HUKUM PERDATA Cara mengajukan Gugatan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perkara
perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan (damai), tidak boleh
diselesaikan dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting) tetapi harus
diselesaikan melalui pengadilan. Pihak yg merasa dirugikan hak
perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh
penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan
terhadap pihak dirasa merugikan.
Yang mana di kenal ada 2 Perkara perdata ada 2 yaitu :
1.
Perkara contentiosa (gugatan) yaitu perkara yang di
dalamnya terdapat sengketa 2 pihak atau lebih yang sering disebut dengan
istilah gugatan perdata. Artinya ada konflik yang harus diselesaikan dan harus
diputus pengadilan, apakah berakhir dengan kalah memang atau damai tergantung
pada proses hukumnya. Misalnya sengketa hak milik, warisan, dll.
2.
Perkara voluntaria yaitu yang didalamnya tidak
terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya semata-mata untuk kepentingan
pemohon dan bersifat sepihak (ex-parte). Disebut juga gugatan permohonan.
Contoh meminta penetapan bagian masing-masing warisan, mengubah nama,
pengangkatan anak, wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dll.
Dalam Mengajukan sebuah gugatan
terdapat beberapa prosedur yang harus di lakukan yang mana prosedur tersebut
sudah sesuai dengan peraturan /Hukum yang berlaku yang mana mengurus mengenai
berbagai macam gugatan.yang mana dalam penyajian makalah ini kami para penyaji
mencoba mengkaji mengenai tata cara pengajuan gugatan,mulai dari pra syarat,cara
pengajuan hingga batal dan di tolaknya sebuah rujukan gugatan yang mana akan
kami bahas selanjutnya dalam makalah yang kami susun ini.
B.
Rumusan
Masalah
Terdapat
beberapa rumusan masalah yang nantinya akan kami bahas yaitu di antaranya
adalah:
1. Apa
perbedaan Gugatan dan Permohonan serta bagaimana syarat untuk mengajukan sebuah
gugatan
2. Bagaimana
Teori dan cara mengajukan sebuah gugatan
3. Bagaimana
sebab akibat terjadinya perubahan dan pencabutan sebuah Gugatan
C.
Tujuan
Adapun Tujuan dalam
penyusunan Makalah ini adalah sebagai Berikut:
1. Agar
Dapat mengetahui Apa perbedaan Gugatan dan Permohonan serta bagaimana syarat
untuk mengajukan sebuah gugatan
2. Agar
dapat memahami Bagaimana Teori dan cara mengajukan sebuah gugatan
3. Paham
dan Mengerti Bagaimana sebab akibat terjadinya perubahan dan pencabutan sebuah
Gugatan
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
Sebelum Membahas lebih
jauh mengenai tata cara mengajukan gugatan ada baiknya kita ketahui terlebih
dahulu pengertian ataupun pendefinisian yang mana menyangkut dengan materi.
A.
Definisi
1. Pengertian Gugatan
1.1 Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2,
gugatan adalah tuntutan hak yang
mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
1.2 Sudikno Mertokusumo,
Gugatan
adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh
pengadilan untuk mencegah main hakim sendiri (eigenrichting).
1.3 Darwan Prinst,
gugatan adalah suatu permohonan yang
disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu
tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu
oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut.
2
Definisi Mengajukan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia
mengajukan berakan dari kata pengejuan yang berarti suatu cara untuk
menampilkan,menyuruhkan ,mengusulkan,ataupun mengedepankan suatu tuntutan atau
pun proses.
3
Definisi
Mengajukan Gugatan
Mengajukan
gugatan adalah suatu cara untuk memberikan usulan berupa permohonan kepada yang
berwajib agar permohonan tersebut dapat dip roses sesuai prosedur dan
sebagaimana mestiya.
B. Perbandingan Gugatan dan Permohonan
1.
Gugatan
adalah
suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan agama yang
erwenag, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan
merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran
suatu hak.
2.
Permohonan
adalah suatu
surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak
yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga
badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan
sebenarnya.
Jadi
perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu tuntutan hak perdata yang
didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat
terhadap tergugat yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu
perkara. Alam gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya
dan produk hokum yang dihasilkan adalah putusan hokum.
Gugatan merupakan upaya hukum yang
dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan
penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Contoh
permohonan adalah seseorang meninggal dunia dan segenap ahli
warisnya secara bersama-sama menghadap ke muka pengadilan untuk mendapat suatu
penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum. Dalam hal ini
hakim hanya sekedar member jasa-jasanya sebagai seorang tenaga tata usaha
Negara. Hakim mengeluarkan penetapan atau lazimnya disebut putusan declaratoir,
yaitu putusan yang bersifat menetapkan atau menerangkan saja. Dalam persoalan
ini, hakim tidak memutuskan sesuatu konflik seperti halnya dalam perkara
gugatan. (bandingkan dengan putusan MA tanggal 23 oktober 1957 No. 130 K/sip/1957.
C. Bentuk Gugatan menurut HIR
Dalam Herziene Indonesische Reglement (“HIR”) dikenal 2 (dua) macam
bentuk surat gugatan yaitu;
1.
Gugatan Tertulis(Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg
Bentuk
gugatan tertulis adalah yang paling diutamakan di hadapan pengadilan daripada
bentuk lainnya. Gugatan tertulis diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR / Pasal
142 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (“RBg”) yang
menyatakan bahwa gugatan perdata pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada
Pengadilan Negeri dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat
atau kuasanya. Dengan demikian, yang berhak dan berwenang dalam mengajukan
surat gugatan adalah; (i) penggugat dan atau (ii) kuasanya.
2.
