Makalah Pkn Media masa sebagai alat Perpolitikan Di indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Merupakan suatu Kebiasaan atau tingkah laku seseorang,yang mana berarti budaya politik merupakan kebiasaan atau tingkah laku yang sering di lakukan dalam berpolitikan,dalam hal ini media massa merupakan salah satu alat yang sering di gunakan dalam perpolitikan di Indonesia,yang mana pada era reformasi kini media massa mampu memberikan Pengaruh yang Besar kepada masyarakat di berbagai kalangan.
Media massa dan politik bagaikan dua sisi mata uang, Apabila kita mencoba mencari persamaan antara media dan politik maka kita akan menemukan beberapa hal antara lain; pertama, media dan politik sama-sama memiliki hubungan dengan orang banyak. Kedua, dibutuhkan dan membutuhkan oleh masyarakat. Ketiga, media massa bisa memediasi kegiatan politik dan terakhir media massa dapat dijadikan sebagai ruang lalu lintas. Keempat persamaan
tersebut tak lepas dari adanya fungsi media yaitu sebagai sarana penyampai informasi, memberikan pendidikan kepada masyarakat, digunakan sebagai alat control social, dan terakhir sebagai sarana untuk menghibur masyarakat.
Lebih lanjut dikatakan bahwa media dan politik merupakan dua hal yang saling membutuhkan. Media memerlukan politik yang hangar bingar, cepat, tak memerlukan kedalaman berpikir dan terdiri dari tokoh-tokoh antagonis dan protagonist. Di sisi lain politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak diciptakan, kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media.
Media sendiri memiliki kemampuan untuk mereproduksi citra yang dahsyat, dalam reproduksi citra tersebut beberapa aspek bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas aslinya. Kemampuan inilah yang digunakan oleh para politisi sebagai sebuah amunisi untuk mencitrakan diri mereka terutama menjelang pemilu. Ketika melihat hal demikian kita patut bertanya, apakah media netral atau berpihak pada politisi ? Bisa ya bisa juga tidak, karena netralitas atau keberpihakan media terhadap politik di Indonesia tidak ada aturan yang jelas, dan tidak ada Undang-Undang yang mengatur, apalagi didalam dunia politik.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami sebagai kelompok yang menyusun makalah ini akan coba membahas mengenai MEDIA sebagai ALAT PERPOLITIKAN DI INDONESIA,yang mana nantinya akan kami bahas lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas ,maka rumusan masalah yang mantinya akan kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1 Apakah yang dimaksud Budaya politik dan media Massa.
2 Apa saja Bentuk bentuk,karakteristik dan manfaat dari media massa itu
3 Apa saja pengaruh Media dalam politik di Masyarakat
4 Bagai mana Contoh kasus Media dan tokoh politik (parpol)
5 Bagaimana Efek yang di timbulkan dari media massa
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui dan paham Apakah yang dimaksud Budaya politik dan media Massa.
2. Agar dapat mengetahui dan paham Apa saja Bentuk bentuk,karakteristik dan manfaat dari media massa itu
3. Agar dapat mengetahui dan paham Apa saja pengaruh Media dalam politik di Masyarakat
4. Agar dapat mengetahui dan paham Bagai mana Contoh kasus Media dan tokoh politik (parpol)
5. Agar dapat mengetahui dan paham Bagaimana Efek yang di timbulkan dari media massa
D. Metode Penyusunan
Metode Penyusunan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan yang berlaku dan berkaitan dengan apa yang di Bahas.
2. Bahan – bahan tambahan yang didapatkan melalui Intenet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Makalah ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan Makalah, metode penyusunan dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA, Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian /definisi dari materi yang akan di bahas dalam makalah ini Sebagai kajiannya.
BAB III : PEMBAHASAN, Pada bab ini menguraikan mengenai permasalahan yang akan di kaji dalam penyusunan makalah ini yaitu Media Sebagai alat Berpolitik
BAB IV : PENUTUP, Pada bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari penyusunan makalah kami mengenai Media Sebagai alat Berpolitik .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Budaya
Budaya merupakan suatu kebiasaan ataupun tingkah laku,tata cara yang mana sudah menjadi kebiasaan dalam melakukan segala hal.
2. Politik
a. Rod Hague
Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
b. Andrew Herwood
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama.
3. Budaya politik menurut Ahli
a. Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
b. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
4. Media massa
Media Massa (Mass Media) adalah chanel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication).
Yang termasuk media massa terutama adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai The Big Five of Mass Media (Lima Besar Media Massa), juga internet (cybermedia, media online).
5. Media Masa menurut Para ahli
a. Cangara, 2002
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV .
b. Rakhmat, 2001
Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi .
c. Liliweri, 2001
Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan, dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis media massa yaitu media yang berorentasi pada aspek:
1) penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak,
2) pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan
3) pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat ferbal visual vokal .
B. Jenis-jenis media massa
1. Media massa tradisional
Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
a. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
b. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
c. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.
d. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
2. Media massa modern
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
a. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)
b. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual
c. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
d. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
e. Penerima yang menentukan waktu interaksi
C. Bentuk bentuk Media Massa:
1. Media Massa Cetak (Printed Media).
Media massa yang dicetak dalam lembaran kertas.Dari segi formatnya dan ukuran kertas, media massa cetak secara rinci meliputi:
a. koran atau suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano),
b. tabloid (1/2 broadsheet),
c. majalah (1/2 tabloid atau kertas ukuran folio/kwarto),
d. buku (1/2 majalah),
e. newsletter (folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8), dan
f. buletin (1/2 majalah, jumlah halaman lazimnya 4-8). Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan: berita, opini, dan feature.
2. Media Massa Elektronik (Electronic Media).
Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film.
3. Media Online (Online Media, Cybermedia),
yakni media massa yang dapat kita temukan di internet (situs web).
D. Peran Media Massa
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni:
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi.
2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.
4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma.
5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
E. Karakteristik Media Massa
1. Publisitas,
yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak.
2. Universalitas,
pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).
3. Periodisitas,
tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari.
4. Kontinuitas,
berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan priode mengudara atau jadwal terbit.
5. Aktualitas,
berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik.
F. Fungsi Media Massa
1. Fungsi-fungsi media massa pada budaya
a. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
b. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
c. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
d. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).
2. Fungsi menurut para ahli
Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut.
a. Harold D. Laswell:
1) Informasi (to inform)
2) Mendidik (to educate)
3) Menghibur (to entertain)
b. Wright:
1) Pengawasan (Surveillance) – terhadap ragam peristiwa yang dijalankan melalui proses peliputan dan pemberitaan dengan berbagai dampaknya –tahu, panik, terancam, gelisah, apatis, dsb.
2) Menghubungkan (Correlation) – mobilisasi massa untuk berpikir dan bersikap atas suatu peristiwa atau masalah.
3) Transmisi Kultural (Cultural Transmission) – pewarisan budaya, sosialisasi.
4) Hiburan (Entertainment).
c. De Vito:
1) Menghibur
2) Meyakinkan – e.g. iklan, mengubah sikap, call for action.
3) Menginformasikan
4) Menganugerahkan status – menunjukkan kepentingan orang-orang tertentu; name makes news. “Perhatian massa = penting”.
5) Membius – massa terima apa saja yang disajikan media.
6) Menciptakan rasa kebersatuan –proses identifikasi.
d. UU No. 40/1999 tentang Pers:
1) Menginformasikan (to inform)
2) Mendidik (to educate)
3) Menghibur (to entertain)
4) Pengawasan Sosial (social control) –pengawas perilaku publik dan penguasa.
G. Pengaruh media massa
1. Pengaruh media massa pada budaya
Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:
a. skala kecil (individu) dan luas (masyarakat)
b. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi.
Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu :
a. Siapa (who)
b. Pesannya apa (says what)
c. Saluran yang digunakan (in what channel)
d. Kepada siapa (to whom)
e. Apa dampaknya (with what effect)
Model ini adalah garis besar dari elemen-elemen dasar komunikasi. Dari model tersebut, Laswell mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media.
2. Pengaruh media massa pada pribadi
Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari:
a. Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.
b. Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi memengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
c. Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus.
d. Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain .
H. Sejarah Media massa(Pers )Di Indonesia
1. Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.
2. Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
3. Masa Revolusi Fisik
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
4. Masa Demokrasi Liberal
Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan. mungkin kontol
5. Masa Demokrasi Terpimpin
Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga meletusnya Gerakan 30 September 1965.
6. Masa Orde Baru
Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan. Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Masa Reformasi
Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.
BAB III
PEMBAHASAN
Media Merupakan salah satu sejata ampuh untuk memenagkan politik,yang mana media sangat akrap dan dikenal di kalangan masyarakat luas,apalagi pada masa reformasi warga masyarakat di perbolehkan menyampaikan pendapat,aspirasi,argument,pers seluas luasnya.dan siapa yang tidak kenal dengan media masa , baik Televisi , radio, Koran, majalah , Internet dll , di jaman Globalisasi Media merupakan hal yang tidak lebas dari kehidupan sehari hari.oleh karena itu para tokoh politik pun tidak menyia nyiakan kesempatan untuk ambil bagian dalam media tersebut,misalkan menggunakan Media massa sebagai alat atau komunikasi politiknya.
