membuat perjanjian dan perdamaian dengan negara lain
dengan persetujuan DPR (pasal 11 UUD 1945).
                           3)      Menyatakan negara dalam keadaan bahaya (pasal 12 UUD 1945).
                           4)      Mengangkat duta dan konsul.
                           5)      Memberi grasi, amnesti, dan rehabilitasi.
                           6)      Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan.
Presiden sebagai Kepala PemerintahanSebagai kepala pemerintahan Presiden  mempunyai wewenang dan kekuasaan sebagai berikut.
1)      Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
2)      Mengajukan RUU (Rancangan Undang-Undang) kepada DPR.
3)      Menetapkan PP (Peraturan Pemerintah) untuk menjalankan undang-undang.
4)      Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
b.      Wakil Presiden
Karena dalam praktiknya dipilih melalui Pemilu dalam satu paket dengan Presiden, maka kedudukan Wakil Presiden tentunya bukan lembaga yang berdiri sendiri. Seperti sudah disinggung, Wakil Presiden adalah pembantu Presiden. Namun demikian kedudukan Wakil Presiden adalah strategis. Mengapa? Tidak lain karena dalam keadaan-keadaan tertentu ia dapat menggantikan kedudukan Presiden. Pasal 8 ayat 1 UUD 1945 hasil amandemen menyatakan : ”apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.”
4.      Kementerian Negara Menteri-menteri negara adalah pembantu-pembantu Presiden (Bab V pasal 17 UUD 1945). Para menteri itu duduk dalam kabinet yang dibentuk oleh Presiden. Kita tahu, seorang Presiden tidak mungkin dapat mengatasi segala bidang yang dibutuhkan dalam kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu dalam kerjanya ia dibantu oleh para menteri-menteri itu. Mereka para menteri itu ada yang memimpin sebuah departemen ada juga yang tidak memimpin departemen. Menteri dalam negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, misalnya, adalah contoh-contoh dari menteri-menteri yang memimpin sebuah departemen. Sementara menteri-menteri seperti kepariwisataan, lingkungan hidup, kesekretariatan negara/kabinet, misalnya merupakan contoh dari menteri-menteri yang tidak memimpin departemen.
5.      Jumlah menteri-menteri yang duduk dalam kabinet tentu saja merupakan bagian
dari kewenangan serta hak prerogatif (hak khusus) Presiden. Semua disesuaikan
dengan tingkat tuntutan-tuntutan perkembangan yang dihadapi. Berapakah jumlah
menteri-menteri yang duduk dalam kabinet sekarang?
6.      DPD (Dewan Perwakilan Daerah) DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan lembaga yang baru dalam sistem ketatanegaraan RI. Sebelumnya lembaga ini tidak ada. Setelah UUD 1945 mengalami amandemen lembaga ini tercantum, yakni dalam Bab VII pasal 22 C dan pasal 22 D. Anggota DPD ada dalam setiap provinsi, dipilih langsung oleh rakyat melalui Pemilu (lihat kembali Bab Pemilu). Anggota DPD ini bukan berasal dari partai politik, melainkan dari organisasi-organisasi kemasyarakatan.Menurut pasal 22 D UUD 1945, DPD memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut.
a.       Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam atau sumber ekonomi
lainnya, juga yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat daerah.
b.      Memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
c.       Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan mengenai hal-hal di atas tadi, sertamenyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR untuk ditindaklanjuti. DPD ini bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
7.      BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) BPK merupakan lembaga pemeriksa keuangan yang bersifat mandiri. Artinya dalam menjalankan tugasnya badan ini terlepas dari pengaruh pemerintah. Tugas BPK adalah memeriksa pengelolaan keuangan dan bertanggung jawab tentang keuangan negara. Anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memerhatikan pertimbangan-pertimbangan dari DPD. Hasil kerja dari BPK ini diserahkan kepada DPR, DPD, juga DPRD sesuai dengan kewenangannya.
Badan ini berdomisili di ibu kota negara, dan memiliki perwakilan di setiap provinsi. Lembaga ini juga dikenal sebagai lembaga eksaminatif.
8.      MA (Mahkamah Agung) MA (Mahkamah Agung) merupakan salah satu pemegang kekuasaan kehakiman (Bab IX pasal 24 ayat 2). Keberadaan lembaga ini sebagai pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan. Mengapa MA disebut sebagai lembaga tertinggi? Tidak lain karena merupakan lembaga peradilan tingkat terakhir. Jika misalnya seseorang berpekara di peradilan pertama (Pengadilan Negeri) kurang puas terhadap keputusan yang diperoleh, maka ia akan naik banding ke peradilan di atasnya lagi (Pengadilan Banding). Jika masih kurang, maka ia dapat mengajukan lagi ke peradilan MA ini.
MA diketuai oleh seorang Hakim Agung dibantu oleh hakim-hakim agung. Menurut UU No. 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Jumlah Hakim Agung paling banyak 60 orang. Adapun Hakim Agung merupakan pejabat tinggi negara setingkat menteri negara yang diangkat oleh Presiden atas usul DPR. Hakim Agung yang diusulkan oleh DPR tersebut berasal dari usulan Komisi Yudisial.
9.      MK (Mahkamah Konstitusi) MK (Mahkamah Konstitusi) merupakan pemegang kekuasaan kehakiman sesudah MA (Bab IX pasal 24 ayat 2). Lembaga negara ini termasuk baru. Lembaga ini mempunyai wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir serta putusannya bersifat final untuk :
a)      menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar.
b)      memutus sengketa kewenangan,
c)      memutus perselisihan hasil Pemilu, dan
d)     memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan terhadap Presiden/Wakil
Presiden terhadap UUD. MK memiliki 9 hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden. Masing-masing hakim tersebut terdiri atas : 3 orang diajukan oleh MA, 3 orang diajukan oleh DPR, dan 3 orang diajukan oleh Presiden.
