Makalah PKN Serangan Fajar dalam Pemilu
BAB
I
PENDAHULUAN
Ketika gelombang demokrasi melanda dunia di awal abad ke 19,
pembicaraan mengenai perluasan keterlibatan rakyat dalam proses politik semakin
penting. Apalagi setelah bubarnya salah satu negara adidaya yaitu Uni Soviet,
yang diikuti dengan tercerai berainya persekutuan negara – negara blok Timur,
posisi rakyat dalam ikut menentukan kepemimpinan politik kembali mendapat
perhatian.
Salah
satu perwujudan keterlibatan rakyat dalam proses politik adalah pemilihan umum.
Pemilu merupakan sarana bagi rakyat untuk ikut menentukan figure dan arah
kepemimpinan negara dalam periode waktu tertentu. Ide demokrasi yang
menyebutkan bahwa dasar penyelenggaraan negara adalah kehendak rakyat merupakan
dasar bagi penyelenggaraan pemilu. Maka ketika demokrasi mendapatkan perhatian
yang luas dari masyarakat dunia, penyelenggaraan pemilu yang demokratis menjadi
syarat penting dalam pembentukan kepemimpinan sebuah negara.
Sayangnya
Pemilu yang berlangsung tidak dapat berjalan dengan yang semestinya yang mana masih
terdapat kesalahan dan penyimpangan yang di lakukan oleh para tokoh dalam
pemilu maupun para tokoh politik,yang mana menggunakan berbagai macam cara demi
mendapatkan suara dari rakyatnya,dengan cara menyogok,atau lewat money
politik(politik uang)yang mana di kenal dengan serangan fajar misalnya.
Serangan
fajar mungkin sudak tidak lazim lagi di dengar di masyarakat,bahkan ada yang
menunggu nunggu kedatangan sang serangan fajar.mengapa hal itu bias terjadi,nah
di sini kami sebagai penyusun makalah akan membahasnya secara perinci mengenai
BUDAYA POLITIK dalam Pemilu yang mana kami mengambil kasus Serangan fajar yang
mana sudah menjadi budaya berpolitik di Indonesia untuk mendapatkan suara
rakyat.
A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian
di atas ,maka rumusan masalah yang mantinya akan kami bahas dalam makalah ini
adalah sebagai berikut:
1
Apakah yang dimaksud Budaya politik dan pemilu.
2
Apa saja Tujuan dan Syarat dari Pemilu
3
Bagaimana
Potensi terjadinya Kecurangan dan antisipasinya dalam pemilu
4
Bagai mana Fenomena Serangan Fajar :
Money Politic
5
Latar Belakang Serangan Fajar(Money
Politic )
B.
Tujuan
Adapun tujuan
penyusun membuat makalah ini adalah
untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.
Agar Dapat Mengerti dan paham Apakah yang dimaksud Budaya
politik dan pemilu.
2.
Agar Dapat Mengerti dan paham Apa saja Tujuan dan Syarat
dari Pemilu
3.
Bagaimana
Potensi terjadinya Kecurangan dan antisipasinya dalam pemilu
4.
Agar Dapat Mengerti dan paham Bagai mana
Fenomena Serangan Fajar : Money Politic
5.
Agar Dapat Mengerti dan paham Latar Belakang
Serangan Fajar(Money Politic )
C.
Metode Penyusunan
Metode Penyusunan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu
pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku,
dokumen-dokumen laporan yang berlaku dan berkaitan dengan apa yang di Bahas.
2. Bahan – bahan tambahan yang
didapatkan melalui Intenet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Makalah ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan Makalah, metode penyusunan dan
sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA, Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian
/definisi dari materi yang akan di bahas dalam makalah ini Sebagai kajiannya.
BAB III : PEMBAHASAN, Pada bab ini menguraikan mengenai permasalahan yang
akan di kaji dalam penyusunan makalah ini yaitu Budaya Politik dalam Pemilu
BAB IV : PENUTUP, Pada bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan
saran dari penyusunan makalah kami mengenai Budaya Politik dalam Pemilu .
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
1.
Budaya
Politik
Budaya
politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara,
penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat
istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat
setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai
bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat
seluruhnya.
2.
Budaya
Politik Menurut Ahli
a.
Rusadi
Sumintapura
Budaya politik
tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap
kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
b.
Sidney
Verba
Budaya politik
adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai
yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c.
Alan
R. Ball
Budaya politik
adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan
nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu
politik.
d.
Austin
Ranney
Budaya politik
adalah seperangkat pandangan-pandangan tentang politik dan pemerintahan yang
dipegang secara bersama-sama; sebuah pola orientasi-orientasi terhadap
objek-objek politik.
e.
Gabriel
A. Almond dan G. Bingham Powell, Jr.
Budaya politik
berisikan sikap, keyakinan, nilai dan keterampilan yang berlaku bagi seluruh
populasi, juga kecenderungan dan pola-pola khusus yang terdapat pada
bagian-bagian tertentu dari populasi.