Gugatan Lisan(Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg
Bagi
mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan secara lisan
kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk mengadili suatu perkara
perdata, karena bentuk gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR (Pasal 144 RBg)
yang berbunyi: “bilamana penggugat buta huruf maka surat
gugatannya dapat dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang
mencatat gugatan atau menyuruh mencatatnya”.
Ketentuan
gugatan lisan yang diatur HIR ini, selain untuk mengakomodir kepentingan
penggugat buta huruf yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia pada masa
pembentukan peraturan ini, juga membantu rakyat kecil yang tidak mampu menunjuk
jasa seorang advokat atau kuasa hukum karena dapat memperoleh bantuan dari
Ketua Pengadilan yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata untuk
membuatkan gugatan yang diinginkannya.
D. Ciri-Ciri Gugatan
Ada Beberapa
cici cirri dari gugagan yang mana akan di jabarkan sebagai berikut:
- Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan mengandung sengketa
- Sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak
- Bersifat partai (party) dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat.
E. Syarat-syarat
pengajuan suatu gugatan
Suatu gugatan dapat diterima untuk dipertimbangkan (sah) apabila dipenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Diajukan secara
tertulis : Artinya diajukan dengan media tulisan, tidak secara lisan;
2.
Dalam bahasa
Indonesia : Artinya menggunakan bahasa Indonesia, tidak diperkenankan
menggunakan bahasa lain;
3.
Dikemukakan
alasan dari gugatan : Dalam surat gugatan harus dikemukakan alasan-alasan yang
jelas.
4.
Satu surat gugatan dicantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan
dokumen yang digugat.
5.
Gugatan diajukan dalam jangka waktu
a.
14 (empat
belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan;
- 30 (tiga puluh) hari sejak diterima keputusan yang digugat.
6. Pengajuan
gugatan
a.
Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya,
sorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas,
mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang
digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat;
b.
Apabila selama proses Gugatan, penggugat meninggal
dunia, Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli
warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
c.
Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan
penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan
dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak .yang menerima pertanggungjawaban karena
penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Perihal
Permohonan dan Gugatan
Ada dua masalah yang sering terjadi di
dalam lingkupan peradilan terutama di lingkupan peradilan umum atau peradilan
negeri dan peradilan agama,yaitu pertama permohonan dan kedua adalah masalah
gugatan,baik permohonan maupun gugatan dapat di ajukan oleh seorang
pemohon/penggugat atau lebih secara bersama sama.
Perbedaan Prinsip
antara Permohonan dengan Gugatan
Sering kita dengar dan jumpai istilah
permohonan dan gugatan di dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia.
Namun, bagi sebagian besar orang awan tidak mengerti perbedaan antara keduanya
karena kedua istilah tersebut sangat berkaitan dengan materi yang diajukan
untuk dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan.
1. Permohonan
Secara yuridis,
permohonan adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan
yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri. Istilah permohonan dapat juga disebut dengan gugatan voluntair
yaitu gugatan permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik
sebagai tergugat.
Ciri khas permohonan atau gugatan voluntair adalah:
a. Masalah
yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja (for the benefit of one
party only);
b. Permasalahan
yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan negeri pada prinsipnya tanpa sengketa
dengan pihak lain (without dispute or differences with another party);
c. Tidak
ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat
mutlak satu pihak (ex-parte).
Landasan hukum
permohonan atau gugatan voluntair
merujuk pada ketentuan Pasal 2 dan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (“UU
14/1970”). Meskipun UU 14/1970 tersebut telah diganti oleh Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, apa yang digariskan Pasal 2 dan
penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 14/1970 itu, masih dianggap relevan sebagai
landasan gugatan voluntair
yang merupakan penegasan, di samping kewenangan badan peradilan penyelesaian
masalah atau perkara yang bersangkutan dengan yuridiksi contentiosa
yaitu perkara sengketa yang bersifat partai (ada pihak penggugat dan tergugat),
juga memberi kewenangan penyelesaian masalah atau perkara voluntair.
Proses
pemeriksaan permohonan di pengadilan dilakukan secara ex-parte
yang bersifat sederhana yaitu hanya mendengarkan keterangan pemohon, memeriksa
bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon dan tidak ada tahap replik-duplik
dan kesimpulan. Setelah permohonan diperiksa, maka pengadilan akan mengeluarkan
penetapan atau ketetapan (beschikking
; decree).
Bentuk ini membedakan penyelesaian yang dijatuhkan pengadilan dalan gugatan contentiosa,
karena dalam gugatan contentiosa
yang bersifat partai, penyelesaian yang dijatuhkan berbentuk putusan atau vonis
(award).
2.
Gugatan
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa
penetapan dapat disebut dengan gugatan voluntair, tetapi pengertian ini berbeda
dengan pengertian gugatan pada umumnya yang dikenal oleh masyarakat Indonesia
dan dalam perundang-undangan, yaitu gugatan yang dimaksudkan adalah gugatan contentiosa
atau biasa disebut dengan gugatan perdata atau gugatan saja.
Pengertian
gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung
sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain
sebagai tergugat. Perkataan contentiosa, berasal dari bahasa Latin yang
berarti penuh semangat bertanding atau berpolemik. Itu sebabnya penyelesaian
perkara yang mengandung sengketa, disebut yuridiksi contentiosa
yaitu kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenaan dengan masalah
persengketaan antara pihak yang bersengketa.
Ciri khas gugatan adalah:
1. Permasalahan
hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa (disputes, diffirences).
2. Terjadi
sengketa di antara para pihak, minimal di antara 2 (dua) pihak.
3. Bersifat
partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan
berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lainnya berkedudukan sebagai
tergugat.