Menurut terori Jarum HIpodemik,jika pesan politik yang di sampaikan oleh komunikator kepada penerima informasi(masyarakat)di sampaikan lewat media maka pesan tersebut akan menimbulkan efek Positif(kebaikan)dari pesan politik yang di sampaikan.dalam hal ini pesan politi yang bersifat ajakan,rayuan,bujukan akan di terima baik oleh masyarakat luas.
Mengutip dari teori di atas maka tidak heran para tokoh politik tidak menyia nyiakan teknologi masa Global seperti Media massa untuk mempraktekkan dan menjual tawaran politiknya secara Luas.
B. Empat pengaruh Media dalam politik di Masyarakat
1. Penambahan informasi
Hampir sebagian besar orang dewasa menyatakan bahwa mereka mendapatkan hampir seluruh informasi tentang berbagai peristiwa dunia maupun nasional dari media massa. Secara umum, studi telah menunjukkan bahwa masyarakat yang banyak mengkonsumsi media biasanya memiliki pengetahuan yang lebih baik dan aktual daripada yang tidak atau kurang memanfaatkan media.
Namun hal ini lebih berlaku untuk media cetak ketimbang televisi.
Kelemahan media televisi ada pada kecenderungannya untuk lebih menyorot hal-hal yang ‘menghebohkan’, seperti huru-hara saat demonstrasi, reaksi elemen masyarakat terhadap kandidat tertentu, dan sebagainya. Kecenderungan ini akhirnya mengabaikan substansi isu politik itu sendiri.
2. Efek Kognitif
Media memiliki kemampuan untuk ‘mengatur’ masyarakat, not what to think, but what to think about. Penjelasan pada kalimat yang ‘indah’ ini ialah media cenderung mengarahkan masyarakat memikirkan hal-hal yang tersaji dalam menunya, bukan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar masyarakat itu sendiri. Saat media A berbicara tentang Inul, merembet pada media lain, masyarakat pun ikut terlena didalamnya. Masalah kebanjiran yang menjadi langganan Jakarta pun tidak lagi terlalu mengusik, hingga tiba saat kondisi riil musibah itu.
Perhatian masyarakat cenderung lebih dipengaruhi gambaran media daripada situasi nyata dunia. Contoh lain, semakin banyak media yang mengusung dan mengemas berita kriminal, masyarakat mungkin saja menjadi yakin bahwa ada suatu gelombang kejahatan, tanpa perlu lagi memastikan atau mencari tahu informasi sebenarnya apakah kejahatan memang meningkat, menurun atau konstan. Oleh kareena itulah, materi dalam media dapat menentukan ‘agenda publik’, yaitu suatu topik yang menjadi perhatian atau minat masyarakat serta mencoba untuk direspon.
3. Perilaku memilih
Secara luas, media lebih cenderung menguatkan tujuan-tujuan yang ada dalam pemungutan suara daripada merubahnya. Seperti telah disinggung diawal bahwa peran utama media dalam suatu pemilihan umum ialah menfokuskan perhatian masyarakat pada kampanye yang sedang berlangsung serta berbagai informasi seputar kandidat dan isu politik lainnya. Walaupun mungkin tidak memberi dampak langsung untuk merubah perolehan jumlah suara, namun media tetap mampu mempengaruhi banyaknya suara yang terjaring dalam suatu pemilu.
4. Efek dalam sistem politik
Televisi telah merubah wajah seluruh sistem politik secara luas dengan pesat. Media ini tidak hanya mempengaruhi politik dengan fokus tayangan, kristalisasi atau menggoyang opini publik, namun secara luas berdampak pada para politisi yang memiliki otoritas dalam memutuskan kebijakan publik.
Media, dengan publisitas, pemasangan iklan dan ulasan beritanya, juga memiliki kemampuan yang kuat untuk secara langsung mempengaruhi meningkatnya jumlah dana dalam suatu kampanye politik. Begitu penting dan besarnya peran berita atau ulasan-ulasan media dalam suatu pemilihan umum, maka baik staf maupun kandidat politik sebenarnya telah menjadi media itu sendiri.
C. Media Massa: Alat Politik atau Ruang Publik
Media massa memiliki peran penting bagi negara dan masyarakat. Kehadiran media ditengah relasi keduanya dapat menciptakan keseimbangan dengan adanya sharing informasi dan aspirasi. Dalam posisi ini, media menjadi ruang yang potensial dalam menegakkan demokrasi. Namun kadang kala media cenderung digunakan sebagai alat politik, sebagaimana yang terjadi di Indonesia saat ini.
Sebenarnya sudah sejak dulu media massa telah menjadi alat untuk menyalurkan aspirasi politik. Dari zaman demokrasi liberal dan orde baru fenomena politik pada media nampak dengan diwadahi oleh kebijakan. Tidak kalah dengan itu, di era reformasi, dimana media diharapkan menjadi ruang publik, pun tidak luput dari adanya desain politik yang bermain atas media tersebut. Media menjadi tempat yang paling ampuh untuk menggalang kekuatan bagi pemiliknya, yang tidak lain adalah aktor atau pesaing-pesaing di arena politik.
Sangat jelas berbagai tayangan TV One ataupun Metro TV misalnya, mengandung unsur-unsur politik yang mewarnai isu-isu media yang diangkatnya. Alhasil, media tidak lagi bebas nilai atau telah terkooptasi oleh adanya kepentingan tertentu dari pemilik media.
Media sebagai alat politik lumrah terjadi justru pada negara yang menganut paham demokrasi. Namun hal yang penting dicermati adalah demokrasi tidak hanya dimaknai secara minimal, seperti saat pemilihan wakil-wakil rakyat (pemilu). Dalam argumen Bang Abrar – untuk lebih mengakrabkan pemantik – demokrasi yang lebih luas, menempatkan media sebagai ruang publik untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Disamping, juga berperan sebagai ruang mempertanggungjawabkan amanah rakyat oleh perwakilan rakyat.
Jadi instrumentasi politik yang diperankan media, telah membuat media menjadi aktor politik lain yang memiliki keberpihakan, tergantung pada nilai yang diusungnya, "berpihak pada rakyat atau kepentingan tertentu". Meskipun demikian, media seharusnya dapat membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan kritik bagi keberlangsungan demokrasi.
Media massa dalam bentuk televisi, adalah ruang publik yang telah diatur oleh negara dalam konstitusi. Seperti yang digambarkan oleh Bang Abrar bahwa media televisi menggunakan basis material udara dan gelombang elektromagnetis untuk menjalankan misinya. Sementara udara dan frekuensinya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang diatur negara. Dengan alasan ini, media televisi seharusnya terbebas dari dominasi pihak tertentu dalam penggunaannya sebagai ruang publik.
Dapat dilihat kondisi media televisi di Indonesia justru terjadi sebaliknya. Media televisi didominasi oleh pihak tertentu yang mampu memberi akomodasi materil yang besar untuk mengambil durasi waktu yang lebih lama. Baik pada televisi Lokal maupun televisi nasional, gejala ini seolah berlangsung tanpa ada kritik, adanya pelanggaran terkait penyimpangan ruang publik. Padahal mekanisme ini telah melanggar kepentingan publik dalam memanfaatkan ruang publik secara adil.
"Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral. Politik ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani melontarkan kritikan"
Saat ini sudah sangat jarang televisi menyiarkan hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak politik warga negara, atau yang mampu mengarusutamakan demokrasi melalui media. Yang marak bermunculan di media justru wacana-wacana yang saling kontroversi yang membingungkan publik, bahkan menciptakan "pembodohan publik". Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral.
Politik ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani melontarkan kritikan. Lalu hal ini kemudian bertambah parah dengan kurangnya sensitifitas kultural masyarakat dalam menanggapi dinamika politik media yang sedang berlangsung. Jika demikian, masih patutkah media sepenuhnya dipersalahkan?
D. Membongkar Kebijakan Media
Media hidup dalam fungsi sosial dan ekonomi. Mengatur kedua fungsi tersebut diperlukan peran pembuat kebijakan yang responsif dan sensitif dalam kaitannya dengan eksistensi media di masyarakat. Regulasi media yang sudah tidak relevan , yakni, UU No.32/2002 tentang Penyiaran, sudah sepatutnya diamandemen untuk mereformasi media yang sudah dijangkiti kepentingan politik tertentu. Agar media dapat kembali ke habitatnya sebagai ruang public bukan sebagai alat perpolitikan
"UU Pers yang terbit pada tahun 1999 ini tidak satupun menyebutkan adanya perlindungan kepada masyarakat atas dampak negatif media massa dalam pasal-pasalnya. Secara substansial, UU Pers No.40/1999 hanya memuat rumusan yang memberi kesempatan kepada media untuk melaksanakan profesionalismenya"
Demikian pula halnya dengan kebijakan yang mengatur tentang Pers, sudah seharusnya dikaji ulang. Sebab UU Pers yang terbit pada tahun 1999 ini tidak satupun menyebutkan adanya perlindungan kepada masyarakat atas dampak negatif media massa dalam pasal-pasalnya. Secara substansial, UU Pers No.40/1999 hanya memuat rumusan yang memberi kesempatan kepada media untuk melaksanakan profesionalismenya. Atau media diberi kebebasan utuh dalam berkreasi menciptakan opini publik yang bias kepentingan. Kebijakan media sedemikian dalam pandangan Bang Abrar, sudah 'expired', sudah harus diganti dan diperbaharui.