3.
Pengertian Pemilu
Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.
Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dariPresiden, wakil rakyat di
pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Padakonteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti proses
mengisi jabatan-jabatan sepertiketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini
kata 'pemilihan' lebih seringdigunakan.Sistem pemilu digunakan adalah asas
luber dan jurdil. Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut
konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilumenawarkan janji-janji dan
program-programnya pada masa kampanye.
Kampanyedilakukan selama waktu yang telah ditentukan,
menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan,
proses penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukanoleh aturan main atau
sistem penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dandisetujui oleh
para peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada masa kampanye.
Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan,
menjelang hari pemungutan suara.Setelah pemungutan suara dilakukan, proses
penghitungan dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem
penentuan pemenang yang sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para
peserta, dan disosialisasikan ke para pemilih.
4.
Sedangkan
Menurut Adam J.shon
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para
pemilih memilih orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik
tertentu.Pemilihan Umum 2009 di Indonesia itu membuka mata dunia bahwa
demokrasi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik di Indonesia. Selain sebagai negara
Muslim terbesar di dunia dan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, Pemilu
di Indonesia juga harus melakukan pemilihan terhadap ribuan calon legislatif
dan menyelenggarakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung.
B.
Tipe-tipe
Budaya politik
a.
Budaya
politik parokial
yaitu budaya politik yang tingkat partisipasi
politiknya sangat rendah. Budaya politik suatu masyarakat dapat di katakan
Parokial apabila frekuensi orientasi mereka terhadap empat dimensi penentu
budaya politik mendekati nol atau tidak memiliki perhatian sama sekali terhadap
keempat dimensi tersebut. Tipe budaya politik ini umumnya terdapat pada
masyarakat suku Afrika atau masyarakat pedalaman di Indonesia. dalam masyarakat
ini tidak ada peran politik yang bersifat khusus. Kepala suku, kepala kampung,
kyai, atau dukun,yang biasanya merangkum semua peran yang ada, baik peran yang
bersifat politis, ekonomis atau religius.
b.
Budaya
politik kaula (subjek)
yaitu budaya
politik yang masyarakat yang bersangkutan sudah relatif maju baik sosial maupun
ekonominya tetapi masih bersifat pasif. Budaya politik suatu masyarakat dapat
dikatakan subyek jika terdapat frekuensi orientasi yang tinggi terhadap
pengetahuan sistem politik secara umum dan objek output atau terdapat pemahaman
mengenai penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah. Namun frekuensi
orientasi mengenai struktur dan peranan dalam pembuatan kebijakan yang
dilakukan pemerintah tidak terlalu diperhatikan. Para subyek menyadari akan
otoritas pemerintah dan secara efektif mereka di arahkan pada otoritas tersebut.
Sikap masyarakat terhadap sistem politik yang ada ditunjukkan melalui rasa
bangga atau malah rasa tidak suka. Intinya, dalam kebudayaan politik subyek,
sudah ada pengetahuan yang memadai tentang sistem politik secara umum serta
proses penguatan kebijakan yang di buat oleh pemerintah.
c.
Budaya
politik partisipan,
yaitu budaya
politik yang ditandai dengan kesadaran politik yang sangat tinggi. Masyarakat
mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan
suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman
yang baik mengenai empat dimensi penentu budaya politik. Mereka memiliki
pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran
pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif
dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada
peran pribadi yang aktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan
evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.
C.
Tujuan Pemilu
Tujuan Pemilu Kita adalah mencoba membangun satu ruang
komunikasi, antarakonstituen dengan para pemegang policy (termasuk di dalamnya,
pihak Partai Politik,Calon Legislatif dan Calon Presiden). Lebih spesifik,
Pemilu Kita berusaha membangunsatu mekanisme, suatu cara, suatu prosedur yang
memungkinkan konstituen untuk berkomunikasi secara langsung dengan
pemegang policy, yang dari mekanisme atau caratersebut, memberi konstituen
alasan untuk memilih mereka.
D.
Syarat
Pemilu yang Demokratis
Disepakati bahwa pemilu merupakan
sarana demokrasi untuk membentuk kepemimpinan negara. Dua cabang kekuasaan
negara yang penting, yaitu lembaga perwakilan rakyat ( badan legislatif) dan
pemerintah (badan eksekutif), umumnya dibentuk melalui pemilu. Walau pemilu
merupakan sarana demokrasi, tetapi belum tentu mekanisme penyelenggaraannya pun
demokratis. Sebuah pemilu yang demokratis memiliki beberapa persyaratan.
a. Pertama, pemilu harus bersifat kompetitif,
artinya peserta pemilu baik partai politik maupun calon perseorangan harus
bebas dan otonom. Baik partai politik yang sedang berkuasa, maupun
partai-partai oposisi memperoleh hak –
hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.
Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya
hak politik yang sama dan dijamin oleh undang – undang (UU), seperti kebebasan berbicara, mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat.
Syarat kompetitif juga menyangkut perlakuan yang sama dalam menggunakan sarana dan prasarana publik, dalam melakukan kampanye, yang diatur dalam UU. Misalnya stasiun televisi milik negara harus memberikan kesempatan yang besar pada partai politik yang berkuasa, sementara kesempatan yang sama tidak diberikan pada partai-partai peserta pemilu lainnya
b. Kedua, pemilu harus diselenggarakan
secara berkala. Artinya pemilihan harus diselenggarakan secara teratur
dengan jarak waktu yang jelas. Misalnya setiap empat, lima, atau tujuh tahun
sekali. Pemilihan berkala merupakan mekanisme sirkulasi elit, dimana pejabat
yang terpilih bertanggung jawab pada pemilihnya dan memperbaharui mandat yang
diterimanya pada pemilu sebelumnya. Pemilih dapat kembali memilih pejabat yang
bersangkutan jika merasa puas dengan kerja selama masa jabatannya. Tetapi dapat
pula menggantinya dengan kandidat lain yang dianggap lebih mampu, lebih bertanggung
jawab, lebih mewakili kepemimpinan, suara atau aspirasi dari pemilih
bersangkutan. Selain itu dengan pemilihan berkala maka kandidat perseorangan
atau kelompok yang kalah dapat memperbaiki dan mempersiapkan diri lagi untuk
bersaing dalam pemilu berikut.
c. Ketiga, pemilu haruslah inklusif. Artinya
semua kelompok masyarakat baik kelompok ras, suku, jenis kelamin, penyandang
cacat, lokalisasi, aliran ideologis, pengungsi dan sebagainya harus memiliki
peluang yang sama untuk berpartisipasi dalam pemilu. Tidak ada satu kelompok
pun yang didiskriminasi oleh proses maupun
hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat.
hasil pemilu. Hal ini diharapkan akan tercermin dalam hasil pemilu yang menggambarkan keanekaragaman dan perbedaan – perbedaan di masyarakat.
d. Keempat, pemilih harus diberi keleluasaan
untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan alternatif pilihannya dalam suasana
yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan akses memperoleh informasi yang luas.
Keterbatasan memperoleh informasi membuat pemilih tidak memiliki dasar
pertimbangan yang cukup dalam menetukan pilihannya. Suara pemilih adalah
kontrak yang (minimal) berusia sekali dalam periode pemilu (bisa empat, lima,
atau tujuh tahun). Sekali memilih, pemilih akan ”teken kontrak” dengan partai
atau orang yang dipilihnya dalam satuperiode tersebut. Maka agar suara pemilih
dapat diberikan secara baik, keleluasaan memperoleh informasi harus benar-benar
dijamin.
e. Kelima, penyelenggara pemilu yang tidak
memihak dan independen. Penyelenggaraan pemilu sebagian besar adalah kerja
teknis. Seperti penentuan peserta pemilu, Pembuatan kertas suara, kotak suara,
pengiriman hasilpemungutan suara pada panitia nasional, penghitungan suara,
pembagian cursi dan sebagainya. Kerja teknis tersebut dikoordinasi oleh sebuah
panitia penyelenggara pemilu. Maka keberadaan panitia penyelenggara pemilu yang
tidak memihak, independen, dan profesional Sangay menentukan jalannya proses
pemilu yang demokratis. Jika penyelenggara merupakan bagian dari partai politik
yang berkuasa, atau berasal dari partai politik peserta pemilu, maka azas ketidakberpihakan
tidak terpenuhi. Otomatis nilai pemilu yang demokratis juga tidak terpenuhi.
Syarat Syarat Pemilu secara umum
Adapun
Syarat Syarat Pemilu yang mana terdiri atas:
1. Penyelenggaraan pemilu yang tidak
memihak dan independen
2. Tiingkat kompetitif dalam sebuah
pemilu
3. pemilu harus diselenggarakan secara
berkala
4. pemilu haruslah inklusif
5. pemilih harus diberi keleluasaan
untuk mempertimbangkan dan mendiskusikan
6. alternatif pilihannya dalam suasana
yang bebas, tidak dibawah tekanan, dan aksesmemperoleh informasi yang luas
E.
Asas Pelaksanaan Pemilu
waktu pelaksanaan, dan tujuan pemilihan diatur di dalam
Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2)UUD 1945, dan bukan di dalam Pasal 22E ayat (6)
yang mengatur tentang ketentuan pemberian delegasi pengaturan tentang pemilihan
umum dengan undang-undang.