4. Tidak
boleh dilakukan secara sepihak (ex-parte), hanya pihak penggugat atau
tergugat saja.
5. Pemeriksaan
sengketa harus dilakukan secara kontradiktor dari permulaan sidang sampai
putusan dijatuhkan, tanpa mengurangi kebolehan mengucapkan putusan tanpa
kehadiran salah satu pihak.
B.
Kekuasaan Mutlak Dan Kekuasaan
Relatif
Agar
supaya suatu gugatan jangan sampai diajukan secara keliru maka dalam cara
mengajukan gugatan harus diperhatikan benar – benar oleh penggugat bahwa
gugatan harus diajukan secara tepat kepada badan pengadilan yang benar – benar
berwenang untuk mengadili persoalaan tersebut.
Dalam hukum acara perdata dikenal 2
macam kewenangan yaitu :
- Wewenang multlak atau absolute competentie
- Wewenang relative atau relative competentie
Wewenang
mutlak adalah menyangkut pembagiaan kekuasaan antara badan
badan peradilan dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberiaan
kekuasaan untuk mengadili dan dalam bahasa belanda disebut attributie van
rechtsmact.
Misalnya
persoalaan mengenai perceraian, bagi mereka yang beragama islam berdasarkan
ketentuaan pasal 63 (1)a Undang – undang No 1 tahun 1974 adalah wewenang
pengadilan agama. Sedangkan persoalaan warisan, sewa menyewa, utang piutang,
jual beli, gadaim hipotik adalah merupakan wewenang pengadilan negri.(tambah di buku hal 18)
Wewenang
relatif mengatur pembagiaan kekuasaan mengadili antara
pengadilan yang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat. Pasal 118 H.I.R
menyangkut kekuasaan relative yang dalam bahasa belanda disebut Dristributie
van rechtsmacht. Azasnya yaitu yang berwenang adalah pengadilan tempat
tinggal tergugat. Azas ini dalam bahasa latin dikenal dengan sebutan actor
sequitur forum rei.
C.
Syarat
mengajukan Gugatan
Yurisprudensi MA tentang syarat dalam menyusun gugatan
:
1.
Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal
cukup memberikan gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan
(MA tgl 15-3-1970 Nomor 547 K/Sip/1972)
2.
Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl
21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
3.
Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara
lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll
4.
Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan
jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971)
Tidak memenuhi syarat diatas gugatan
menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijk verklaard)
Ketidaksempurnaan diatas dapat
dihindarkan jika penggugat/kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat
dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokat/pengacara
maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa tulisa baca.
Dalam hukum
acara perdata ada istilah gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak.
a.
Gugatan tidak diterima adalah gugatan yang tidak
bersandarkan hukum yaitu apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan
tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak
gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan
kembali gugatannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.
b.
Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum
yaitu apabila tidak diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan.
Putusan hakim dengan melakukan penolakan bermaksud menolah setelah
mempertimbangkan pokok perkara. Dalam hal ini penggugat tidak ada kesempatan
mengajukan kembali tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak memenuhi
syarat materil (pembuktian)
D. Teori Pembuatan Gugatan
Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat
gugatan yaitu :
1.
Substantierings Theorie yaitu dimana teori ini
menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi
dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului
peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hokum tersebut.
Bagi
penggugat yang menuntut suatu benda miliknya misalnya dalam gugatan tidak cukup
hanya menyebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu, tetapi juga harus
menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mewaris, hadiah dsb.
Teori sudah ditinggalkan
2.
Individualiserings Theorie yaitu teori ini menyatakan
bahwa dalam dalam gugatan cukup disebutkan peristiwa-peristiwa atau
kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hhukum yang menjadi dasar
gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan
menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian hokum tersebut.
Bagi
penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, misalnya dalam gugatan cukup
disebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu. Dasar terjadinya atau sejarah
adanya hak milik atas benda itu padanya tidak perlu dimasukan dalam gugatan
karenaini dapat dikemukakan di persidangan pengadilan dengan disertai
bukti-bukti. Teori ini sesuai dengan system yang dianut dalam HIR/Rbg, dimana
orang boleh beracara secara lisan, tidak ada kewajiban menguasakan kepada ahli
hukum dan hakim bersifat aktif.
E.
Cara
mengajukan Gugatan atau Permohonan
Sebelu mengajukan gugatan ada sebaiknya kita mengetahui syarat syarat apa
saja yang harus di penuhi dalam mengajukan gugatan atau permohonan yaitu di
antaranya :
1.
Gugatan dalam bentuk tertulis.
2.
Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3.
Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi)
Berikut.tatacara bagaimana mengajukan gugatan atau
permohonan.Tahapan –tahapan tersebut yaitu:
1.
Langkah
Awal
a.
Pendaftaran Gugatan
Langkah pertama mengajukan gugatan
perdata adalah dengan melakukan pendaftaran gugatan
tersebut ke pengadilan. Menurut pasal 118 ayat (1) HIR, pendaftaran gugatan itu
diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan kompetensi relatifnya – berdasarkan
tempat tinggal tergugat atau domisili hukum yang ditunjuk dalam perjanjian .
Gugatan tersebut hendaknya diajukan secara tertulis, ditandatangani oleh
Penggugat atau kuasanya, dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Pendaftaran gugatan itu dapat dilakukan di kantor kepaniteraan Pengadilan
Negeri setempat.
b.