10.  KY (Komisi Yudisial) Seperti MK, KY (Komisi Yudisial) juga merupakan lembaga negara yang termasuk baru. Sebagaimana terdapat dalam UU No. 22 Tahun 2004, lembaga ini dibentuk untuk mengawasi perilaku para hakim. Selain itu lembaga ini dibentuk untuk mengawasi praktik kotor penyelenggaraan/proses peradilan. Lembaga ini juga punya kewenangan mengusulkan calon Hakim Agung.
Dalam UUD 1945 hasil amandemen, kedudukan KY ini diatur dalam pasal 24 B.
Lembaga ini bersifat mandiri, yang keberadaannya dibentuk dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR. Adanya komisi ini, diharapkan penyelenggaraan
peradilan terhindar dari praktik-praktik kotor.

11.  Penyelenggaraan pemerintahan suatu negara akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh lembaga-lembaga negara yang saling berhubungan satu sama lain sehingga merupakan satu kesatuan dalam mewujudkan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan negara sesuai dengan kedudukan, peran, kewenangan dan tanggung jawabnya masing-masing. Sekarang ini dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika kehidupan nasional, regional dan internasional yang cenderung berubah sangat dinamis, aneka aspirasi kearah perubahan meluas di berbagai negara di dunia, baik di bidang politik maupun ekonomi. Perubahan yang diharapkan dalam hal ini perombakan terhadap format-format kelembagaan birokrasi pemerintahan yang tujuannya untuk menerapkan prinsip efisiensi agar pelayanan umum (public services) dapat benar-benar efektif.
3.      Lembaga-Lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang dibentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukannya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD merupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk berdasarkan UU merupakan organ UU, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum terhadap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan berdasarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi tingkatannya.
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya, sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah. Dilihat dari segi fungsinya Lembaga-Lembaga Negara ada yang bersifat utama/primer (primary constitutional organs), dan bersifat penunjang/sekunder (auxiliary state organs). Sedangkan dari segi hirarkinya lembaga negara itu dibedakan kedalam 3 (tiga) lapis yaitu
a.      Organ lapis pertama disebut sebagai lembaga tinggi negara, dimana nama, fungsi dan kewenangannya dibentuk berdasarkan UUD 1945. Adapun yang disebut sebagai organ-organ konstitusi pada lapis pertama atau dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara yaitu ; Presiden an Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
b.      Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, dimana dalam lapis ini ada lembaga yang sumber kewenangannya dari UUD, ada pula sumber kewenangannya dari Undang-Undang dan sumber kewenangannya yang bersumber dari regulator atau pembentuk peraturan dibawah Undang-Undang. Kelompok Pertama yakni organ konstitusi yang mendapat kewenangan dari UUD misalnya Menteri Negara, Komisi Yudisial (KY), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara, Komisi pemilihan umum, Bank Sentral ; Kelompok Kedua organ institusi yang sumber kewenangannya adalah Undang-Undang misalnya seperti Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan lain sebagainya. Walaupun dasar/sumber kewenangannya berbeda kedudukan kedua jenis lembaga negara ini dapat di sebandingkan satu sama lain, hanya saja kedudukannya walaupun tidak lebih tinggi tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam UUD, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentukan Undang-Undang.
Sedangkan Kelompok Ketiga yakni organ konstitusi yang termasuk kategori Lembaga Negara yang sumber kewenangannya berasal dari regulator atau pembentuk peraturan di bawah Undang-Undang, misalnya Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden.
c.       Organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah yaitu merupakan lembaga negara yang ada di daerah yang ketentuannya telah diatur oleh UUD 1945 yaitu : Pemerintah Daerah Provinsi; Gubernur; DPRD Provinsi; Pemerintahan Daerah Kabupaten; Bupati; DPRD Kabupaten; Pemerintahan Daerah Kota; Walikota; DPRD Kota,Disamping itu didalam UUD 1945 disebutkan pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa yang diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh UUD, sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional.

d.      Hubungan antara Lembaga lembaga Negara Berdasarkan UUD 1945

4.      Hubungan Antar Lembaga-Lembaga Negara
Hubungan antar alat-alat kelengkapan suatu negara atau yang lazim disebut sebagai lembaga negara merupakan hubungan kerjasama antar institusi-institusi yang dibentuk guna melaksanakan fungsi-fungsi negara. Berdasarkan teori-teori klasik mengenai negara setidaknya terdapat beberapa fungsi negara yang penting seperti fungsi membuat kebijakan peraturan perundang-undangan (fungsi legislatif), fungsi melaksanakan peraturan atau fungsi penyelenggaraan pemerintahan (fungsi eksekutif), dan fungsi mengadili (fungsi yudikatif). Kecenderungan praktik ketatanegaraan terkini di Indonesia oleh banyak ahli hukum tata negara dan ahli politik dikatakan menuju sistem pemisahan kekuasaan antara ketiga fungsi negara tersebut (separation power).
Alat kelengkapan negara berdasarkan teori–teori klasik hukum negara meliputi kekuasaan eksekutif, dalam hal ini bisa presiden atau perdana menteri atau raja, kekuasaan legilatif, dalam hal ini bisa disebut parlemen atau dengan nama lain seperti dewan perwakilan rakyat, dan kekuasaan yudikatif seperti mahkamah agung atau supreme court. Setiap alat kelengkapan negara tersebut bisa memiliki organ-organ lain untuk membantu pelaksanaan fungsinya. Kekuasaan eksekutif, misalnya, dibantu wakil dan menteri-menteri yang biasanya memimpin satu departemen tertentu. Meskipun demikian, tipe-tipe lembaga negara yang diadopsi setiap negara berbeda-beda sesuai dengan perkembangan sejarah politik kenegaraan dan juga sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam negara yang bersangkutan.