Asas Pemilu Langsung, Umum, Bebas, dan Rahasia. Karena itu,
asas jujur dan adil iniseharusnya dijunjung tinggi oleh aparat pemerintah,
termasuk aparat Polri yang dalam pemilu harus bertindak netral dan tidak
memihak. ''Penyimpangan terhadap asas ini yangdilakukan oleh aparat pemerintah
termasuk aparat Polri akan mengakibatkan timbulnyakeraguan masyarakat terhadap
kemurnian hasil pemilu,'' katanya.Dia mengatakan, berdasarkan kajian panwas,
pelanggaran terhadap asas pemilu padahakikatnya adalah penyimpangan yang lebih
serius daripada penyimpangan administratif dan pidana. Pelanggaran ini
bisa disebut sebagai pelanggaran pemilu. Karena itu, panwasmerekomendasikan
kepada Polri untuk menerima dengan baik hasil klarifikasi dan pengkajian
kasus VCD yang dilakuan panwas. Selanjutnya mengambil tindakan yangtepat
terhadap aparatnya yang melanggar asas pemilu.
BAB III
PEMBAHASAN
Pelaksanaan
Pemilu Telah Berlangsung 57 Tahun Di
mulai sejak tahun 1955 yang mana merupakan pelaksaan pemili yang pertama kali
oleh Indonesia yang di ikutin oleh 28 partai,sungguh pesta demokrasi yang
besar.
Sayangnya
selama 57 tahun pemilu Di Indonesia Berlangsung tidak membuat sistem dan
pelaksaan pemilu di Indonesia berjalan secara dewasa nyatanya di dalam
memperoleh suara dalam pemilu para tokoh kanidat bersama “Tim
suksesnya”berlomba lomba mencuri suara rakyatnya dengan cara paksa dan tidak
labil,baik dengan iming imingan imbalan jika memilih,mencari perhatian lebih
bahkan sekarang ini ada yang di kenal dengan serangan fajar
Serangan
fajar yaitu berasal dari 2 kata yaitu serangan yang di artikan dalam bahasa
Indonesia adalah mendatangi untuk menyerang,melawan atau melanngar dan kata
fajar yang di artikan PAGI.jadi serangan fajar dapat di artikan sebagai
tindakan yang menyerang,melanggar yang mana di lakukan pada pagi hari.di
katakana melanngar karena kegiatan ini merupakan sebuah penyogokan,dalam contoh
Jika mau memilih kanidat/partai ini maka di beri imbalan,hal itu jelas sangat
melanngar tata aturan pemilihan umum,dan di katakana pula fajar karena
penyogokan itu lazim di lakukan pada pagi hari sebelum di mulainya proses
pengambilan suara.contohnya pagi pagi sebelum dilakukannya pemilu maka serangan
fajar mulai di luncurkan.
Sungguh
perpolitikan yang tidak sehat di lakukan oleh para tokoh politik di
Indonesia,imbasnya lagi lagi di rasakan oleh rakyat Indonesia yang manadengan
adanya serangan fajar,penyogokan,iming imingan tersebut rakyat tidak tepat
dalam pemilih pemimpin di Indonesia ini.hal ini di dasari karena rakyat
Indonesia memilih bukan karena dia pantas melainkan kana dia mampu untuk
menyogok dan memberikan iming imingan tersebut.akhirnya jangan heran jika
pemimpin kita banyak yang menyimpng dari yang seharusnya contoh kecilnya adalah
KORUPSI.korupsi merupakan budaya yang sudah biasa dan melekat pada jati diri
bangsa Indonesia,yang mana kembali kepada penyimpangan dalam pemilu
tersebut,korupsi di lakukan oleh para pejabat khususnya tokoh parpol untuk
mengembalikan modal,yang mana modal kampanyae yang di lakukan untuk meluluhkan
suara rakyat seperti serangan fajar tersebut.
Maka
dapat di simpulkan,siapa yang kuat dia yang menang,dan siapa yang punya duit
banyak dialah yang menang.dalam artian pemimpin yang di pilih oleh rakyat bukan
hasil cetakan dari murni suara rakyat melaikan dari kekayaan para pemimpin
tokoh plitik,wajar saja jika saat ini Indonesia menjadi bangsa yang terpuruk.jadi
dapat di pertanyakan Apakah kelangsungan Pemilu(penganbilan suara oleh rakyat
Indonesia)masih harus di pertahan kan.mengingat banyaknya terjadi penyimpangan
dan kecurangan dalam memperoleh suara,apakah kita harus melupakan sistem
demokrasi yang sangat kita banggakan ini.atau sistem pemilunya yang harus di
rombak.
A.
Potensi Kecurangan dalam Pemilu
Sebelum mengungkap potensi kecurangan dalam Pemilu, terlebih
dahulu diingatkan di sini yang akan diungkap bukan kecurangan yang terjadi dan
saya ketahui sendiri. Potensi kecurangan lebih kepada perkiraan, sangkaan,
peluang, celah, dimana kecurangan bisa terjadi dan dilakukan baik oleh
penyelenggara maupun peserta Pemilu.
Dalam hal ini, penyelenggara Pemilu adalah Komisi Pemilihan
Umum (KPU) di semua tingkatan beserta lembaga penyelenggara pembantu lainnya
(PPK, PPS, KPPS, PPDP) dan Badan atau Pengawas Pemilu di semua Tingkan.