Membayar Panjar Biaya
Perkara
Setelah
gugatan diajukan di kepaniteraan, selanjutnya Penggugat wajib membayar biaya
perkara. Biaya perkara yang dimaksud adalah panjar biaya
perkara, yaitu biaya sementara yang finalnya akan diperhitungkan
setelah adanya putusan pengadilan. Dalam proses peradilan, pada prinsipnya
pihak yang kalah adalah pihak yang menanggung biaya perkara, yaitu biaya-biaya
yang perlu dikeluarkan pengadilan dalam proses pemeriksaan perkara tersebut,
antara lain biaya kepaniteraan, meterai, pemanggilan saksi, pemeriksaan
setempat, pemberitahuan, eksekusi, dan biaya lainnya yang diperlukan. Apabila
Penggugat menjadi pihak yang kalah, maka biaya perkara itu dipikul oleh
Penggugat dan diambil dari panjar biaya perkara yang telah dibayarkan pada saat
pendaftaran. Jika panjar biaya perkara kurang, maka Penggugat wajib
menambahkannya, sebaliknya, jika lebih maka biaya tersebut harus dikembalikan
kepada Penggugat.
Bagi
Penggugat dan Tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara, Hukum Acara
Perdata juga mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya (prodeo/free of
charge). Untuk berperkara tanpa biaya, Penggugat dapat mengajukan
permintaan izin berperkara tanpa biaya itu dalam surat gugatannya atau dalam
surat tersendiri. Selain Penggugat, Tergugat juga dapat mengajukan izin untuk
berperkara tanpa biaya, izin mana dapat diajukan selama berlangsungnya proses
persidangan. Permintaan izin berperkara tanpa biaya itu disertai dengan surat
keterangan tidak mampu dari camat atau kepada desa tempat tinggal pihak yang
mengajukan.
c.
Registrasi Perkara
Registrasi perkara adalah pencatatan
gugatan ke dalam Buku Register Perkara untuk mendapatkan nomor gugatan agar
dapat diproses lebih lanjut. Registrasi perkara dilakukan setelah dilakukannya
pembayaran panjar biaya perkara. Bagi gugatan yang telah diajukan pendaftarannya
ke Pengadilan Negeri namun belum dilakukan pembayaran panjar biaya perkara,
maka gugatan tersebut belum dapat dicatat di dalam Buku Register Perkara,
sehingga gugatan tersebut belum terigstrasi dan mendapatkan nomor perkara dan
karenanya belum dapat diproses lebih lanjut – dianggap belum ada perkara.
Dengan demikian, pembayaran panjar biaya perkara merupakan syarat bagi
registrasi perkara, dan dengan belum dilakukannya pembayaran maka kepaniteraan
tidak wajib mendaftarkannya ke dalam Buku Register Perkara.
d.
Pelimpahan Berkas
Perkara Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Setelah
Penitera memberikan nomor perkara berdasarkan nomor urut dalam Buku Register
Perkara, perkara tersebut dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Pelimpahan tersebut harus dilakukan secepat mungkin agar tidak melanggar
prinsip-prinsip penyelesaian perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan –
selambat-lambatnya 7 hari dari tanggal registrasi.
e.
Penetapan Majelis
Hakim Oleh Ketua Pengadilan Negeri
Setelah
Ketua Pengadilan Negeri memeriksa berkas perkara yang diajukan Panitera,
kemudian Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa
dan memutus perkara. Penetapan itu harus dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri
selambat-lambatnya 7 hari setelah berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan
Negeri. Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut terdiri
dari sekurang-kurangnya 3 orang Hakim – dengan komposisi 1 orang Ketua Majelis
Hakim dan 2 lainnya Hakim Anggota.
f.
Penetapan Hari Sidang
Selanjutnya,
setelah Majelis Hakim terbentuk, Majelis Hakim tersebut kemudian menetapkan
hari sidang. Penetapan itu dituangkan dalam surat penetapan. Penetapan itu
dilakukan segera setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara, atau
selambat-lambatnya 7 hari setelah tanggal penerimaan berkas perkara. Setelah
hari sidang ditetapkan, selanjutnya Majelis Hakim memanggil para pihak
(Penggugat dan Tergugat) untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan
itu. (legalakses.com).
2. Langkah pengisian gugatan/ perkara
Berkaitan dengan persyaratan isi gugatan tidak diatur dalam HIRmaupun RBg. Persyaratan mengenai isi gugatan ditemukan dalam pasal 8 RV yang mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat :
a.
Identitas
Identitas Para
pihak, yang meliputi: Nama (beserta bin/binti dan aliasnya), umur, agama,
pekerjaan dan tempat tinggal. Bagi pihak yang tempat tinggalnya tidak diketahui
hendaknya ditulis, “dahulu bertempat tinggal di….. tetapi sekarang tidak
diketahui tempat tinggalnya di Indonesia, dan kewarganegaraan (bila perlu).
Pihak-pihak yang
ada sangkut pautnya dengan perkara itu harus disebut secara jelastentang
kedudukannya dalam perkara, apakah sebagai penggugat, tergugat, turut tergugat,
pelawan, terlawan, pemohon, atau termohon. Dalam praktik dikenal pihak yang
disebut turut tergugat dimaksudkan untuk mau tunduk terhadap putusan
pengadilan. Sedangkan istilah turut penggugat tidak dikenal. Untuk menentukan
tergugat sepenuhnya menjadi otoritas penggugat sendiri.
b.
Fundamentum
Petendi (Posita)/dasar atau dalil,
yaitu penjelsan
tentang keadaan / peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang
dijadikan dasar atau alasan gugat. Posita memuat dua bagian:
1) alasan
yang berdasarkan fakta/peristiwa hukum, dan
2) alasan
yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan keharusan. Hakimlah yang
harus melengkapinya dalam putusan nantinya.
c.