Secara konseptual, tujuan diadakannya lembaga-lembaga negara atau alat-alat kelengkapan negara adalah selain menjalankan fungsi negara, juga untuk menjalankan fungsi pemerintahan secara aktual. Dengan kata lain, lembaga-lembaga itu harus membentuk suatu kesatuan proses yang satu sama lain saling berhubungan dalam rangka penyelenggaraan fungsi negara atau istilah yang digunakan Prof. Sri Soemantri adalah actual governmental process. Jadi, meskipun dalam praktiknya tipe lembaga-lembaga negara yang diadopsi setiap negara bisa berbeda-beda, secara konsep lembaga-lembaga tersebut harus bekerja dan memiliki relasi sedemikian rupa sehingga membentuk suatu kesatuan untuk merealisasikan secara praktis fungsi negara dan secara ideologis mewujudkan tujuan negara jangka panjang.
Sampai dengan saat ini, proses awal demokratisasi dalam kehidupan sosial dan politik dapat ditunjukkan antara lain dengan terlaksananya pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004 secara langsung, terbentuknya kelembagaan DPR, DPD dan DPRD baru hasil pemilihan umum langsung, terciptanya format hubungan pusat dan daerah berdasarkan perundangan-undangan otonomi daerah yang baru, dimana setelah jatuhnya Orde Baru (1996 - 1997), pemerintah merespon desakan daerah-daerah terhadap sistem pemerintahan yang bersifat sangat sentralistis, dengan menawarkan konsep Otonomi Daerah untuk mewujudkan desentralisasi kekuasaan, selain itu terciptanya format hubungan sipil-militer, serta TNI dengan Polri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku, serta terbentuknya Mahkamah Konstitusi.
a.      Pengertian Lembaga Negara
Untuk memahami pengertian lembaga atau organ negara se­ca­ra lebih dalam, kita dapat mendekatinya dari pan­dang­an Hans Kelsen mengenai the concept of the State-Organ da­lam bukunya General Theory of Law and State. Hans Kel­sen menguraikan bahwa “Whoever fulfills a func­tion determined by the legal order is an organ”.[28] Siapa sa­ja yang menjalankan suatu fungsi yang ditentukan oleh su­a­tu tata-hukum (legal order) adalah suatu organ.
Artinya, organ negara itu tidak selalu berbentuk or­ga­­nik. Di samping organ yang berbentuk organik, lebih lu­­­as lagi, setiap jabatan yang ditentukan oleh hukum dapat pu­­la disebut organ, asalkan fungsi-fungsinya itu bersifat men­­­cipta­kan norma (normcreating) dan/atau bersifat men­­­­jalan­kan norma (norm applying). “These functions, be they of a norm-creating or of a norm-applying charac­ter, are all ultimately aimed at the execution of a legal sanc­tion”.
Menurut Kelsen, parlemen yang menetapkan un­dang-undang dan warga negara yang memilih para wakil­nya melalui pemilihan umum sama-sama merupakan or­gan negara dalam arti luas. Demikian pula hakim yang meng­­adili dan menghukum penjahat dan terpidana yang men­jalan­kan hukuman tersebut di lembaga pemasyara­kat­­an, adalah juga merupakan organ negara. Pendek kata, da­lam pengertian yang luas ini, organ negara itu identik dengan individu yang menjalankan fungsi atau jabatan ter­tentu dalam konteks kegiatan bernegara. Inilah yang di­­sebut sebagai jabatan publik atau jabatan umum (public offi­ces) dan pejabat publik atau pejabat umum (public offi­cials).
Di samping pengertian luas itu, Hans Kelsen juga meng­urai­kan adanya pengertian organ negara dalam arti yang sempit, yaitu pengertian organ dalam arti materiil. In­­dividu dikatakan organ negara hanya apabila ia secara pri­­­badi memiliki kedudukan hukum yang tertentu (...he per­­­sonally has a specific legal position). Suatu transaksi hukum perdata, misalnya, kontrak, adalah merupakan tin­dak­an atau perbuatan yang menciptakan hukum seperti halnya suatu putusan pengadilan.
Lembaga negara terkadang disebut dengan istilah lembaga pemerintahan, lembaga pemerintahan non-departemen, atau lembaga negara saja. Ada yang dibentuk berdasarkan atau karena diberi kekuasaan oleh UUD, ada pula yang di­bentuk dan mendapatkan kekuasaannya dari UU, dan bahkan ada pula yang hanya dibentuk berdasar­kan Ke­pu­tusan Presiden. Hirarki atau ranking kedudukan­nya tentu saja tergantung pada derajat pengaturannya me­nu­rut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Lembaga negara yang diatur dan dibentuk oleh UUD me­rupakan organ konstitusi, sedangkan yang dibentuk ber­dasarkan UU merupakan organ UU, sementara yang hanya dibentuk karena keputusan presiden tentunya lebih rendah lagi tingkatan dan derajat perlakuan hukum ter­ha­dap pejabat yang duduk di dalamnya. Demikian pula jika lembaga dimaksud dibentuk dan diberi kekuasaan ber­da­sarkan Peraturan Daerah, tentu lebih rendah lagi ting­katan­nya.