Sedangkan peserta adalah partai politik atau perseorangan yang dicalonkan atau
mencalonkan dan menjadi calon peserta Pemilu yang akan dipilih dalam Pemilu
serta tim kampanye atau tim pemenangan Pemilu mereka. Potensi kecurangan pun
hanya yang berkenaan dengan penyelenggaraan di lapangan, tidak mencakup
kecurangan penggunaan anggaran, pengadaan barang dan jasa dan hal-hal lain yang
serupa dengan itu.
1.
Potensi
Kecurangan
Berikut potensi kecurangan dalam Pemilu yang disengaja atau
pun tidak acap terjadi dan luput atau memang tidak terdeteksi oleh
penyelenggara atau pun oleh peserta dan masyarakat:
a. Daftar Pemilih Tetap (DPT), dalam
daftar pemilih terbuka peluang masuknya pemilih yang tidak berhak berdasarkan
peraturan perundang-undangan Pemilu. Selain pada pelaksanaan Pemilu yang
bersifat nasional, masuknya pemilih dari propinsi dan kabupaten lain yang
sengaja atau sukarela mendaftar dan/atau didaftarkan oleh petugas pendaftaran
pemilih. Masih terdapatnya pemilih yang sudah tidak lagi berhak memilih dalam
DPT karena berbagai sebab; anggota TNI/Polri terlebih yang bertugas di lapangan
dengan pakaian sipil dan tidak terdeteksi oleh petugas pendaftar pemilih;
pemilih yang terdaftar lebih dari satu kali, bisa karena kelalaian petugas
dalam menghapus nama pemilih dimaksud atau bisa juga nama pemilih yang
terdaftar dengan nama berbeda untuk satu orang pemilih.
b. Money
Politik,
penggunaan uang untuk membeli suara pemilih masih efektif digunakan guna
mendulang suara sebanyak-banyaknya. Peraturan perundang-undangan Pemilu belum
secara efektif bisa menjerat pelaku dan calon yang diuntungkan olehnya,
biasanya yang membagi-bagi uang bukan tim kampanye atau sebutan lainnya, tetapi
oknum yang dabayar untuk melakukan itu. Sehingga saat tertangkap basah-pun,
sanksi sulit secara langsung bisa dikenakan kepada calon terlebih bila sang
calon kemudian dinyatakan terpilih dan terlantik sementara proses penanganan
secara hukum belum juga rampung. Beberapa elemen masyarakat masih memiliki
prinsip pragmatis “siapa yang memberi uang dia yang dipilih” atau “memilih
siapapun sama saja, jadi pilih saja yang memberi uang”, menyuburkan praktek
politik uang ini.
c. Penggunaan surat suara Pemilu yang
tidak terpakai untuk menambah perolehan suara calon tertentu, praktek ini bisa
dilakukan oleh penyelenggara Pemilu di TPS bersama atau sendiri, diketahui atau
tidak oleh para saksi, pengawas, pemantau, masyarakat setempat. Dalam peraturan
perundang-undangan Pemilu, surat suara tidak terpakai karena ketidakhadiran
pemilih harus dinyatakan tidak berlaku dan diberi tanda centang [X],
dicantumkan dalan berita acara yang diketahui dan ditandatangani saksi-saksi.
Meskipun begitu masih saja terbuka peluang digunakannya surat suara tidak
terpakai secara diam-diam atau atas kerjasama antara oknum-oknum yang terlibat
di dalamnya.
d. Terlibatnya secara masif aparat
pemerintahan dalam pemenangan calon tertentu, menggiring suara pemilih dan
terkadang juga mendikte pemilih untuk memilih calon tertentu. Meskipun
peraturan perundang-undangan untuk itu sudah ada, keterlibatan aparat
pemerintahan masih kerap muncul. Keterlibatan ini bisa dimulai sejak rekruitmen
penyelenggara Pemilu sampai pada saat rapat pleno penghitungan suara dilakukan.
Beberapa aduan untuk praktek ini kerap sampai ke meja MK, tapi karena tidak
cukup bukti, tidak cukup memengaruhi perolehan suara dan alasan lainnya, kerap
kandas dan ditolak.
e. Berubahnya perolehan suara pada saat
rapat pleno penghitungan suara dilakukan. Meskipun pada saat dilakukan
penghitungan suara dihadiri oleh para saksi, pengawas, pemantau, dan
masyarakat, kecurangan ini masih bisa dilakukan secara diam-dian atau atas
kerjasama antara mereka yang terlibat. Sangat mudah menambah entri pada saat
dilakukannya penghitungan suara terlebih bila itu dilakukan dengan media
komputer, pun penambahan entri secara diam-diam dalam penghitungan manual.
2.