Petitum
(tuntutan),
Menurut Pasal 8
Nomor 3 R.Bg. ialah apa yang diminta atau yang diharapkan oleh penggugat agar
diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum akan dijawab oleh majelis
hakim dalam amar putusannya. Petitum harus berdasarkan hukum dan harus pula
didukung oleh Posita. Pada prinsipnya posita yang tidak didukung oleh petitum
(tuntutan) berakibat tidak diterimanya tuntutan, pun sebaliknya petitum /
tuntutan yang tidak didukung oleh posita berakibat tuntutan penggugat ditolak.
Mekanisme
petitum (tuntutan) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian pokok, yaitu:
1) tuntutan
primer (pokok) merupakan tuntutan yang sebenarnya diminta penggugat, dan hakim
tidak boleh mengabulkan lebih dari apa yang diminta (dituntut),
2) tuntutan
tambahan, merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok, seperti dalam
hal perceraian berupa tuntutan pembayaran nafkah madhiyah, nafkah anak, mut’ah,
nafkah idah, dan pembagian harta bersama, dan
3) tuntutan
subsider (pengganti) diajukan untuk mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok
dan tuntutan tambahan tidak diterima majelis hakim. Biasanya kalimatnya adalah
“agar majelis hakim mengadili menurut hukum yang seadil-adilnya “atau” mohon
putusan yang seadil-adilnya” bias juga ditulis dengan kata-kata “ex aequo et
bono”.
3.
Bentuk
gugatan
Gugatan Lisan dan/atau Tertulis
Semua gugatan /
permohonan harus dibuat secara tertulis, akan tetapi dimungkinkan bagi
penggugat / pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis, maka gugatan /
permohonan diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang.
Kemudian Ketua Pengadilan yang berwenang tersebut memerintahkan kepada hakim
untuk membuatkan surat permohonan / gugatan dengan cara mencatat dan
memformulasikan segala sesuatu yang dikemukakan oleh peenggugat / pemohon dan
membacakannya, kemudian surat gugatan / permohonan tersebut ditandatangani
ketua/hakim yang membuatkannya itu, hal ini berdasar ketentuan Pasal 114 (1)
R.Bg. atau Pasal 120 HIR. Sementara penggugat tidak tidak perlu tanda tangan
atau membubuhkan cap jempolnya dan juga tidak usah diberi materai.
Dalam praktik
proses pengajuan gugat secara lisan bagi buta huruf dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Gugatan
disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang.
b. Ketua
Pengadilan atau hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan mencatat segala peristiwa
yang disampaikan penggugat, kemudian diformulasikan dalam bentuk surat gugat.
c. Gugatan
yang diformulasikan tersebut dibacakan untuk penggugat dan ditanyakan kepadanya
tentang isi gugatan itu, apakah sudah cukup atau masih perlu ditambah,
dikurangi atau diubah.
d. Gugatan
yang dinyatakan cukup oleh penggugat, maka Ketua Pengadilan atau hakim yang
ditunjuk tersebut untuk menandatanganinya.
Adapun gugatan atau permohonan yang dibuat secara tertulis, harus ditandatangani oleh penggugat / pemohon (Pasal 142 (1) R.Bg. / Pasal 118 (1) HIR). Apabila pemohon / penggugat telah menunjuk kuasa khusus maka surat gugatan / permohonan harus ditandatangani oleh kuasa hukumnya tersebut (Pasal 147 (1) R.Bg. / Pasal 123 HIR).
Adapun gugatan atau permohonan yang dibuat secara tertulis, harus ditandatangani oleh penggugat / pemohon (Pasal 142 (1) R.Bg. / Pasal 118 (1) HIR). Apabila pemohon / penggugat telah menunjuk kuasa khusus maka surat gugatan / permohonan harus ditandatangani oleh kuasa hukumnya tersebut (Pasal 147 (1) R.Bg. / Pasal 123 HIR).
Surat
gugatan / permohonan dibuat rangkap enam, masing-masing satu rangkap untuk
penggugat/ pemohon, satu rangkap untuk tergugat/ termohon atau menurut
kebutuhan dan empat rangkap untuk majelis hakim yang memeriksanya. Apabila
surat gugatan/ permohonan hanya dibuat satu rangkap, maka harus dibuat
salinannya sejumlah yang diperlukan dan dilegalisir oleh panitera.
Dalam pemeriksaan perkara pengadilan akan disampaikan
dalam ilustrasi berikut ini :
a.
Apabila penggugat dan tergugat
hadir maka mula-mula majelis hakim memasuki ruang persidangan diikuti panitera
sidang. Majelis memanggil para pihak untuk masuk ke persidangan dan ketua
membuka persidangan dengan menyatakan “sidang dibuka dan terbuka untuk umum
(apabila sidang terbuka untuk umum) dan jika sidang dibuka dan tertutup untuk
umum (apabila sidang terbuka itu tertutup untuk umum).
b.
Hakim menanyakan identitas para
pihak baik pihak penggugat atau tergugat
c.
Hakim mengupayakan perdamaian pada
para pihak dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan
menetapkan hari sidang berikutnya tanpa dipanggil.
d.
Apabila kedua belah pihak
berdamai, maka dibuat akta perdamaian yang kekuatan hukumnya samutusan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga dapat dilaksanakan esekusi.
e.
Apabila tidak tercapai perdamaian
maka dinyatakan kepada penggugat ada perubahan gugatan atau tidak, kalau ada
maka persidangan ditunda pada persidangan berikutnya untuk perubahan atau
perbaikan gugatan dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang hadir
dalam sidang berikutnya untuk hadir tanpa di panggil.
f.
Apabila tidak ada perubahan atau
sudah ada perubahan gugatan, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan.