Dalam setiap pembicaraan mengenai organisasi negara, ada dua unsur pokok yang saling berkaitan, yaitu organ dan functie. Organ adalah bentuk atau wadahnya, sedangkan functie adalah isinya; organ adalah status bentuknya (Inggris: form, Jerman: vorm) , sedangkan functie adalah gerakan wadah itu sesuai maksud pembentukannya. Dalam naskah Un­dang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, organ-organ yang dimaksud, ada yang disebut secara eksplisit namanya, dan ada pula yang disebutkan eksplisit hanya fungsinya. Ada pula lembaga atau organ yang disebut bahwa baik namanya maupun fungsi atau kewenangannya akan diatur dengan peraturan yang lebih rendah.
b.      Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945
Jika dikaitkan dengan hal tersebut di atas, maka dapat dikemukakan bahwa dalam UUD 1945, terdapat tidak kurang dari 34 organ yang disebut keberadaannya dalam UUD 1945. Ke-34 organ atau lembaga tersebut adalah:
                 1)      Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR) diatur dalam Bab III UUD 1945 yang juga diberi judul "Majelis permusyawaratan Rakyat". Bab III ini berisi dua pasal, yaitu Pasal 2 yang terdiri atas tiga ayat, Pasal 3 yang juga terdiri atas tiga ayat;
                 2)      Presiden yang diatur keberadaannya dalam Bab III UUD 1945, dimulai         dari Pasal 4 ayat (1) dalam pengaturan mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berisi 17 pasal;
                 3)      Wakil Presiden yang keberadaannya juga diatur dalam Pasal 4 yaitu pada ayat (2) UUD 1945. Pasal 4 ayat (2) UUD 1945 itu menegaskan, "Dalam melakukan kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden";
                 4)      Menteri dan Kementerian Negara yang diatur tersendiri dalam Bab V UUD 1945, yaitu pada Pasal17 ayat(1), (2), dan (3);
                 5)      Menteri Luar Negeri sebagai menteri triumpirat yang dimaksud oleh Pasal 8 ayat (3) UUD 1945, yaitu bersama-sama dengan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pertahanan sebagai pelaksana tugas kepresidenan apabila terdapat kekosongan dalam waktu yang bersamaan dalam jabatan Presiden dan Wakil Presiden;
                 6)      Menteri Dalam Negeri sebagai triumpirat bersama-sama dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945;
                 7)      Menteri Pertahanan yang bersama-sama dengan Menteri Luar Negeri dan Menteri Dalam Negeri ditentukan sebagai menteri triumpirat menurut Pasal 8 ayat (3) UUD 1945. Ketiganya perlu disebut secara sendiri-sendiri, karena dapat saja terjadi konflik atau sengketa kewenangan konstitusional di antara sesama mereka, atau antara mereka dengan menteri lain atau lembaga negara lainnya;
                 8)      Dewan Pertimbangan Presiden yang diatur dalam Pasal 16 Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara yang berbunyi, "Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang";
                 9)       Duta seperti diatur dalam Pasal13 ayat (1) dan (2);
             10)      Konsul seperti yang diatur dalam Pasal13 ayat (1);
             11)      Pemerintahan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 1945;
             12)      Gubemur Kepala Pemerintah Daerah seperti yang diatur dalam Pasal 18 ayat (4) UUD 1945;
             13)      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat 3 UUD 1945;
             14)      Pemerintahan Daerah Kabupaten sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 1945;
             15)      Bupati Kepala Pemerintah Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (4) UUD 1945;
             16)      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (3) UUD 1945;
             17)      Pemerintahan Daerah Kota sebagaimana dimaksud oleh Pasal 18 ayat (2), (3), (5), (6) dan ayat (7) UUD 1945;
             18)      Walikota Kepala Pemerintah Daerah Kota seperti yang diatur dalam Pasal18 ayat (4) UUD 1945
             19)      Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota seperti yang diatur oleh Pasal 18 ayat (3) UUD 1945;
             20)      Satuan Pemerintahan Daerah yang bersifat khusus atau istimewa seperti dimaksud oleh Pasal 18B ayat (1) UUD 1945, diatur dengan undang-undang. Karena kedudukannya yang khusus dan diistimewakan, satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa ini diatur tersendiri oleh UUD 1945. Misalnya, status Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta, Pemerintahan Daerah Otonomi Khusus Nanggroe Aceh Darussalam dan Papua, serta Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Ketentuan mengenai kekhususan atau keistimewaannya itu diatur dengan undang-undang. Oleh karena itu, pemerintahan daerah yang demikian ini perlu disebut secara tersendiri sebagai lembaga atau organ yang keberadaannya diakui dan dihormati oleh negara.
             21)      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang diatur dalam Bab VII UUD 1945 yang berisi Pasal 19 sampai dengan Pasal 22B;
             22)      Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang diatur dalam Bab VIIA yang terdiri atas Pasal 22C dan Pasal 220;
             23)      Komisi Penyelenggaran Pemilu yang diatur dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yang menentukan bahwa pemilihan umum harus diselenggarakan oleh suatu komisi yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Nama "Komisi Pemilihan Umum" bukanlah nama yang ditentukan oleh UUD 1945, melainkan oleh Undang-Undang;
             24)      Bank sentral yang disebut eksplisit oleh Pasal 230, yaitu "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggungjawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang". Seperti halnya dengan Komisi Pemilihan Umum, UUD 1945 belum menentukan nama bank sentral yang dimaksud. Memang benar, nama bank sentral sekarang adalah Bank Indonesia. Tetapi, nama Bank Indonesia bukan nama yang ditentukan oleh UUD 1945, melainkan oleh undang-undang berdasarkan kenyataan yang diwarisi dari sejarah di masa lalu.
             25)      Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diatur tersendiri dalam Bab VIIIA dengan judul "Badan Pemeriksa Keuangan", dan terdiri atas 3 pasal, yaitu Pasal 23E (3 ayat), Pasal 23F (2 ayat), dan Pasal 23G (2 ayat);
             26)      Mahkamah Agung (MA) yang keberadaannya diatur dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945;
             27)      Mahkamah Konstitusi (MK) yang juga diatur keberadaannya dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945;
             28)      Komisi Yudisial yang juga diatur dalam Bab IX, Pasal 24B UUD 1945   sebagai auxiliary organ terhadap Mahkamah Agung yang diatur dalam Pasal 24 dan Pasal 24A UUD 1945.
             29)      Tentara Nasional Indonesia (TNI) diatur tersendiri dalam UUD 1945, yaitu dalam Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan Negara, pada Pasal 30 UUD 1945;
             30)      Angkatan Darat (TNI AD) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945.