Antisipasi
Terjadinya Kecurangan
Untuk
mengantisipasi agar kecurangan tidak terjadi, penyelenggara Pemilu, peserta dan
juga masyarakat secara luas harus terlibat secara aktif dalan hal pengawasan penyelenggaraan
Pemilu di semua tingkat. Keterlibatan secara aktif itu harus pula disertai
pengetahuan yang cukup terhadap peraturan perundang-undangan Pemilu, mekanisme
serta teknis di lapangan.
Masyarakat, peserta Pemilu baik calon maupun tim
pemenangan/tim sukses, para saksi, harus aktif mengawasi jalanya proses
penyelenggaraan dan melaporkannya kepada Panwas Pemilu saat ditemukan adanya
dugaan kecurangan. kesediaan melapor dan menjadi saksi serta mengumpulkan bukti
atas pelanggaran dan kecurangan Pemilu akan sangat berarti bagi tegaknya
demokrasi di tanah air. Satu suara menentukan masa depan bangsa, gunakan
hak pilih secara cerdas dan bijak, jadi tolok ukur kepemimpinan satu periode ke
depan.
B. Fenomena Serangan Fajar : Money Politic
Menurut UU
pemilu No.3 tahun 1999, UU pemilu No.12 tahun 2003 dan UU pemilu No. 10 tahun
2008, tentang pemilihan umum, pada umumnya penjelasan kata-perkatanya sama:
merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan Negara yang berdaulat.
Pemerintah
Negara yang di bentuk melalui pemilihan umum itu adalah berasal dari rakyat,
dijalankan sesuai dengan kehendak rakyat, dan diabadikan untuk kesejatraan
rakyat. Ali moertopo mengungkapkan pendapatnya tentang pemilu sebagai sarana
demokrasi penting. Pemilu merupakan hal nyata keikutsertaan rakyat dalam
kehidupan kenegaraan hal tersebut karna rakyat punya hak memilih dengan bebas
wakil-wakilnya.
Pesta demokrasi
rakyat yang diselenggarakan lima tahun sekali, pelaksanaan ajang tahunan ini,
lebih jauh lagi akan menjadi piagam hitam
Award tersendiri bagi pelaku-pelaku oportunis yang suka bergentayangan.
Sarana demokrasi berubah menyerupai setan-setan kedurhakaan dalam bentuk produk
serangan fajar dari tahun ke tahun pasti tak dapat terhindarkan.
Bukan peluru
yang dimuntahkan dari mulut senjata laras panjang sebagai tanda mulainya
peperangan namun, kejadiannya ialah: serentetatan tembakan sembilan bahan pokok
dan uang dan iming-iming dan kepalsuan janji-janji datang dengan dadakan silih
berganti di waktu subuh. Saya, tidak menjastifikasi tapi, bisa dikatakan
politik dagang sapi elite partai selalu dinakodai oleh sub politik terpelajar
partai politik. Padahal, ada formula instant legal yang bisa di pakai tanpa
mengunakan pelaksanaan yang berdampak pada pencitraan keburukan seberapa tinggi
atau rendah, tingkat sosial si-calon bersangkutan, semakin memberi semakin
dikenal, semakin besar pula kemungkinan menang pertarungan.
Terbukti mereka
menggunakan segala cara-cara marketing politik yang sangat professional agar
suara rakyat dapat diperjual belikan sebagai lahan komoditi bisnis politik
sesaat yang sangat mengiurkan untuk merebut kursi-kursi pertarungan eksekutip
maupun legislatife.
Berdasarkan
pasal 22E ayat 1 UU dasar Negara republik Indonesia tahun1945, pemilu
dilaksanakan yaitu, langsung, bebas, umun, rahasia, jujur dan adil. Sangat
penting mengedepankan aspek demokrasi yang didasarkan peraturan berlaku dalam
pengambilan keputusan atau pembuat kebijakan agar kebijakan yang dibuat
mendapat dukungan dari pelaksanaan kebijakan dibuat.
Fenomena yang
sesuai dengan sepenggal penjelasan diatas merupakan hal yang masi sangat sulit
diberantas. Teori dan ketetepan aturan undang-undang hanya pelengkap sistim
Ke-Negaraan, politik Indonesia. Maka itu, praktek serupa sangat tidak baik bagi
proses pendidikan politik dan demokrasi rakyat. Harus bisa sedapat mungkin
diminimalisir, kalau memang tak bisa diratakan secara keseluruhan.
Dipelajari
secara seksama kesempatan ini, ada pertanyaan sampe mana tingkat kesejahraan
rakyat ikut serta dalam kehidupan bernegara? Belum bisa terjawap, karna
relatife rendahnya tingkat kesejatraan masyarakat Indonesia, buruknya
infrakstruktur pendukung yang membuat pemilih mudah terprofokasi kampanye
kambing hitam. Dengan bertambahnya masalah yang sengaja terciptakan tanpa ujung
penyelesaian. Maka rekam jejak, kejujuran, intregritas sang tokoh sebagai
pertimbangan utama menjatuhkan pilihan bagi pemilih tidak lagi digunakan untuk
bahan rasionalitas memilih apabilah nanti menghadapi bilik suara. Karna
sebagian masyarakat sudah terkontaminasi ke alur pemikiran se-bungkus nasi
bungkus yang dimana memandang pemilu ajang isi perut masal.