Setelah pembacaan gugatan hakim memberikan kesempatan kepada tergugat untuk
mengajukan pertanyaan, kemudian sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada
tergugat menyususn jawaban dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang
hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa pengadilan.
g.
Dalam sidang selanjutnya jawaban
dibacakan dan penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan replik, kemudian
sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada penggugat menyusun replik dengan
menetapkan hari sidang dan memerintahkan untuk hadir dalam sidang berikutnya
tanpa dipanggil.
h.
Sidang selanjtnya replik dibacakan
tergugat diberikan kesempatan untuk mengajukan duplik, kemudian tergugat diberi
kesempatan untuk menyususn duplik dengan menetapkan hari sidang berikutnya dan
memerintahkan utuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
i.
Sidang selanjutnya duplik
dibacakan kemudian pihak penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan
bukti-bukti untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya, kemudian sidang ditunda untuk
memberikan kesempatan kepada penggugat menyampaikan bukti-bukti dengan
menetapkan hari sidang berikutnya dan memerintahkan yang hadir untuk hadir
dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
j.
Sidang selanjutnya setelah
penggugat mengajukan bukti-bukti tergugat di beri kesempatan untuk mengajukan
bukti-bukti untuk menguatkan dalil-dalail sanggahannya, kemudian sidang ditunda
untuk memebri kesempatan kepada tergugatuntuk pembuktian.
k.
Sidang selanjutnya setelah
pembuktian tergugat selesai kemudian sidang ditunda untiuk memberi kesempatan
kepada penggugat dan tergugat menyususn kesimpulan.
l.
Sidang selanjtnya penggugat dan
tergugat menyampaikan kesimpulan, kemudian sidang ditunda untuk musyawarah hakim
untuk menjatuhkan putusan.
m.
Dalam sidang selanjutnya, putusan
dibacakan oleh ketua majelis hakim dan kepada pihak yang tidak puas dapat
mengajukan upaya hukum banding.
F.
Pencabutan Gugatan
Pencabutan gugatan dapat terjadi:
1.
Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini
adalah tergugat belum memberikan jawaban.
2.
Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal
ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat
disetujui oleh pihak tergugat.
Jika gugatan dicabut sebelum
tergugat memberikan jawaban maka penggugat masih boleh mengajukan gugatannya
kembali dan jika tergugat sudah memberikan jawaban penggugat tidak boleh lagi
mengajukan gugatan karena penggugat sudah dianggap melepaskan haknya.
G. Perubahan Gugatan
Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat
:
1.
Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi
dasar gugatan (MA tanggal 6 Maret 1971 Nomor 209 K/Sip/1970.
2.
Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Contoh ad. 1.
Penggugat semula menuntut agar tergugat membayar hutangnya berupa sejumlah uang
atas dasar “perjanjian hutang piutang”, kemudian diubah atas dasar “perjanjian
penitipan uang penggugat pada tergugat”. Perubahan seperti ini tidak
diperkenankan.
Contoh ad. 2. Dalam
gugatan semula A menutut B agar membayar hutangnya sebesar Rp. 1.000.000.
Kemudian A mengubah tuntutannya agar B membyara hutangnya sebesar
1.000.000 ditambah Bungan 10 % setiap bulan. Perubahan bentuk seperti ini tidak
dibenarkan.
Tentang perubahan atau penambahan
gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg namun dalam yurisprudensi MA dijelaskan
bahwa perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak merubah dasar
gugatan (posita) dan tidak merugikan tergugat dalam pembelaan kepentingannya
(MA tgl 11-3-1970 Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor 1042 K/Sip/1971
dan tanggal 29-1-1976 Nomor 823 K/Sip/1973). Perubahan tidak diperkenankan
kalau pemeriksaan hamper selesai. Semua dali pihak-pihak sudah saling
mengemukakan dan pihak sudah memohon putusan kepada majelis hakim (MA tanggal
28-10-1970 Nomo 546 K/Sip/1970).
Kesempatan
atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap :
1.
Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan
tanpa perlu izin tergugat.
2.
Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin
tergugat jika tidak di setujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan
:
a)
Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak
dirugikan terutama tergugat.
b)
Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai
penyebab timbulnya perkara.
c)
Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.
F. Penggabungan gugatan atau kumulasi gugatan
Penggabungan / kumulasi gugatan ada 2 yaitu :
1. Kumulasi subjektif
yaitu para pihak lebih dari satu orang (Pasal 127 HIR/151 RBg) adalah
penggugat atau beberapa penggugat melawan (menggugat) beberapa orang tergugat,
misalnya Kreditur A mengajukan gugatan terhadap beberapa orang debitur (B, C,
D) yang berhuntang secara tanggung renteng (bersama). Atau beberapa penggugat
menggugat seorang tergugat karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad). Syarat untuk kumulasi subjektif adalah bahwan tuntutan tersebut
harus ada hubungan hokum yang erat satu tergugat dengan tergugat lainnya
(koneksitas). Kalau tidak ada hubunganya harus digugat secara tersendiri.
2. Kumulasi objektif
yaitu penggabungan beberapa tuntutan
dalam satu perkara sekaligus (penggabungan objek tuntutan), misalnya A
menggugat B selain minta dibayar hutang yang belum dibayar juga menuntut
pengembalian barang yang tadinya telah dipinjam.
Penggabungan
objektif tidak boleh dilakukan dalam hal:
a.
Hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa
satu tuntutan yang diajukan secara bersama-sama dalam gugatan.
- Satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatan khusus sedangkan tuntutan lainnya diperiksa menurut acara biasa.
- Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan.
Tujuan
penggabungan gugatan :
a.
Menghindari kemungkinan putusan yang berbeda atau
berlawanan/bertentangan.
- Untuk kepentingan beracara yang bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan.