             31)      Angkatan Laut (TNI AL) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945;
             32)      Angkatan Udara (TNI AU) diatur dalam Pasal 10 UUD 1945;
             33)      Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) yang juga diatur dalam Bab XII Pasal 30 UUD 1945;
             34)      Badan-badan lain yang fungsinya terkait dengan kehakiman seperti    kejaksaan diatur dalam undang-undang sebagaimana dimaksud oleh Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, "Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang"
Jika diuraikan lebih rinci lagi, apa yang ditentukan dalam Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 tersebut dapat pula membuka pintu bagi lembaga-lembaga negara lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman yang tidak secara eksplisit disebut dalam UUD 1945. Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 menentukan, "Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam undang-undang". Artinya, selain Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, serta Komisi Yudisial dan kepolisian negara yang sudah diatur dalam UUD 1945, masih ada badan-badan lainnya yang jumlahnya lebih dari satu yang mempunyai fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Badan-badan lain yang dimaksud itu antara lain adalah Kejaksaan Agung yang semula dalam rancangan Perubahan UUD 1945 tercantum sebagai salah satu lembaga yang diusulkan diatur dalam Bab tentang Kekuasaan Kehakiman, tetapi tidak mendapat kesepakatan, sehingga pengaturannya dalam UUD 1945 ditiadakan.
Namun, karena yang disebut dalam Pasal 24 ayat (3) tersebut di atas adalah badan-badan, berarti jumlahnya lebih dari satu. Artinya, selain Kejaksaan Agung, masih ada lagi lembaga lain yang fungsinya juga berkaitan dengan kekuasaan kehakiman, yaitu yang menjalankan fungsi penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan. Lembaga-lembaga dimaksud misalnya adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnasham), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan sebagainya. Lembaga-lembaga ini, seperti halnya Kejaksaan Agung, meskipun tidak secara eksplisit disebut dalam UUD 1945, tetapi sama-sama memiliki constitutional importance dalam sistem konstitusional berdasarkan UUD 1945.
Misalnya, mengenai keberadaan Komnas Hak Asasi Manusia. Materi perlindungan konstitusional hak asasi manusia merupakan materi utama setiap konstitusi tertulis di dunia. Untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak asasi manusia itu, dengan sengaja negara membentuk satu komisi yang bernama Komnasham (Komisi Nasional Hak Asasi Manusia). Artinya, keberadaan lembaga negara bernama Komnas Hak Asasi Manusia itu sendiri sangat penting bagi negara demokrasi konstitusional. Karena itu, meskipun pengaturan dan pembentukannya hanya didasarkan atas undang­-undang, tidak ditentukan sendiri dalam UUD, tetapi keberadaannya sebagai lembaga negara mempunyai apa yang disebut sebagai constitutional importance yang sama dengan lembaga-lembaga negara lainnya yang disebutkan eksplisit dalam UUD 1945.
Sama halnya dengan keberadaan Kejaksaan Agung dan kepolisian negara dalam setiap sistem negara demokrasi konstitusional ataupun negara hukum yang demokratis. Keduanya mempunyai derajat kepentingan (importance) yang sama. Namun, dalam UUD 1945, yang ditentukan kewenangannya hanya kepolisian negara yaitu dalam Pasal 30, sedangkan Kejaksaan Agung sama sekali tidak disebut. Hal tidak disebutnya Kejaksaan Agung yang dibandingkan dengan disebutnya Kepolisian dalam UUD 1945, tidak dapat dijadikan alasan untuk menilai bahwa kepolisian negara itu lebih penting daripada Kejaksaan Agung. Kedua-duanya sama-sama penting atau memiliki constitutional importance yang sama. Setiap yang mengaku menganut prinsip demokrasi konstitusional atau negara hukum yang demokratis, haruslah memiliki perangkat kelembagaan kepolisian negara dan kejaksaan sebagai lembaga-lembaga penegak hukum yang efektif.

c.       Pembedaan Dari Segi Fungsi dan Hierarki
Dari segi fungsinya, ke-34 lembaga tersebut, ada yang bersifat utama atau primer, dan ada pula yang bersifat sekunder atau penunjang (auxiliary). Sedangkan dari segi hirarkinya, ke-30 lembaga itu dapat dibedakan ke dalam tiga lapis. Organ lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Organ lapis kedua disebut sebagai lembaga negara saja, sedangkan organ lapis ketiga merupakan lembaga daerah. Memang benar sekarang tidak ada lagi sebutan lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara. Namun, untuk memudahkan pengertian, organ-organ konstitusi pada lapis pertama dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara, yaitu:
1) Presiden dan Wakil Presiden;
2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);
3) Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
4) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR);
5) Mahkamah Konstitusi (MK);
6) Mahkamah Agung (MA);
7) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Organ lapis kedua dapat disebut lembaga negara saja. Ada yang mendapatkan kewenangannya dari UUD, dan ada pula yang mendapatkan kewenangannya dari undang-undang. Yang mendapatkan kewenangan dari UUD, misalnya, adalah Komisi Yudisial, Tentara Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara; sedangkan lembaga yang sumber kewenangannya adalah undang-undang, misalnya, adalah Komnas HAM, Komisi Penyiaran Indonesia, dan sebagainya. Kedudukan kedua jenis lembaga negara tersebut dapat disebandingkan satu sama lain. Hanya saja, kedudukannya meskipun tidak lebih tinggi, tetapi jauh lebih kuat. Keberadaannya disebutkan secara eksplisit dalam undang-undang, sehingga tidak dapat ditiadakan atau dibubarkan hanya karena kebijakan pembentukan undang­undang. Lembaga-lembaga negara sebagai organ konstitusi lapis kedua itu adalah:
1) Menteri Negara;
2) Tentara Nasional lndonesia;
3) Kepolisian Negara;
4) Komisi Yudisial;
5) Komisi pemilihan umum;
6) Bank sentral.