E. Media sebagai alat propaganda politik
Media massa merupakan jenis media yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaluddin Rakhmat, 1994). Ditujukan kepada khalayak yang tersebar bisa berupa banyaknya jangkauan media. Misalkan koran dengan jumlah oplah yang mencapai ribuan maupun televisi yang menjadi media primadona karena ditonton oleh sebagian besar masyarakat atau bisa juga baliho yang terletak di tempat yang strategis hingga banyak orang berlalu-lalang yang melihatnya. Dengan daya jangkau yang relatif luas, dan dalam waktu yang serentak, mampu memainkan peran dalam propaganda.
Di era reformasi sekarang ini di mana media menjadi suatu sarana yang sangat bebas untuk digunakan siapa saja membuat media seperti memegang serangkaian hal-hal yang berhubungan dengan realitas yang nyata. Dalam artian media memberikan sesuatu yang benar-benar nyata mengenai pengalaman dalam kehidupan sehari-hari dan ditransformasikan massa dalam lingkungan publik sehingga bisa diakses anggota masyarakat secara luas.
Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, terdapat ciri-ciri khusus media massa antara lain :
1. Memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi, pandangan dan budaya.
2. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dari pengirim ke penerima dan dari khalayak kepada anggota khalayak lainnya.
3. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik.
4. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial.
5. Institusi media dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan.
6. Meskipun media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media. (McQuail, 1987)
F. Media Sebagai Peralihan situasi(keadaan)
Media masa merupakan senjata yang ampuh dalam mengalihkan berbagai situasi,dalam artian dapat memutar balikan fakta.oleh karena itu tidak heran para tokoh politik tidak ketinggalan dalam menggunakan Media tersebut
Contohnya:
Masih ingat kasus nazaruddin,ya dialah seorang bendahara umum partai demokrat yang pernah membeberkan rahasia keuangan dalam kasus pembangunan Wisma Atlet,begitu hangat hangatnya kasus tersebut hingga masyarakat terbuai dengan rasa penastaran siapakah yang bersalah.nyatanya sebelum selesai hangat hangatnya kasus tersebutdi ungkap,berikut di alihkan dengan kasus terorisme bahkan kasus serangga TOMCAT.dengan keberadaan kasus terorisme dan tomcat tersebut mampu meredam kasus pembeberan yang terjadi di kubu demokrat tersebut.betapa hebatnya peran Media di sini apakah itu hanya kebetulan atau di sengaja,jawaban tersebut ada pada pemilik stasiun Tv yang menyiarkan kasus tersebut.
G. Contoh kasus Media dan tokoh politik(parpol)
Pada hal partai politik, mungkin orang sering bilang ada 3 kekuatan besar partai politik yang dominan, yaitu Partai Demokrat, Golkar dan PDIP. dan jika dalam hal penguasaan Media berdasarkan dukungan politik, secara umum juga ada 3 kelompok, terdiri dari Demokrat, Golkar dan Nasdem
1. Golkar
Golkar jelas, keluarga Bakrie memiliki 2 stasiun TV yakni TV One dan ANTV. TV One dulunya adalah Lativi milik keluarga Abdul Latief yang terbelit utang, lalu dibayari Bakrie, jadilah TV One.
ANTV alias Andalas Televisi merupakan TV-nya Bakrie banget, karena Bakrie memang berasal dari Lampung (Andalas). Selain itu, keluarga Bakrie juga memiliki Vivanews. Dan dalam waktu dekat, Bakrie akan luncurkan 3 TV berbayar. Konon-konon , Bakrie juga katanya sedang membangun jaringan TV lokal yang tengah menjadi tren pasca sumpeknya pemain TV nasional.
2. Demokrat
Kubu ke 2 adalah jejaring media yang beraliansi pada kepentingan Demokrat, didalamnya termasuk SBY, Sri Mulyani, Boediono dll. Media-media yang tergabung dalam kubu Demokrat adalah TransTV dan Trans7 serta Detik.com milik Chairul Tanjung.
Trans7 dulunya adalah TV7 milik grup Kompas, namun dijual ke Chairul Tanjung pada tahun 2006. Sementara Chairul Tanjung adalah donatur Demokrat juga (untuk pengamanan bisnis Para Group = Bank Mega, Coffe Bean, Carrefour dll). Singkat kata, Demokrat via Chairul Tanjung memiliki jejaring TransTV, Trans7 dan Detik.com
3. NASDEM
kubu ke 3 adalah jejaring media milik duet Surya Paloh dan Hary Tanoe yang terafiliasi ke Nasional Demokrat.
Kubu ketiga ini boleh dibilang memiliki jaringan broadcast elektronik terkuat di Indonesia menggabungkan Media Group (Paloh) dan MNC (Tanoe). Media Group memiliki koran Media Indonesia, stasiun TV Metro TV dan Online news Metrotvnews.com.
Sedangkan MNC Group menguasai RCTI, MNC TV dan Global TV untuk TV Nasional. Untuk koran, MNC memiliki Seputar Indonesia, dan online news-nya Okezone.com(jadi tidak heran dalam sehari banyak di tayangkan di televisi swasta MNC TV,RCTI,Global TV mengenai iklan partai dengan semboyan”NASDEM GERAKAN PERUBAHAN)
Tak hanya itu, MNC Group di bawah Hary Tanoe juga memiliki jaringan SindoTV (Seputar Indonesia TV) dan Top TV. SindoTV memiliki 15 stasiun TV lokal, sedangkan Top TV memiliki 7 TV lokal
Nah yang belum jelas petanya adalah SCTV dan Indosiar yang baru saja bergabung di bawah 1 payung korporasi tahun lalu. SCTV adalah milik keluarga Sariaatmadja, sedangkan Indosiar milik grup Salim. Sekarang keluarga Sariatmadja dan Salim memegang bersama 2 TV tersebut SCTV dan Indosiar.
Jadi kalau dihitung, kubu Golkar memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan berencana membuka 2 TV Berbayar. Kubu Demokrat, memiliki 2 TV Nasional dan 1 Online News. Sedangkan Kubu Nasdem, memiliki 4 TV Nasional, 2 Online News, 2 Koran Cetak Nasional, dan 22 TV Lokal.
Jejaring Media milik Nasdem memang patut diwaspadai, dengan kekuatan media sebesar itu, tentu alur pemberitaan dapat dikendalikan. Untungnya, sekarang tren berubah ke pengembangan bisnis TV Lokal, sehingga pemainnya pun bertambah
Sekarang saatnya menghitung pemetaan stasiun TV lokal. Secara umum, ada 4 pemain yang telah mantap membangun jaringan TV lokal. 4 Group itu adalah Kompas, Jawa Pos, Tempo dan Lagilagi MNC
Dapat di simpulkan jika menghitung kekuatan politik melalui media dan setelah memperhitungkan TV lokal yang kita bahas di atas,dapat di simpulkan:
1. Golkar
via Bakrie Group memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan 2 TV Berbayar (dalam rencana).
2. Demokrat
via Trans Corp dan Tempo memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan 45 TV Lokal.
3. Nasdem
Via MNC dan Media Group memiliki 4 TV Nasional, 2 Koran cetak Nasional, 2 Online News dan 22 TV Lokal. Dari grup2 media tersebut, yang belum jelas afiliasinya adalah grup Sariaatmadja-Salim (SCTV-Indosiar), Kompas TV dan JPMC (Jawa Pos)
Jika kita coba2 ukur, maka siapa pemegang tahta media elektronik nasional terkuat? Ya betul, pemegang jejaring media elektronik nasional terkuat adalah kubu Nasional Demokrat (Nasdem). Sedangkan pemegang media online terbesar? Pastinya (detik.com) milik Chairul Tanjung untuk Demokrat (SBY).
H. Contoh kasus media sebagai pelindung sekaligus senjata politik
Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ditunjuk BPMIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi.Saham Lapindo Brantas dimiliki 100% oleh PT. Energi Mega Persada melalui anak perusahaannya yaitu PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen).PT. Energi Mega Persada sebagai pemilik saham mayoritas Lapindo Brantas merupakan anak perusahaan Grup Bakrie.
Saat lumpur mencuat, umumnya media massa menaruh kesalahan itu pada Bakrie. Tapi tidak bagi grup media Bakrie. Grup media bakrie ingin menariknya pada kutub persoalan kejadian alam. Bukan karena kesalahan pengeboran perusahaan milik sang bos.
Jika dicermati ada keunikan pemakaian kata untuk menyebut nama peristiwa di Sidoarjo. Media non grup Bakrie akan menyebut sebagai lumpur Lapindo (merujuk pada perusahaan). Media Bakrie menyebutnya sebagai lumpur Sidoarjo (merujuk pada nama daerah). Pada waktu media menggunakan idiom Lumpur Lapindo maka yang ingin disentil adalah pertanggungjawaban perusahaan Bakrie terhadap kemelaratan warga di Sidoarjo. Tapi bagi media yang menggunakan idiom Lumpur Sidoarjo maka yang ingin dipaparkan adalah hal normatif bahwa kejadian ada di Sidoarjo dan belum menilik kesalahan pada perusahaan apa.
Sudah dapat terlihatkan bagaimana tangan pemodal mempengaruhi kinerja media massa?
Sangat terlihat jelas bagaimana media massa memihak kepada sang boss(pemilik stasiun)jangan heran jika pada saat ini media merupakan sasaran empuk buat kelangsungan dalam berpolitik.