Oleh sebab itu,
ada beberapa pengangamat politik menyatakan bahwa partai politik harus
bertanggung jawap, ungkapan tangung jawap: turut merghadirkan peran partai
politik sangat dasyat atas kejadian-kejadian money politik yang terus terjadi,
parpol di nilai keliru melakukan sosialisasi politik sistim social dan sistim
politik bukan sosialisasi dilalukan parpol tapi pencitraan menggunakan uang.
Dampaknya sistim politik tersebut mengalami penyesuaian perubahan yang
dikehendaki actor intelektual elit politik..
C.
Latar
Belakang Serangan Fajar(Money Politic )dalam Pendekatan Konflik dan Struktural
Fungsional
1. Pendekatan Konflik
Terjadinya
money politic salah satunya disebabkan oleh adanya suatu persaingan antara
caleg-caleg yang bersaing bebas dalam pemilu. Caleg-caleg tersebut bersaing
untuk mendapatkan suara pemilih sebanyak-banyaknya. Namun cara untuk
mendapatkan suara sering tidak sesuai dengan pagu yang ada, karena masyarakat
dipandang sebagai suatu komunitas yang materialistis.
Pandangan para caleg yang seperti itu cukup wajar karena masyarakat kebanyakan
tidak mengetahui profil caleg yang akan dipilihnya.
Di sisi lain
berdasarkan Undang-undang Nomor 02 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan
Undang-undang Nomor 10 tentang Pemilu, sangat dilarang untuk menggunakan
politik uang seperti yang telah banyak terjadi, karena politik uang sama saja
dengan “membeli” suara rakyat.
Politik uang tidak akan memberikan pendidikan
politik yang baik bagi rakyat yang notabene baru masuk era demokratisasi
sekarang ini. Kesenjangan kepentingan antara Caleg dan aturan (undang-undang)
yang berlaku dapat dilihat dari kacamata teori ilmu sosial. Fenomena di atas
dapat dikaji dengan menggunakan pendekatan atau teori konflik. Teori konflik
ini salah satunya mengkaji penyebab timbulnya konflik dalam masyarakat. Salah
satu teori yang menyebabkan timbulnya konflik adalah teori kebutuhan masyarakat.
Teori Kebutuhan
Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan
dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi
(Navastara, 2007). Keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi
sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran dari teori ini adalah membantu
pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan
bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu, dan agar pihak-pihak yang mengalami
konflik mencapai kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.
2. Pendekatan Struktural Fungsional
Teori
struktural fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem
yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan.
Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan
kelangsungan hidup dari sistem. Fokus utama dari berbagai pemikir teori
fungsionalisme adalah untuk mendefinisikan kegiatan yang dibutuhkan untuk
menjaga kelangsungan hidup sistem sosial. Terdapat beberapa bagian dari sistem
sosial yang perlu dijadikan fokus perhatian, antara lain : faktor individu, proses sosialisasi, sistem ekonomi, pembagian kerja
dan nilai atau norma yang berlaku.
Talcott Parsons
melahirkan teori fungsional yang dalam pemikirannya mempunyai komponen utama
adanya proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat tersusun
dari sekumpulan subsistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun berdasarkan
makna fungsionalnya bagi masyarakat yang lebih luas. Ketika masyarakat berubah,
umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk
menanggulangi permasalahan hidupnya. Dapat dikatakan Parsons termasuk dalam
golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan (Widodo, 2008).
Dari kedua
Pendekatan tersebut dapar di ambil kesimpulan bahwa terjadinya politik
uang(money politic)contohnya saja seperti suara rakyat di latar belakangi oleh:
1.
Faktor
Persaingan
Sebagai Negara
yang Demokrasi dan negara yang menjunjung tinggi HAM maka tidak heran di
Indonesia banyak tokoh tokoh,kanidat kanidat politik yang ingin merebut kursi
jabatan/menjadi penguasa di Negara Kesatuan Indonesia ini.dengan banyaknya
keinginan tersebut maka timbulah persaingan di antara masing masing kelompok
politim yang mana masing masing kelompok mempunyai strategi masing masing dalam
memenagkan peperangan.contohnya saja dalam mencuri suara rakyat,dengan adanya
persaingan maka masing masing kelompok politik menggempur sebuah cara agar
mendapatkan suara rakyat terbanyak melalui politik uang(Money politik)seperti
serangan fajar minsalnya.
Maka tidak
heran bahwa faktor persainganlah yang terutama memicu munculnya money politik
di Indonesia meskipun persaingan tersebut tergolong persaingan yang tidak
sehat.tetapi dalam politik tidak mengenal haram dan halalnya.
2.