Dari keenam lembaga atau organ negara tersebut di atas, yang secara tegas ditentukan nama dan kewenangannya dalam UUD 1945 adalah Menteri Negara, Tentara Nasional lndonesia, Kepolisian Negara, dan Komisi Yudisial. Komisi Pemilihan Umum hanya disebutkan kewenangan pokoknya, yaitu sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum (pemilu). Akan tetapi, nama lembaganya apa, tidak secara tegas disebut, karena perkataan komisi pemilihan umum tidak disebut dengan huruf besar.
Ketentuan Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 berbunyi, "Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri". Sedangkan ayat (6)-nya berbunyi, "Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang". Karena itu, dapat ditafsirkan bahwa nama resmi organ penyelenggara pemilihan umum dimaksud akan ditentukan oleh undang-undang. Undang-undang dapat saja memberi nama kepada lembaga ini bukan Komisi Pemilihan Umum, tetapi misalnya Komisi Pemilihan Nasional atau nama lainnya.
Selain itu, nama dan kewenangan bank sentral juga tidak tercantum eksplisit dalam UUD 1945. Ketentuan Pasal 23D UUD 1945 hanya menyatakan, "Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan, kewenangan, tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan undang-undang". Bahwa bank sentral itu diberi nama seperti yang sudah dikenal seperti selama ini, yaitu "Bank Indonesia", maka hal itu adalah urusan pembentuk undang-undang yang akan menentukannya dalam undang-undang. Demikian pula dengan kewenangan bank sentral itu, menurut Pasal 23D tersebut, akan diatur dengan UU.
Dengan demikian derajat protokoler kelompok organ konstitusi pada lapis kedua tersebut di atas jelas berbeda dari kelompok organ konstitusi lapis pertama. Organ lapis kedua ini dapat disejajarkan dengan posisi lembaga-lembaga negara yang dibentuk berdasarkan undang-undang, seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM),[34] Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),[35] Komisi Penyiaran Indonesia (KPI),[36] Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),[37] Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR),[38] Konsil Kedokteran Indonesia, dan lain-lain sebagainya.
Kelompok ketiga adalah organ konstitusi yang termasuk kategori lembaga negara yang sumber kewenangannya berasal dari regulator atau pembentuk peraturan di bawah undang-undang. Misalnya Komisi Hukum Nasional dan Komisi Ombudsman Nasional dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden belaka. Artinya, keberadaannya secara hukum hanya didasarkan atas kebijakan presiden (presidential policy) atau beleid presiden. Jika presiden hendak membubarkannya lagi, maka tentu presiden berwenang untuk itu. Artinya, keberadaannya sepenuhnya tergantung kepada beleid presiden.
Di samping itu, ada pula lembaga-lembaga daerah yang diatur dalam Bab VI UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah. Dalam ketentuan tersebut diatur adanya beberapa organ jabatan yang dapat disebut sebagai organ daerah atau lembaga daerah yang merupakan lembaga negara yang terdapat di daerah. Lembaga-lembaga daerah itu adalah:
1) Pemerintahan Daerah Provinsi;
2) Gubemur;
3) DPRD provinsi;
4) Pemerintahan Daerah Kabupaten;
5) Bupati;
6) DPRD Kabupaten;
7) Pemerintahan Daerah Kota;
8) Walikota;
9) DPRD Kota
Di samping itu, dalam Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, disebut pula adanya satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Bentuk satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa itu, dinyatakan diakui dan dihormati keberadaannya secara tegas oleh undang-undang dasar, sehingga eksistensinya sangat kuat secara konstitusional.
Oleh sebab itu, tidak dapat tidak, keberadaan unit atau satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau istimewa itu harus pula dipahami sebagai bagian dari pengertian lembaga daerah dalam arti yang lebih luas. Dengan demikian, lembaga daerah dalam pengertian di atas dapat dikatakan berjumlah sepuluh organ atau lembaga.
Di antara lembaga-lembaga negara yang disebutkan dalam UUD 1945, ada yang dapat dikategorikan sebagai organ utama atau primer (primary constitutional organs), dan ada pula yang merupakan organ pendukung atau penunjang (auxiliary state organs). Untuk memahami per­bedaan di antara keduanya, lembaga-lembaga negara tersebut dapat dibedakan dalam tiga ranah (domain) (i) kekuasaan eksekutif atau pelaksana; (ii) kekuasaan legislatif dan fungsi pengawasan; (iii) kekuasaan kehakiman atau fungsi yudisial.
Dalam cabang kekuasaan eksekutif atau pemerintahan negara ada presiden dan wakil presiden yang merupakan satu kesatuan institusi kepresidenan. Dalam bidang kekuasaan kehakiman, meskipun lembaga pelaksana atau pelaku kekuasaan kehakiman itu ada dua, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi, tetapi di samping keduanya ada pula Komisi Yudisial sebagai lembaga pengawas martabat, kehormatan, dan perilaku hakim. Keberadaan fungsi Komisi Yudisial ini bersifat penunjang (auxiliary) terhadap cabang kekuasaan kehakiman. Komisi Yudisial bukanlah lembaga penegak hukum (the enforcer of the rule of law), tetapi merupakan lembaga penegak etika kehakiman (the enforcer of the rule of judicial ethics).