I. Efek yang di timbulkan
Yang Menjadi korban dari Media tersebut tidak lain adalah warga masyarakat Indonesia sendiri.dengan semakin banyaknya,semakin besarnya Parpol menguasai sejumlah media(media Elektronik,Media kertas,Media Online)maka semakin besar pula kesempatan parpol tersebut untuk mempengaruhi masyarakat Indonesia dengan menjual,mengobral atribut partai partainya.
Sebagai contoh PARTAI NASIONAL DEMOKRAT(NASDEM)jika di perhatikan entah di saluran tv swasta MNC TV,Global TV,RCTI dalam sehari mungkin ada berpuluh puluh kali iklan mengenai partai Nasdem ini dengan semboyan mereka GERAKAN MENUJU PERUBAHAN.Siapa yang tidak terpengaruh.mungkin sebagian orang mengenggap “itu Cuma Iklan Politik”jangan heran pada saat pemilu yang akan datang 2014 pastai Nasdem ini melonjak Naik meskipun tergolong partai yang masih baru.mengingat masyarakat yang cepat terpengaruh dan termakan ajakan politiknya tersebut seperti orang orang yg berasal dari kalangan berpendidikan rendah yang cepat tertipu oleh iklan.mengingat sifat iklan yang suka melebih lebihkan dari keadaan yang sebenarnya.
Apalagi Indonesia Ini merupakan Megara yang cepat HEBOH.norman kamaru brimob gorontalo dengan video chaya chayanya yg beredar di youtube sempat menjadi artis terkenal mulai dari pelosok Indonesia mengenalnya,padahal norman hanya seorang Brimob yg tidak mempunyai keterampilan special .begitu pula syaiful bahri yang katanya terkenal akibat foto tampan nya yang beredar di twiter,maaf bukan melecehkan tetati apanya yang tampan dari sang saipul.jadi tidak heran pada saat pemilu 2014 yang akan datang NASDEM mengalami hal yang sama.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Media massa dan politik bagaikan dua sisi mata uang, Apabila kita mencoba mencari persamaan antara media dan politik maka kita akan menemukan beberapa hal antara lain; pertama, media dan politik sama-sama memiliki hubungan dengan orang banyak. Kedua, dibutuhkan dan membutuhkan oleh masyarakat. Ketiga, media massa bisa memediasi kegiatan politik dan terakhir media massa dapat dijadikan sebagai ruang lalu lintas. Keempat persamaan
tersebut tak lepas dari adanya fungsi media yaitu sebagai sarana penyampai informasi, memberikan pendidikan kepada masyarakat, digunakan sebagai alat control social, dan terakhir sebagai sarana untuk menghibur masyarakat.
Media Massa (Mass Media) adalah chanel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication).
Yang termasuk media massa terutama adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai The Big Five of Mass Media (Lima Besar Media Massa), juga internet (cybermedia, media online).
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni:
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi.
2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.
4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma.
5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
Adapun Fungsi-fungsi media massa pada Umumnya adalah
1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
4. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).
Menurut terori Jarum HIpodemik,jika pesan politik yang di sampaikan oleh komunikator kepada penerima informasi(masyarakat)di sampaikan lewat media maka pesan tersebut akan menimbulkan efek Positif(kebaikan)dari pesan politik yang di sampaikan.dalam hal ini pesan politi yang bersifat ajakan,rayuan,bujukan akan di terima baik oleh masyarakat luas.
Oleh karena itu tidak heran para tokoh politik berbondong bonding memboking stasiun TV sebanyak banyaknya demi mencari jalan altenatif untuk menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat.sehinng pada saat ini media menjadi beralih fungsi yang mana seharusnya netral(tidak memihak)yang lebih mementingkan public malah beralih ke pemihakan dalam rangka Perang politik melalui media.
"Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral. Politik ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani melontarkan kritikan"
B. Saran
Mengingat peralihan fungsi media yang mana seharusnya media bersifat netral(tidak memihak)demi kepentingan publik beralih fungsi menjadi bersifat memihak karena telah terikat dengan boss(pemilik Stasiun)demi kepentingan politik tertentu, maka saran kami sebagai penyaji makalah agar para penerima pesan politik baik lewat media elektronik,media cetak maupun media online dapat dengan cerdas menfilter pesan pesan politik tersebut,jangan cepat terpengaruh terhadap pesan pesan politik yang mempunyai sifat membius.dan untuk lebih jauhnya lagi gunakan media sebagai sarana positif yang mana dapat menambah pengetahuan,memberi informasi,memberi hiburan dll bukan sebagai hal yang negative.
DAFTAR PUSTAKA
A.Rahman H. 2007. Sistem Politik Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Ajep Alip.Definisi BUDAYA dan POLITIK Menurut ahli.Http://Ajep.blogspot.com.Di unduh
tanggal 04 April 2012,Samarinda.
Saiful.Definisi Media massa.Http://Wikipedia.org.search.com.Di unduh 04 April
2012.samarinda.
Detik News.PT.Lapindo.http://www.detiknews.com.Di unduh Tanggal 04 April
2012.Samarinda
Viva News.POlitik dan Media.http://www.Viva News.org.seach.co.id Di unduh Tanggal
04 April 2012.Samarinda.
Cinta Negeri.Media dan Perpolitikan Di indonesia.Http://wordpress.com/2007/08/29/Politik
dan media di indonesia.Di unduh tanggal 04 April 2012,Samarinda.,Samarinda
Fajri.Macam dan bentuk Media.http://www.Fajri.blogspot.co.id.Di unduh Tanggal 04
April 2011.Samarinda.
Kompas.Kepemilikan Stasiun TV Swasta.http://www.Kompas.Seacrh.org.Di unduh Tanggal
04 April 2012.Samarinda.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Merupakan suatu Kebiasaan atau tingkah laku seseorang,yang mana berarti budaya politik merupakan kebiasaan atau tingkah laku yang sering di lakukan dalam berpolitikan,dalam hal ini media massa merupakan salah satu alat yang sering di gunakan dalam perpolitikan di Indonesia,yang mana pada era reformasi kini media massa mampu memberikan Pengaruh yang Besar kepada masyarakat di berbagai kalangan.
Media massa dan politik bagaikan dua sisi mata uang, Apabila kita mencoba mencari persamaan antara media dan politik maka kita akan menemukan beberapa hal antara lain; pertama, media dan politik sama-sama memiliki hubungan dengan orang banyak. Kedua, dibutuhkan dan membutuhkan oleh masyarakat. Ketiga, media massa bisa memediasi kegiatan politik dan terakhir media massa dapat dijadikan sebagai ruang lalu lintas. Keempat persamaan
tersebut tak lepas dari adanya fungsi media yaitu sebagai sarana penyampai informasi, memberikan pendidikan kepada masyarakat, digunakan sebagai alat control social, dan terakhir sebagai sarana untuk menghibur masyarakat.
Lebih lanjut dikatakan bahwa media dan politik merupakan dua hal yang saling membutuhkan. Media memerlukan politik yang hangar bingar, cepat, tak memerlukan kedalaman berpikir dan terdiri dari tokoh-tokoh antagonis dan protagonist. Di sisi lain politik juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak diciptakan, kegiatan politik niscaya akan berkurang jika tidak disorot media.
Media sendiri memiliki kemampuan untuk mereproduksi citra yang dahsyat, dalam reproduksi citra tersebut beberapa aspek bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas aslinya. Kemampuan inilah yang digunakan oleh para politisi sebagai sebuah amunisi untuk mencitrakan diri mereka terutama menjelang pemilu. Ketika melihat hal demikian kita patut bertanya, apakah media netral atau berpihak pada politisi ? Bisa ya bisa juga tidak, karena netralitas atau keberpihakan media terhadap politik di Indonesia tidak ada aturan yang jelas, dan tidak ada Undang-Undang yang mengatur, apalagi didalam dunia politik.
Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami sebagai kelompok yang menyusun makalah ini akan coba membahas mengenai MEDIA sebagai ALAT PERPOLITIKAN DI INDONESIA,yang mana nantinya akan kami bahas lebih lanjut.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas ,maka rumusan masalah yang mantinya akan kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1 Apakah yang dimaksud Budaya politik dan media Massa.
2 Apa saja Bentuk bentuk,karakteristik dan manfaat dari media massa itu
3 Apa saja pengaruh Media dalam politik di Masyarakat
4 Bagai mana Contoh kasus Media dan tokoh politik (parpol)
5 Bagaimana Efek yang di timbulkan dari media massa
C. Tujuan
Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1. Agar dapat mengetahui dan paham Apakah yang dimaksud Budaya politik dan media Massa.
2. Agar dapat mengetahui dan paham Apa saja Bentuk bentuk,karakteristik dan manfaat dari media massa itu
3. Agar dapat mengetahui dan paham Apa saja pengaruh Media dalam politik di Masyarakat
4. Agar dapat mengetahui dan paham Bagai mana Contoh kasus Media dan tokoh politik (parpol)
5. Agar dapat mengetahui dan paham Bagaimana Efek yang di timbulkan dari media massa
D. Metode Penyusunan
Metode Penyusunan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan yang berlaku dan berkaitan dengan apa yang di Bahas.
2. Bahan – bahan tambahan yang didapatkan melalui Intenet.
E. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Makalah ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan Makalah, metode penyusunan dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA, Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian /definisi dari materi yang akan di bahas dalam makalah ini Sebagai kajiannya.