G. Kompetensi atau Kewenangan Mengadili
Kompentensi adalah kewenangan mengadili dari badan
peradilan.
Kompetensi ada 2 yaitu :
1. Kompetensi mutlak/absolut
yaitu
dilihat dari beban tugas masing-masing badan peradilan. Di Indonesia ada
beberapa badan peradilan, misalnya peradilan umum (pengadilan negeri),
peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha Negara, peradilan
niaga (kepailitan, Hak Kekayaan Intelektual), pengadilan hubungan industrial
(perburuhan), peradilan HAM di Indonesia. Jika ada suatu sengketa dibidang
tanah, maka yang berwenang (kompetensi asbulut) adalah pengadilan negeri. Atau
sengketa warisan bagi orang islam maka yang berwenang (kompetensi absolut)
adalah pengadilan agama.
2. Kompetensi relatif/nisbi
yaitu dari wilayah hukum
masing-masing peradilan. Wilayah hukum peradilan biasanya berdasarkan pada
wilayah dimana tempat tinggal tergugat, misalnya sengketa warisan orang
islam tergugatnya berada di Tembilahan (Inhil) maka komptensi relatifnya adalah
pengadilan agama Tembilahan. Lain hal jika alamat tergugat berada di kabupaten
Rengat, maka kompetensi relatifnya adalah pengadilan agama Rengat. Dalam
perkara cerai talak, komptensi relatifnya berdasarkan dimana alamat termohon.
Tentang kompetensi relative, hal ini disebutkan dalam Pasal 118 HIR/142 RBg
kompetensi relatif adalah pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat (asas
Actor Sequitor Forum Rei).
Pasal 118
HIR/142 RBg mengatur juga pengecualiannya yaitu :
a.
Diajukan di tempat kediaman tergugat yang terakhir
yang sebenarnya apabila tidak diketahui tempat tinggalnya.
- Apabila tergugat lebih dari satu orang diajukan di tempat tinggal salah satunya sesuai pilihan penggugat.
- Satu tergugat sebagai yang berhutang dan satu lagi penjamin diajukan di tempat tinggal yang berhutang, apabila tempat tinggal tergugat (berhutang) dan tempat turut tergugat (penjamin) berbeda maka diajukan dimana tempat tinggal tergugat.
- Jika tidak dikenal tempat tinggal dan kediaman tergugat diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat.
- Jika objeknya benda tetap diajukan di tempat benda tetap itu berada.
- Jika ditentukan dalam perjanjian (akta) ada tempat tinggal yang dipilih (domisili hukum) mka gugatan diajukan di tempat tinggal yang dipilih tersebut (pilihan domisili hukum), namun jika penggugat mau memilih berdasarkan tempat tinggal tergugat, maka gugatan juga dapat diajukan di tempat tinggal tergugat.
H. Para Pihak Dalam Berperkara
Ada 2 pihak yaitu penggugat dan
tergugat. Pihak ini dapat secara langsung berperkara di pengadilan dan dapat
juga diwakilkan baik melalui kuasa khusus (pengacara) maupun kuasa
insidentil (hubungan keluarga).
Untuk ini
dapat dibedakan atas :
1. Pihak materil
pihak yang mempunyai
kepentingan langsung yaitu penggugat dan tergugat. Sering juga disebut
dengan penggugat in person dan tergugat in person.
2. Pihak formil
mereka yang
beracara di pengadilan, yaitu penggugat, tergugat dan kuasa hukum.
3. Turut tergugat
pihak yang
tidak menguasai objek perkara tetapi akan terikat dengan putusan hakim.
Contoh perkara sengketa tanah antara
A (penggugat) dengan B (Tergugat), dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut
disertifikat, dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut
disertifikatkan oleh C (BPN), maka A dan B disebutkan oleh C (BPN), maka A dan
B disebut pihak formil/materil dan C adalah turut tergugat.
I. Perwakilan dalam Perkara Perdata
Dalam sistim HIR/RBg beracara di
muka pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan syarat dengan surat
kuasa. Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat , kuasa hukum itu diberikan
kepada advokat.
Advokat adalah
orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat
kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di
pengadilan atau beracara di pengadilan.
J. Surat Kuasa
Surat kuasa adalah
suatu dokumen di mana isinya seseorang menunjuk dan memberikan wewenang
pada orang lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Menurut
Pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana
seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Macam-macam
surat kuasa :
1.
Surat kuasa umum yaitu surat yang menerangkan bahwa
pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja, artinya
untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik berat pengurusan. Surat
kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi
kuasa.
2.
Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang menerangkan bahwa
pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja atau lebih (1795
KUHPerdata). Dengan surat kuasa khusus penerima kuasa dapat mewakili pemberi
kuasa di depan pengadilan. Hal ini diatur dalam pasal 123 HIR. Dengan demikian
dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.
Isi Surat
Kuasa Khusus :
1.
Identitas pemberi kuasa dan penerima kuasa yaitu nama
lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal.
2.
Apa yang menjadi pokok perkara, misalnya perkara
perdata jual beli sebidang tanah ditempat tertentu melawan pihak tertentu
dengan nomor perkara, pengadilan tertentu.
3.
Batasan isi kuasa yang diberikan. Dijelaskan tentang
kekhususan isi kuasa. Diluar kekhususan yang diberikan penerima kuasa tidak
mempunyai kewenangan melakukan tindakan hukum, termasuk kewengan sampai ke
banding dan kasasi.
4.
Hak subsitusi/pengganti. Ini penting manakala penerima
kuasa berhalangan sehingga ia berwenang menggantikan kepada penerima kuasa
lainnya, sehingga sidang tidak tertunda dan tetap lancar.