Sedangkan dalam fungsi pengawasan dan kekuasaan legislatif, terdapat empat organ atau lembaga, yaitu (i) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), (ii) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), (iii) Majelis permusyawaratan Rakyat (MPR), dan (iv) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Sementara itu, di cabang kekuasaan judisial, dikenal adanya tiga lembaga, yaitu Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, dan Komisi Yudisial. Yang menjalankan fungsi kehakiman hanya dua, yaitu Mahkamah Konstitusi, dan Mahkamah Agung. Tetapi, dalam rangka pengawasan terhadap kinerja hakim dan sebagai lembaga pengusul pengangkatan hakim agung, dibentuk lembaga tersendiri yang bemama Komisi Yudisial. Komisi ini bersifat independen dan berada di luar kekuasaan Mahkamah Konstitusi ataupun Mahkamah Agung, dan karena itu kedudukannya bersifat independen dan tidak tunduk kepada pengaruh keduanya. Akan tetapi, fungsinya tetap bersifat penunjang (auxiliary) terhadap fungsi kehakiman yang terdapat pada Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Meskipun Komisi Yudisial ditentukan kekuasaannya dalam UUD 1945, tidak berarti ia mempunyai kedudukan yang sederajat dengan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
Sebagai perbandingan, Kejaksaan Agung tidak ditentukan kewenangannya dalam UUD 1945, sedangkan Kepolisian Negara ditentukan dalam Pasal 30 UUD 1945. Akan tetapi, pencantuman ketentuan tentang kewenangan Kepolisian itu dalam UUD 1945 tidak dapat dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa Kepolisian lebih tinggi kedudukannya daripada Kejaksaan Agung. Dalam setiap negara hukum yang demokratis, lembaga kepolisian dan kejaksaan sama-sama memiliki constitutional importance yang serupa sebagai lembaga penegak hukum. Di pihak lain, pencantuman ketentuan mengenai kepolisian negara itu dalam UUD 1945, juga tidak dapat ditafsirkan seakan menjadikan lembaga kepolisian negara itu menjadi lembaga konstitusional yang sederajat kedudukannya dengan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya, seperti presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, DPR, DPD, dan lain sebagainya. Artinya, hal disebut atau tidaknya atau ditentukan tidaknya kekuasaan sesuatu lembaga dalam undang-undang dasar tidak serta merta menentukan hirarki kedudukan lembaga negara yang bersangkutan dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Dengan demikian, dari segi keutamaan kedudukan dan fungsinya, lembaga (tinggi) negara yang dapat dikatakan bersifat pokok atau utama adalah (i) Presiden; (ii) DPR (Dewan Perwakilan Rakyat); (iii) DPD (Dewan Perwakilan Daerah); (iv) MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat); (v) MK (Mahkamah Konstitusi); (vi) MA (Mahkamah Agung); dan (vii) BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Lembaga tersebut di atas dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara. Sedangkan lembaga-lembaga negara yang lainnya bersifat menunjang atau auxiliary belaka. Oleh karena itu, seyogyanya tata urutan protokoler ketujuh lembaga negara tersebut dapat disusun berdasarkan sifat-sifat keutamaan fungsi dan kedudukannya masing-masing sebagaimana diuraikan tersebut.
Oleh sebab itu, seperti hubungan antara KY dengan MA, maka faktor fungsi keutamaan atau fungsi penunjang menjadi penentu yang pokok. Mes­kipun posisinya bersifat independen terhadap MA, tetapi KY tetap tidak dipandang sederajat sebagai lembaga tinggi negara. Kedudukan protokolemya tetap berbeda dengan MA. Demikian juga Komisi Pengawas Kejaksaan dan Komisi Kepolisian tetap tidak dapat disederajatkan secara struktural dengan organisasi POLRI dan Kejaksaan Agung, meskipun komisi-komisi pengawas itu bersifat independen dan atas dasar itu kedudukannya secara fungsional dipandang sederajat. Yang dapat disebut sebagai lembaga tinggi negara yang utama tetaplah lembaga-lembaga tinggi negara yang mencerminkan cabang-cabang kekuasaan utama negara, yaitu legislature, executive, dan judiciary.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga negara seperti Komisi Yudisial (KY), TNI, POLRI, Menteri Negara, Dewan Pertimbangan Presiden, dan lain-lain, meskipun sama-sama ditentukan kewenangannya dalam UUD 1945 seperti Presiden/Wapres, DPR, MPR, MK, dan MA, tetapi dari segi fungsinya lembaga-lembaga tersebut bersifat auxiliary atau memang berada dalam satu ranah cabang kekuasaan. Misalnya, untuk menentukan apakah KY sederajat dengan MA dan MK, maka kriteria yang dipakai tidak hanya bahwa kewenangan KY itu seperti halnya kewenangan MA dan MK ditentukan dalam UUD 1945. Karena, kewenangan TNI dan POLRI juga ditentukan dalam Pasal 30 UUD 1945. Namun, tidak dengan begitu, kedudukan struktural TNI dan POLRI dapat disejajarkan dengan tujuh lembaga negara yang sudah diuraikan di atas. TNI dan POLRI tetap tidak dapat disejajarkan strukturnya dengan presiden dan wakil presiden, meskipun kewenangan TNI dan POLRI ditentukan tegas dalam UUD 1945.
Demikian pula, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK), dan sebagainya, meskipun kewenangannya dan ketentuan mengenai kelembagaannya tidak diatur dalam UUD 1945, tetapi kedudukannya tidak dapat dikatakan berada di bawah POLRI dan TNI hanya karena kewenangan kedua lembaga terakhir ini diatur dalam UUD 1945. Kejaksaan Agung dan Bank Indonesia sebagai bank sentral juga tidak ditentukan kewe­nangannya dalam UUD, melainkan hanya ditentukan oleh undang-undang. Tetapi kedudukan Kejaksaan Agung dan Bank Indonesia tidak dapat dikatakan lebih rendah daripada TNI dan POLRI. Oleh sebab itu, sumber normatif kewenangan lembaga-lembaga tersebut tidak otomatis menentukan status hukumnya dalam hirarkis susunan antara lembaga negara. 

d.      Prinsip-Prinsip Hubungan Antar Lembaga Negara
          Perubahan UUD 1945 yang bersifat mendasar tentu mengakibatkan pada perubahan kelembagaan negara. Hal ini tidak saja karena adanya perubahan terhadap butir-butir ketentuan yang mengatur tentang kelembagaan negara, tetapi juga karena perubahan paradigma hukum dan ketatanegaraan. Beberapa prinsip-prinsip mendasar yang menentukan hubungan antar lembaga negara diantaranya adalah Supremasi Konstitusi, Sistem Presidentil, serta Pemisahan Kekuasaan dan Check and Balances.