BAB III : PEMBAHASAN, Pada bab ini menguraikan mengenai permasalahan yang akan di kaji dalam penyusunan makalah ini yaitu Media Sebagai alat Berpolitik
BAB IV : PENUTUP, Pada bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari penyusunan makalah kami mengenai Media Sebagai alat Berpolitik .
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian
1. Budaya
Budaya merupakan suatu kebiasaan ataupun tingkah laku,tata cara yang mana sudah menjadi kebiasaan dalam melakukan segala hal.
2. Politik
a. Rod Hague
Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan diantara anggota-anggotanya.
b. Andrew Herwood
Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala komflik dan kerjasama.
3. Budaya politik menurut Ahli
a. Rusadi Sumintapura
Budaya politik tidak lain adalah pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota suatu sistem politik.
b. Sidney Verba
Budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi dimana tindakan politik dilakukan.
c. Alan R. Ball
Budaya politik adalah suatu susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik dan isu-isu politik.
4. Media massa
Media Massa (Mass Media) adalah chanel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication).
Yang termasuk media massa terutama adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai The Big Five of Mass Media (Lima Besar Media Massa), juga internet (cybermedia, media online).
5. Media Masa menurut Para ahli
a. Cangara, 2002
Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, film, radio, TV .
b. Rakhmat, 2001
Media massa adalah faktor lingkungan yang mengubah perilaku khalayak melalui proses pelaziman klasik, pelaziman operan atau proses imitasi (belajar sosial). Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi .
c. Liliweri, 2001
Media menampilkan diri sendiri dengan peranan yang diharapkan, dinamika masyarakat akan terbentuk, dimana media adalah pesan. Jenis media massa yaitu media yang berorentasi pada aspek:
1) penglihatan (verbal visual) misalnya media cetak,
2) pendengaran (audio) semata-mata (radio, tape recorder), verbal vokal dan
3) pada pendengaran dan penglihatan (televisi, film, video) yang bersifat ferbal visual vokal .
B. Jenis-jenis media massa
1. Media massa tradisional
Media massa tradisional adalah media massa dengan otoritas dan memiliki organisasi yang jelas sebagai media massa. Secara tradisional media massa digolongkan sebagai berikut: surat kabar, majalah, radio, televisi, film (layar lebar). Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
a. Informasi dari lingkungan diseleksi, diterjemahkan dan didistribusikan
b. Media massa menjadi perantara dan mengirim informasinya melalui saluran tertentu.
c. Penerima pesan tidak pasif dan merupakan bagian dari masyarakat dan menyeleksi informasi yang mereka terima.
d. Interaksi antara sumber berita dan penerima sedikit.
2. Media massa modern
Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang media-media lain yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa seperti internet dan telepon selular. Dalam jenis media ini terdapat ciri-ciri seperti:
a. Sumber dapat mentransmisikan pesannya kepada banyak penerima (melalui SMS atau internet misalnya)
b. Isi pesan tidak hanya disediakan oleh lembaga atau organisasi namun juga oleh individual
c. Tidak ada perantara, interaksi terjadi pada individu
d. Komunikasi mengalir (berlangsung) ke dalam
e. Penerima yang menentukan waktu interaksi
C. Bentuk bentuk Media Massa:
1. Media Massa Cetak (Printed Media).
Media massa yang dicetak dalam lembaran kertas.Dari segi formatnya dan ukuran kertas, media massa cetak secara rinci meliputi:
a. koran atau suratkabar (ukuran kertas broadsheet atau 1/2 plano),
b. tabloid (1/2 broadsheet),
c. majalah (1/2 tabloid atau kertas ukuran folio/kwarto),
d. buku (1/2 majalah),
e. newsletter (folio/kwarto, jumlah halaman lazimnya 4-8), dan
f. buletin (1/2 majalah, jumlah halaman lazimnya 4-8). Isi media massa umumnya terbagi tiga bagian atau tiga jenis tulisan: berita, opini, dan feature.
2. Media Massa Elektronik (Electronic Media).
Jenis media massa yang isinya disebarluaskan melalui suara atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio, televisi, dan film.
3. Media Online (Online Media, Cybermedia),
yakni media massa yang dapat kita temukan di internet (situs web).
D. Peran Media Massa
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni:
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi.
2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.
4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma.
5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
E. Karakteristik Media Massa
1. Publisitas,
yakni disebarluaskan kepada publik, khalayak, atau orang banyak.
2. Universalitas,
pesannya bersifat umum, tentang segala aspek kehidupan dan semua peristiwa di berbagai tempat, juga menyangkut kepentingan umum karena sasaran dan pendengarnya orang banyak (masyarakat umum).
3. Periodisitas,
tetap atau berkala, misalnya harian atau mingguan, atau siaran sekian jam per hari.
4. Kontinuitas,
berkesinambungan atau terus-menerus sesuai dengan priode mengudara atau jadwal terbit.
5. Aktualitas,
berisi hal-hal baru, seperti informasi atau laporan peristiwa terbaru, tips baru, dan sebagainya. Aktualitas juga berarti kecepatan penyampaian informasi kepada publik.
F. Fungsi Media Massa
1. Fungsi-fungsi media massa pada budaya
a. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
b. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
c. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
d. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).
2. Fungsi menurut para ahli
Fungsi media massa sejalan dengan fungsi komunikasi massa sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut.
a. Harold D. Laswell:
1) Informasi (to inform)
2) Mendidik (to educate)
3) Menghibur (to entertain)
b. Wright:
1) Pengawasan (Surveillance) – terhadap ragam peristiwa yang dijalankan melalui proses peliputan dan pemberitaan dengan berbagai dampaknya –tahu, panik, terancam, gelisah, apatis, dsb.
2) Menghubungkan (Correlation) – mobilisasi massa untuk berpikir dan bersikap atas suatu peristiwa atau masalah.
3) Transmisi Kultural (Cultural Transmission) – pewarisan budaya, sosialisasi.
4) Hiburan (Entertainment).
c. De Vito:
1) Menghibur
2) Meyakinkan – e.g. iklan, mengubah sikap, call for action.
3) Menginformasikan
4) Menganugerahkan status – menunjukkan kepentingan orang-orang tertentu; name makes news. “Perhatian massa = penting”.
5) Membius – massa terima apa saja yang disajikan media.
6) Menciptakan rasa kebersatuan –proses identifikasi.
d. UU No. 40/1999 tentang Pers:
1) Menginformasikan (to inform)
2) Mendidik (to educate)
3) Menghibur (to entertain)
4) Pengawasan Sosial (social control) –pengawas perilaku publik dan penguasa.
G. Pengaruh media massa
1. Pengaruh media massa pada budaya
Menurut Karl Erik Rosengren pengaruh media cukup kompleks, dampak bisa dilihat dari:
a. skala kecil (individu) dan luas (masyarakat)
b. kecepatannya, yaitu cepat (dalam hitungan jam dan hari) dan lambat (puluhan tahun/ abad) dampak itu terjadi.
Pengaruh media bisa ditelusuri dari fungsi komunikasi massa, Harold Laswell pada artikel klasiknya tahun 1948 mengemukakan model sederhana yang sering dikutip untuk model komunikasi hingga sekarang, yaitu :
a. Siapa (who)
b. Pesannya apa (says what)
c. Saluran yang digunakan (in what channel)
d. Kepada siapa (to whom)
e. Apa dampaknya (with what effect)
Model ini adalah garis besar dari elemen-elemen dasar komunikasi. Dari model tersebut, Laswell mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media.
2. Pengaruh media massa pada pribadi
Secara perlahan-lahan namun efektif, media membentuk pandangan pemirsanya terhadap bagaimana seseorang melihat pribadinya dan bagaimana seseorang seharusnya berhubungan dengan dunia sehari-hari:
a. Pertama, media memperlihatkan pada pemirsanya bagaimana standar hidup layak bagi seorang manusia, dari sini pemirsa menilai apakah lingkungan mereka sudah layak, atau apakah ia telah memenuhi standar itu - dan gambaran ini banyak dipengaruhi dari apa yang pemirsa lihat dari media.
b. Kedua, penawaran-penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi memengaruhi apa yang pemirsanya inginkan, sebagai contoh media mengilustrasikan kehidupan keluarga ideal, dan pemirsanya mulai membandingkan dan membicarakan kehidupan keluarga tersebut, dimana kehidupan keluarga ilustrasi itu terlihat begitu sempurna sehingga kesalahan mereka menjadi menu pembicaraan sehari-hari pemirsanya, atau mereka mulai menertawakan prilaku tokoh yang aneh dan hal-hal kecil yang terjadi pada tokoh tersebut.
c. Ketiga, media visual dapat memenuhi kebutuhan pemirsanya akan kepribadian yang lebih baik, pintar, cantik/ tampan, dan kuat. Contohnya anak-anak kecil dengan cepat mengidentifikasikan mereka sebagai penyihir seperti Harry Potter, atau putri raja seperti tokoh Disney. Bagi pemirsa dewasa, proses pengidolaaan ini terjadi dengan lebih halus, mungkin remaja ABG akan meniru gaya bicara idola mereka, meniru cara mereka berpakaian. Sementara untuk orang dewasa mereka mengkomunikasikan gambar yang mereka lihat dengan gambaran yang mereka inginkan untuk mereka secara lebih halus.
d. Keempat, bagi remaja dan kaum muda, mereka tidak hanya berhenti sebagai penonton atau pendengar, mereka juga menjadi "penentu", dimana mereka menentukan arah media populer saat mereka berekspresi dan mengemukakan pendapatnya.