Faktor
Ekonomi
Keterpurukan
Ekonomi di Indonesia dan masih banyaknya angka kemiskinan yang menjadi latar
belakangnya politik uang(many politik).para tokoh politik (kanidat)menganggap
rakyat adalah seorang yang materealistis,yang mudah terbuai oleh
Rupiah,sehingga suara rakyat pun dapat di nilaunya dengan uang
Masyarakat yang
memang sangat membutuhkan uang ,sangat ikhlas dan rela suaranya di hargai oleh
para pelaku money politik,menurut orang dari kalangan ekonomi kurang hal
tersebut malah merupakan kesempatan emas untuk memperoleh Uang,sangat rugi jika
suaranga tidak di hargai se sen pun.oleh karena itu jangan heran orang dari
kalangan bawah justru menunggu adanya money politik tersebut,lewat serangan
fajar misalnya.
3.
Faktor
Pengawasan
Kurangnya
pengawasan atau tidak jalannya pengawasan terhadap pemilu merupakan latar
belakang yang membuat berjamurnya politik uang di Indonesia,hal tersebut
terjadi karena orang yang mengawas/aparat yang mengawas justru ikut serta dalam
pelaksanaan money politik tersebut.di jaman sekarang ini apa sih yang tidak
jika ratusan bahkan jutaan rupiah ada di depan mata.jangankan aparan mungkin binatang
jika bias bicara mereka akan berkata”mana bagian ku”sangat menyedihkan.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya
politik merupakan pola perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan benegara,
penyelenggaraan administrasi negara, politik pemerintahan, hukum, adat
istiadat, dan norma kebiasaan yang dihayati oleh seluruh anggota masyarakat
setiap harinya. Budaya politik juga dapat di artikan sebagai suatu sistem nilai
bersama suatu masyarakat yang memiliki kesadaran untuk berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan kolektif dan penentuan kebijakan publik untuk masyarakat
seluruhnya.
Pemilu adalah suatu proses di mana para pemilih memilih
orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.
Jabatan-jabatan yang disini beraneka-ragam, mulai dariPresiden, wakil rakyat di
pelbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Menurut UU pemilu No.3
tahun 1999, UU pemilu No.12 tahun 2003 dan UU pemilu No. 10 tahun 2008, tentang
pemilihan umum, pada umumnya penjelasan kata-perkatanya sama: merupakan sarana
demokrasi guna mewujudkan sistem
pemerintahan Negara yang berdaulat. Pemerintah Negara yang
di bentuk melalui pemilihan umum itu adalah berasal dari rakyat, dijalankan
sesuai dengan kehendak rakyat, dan diabadikan untuk kesejatraan rakya
DAFTAR PUSTAKA
Tanpa Nama.Pemilu dan Politik http.//.wikipedia.com.Di unduh 05 April 2012.samarinda.
Tanpa Nama.definisi Budaya
Politik : http.//.google.wikipedia.com.Di unduh 05 April
2012.samarinda.
Tanpa Nama.Pelaksaan Pemilu
di Indonesia: http.//.google.wikipedia.comDi unduh 05 April
2012.samarinda.
DetikNews.Serangan Fajar:
http.//.Detik.Ne.ws.com.Di unduh 05 April 2012.samarinda.
VivaNews.Serangan Fajar: http.//.Viva.News.com.Di unduh 05 April
2012.samarinda.
Carlton
Clymer Rodee, Thomas H. Greene ( 2006 ) Pengantar Ilmu politik. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….............................…. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….…..........………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang…………………………………………………………..…………. 1
2.
Rumusan
masalah……………………………………………………..…………… 2
3.
Tujuan……………………………………………………………….……………... 2
4.
Metode Penyusunan……………………………………………………..…………. 3
5.
Sistematika
Penulisan………………………………………………..…………….. 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian
1. Pengertian Budaya Politik……………………………………………..………… 4
2. Pengertian
Budaya Politik Menurut Ahli…………………………………...…… 4
3. Penertian Pemilu……………………………………………………………..…... 5
B. Tipe tipe budaya politik…………………………………………………….………. 6
C. Tujuan pemilu …………………………………………………………...………… 8
D. Syarat Pemilu yang
Demokratis…………………………………………….………. 8
E. Asas pelaksanaan pemilu……………………………………………………..…….. 11
BAB III PEMBAHASAN
A. Potensi kecurangan Dalam
Pemilu
1. Potensi Kecurangan………………………………………………………..………. 14
2. Antisipasi terjadinya
Kecurangan…………………………………………..……… 16
B.
Fenomena serangan Fajar (money politik)……………………………………...……... 17
C.
Latar belakang serangan Fajar (money politik )
dalam pendekatan
konflik dan struktur fungsional………………………………………………...………. 19
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan……………………………………………………………….……………. 23
Daftar Pustaka
Makalahnya bagus
ReplyDeletemakalahnya toop
ReplyDeletePendidikan politik yg bagus
ReplyDeletesaya suka makalah nya
ReplyDelete