1.      Supremasi Konstitusi
Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan Pasal 1 ayat (2) yang berbunyi "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar." Ketentuan ini membawa implikasi bahwa kedaulatan rakyat tidak lagi dilakukan sepenuhnya oleh MPR, tetapi dilakukan menurut ketentuan Undang-Undang Dasar. MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara di atas lembaga-lembaga tinggi negara.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 tersebut, UUD 1945 menjadi dasar hukum tertinggi pelaksanaan kedaulatan rakyat. Hal ini berarti kedaulatan rakyat dilakukan oleh seluruh organ konstitusional dengan masing-masing fungsi dan kewenangannya berdasarkan UUD 1945. Jika berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum perubahan kedaulatan dilakukan sepenuhnya oleh MPR dan kemudian didistribusikan kepada lembaga-lembaga tinggi negara, maka berdasarkan hasil perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 kedaulatan tetap berada di tangan rakyat dan pelaksanaannya langsung didistribusikan secara fungsional (distributed functionally) kepada organ-organ konstitusional.
Konsekuensinya, setelah Perubahan UUD 1945 tidak dikenal lagi konsepsi lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara. Lembaga-Iembaga negara yang merupakan organ konstitusional kedudukannya tidak lagi seluruhnya hierarkis di bawah MPR, tetapi sejajar dan saling berhubungan berdasarkan kewenangan masing-masing berdasarkan UUD 1945.
2.      Sistem Presidentil
Sebelum adanya Perubahan UUD 1945, sistem pemerintahan yang dianut tidak sepenuhnya sistem presidentil. Jika dilihat hubungan antara DPR sebagai parlemen dengan Presiden yang sejajar (neben), serta adanya masa jabatan Presiden yang ditentukan (fix term) memang menunjukkan ciri sistem presidentil. Namun jika dilihat dari keberadaan MPR yang memilih, memberikan mandat, dan dapat memberhentikan Presiden, maka sistem tersebut memiliki ciri-ciri sistem parlementer. Presiden adalah mandataris MPR dan sebagai konsekuensinya Presiden bertanggungjawab kepada MPR dan MPR dapat memberhentikan Presiden.
Salah satu kesepakatan dalam Sidang Tahunan MPR Tahun 1999 terkait Perubahan UUD 1945 adalah "sepakat untuk mempertahankan sistem presidensiil (dalam pengertian sekaligus menyempumakan agar betul-betul memenuhi ciri-ciri umum sistem presidensiil)." Penyempurnaan dilakukan dengan perubahan-perubahan ketentuan UUD 1945 terkait sistem kelembagaan. Perubahan mendasar pertama adalah perubahan kedudukan MPR yang mengakibatkan kedudukan MPR tidak lagi merupakan lembaga tertinggi negara, sebagaimana telah dibahas sebelumnya. Perubahan selanjutnya untuk menyempurnakan sistem presidentil adalah menyeimbangkan legitimasi dan kedudukan antara lembaga eksekutif dan legislatif, dalam hal ini terutama antara DPR dan Presiden. Hal ini dilakukan dengan pengaturan mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilakukan secara langsung oleh rakyat dan mekanisme pemberhentian dalam masa jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6, 6A, 7, 7A, dan 8 UUD 1945. Karena Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat, maka memiliki legitimasi kuat dan tidak dapat dengan mudah diberhentikan kecuali karena melakukan tindakan pelanggaran hukum.
Proses usulan pemberhentian Presiden dan atau Wakil Presiden tidak lagi sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme politik, tetapi dengan mengingat dasar usulan pemberhentiannya adalah masalah pelanggaran hukum, maka proses hukum melalui Mahkamah Konstitusi harus dilalui. Di sisi yang lain, kekuasaan Presiden membuat Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum Perubahan, diganti dengan hak mengusulkan rancangan undang-undang dan diserahkan kepada DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945. Selain itu juga ditegaskan Presiden tidak dapat membubarkan DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 7C UUD 1945.Kedudukan dan Hubungan Tata Kerja Lembaga Tertinggi Negara dengan/atau Lembaga lembaga Tinggi Negara Berdasarkan UUD 1945

DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada nama,1999.Pengertian Ilmu Pemerintahan.http://tesisdisertasi.blogspot.com

/2010/03/pengertian-ilmu-pemerintahan.Di unduh tgl 14 Febuari 2011.
negara- pendidikan-kewarganegaraan-pkn Di unduh tgl 14 Fubuari 2011.
Tidak ada Nama,1999.Ilmu Pemerintahan di Indonesia. http://sakatik.blogspot.
com/2008/10/ilmu-pemerintahan-di-indonesia.html. Di unduh tgl 14 Febuari 2011.
            syarakat. Di unduh tgl 14 Febuari 2011.
Sudarso,1998.Kewarganegaraan. http://id.wikipedia.org/wiki/Kewarganegaraan. Di unduh  
tgl  14 Febuari 2011.
Sanusi ,1998.Negara. http://id.wikipedia.org/wiki/Negara. Di unduh tgl 14 Febuari 2011.
Ngatmiran,1998.Bentuk Negara dan Pemerintahan. http://cybercounselingstain.bigforumpro.
com/t41-bentuk-bentuk-negara-dan-pemerintahan. Di unduh tgl 14 Febuari 2011.
Di unduh tgl 14 Febuari 2011.
ilmu-administrasi-negara-bag-1/. Di unduh tgl 14 febuari 2011.



Comments

Popular posts from this blog

contoh sosiometri(non tes )

Makalah Kemiskinan(Sosiologi)

makalah perkawinan adat