Penawaran yang dilakukan oleh media bisa jadi mendukung pemirsanya menjadi lebih baik atau mengempiskan kepercayaan dirinya. Media bisa membuat pemirsanya merasa senang akan diri mereka, merasa cukup, atau merasa rendah dari yang lain .
H. Sejarah Media massa(Pers )Di Indonesia
1. Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC. Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan.
2. Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
3. Masa Revolusi Fisik
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan. Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
4. Masa Demokrasi Liberal
Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950. Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan. mungkin kontol
5. Masa Demokrasi Terpimpin
Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga meletusnya Gerakan 30 September 1965.
6. Masa Orde Baru
Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan. Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Masa Reformasi
Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.
BAB III
PEMBAHASAN
Media Merupakan salah satu sejata ampuh untuk memenagkan politik,yang mana media sangat akrap dan dikenal di kalangan masyarakat luas,apalagi pada masa reformasi warga masyarakat di perbolehkan menyampaikan pendapat,aspirasi,argument,pers seluas luasnya.dan siapa yang tidak kenal dengan media masa , baik Televisi , radio, Koran, majalah , Internet dll , di jaman Globalisasi Media merupakan hal yang tidak lebas dari kehidupan sehari hari.oleh karena itu para tokoh politik pun tidak menyia nyiakan kesempatan untuk ambil bagian dalam media tersebut,misalkan menggunakan Media massa sebagai alat atau komunikasi politiknya.
Menurut terori Jarum HIpodemik,jika pesan politik yang di sampaikan oleh komunikator kepada penerima informasi(masyarakat)di sampaikan lewat media maka pesan tersebut akan menimbulkan efek Positif(kebaikan)dari pesan politik yang di sampaikan.dalam hal ini pesan politi yang bersifat ajakan,rayuan,bujukan akan di terima baik oleh masyarakat luas.
Mengutip dari teori di atas maka tidak heran para tokoh politik tidak menyia nyiakan teknologi masa Global seperti Media massa untuk mempraktekkan dan menjual tawaran politiknya secara Luas.
B. Empat pengaruh Media dalam politik di Masyarakat
1. Penambahan informasi
Hampir sebagian besar orang dewasa menyatakan bahwa mereka mendapatkan hampir seluruh informasi tentang berbagai peristiwa dunia maupun nasional dari media massa. Secara umum, studi telah menunjukkan bahwa masyarakat yang banyak mengkonsumsi media biasanya memiliki pengetahuan yang lebih baik dan aktual daripada yang tidak atau kurang memanfaatkan media.
Namun hal ini lebih berlaku untuk media cetak ketimbang televisi.
Kelemahan media televisi ada pada kecenderungannya untuk lebih menyorot hal-hal yang ‘menghebohkan’, seperti huru-hara saat demonstrasi, reaksi elemen masyarakat terhadap kandidat tertentu, dan sebagainya. Kecenderungan ini akhirnya mengabaikan substansi isu politik itu sendiri.
2. Efek Kognitif
Media memiliki kemampuan untuk ‘mengatur’ masyarakat, not what to think, but what to think about. Penjelasan pada kalimat yang ‘indah’ ini ialah media cenderung mengarahkan masyarakat memikirkan hal-hal yang tersaji dalam menunya, bukan apa yang sebenarnya terjadi di sekitar masyarakat itu sendiri. Saat media A berbicara tentang Inul, merembet pada media lain, masyarakat pun ikut terlena didalamnya. Masalah kebanjiran yang menjadi langganan Jakarta pun tidak lagi terlalu mengusik, hingga tiba saat kondisi riil musibah itu.
Perhatian masyarakat cenderung lebih dipengaruhi gambaran media daripada situasi nyata dunia. Contoh lain, semakin banyak media yang mengusung dan mengemas berita kriminal, masyarakat mungkin saja menjadi yakin bahwa ada suatu gelombang kejahatan, tanpa perlu lagi memastikan atau mencari tahu informasi sebenarnya apakah kejahatan memang meningkat, menurun atau konstan. Oleh kareena itulah, materi dalam media dapat menentukan ‘agenda publik’, yaitu suatu topik yang menjadi perhatian atau minat masyarakat serta mencoba untuk direspon.
3. Perilaku memilih
Secara luas, media lebih cenderung menguatkan tujuan-tujuan yang ada dalam pemungutan suara daripada merubahnya. Seperti telah disinggung diawal bahwa peran utama media dalam suatu pemilihan umum ialah menfokuskan perhatian masyarakat pada kampanye yang sedang berlangsung serta berbagai informasi seputar kandidat dan isu politik lainnya. Walaupun mungkin tidak memberi dampak langsung untuk merubah perolehan jumlah suara, namun media tetap mampu mempengaruhi banyaknya suara yang terjaring dalam suatu pemilu.
4. Efek dalam sistem politik
Televisi telah merubah wajah seluruh sistem politik secara luas dengan pesat. Media ini tidak hanya mempengaruhi politik dengan fokus tayangan, kristalisasi atau menggoyang opini publik, namun secara luas berdampak pada para politisi yang memiliki otoritas dalam memutuskan kebijakan publik.
Media, dengan publisitas, pemasangan iklan dan ulasan beritanya, juga memiliki kemampuan yang kuat untuk secara langsung mempengaruhi meningkatnya jumlah dana dalam suatu kampanye politik. Begitu penting dan besarnya peran berita atau ulasan-ulasan media dalam suatu pemilihan umum, maka baik staf maupun kandidat politik sebenarnya telah menjadi media itu sendiri.
C. Media Massa: Alat Politik atau Ruang Publik
Media massa memiliki peran penting bagi negara dan masyarakat. Kehadiran media ditengah relasi keduanya dapat menciptakan keseimbangan dengan adanya sharing informasi dan aspirasi. Dalam posisi ini, media menjadi ruang yang potensial dalam menegakkan demokrasi. Namun kadang kala media cenderung digunakan sebagai alat politik, sebagaimana yang terjadi di Indonesia saat ini.
Sebenarnya sudah sejak dulu media massa telah menjadi alat untuk menyalurkan aspirasi politik. Dari zaman demokrasi liberal dan orde baru fenomena politik pada media nampak dengan diwadahi oleh kebijakan. Tidak kalah dengan itu, di era reformasi, dimana media diharapkan menjadi ruang publik, pun tidak luput dari adanya desain politik yang bermain atas media tersebut. Media menjadi tempat yang paling ampuh untuk menggalang kekuatan bagi pemiliknya, yang tidak lain adalah aktor atau pesaing-pesaing di arena politik.
Sangat jelas berbagai tayangan TV One ataupun Metro TV misalnya, mengandung unsur-unsur politik yang mewarnai isu-isu media yang diangkatnya. Alhasil, media tidak lagi bebas nilai atau telah terkooptasi oleh adanya kepentingan tertentu dari pemilik media.
Media sebagai alat politik lumrah terjadi justru pada negara yang menganut paham demokrasi. Namun hal yang penting dicermati adalah demokrasi tidak hanya dimaknai secara minimal, seperti saat pemilihan wakil-wakil rakyat (pemilu). Dalam argumen Bang Abrar – untuk lebih mengakrabkan pemantik – demokrasi yang lebih luas, menempatkan media sebagai ruang publik untuk menyalurkan aspirasi rakyat. Disamping, juga berperan sebagai ruang mempertanggungjawabkan amanah rakyat oleh perwakilan rakyat.
Jadi instrumentasi politik yang diperankan media, telah membuat media menjadi aktor politik lain yang memiliki keberpihakan, tergantung pada nilai yang diusungnya, "berpihak pada rakyat atau kepentingan tertentu". Meskipun demikian, media seharusnya dapat membuka ruang bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan kritik bagi keberlangsungan demokrasi.
Media massa dalam bentuk televisi, adalah ruang publik yang telah diatur oleh negara dalam konstitusi. Seperti yang digambarkan oleh Bang Abrar bahwa media televisi menggunakan basis material udara dan gelombang elektromagnetis untuk menjalankan misinya. Sementara udara dan frekuensinya berkaitan dengan hajat hidup orang banyak yang diatur negara. Dengan alasan ini, media televisi seharusnya terbebas dari dominasi pihak tertentu dalam penggunaannya sebagai ruang publik.
Dapat dilihat kondisi media televisi di Indonesia justru terjadi sebaliknya. Media televisi didominasi oleh pihak tertentu yang mampu memberi akomodasi materil yang besar untuk mengambil durasi waktu yang lebih lama. Baik pada televisi Lokal maupun televisi nasional, gejala ini seolah berlangsung tanpa ada kritik, adanya pelanggaran terkait penyimpangan ruang publik. Padahal mekanisme ini telah melanggar kepentingan publik dalam memanfaatkan ruang publik secara adil.
"Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral. Politik ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani melontarkan kritikan"
Saat ini sudah sangat jarang televisi menyiarkan hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak politik warga negara, atau yang mampu mengarusutamakan demokrasi melalui media. Yang marak bermunculan di media justru wacana-wacana yang saling kontroversi yang membingungkan publik, bahkan menciptakan "pembodohan publik". Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral.
Politik ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani melontarkan kritikan. Lalu hal ini kemudian bertambah parah dengan kurangnya sensitifitas kultural masyarakat dalam menanggapi dinamika politik media yang sedang berlangsung. Jika demikian, masih patutkah media sepenuhnya dipersalahkan?