Contoh kuasa
khusus :
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
N a m
a
: FIRDAUS Bin DAUS
TTL /
Umur : Makasar, 26 Juni 1975 /
29 tahun
Pekerjaan
: Tani
Jenis kelamin : Laki-laki
Kebangsaan : WNI
Alamat
: Jalan Pelita jaya No. 20 Tembilahan Inhil Riau
Dengan ini menerangkan memberikan
kuasa pekara No.… (tulis nomor perkara jika perkara sudah masuk dipersidangan)
kepada :
N a m
a
: ABDUL HADI HASIBUAN, SH
Pekerjaan
: Pengacara / Advokat
Berkantor jalan Subrantas No. 09 Tembilahan.
KHUSUS
Untuk dan atas nama pemberi mewakili
sebagai Penggugat, mengajukan gugatan …….terhadap H. SINAGA Bin H. LUBIS di
Pengadilan Negeri Tembilahan.
Untuk itu yang diberi kuasa
dikuasakan untuk menghadap dan menghadiri semua persidangan Pengadilan Negeri Temvbilahan,
menghadapi instansi-instansi, jawabatan-jawatan, hakim, pejabat-pejabat,
pembesar-pembesar, menerima, mengajukan kesimpulan-kesimpulan, meminta siataan,
mengajukan dan menolak-saksi-saksi, menerima atau menolak keterangan
saksi-saksi, meminta atau memberikan segala keterangan yang diperlukan, dapat
mengadakan perdamaian dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh yang
diberi kuasa, menerima uang pembayaran dan memberikan kwitansin tanda
penerimaan dan memberikan kwitansi tanda penerimaan uang, meminta penetapan,
putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi), melakukan peneguran-peneguran, dapat
mengambil segala tindakan yang penting, perlu dan berguna sehubungan dengan
menjalankan perkara serta dapat mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang umumnya
dapat dikerjakan oleh seorang kuasa/wakil guna kepentingan tersbeut diatas,
juga mengajukan permohonan banding atau kontra, kasasi atau kontra.
Kuasa ini berikan dengan berhak
mendapatkan honorarium (upah) dan retensi (hak menahan barang milik orang lain)
serta dengan hak substitusi (melimpahkan) kepada orang lain baik sebagian
maupun seluruhnya.
Samarinda,……….
2010
Penerima
Kuasa Pemberi Kuasa
Materi 6000
ABDUL HADI
HASIBUAN BAGONG
BABIV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pengertian
gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung
sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua Pengadilan
Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain
sebagai tergugat. Perkataan contentiosa, berasal dari bahasa Latin yang
berarti penuh semangat bertanding atau berpolemik. Itu sebabnya penyelesaian
perkara yang mengandung sengketa, disebut yuridiksi contentiosa
yaitu kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenaan dengan masalah
persengketaan antara pihak yang bersengketa.
Dan secara
yuridis, permohonan adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk
permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada
Ketua Pengadilan Negeri. Istilah permohonan dapat juga disebut dengan gugatan voluntair
yaitu gugatan permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik
sebagai tergugat.
Yurisprudensi MA membagi ada beberapa syarat dalam
menyusun Gugatan yaitu :
1.
Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl
21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
2.
Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara
lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll
3.
Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan
jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971
Terdapat tahap tahap tatacara dalam melakukan sebuah
gugatan yaitu:
1.
Langkah Awal
a.
Pendaftaran Gugatan
b.
Membayar Panjar Biaya Perkara
c.
Registrasi Perkara
d.
Pelimpahan Berkas Perkara Kepada Ketua
Pengadilan Negeri
e.
Penetapan Majelis Hakim Oleh Ketua Pengadilan
Negeri
f.
Penetapan Hari Sidang
2. Langkah pengisian gugatan/ perkara
a. Identitas
b. Fundamentum
Petendi (Posita)/dasar atau dalil,
c. Petitum
(tuntutan),
Selain itu pencabutan gugatan terjadi karena:
1.
Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini
adalah tergugat belum memberikan jawaban.
2.
Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal
ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat
disetujui oleh pihak tergugat.
Sebuah Masalah timbul karena adanya
perbedaan yang terjadi,oleh karena itu sebaiknya masalah itu tidak perlu kita
perdebatkan,sebagai makhluk ciptaan tuhan yg mana kesempurnaan hanya mulik-Nya
ada baiknya kita sesame manusia saling menghargai dan memaklumi kekerangan di
antara masing masing individu sehingga terjadinya konflik yang berhujung pada
kerugian di masing masing pihak tidak terjadi.apabila masalah tersebut telah
terlanjur terjadi ada baiknya kita menyelesaikan dengan cara dingin kepala
lewat jaur hukum yang mana salah satunya lewar Gugatan yang mana telah kita
bahas sebelumnya,semoga kajian makalah yang kami susun tersebut berguna dan
bermanfaat dan dapar menjadi contoh positif sehinggadapat menciptakan manusia
yg lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Sabroto.Definisi gugatan dan Permohonan Menurut ahli.Http://Sabroto.blogspot.com.Di unduh
tanggal
29 Maret 2012,Samarinda.
Andi Sain.cara mengajukan gugatan.Http://Andi.blogspot.com.Di
unduh 29 Maret
2012.samarinda.
2021.Samarinda
Sib Bangkok.Syarat,Teori dan bentuk Gugatan.http://www.sib-bangkok.org.Di unduh
Tanggal
29 Maret
2012.Samarinda.
good...
ReplyDeleteBagus banget, sangat bermanfaat.. Thax'qu so much...
ReplyDeletemohon artikel ini dikirin ke akun saya:dedysimbolon80@gmail.com
ReplyDelete