D. Membongkar Kebijakan Media
Media hidup dalam fungsi sosial dan ekonomi. Mengatur kedua fungsi tersebut diperlukan peran pembuat kebijakan yang responsif dan sensitif dalam kaitannya dengan eksistensi media di masyarakat. Regulasi media yang sudah tidak relevan , yakni, UU No.32/2002 tentang Penyiaran, sudah sepatutnya diamandemen untuk mereformasi media yang sudah dijangkiti kepentingan politik tertentu. Agar media dapat kembali ke habitatnya sebagai ruang public bukan sebagai alat perpolitikan
"UU Pers yang terbit pada tahun 1999 ini tidak satupun menyebutkan adanya perlindungan kepada masyarakat atas dampak negatif media massa dalam pasal-pasalnya. Secara substansial, UU Pers No.40/1999 hanya memuat rumusan yang memberi kesempatan kepada media untuk melaksanakan profesionalismenya"
Demikian pula halnya dengan kebijakan yang mengatur tentang Pers, sudah seharusnya dikaji ulang. Sebab UU Pers yang terbit pada tahun 1999 ini tidak satupun menyebutkan adanya perlindungan kepada masyarakat atas dampak negatif media massa dalam pasal-pasalnya. Secara substansial, UU Pers No.40/1999 hanya memuat rumusan yang memberi kesempatan kepada media untuk melaksanakan profesionalismenya. Atau media diberi kebebasan utuh dalam berkreasi menciptakan opini publik yang bias kepentingan. Kebijakan media sedemikian dalam pandangan Bang Abrar, sudah 'expired', sudah harus diganti dan diperbaharui.
E. Media sebagai alat propaganda politik
Media massa merupakan jenis media yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Jalaluddin Rakhmat, 1994). Ditujukan kepada khalayak yang tersebar bisa berupa banyaknya jangkauan media. Misalkan koran dengan jumlah oplah yang mencapai ribuan maupun televisi yang menjadi media primadona karena ditonton oleh sebagian besar masyarakat atau bisa juga baliho yang terletak di tempat yang strategis hingga banyak orang berlalu-lalang yang melihatnya. Dengan daya jangkau yang relatif luas, dan dalam waktu yang serentak, mampu memainkan peran dalam propaganda.
Di era reformasi sekarang ini di mana media menjadi suatu sarana yang sangat bebas untuk digunakan siapa saja membuat media seperti memegang serangkaian hal-hal yang berhubungan dengan realitas yang nyata. Dalam artian media memberikan sesuatu yang benar-benar nyata mengenai pengalaman dalam kehidupan sehari-hari dan ditransformasikan massa dalam lingkungan publik sehingga bisa diakses anggota masyarakat secara luas.
Menurut Denis McQuail dalam bukunya Teori Komunikasi Massa, terdapat ciri-ciri khusus media massa antara lain :
1. Memproduksi dan mendistribusikan “pengetahuan” dalam wujud informasi, pandangan dan budaya.
2. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain dari pengirim ke penerima dan dari khalayak kepada anggota khalayak lainnya.
3. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik.
4. Partisipasi anggota khalayak dalam institusi pada hakekatnya bersifat sukarela, tanpa adanya keharusan atau kewajiban sosial.
5. Institusi media dikaitkan dengan industri pasar karena ketergantungannya pada imbalan kerja, teknologi dan kebutuhan pembiayaan.
6. Meskipun media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media. (McQuail, 1987)
F. Media Sebagai Peralihan situasi(keadaan)
Media masa merupakan senjata yang ampuh dalam mengalihkan berbagai situasi,dalam artian dapat memutar balikan fakta.oleh karena itu tidak heran para tokoh politik tidak ketinggalan dalam menggunakan Media tersebut
Contohnya:
Masih ingat kasus nazaruddin,ya dialah seorang bendahara umum partai demokrat yang pernah membeberkan rahasia keuangan dalam kasus pembangunan Wisma Atlet,begitu hangat hangatnya kasus tersebut hingga masyarakat terbuai dengan rasa penastaran siapakah yang bersalah.nyatanya sebelum selesai hangat hangatnya kasus tersebutdi ungkap,berikut di alihkan dengan kasus terorisme bahkan kasus serangga TOMCAT.dengan keberadaan kasus terorisme dan tomcat tersebut mampu meredam kasus pembeberan yang terjadi di kubu demokrat tersebut.betapa hebatnya peran Media di sini apakah itu hanya kebetulan atau di sengaja,jawaban tersebut ada pada pemilik stasiun Tv yang menyiarkan kasus tersebut.
G. Contoh kasus Media dan tokoh politik(parpol)
Pada hal partai politik, mungkin orang sering bilang ada 3 kekuatan besar partai politik yang dominan, yaitu Partai Demokrat, Golkar dan PDIP. dan jika dalam hal penguasaan Media berdasarkan dukungan politik, secara umum juga ada 3 kelompok, terdiri dari Demokrat, Golkar dan Nasdem
1. Golkar
Golkar jelas, keluarga Bakrie memiliki 2 stasiun TV yakni TV One dan ANTV. TV One dulunya adalah Lativi milik keluarga Abdul Latief yang terbelit utang, lalu dibayari Bakrie, jadilah TV One.
ANTV alias Andalas Televisi merupakan TV-nya Bakrie banget, karena Bakrie memang berasal dari Lampung (Andalas). Selain itu, keluarga Bakrie juga memiliki Vivanews. Dan dalam waktu dekat, Bakrie akan luncurkan 3 TV berbayar. Konon-konon , Bakrie juga katanya sedang membangun jaringan TV lokal yang tengah menjadi tren pasca sumpeknya pemain TV nasional.
2. Demokrat
Kubu ke 2 adalah jejaring media yang beraliansi pada kepentingan Demokrat, didalamnya termasuk SBY, Sri Mulyani, Boediono dll. Media-media yang tergabung dalam kubu Demokrat adalah TransTV dan Trans7 serta Detik.com milik Chairul Tanjung.
Trans7 dulunya adalah TV7 milik grup Kompas, namun dijual ke Chairul Tanjung pada tahun 2006. Sementara Chairul Tanjung adalah donatur Demokrat juga (untuk pengamanan bisnis Para Group = Bank Mega, Coffe Bean, Carrefour dll). Singkat kata, Demokrat via Chairul Tanjung memiliki jejaring TransTV, Trans7 dan Detik.com
3. NASDEM
kubu ke 3 adalah jejaring media milik duet Surya Paloh dan Hary Tanoe yang terafiliasi ke Nasional Demokrat.
Kubu ketiga ini boleh dibilang memiliki jaringan broadcast elektronik terkuat di Indonesia menggabungkan Media Group (Paloh) dan MNC (Tanoe). Media Group memiliki koran Media Indonesia, stasiun TV Metro TV dan Online news Metrotvnews.com.
Sedangkan MNC Group menguasai RCTI, MNC TV dan Global TV untuk TV Nasional. Untuk koran, MNC memiliki Seputar Indonesia, dan online news-nya Okezone.com(jadi tidak heran dalam sehari banyak di tayangkan di televisi swasta MNC TV,RCTI,Global TV mengenai iklan partai dengan semboyan”NASDEM GERAKAN PERUBAHAN)
Tak hanya itu, MNC Group di bawah Hary Tanoe juga memiliki jaringan SindoTV (Seputar Indonesia TV) dan Top TV. SindoTV memiliki 15 stasiun TV lokal, sedangkan Top TV memiliki 7 TV lokal
Nah yang belum jelas petanya adalah SCTV dan Indosiar yang baru saja bergabung di bawah 1 payung korporasi tahun lalu. SCTV adalah milik keluarga Sariaatmadja, sedangkan Indosiar milik grup Salim. Sekarang keluarga Sariatmadja dan Salim memegang bersama 2 TV tersebut SCTV dan Indosiar.
Jadi kalau dihitung, kubu Golkar memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan berencana membuka 2 TV Berbayar. Kubu Demokrat, memiliki 2 TV Nasional dan 1 Online News. Sedangkan Kubu Nasdem, memiliki 4 TV Nasional, 2 Online News, 2 Koran Cetak Nasional, dan 22 TV Lokal.
Jejaring Media milik Nasdem memang patut diwaspadai, dengan kekuatan media sebesar itu, tentu alur pemberitaan dapat dikendalikan. Untungnya, sekarang tren berubah ke pengembangan bisnis TV Lokal, sehingga pemainnya pun bertambah
Sekarang saatnya menghitung pemetaan stasiun TV lokal. Secara umum, ada 4 pemain yang telah mantap membangun jaringan TV lokal. 4 Group itu adalah Kompas, Jawa Pos, Tempo dan Lagilagi MNC
Dapat di simpulkan jika menghitung kekuatan politik melalui media dan setelah memperhitungkan TV lokal yang kita bahas di atas,dapat di simpulkan:
1. Golkar
via Bakrie Group memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan 2 TV Berbayar (dalam rencana).
2. Demokrat
via Trans Corp dan Tempo memiliki 2 TV Nasional, 1 Online News dan 45 TV Lokal.
3. Nasdem
Via MNC dan Media Group memiliki 4 TV Nasional, 2 Koran cetak Nasional, 2 Online News dan 22 TV Lokal. Dari grup2 media tersebut, yang belum jelas afiliasinya adalah grup Sariaatmadja-Salim (SCTV-Indosiar), Kompas TV dan JPMC (Jawa Pos)
Jika kita coba2 ukur, maka siapa pemegang tahta media elektronik nasional terkuat? Ya betul, pemegang jejaring media elektronik nasional terkuat adalah kubu Nasional Demokrat (Nasdem). Sedangkan pemegang media online terbesar? Pastinya (detik.com) milik Chairul Tanjung untuk Demokrat (SBY).
H. Contoh kasus media sebagai pelindung sekaligus senjata politik
Lapindo Brantas Inc. adalah salah satu perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ditunjuk BPMIGAS untuk melakukan proses pengeboran minyak dan gas bumi.Saham Lapindo Brantas dimiliki 100% oleh PT. Energi Mega Persada melalui anak perusahaannya yaitu PT Kalila Energy Ltd (84,24 persen) dan Pan Asia Enterprise (15,76 persen).PT. Energi Mega Persada sebagai pemilik saham mayoritas Lapindo Brantas merupakan anak perusahaan Grup Bakrie.
Saat lumpur mencuat, umumnya media massa menaruh kesalahan itu pada Bakrie. Tapi tidak bagi grup media Bakrie. Grup media bakrie ingin menariknya pada kutub persoalan kejadian alam. Bukan karena kesalahan pengeboran perusahaan milik sang bos.
Jika dicermati ada keunikan pemakaian kata untuk menyebut nama peristiwa di Sidoarjo. Media non grup Bakrie akan menyebut sebagai lumpur Lapindo (merujuk pada perusahaan). Media Bakrie menyebutnya sebagai lumpur Sidoarjo (merujuk pada nama daerah). Pada waktu media menggunakan idiom Lumpur Lapindo maka yang ingin disentil adalah pertanggungjawaban perusahaan Bakrie terhadap kemelaratan warga di Sidoarjo. Tapi bagi media yang menggunakan idiom Lumpur Sidoarjo maka yang ingin dipaparkan adalah hal normatif bahwa kejadian ada di Sidoarjo dan belum menilik kesalahan pada perusahaan apa.
Sudah dapat terlihatkan bagaimana tangan pemodal mempengaruhi kinerja media massa?
Sangat terlihat jelas bagaimana media massa memihak kepada sang boss(pemilik stasiun)jangan heran jika pada saat ini media merupakan sasaran empuk buat kelangsungan dalam berpolitik.
I. Efek yang di timbulkan
Yang Menjadi korban dari Media tersebut tidak lain adalah warga masyarakat Indonesia sendiri.dengan semakin banyaknya,semakin besarnya Parpol menguasai sejumlah media(media Elektronik,Media kertas,Media Online)maka semakin besar pula kesempatan parpol tersebut untuk mempengaruhi masyarakat Indonesia dengan menjual,mengobral atribut partai partainya.
Sebagai contoh PARTAI NASIONAL DEMOKRAT(NASDEM)jika di perhatikan entah di saluran tv swasta MNC TV,Global TV,RCTI dalam sehari mungkin ada berpuluh puluh kali iklan mengenai partai Nasdem ini dengan semboyan mereka GERAKAN MENUJU PERUBAHAN.Siapa yang tidak terpengaruh.mungkin sebagian orang mengenggap “itu Cuma Iklan Politik”jangan heran pada saat pemilu yang akan datang 2014 pastai Nasdem ini melonjak Naik meskipun tergolong partai yang masih baru.mengingat masyarakat yang cepat terpengaruh dan termakan ajakan politiknya tersebut seperti orang orang yg berasal dari kalangan berpendidikan rendah yang cepat tertipu oleh iklan.mengingat sifat iklan yang suka melebih lebihkan dari keadaan yang sebenarnya.
Apalagi Indonesia Ini merupakan Megara yang cepat HEBOH.norman kamaru brimob gorontalo dengan video chaya chayanya yg beredar di youtube sempat menjadi artis terkenal mulai dari pelosok Indonesia mengenalnya,padahal norman hanya seorang Brimob yg tidak mempunyai keterampilan special .begitu pula syaiful bahri yang katanya terkenal akibat foto tampan nya yang beredar di twiter,maaf bukan melecehkan tetati apanya yang tampan dari sang saipul.jadi tidak heran pada saat pemilu 2014 yang akan datang NASDEM mengalami hal yang sama.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Media massa dan politik bagaikan dua sisi mata uang, Apabila kita mencoba mencari persamaan antara media dan politik maka kita akan menemukan beberapa hal antara lain; pertama, media dan politik sama-sama memiliki hubungan dengan orang banyak. Kedua, dibutuhkan dan membutuhkan oleh masyarakat. Ketiga, media massa bisa memediasi kegiatan politik dan terakhir media massa dapat dijadikan sebagai ruang lalu lintas. Keempat persamaan
tersebut tak lepas dari adanya fungsi media yaitu sebagai sarana penyampai informasi, memberikan pendidikan kepada masyarakat, digunakan sebagai alat control social, dan terakhir sebagai sarana untuk menghibur masyarakat.
Media Massa (Mass Media) adalah chanel, media/medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa, yakni komunikasi yang diarahkan kepada orang banyak (channel of mass communication).
Yang termasuk media massa terutama adalah suratkabar, majalah, radio, televisi, dan film sebagai The Big Five of Mass Media (Lima Besar Media Massa), juga internet (cybermedia, media online).
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang dimainkan media massa selama ini, yakni:
1. Industri pencipta lapangan kerja, barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam periklanan/promosi.
2. Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi masyarakat.
3. Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat.
4. Wahana pengembangan kebudayaan –tatacara, mode, gaya hidup, dan norma.
5. Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
Adapun Fungsi-fungsi media massa pada Umumnya adalah
1. Fungsi pengawasan (surveillance), penyediaan informasi tentang lingkungan.
2. Fungsi penghubungan (correlation), dimana terjadi penyajian pilihan solusi untuk suatu masalah.
3. Fungsi pentransferan budaya (transmission), adanya sosialisasi dan pendidikan.
4. Fungsi hiburan (entertainment) yang diperkenalkan oleh Charles Wright yang mengembangkan model Laswell dengan memperkenalkan model dua belas kategori dan daftar fungsi. Pada model ini Charles Wright menambahkan fungsi hiburan. Wright juga membedakan antara fungsi positif (fungsi) dan fungsi negatif (disfungsi).
Menurut terori Jarum HIpodemik,jika pesan politik yang di sampaikan oleh komunikator kepada penerima informasi(masyarakat)di sampaikan lewat media maka pesan tersebut akan menimbulkan efek Positif(kebaikan)dari pesan politik yang di sampaikan.dalam hal ini pesan politi yang bersifat ajakan,rayuan,bujukan akan di terima baik oleh masyarakat luas.
Oleh karena itu tidak heran para tokoh politik berbondong bonding memboking stasiun TV sebanyak banyaknya demi mencari jalan altenatif untuk menyampaikan pesan politiknya kepada masyarakat.sehinng pada saat ini media menjadi beralih fungsi yang mana seharusnya netral(tidak memihak)yang lebih mementingkan public malah beralih ke pemihakan dalam rangka Perang politik melalui media.
"Media lebih penting mewacanakan apa yang menjadi keinginan pemilik media (modal), daripada menjadi ruang publik yang netral. Politik ruang publik tersebut berlangsung didukung oleh kekuatan modal dan kekuatan politik sehingga tidak ada yang berani melontarkan kritikan"
B. Saran
Mengingat peralihan fungsi media yang mana seharusnya media bersifat netral(tidak memihak)demi kepentingan publik beralih fungsi menjadi bersifat memihak karena telah terikat dengan boss(pemilik Stasiun)demi kepentingan politik tertentu, maka saran kami sebagai penyaji makalah agar para penerima pesan politik baik lewat media elektronik,media cetak maupun media online dapat dengan cerdas menfilter pesan pesan politik tersebut,jangan cepat terpengaruh terhadap pesan pesan politik yang mempunyai sifat membius.dan untuk lebih jauhnya lagi gunakan media sebagai sarana positif yang mana dapat menambah pengetahuan,memberi informasi,memberi hiburan dll bukan sebagai hal yang negative.
DAFTAR PUSTAKA
A.Rahman H. 2007. Sistem Politik Indonesia.Yogyakarta: Graha Ilmu
Ajep Alip.Definisi BUDAYA dan POLITIK Menurut ahli.Http://Ajep.blogspot.com.Di unduh
tanggal 04 April 2012,Samarinda.
Saiful.Definisi Media massa.Http://Wikipedia.org.search.com.Di unduh 04 April
2012.samarinda.
Detik News.PT.Lapindo.http://www.detiknews.com.Di unduh Tanggal 04 April
2012.Samarinda
Viva News.POlitik dan Media.http://www.Viva News.org.seach.co.id Di unduh Tanggal
04 April 2012.Samarinda.
Cinta Negeri.Media dan Perpolitikan Di indonesia.Http://wordpress.com/2007/08/29/Politik
dan media di indonesia.Di unduh tanggal 04 April 2012,Samarinda.,Samarinda
Fajri.Macam dan bentuk Media.http://www.Fajri.blogspot.co.id.Di unduh Tanggal 04
April 2011.Samarinda.
Kompas.Kepemilikan Stasiun TV Swasta.http://www.Kompas.Seacrh.org.Di unduh Tanggal
04 April 2012.Samarinda.
bagus sekali...
ReplyDeleteMantep bos tapi gimana cara copas nya?
ReplyDeletemantap,,
ReplyDeletelike ny mana gan
ReplyDelete