Makalah Pkn mitos dan Ideologi Politik

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Dewasa ini bukanlah hal yang aneh di kalangan sarjana dan mahasiswa perbandingan politik untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap disiplin,bidang studi dn profesi yang mereka tekuni. Salah satu keluhan yang sering terdengar atau ditulis adalah berlanjutnya kelesuan pada ilmu politik dan perbandingan politik.
Selain itu, kelemahan ilmu politik ini erat kaitannya dengan sistem politik Amerika Serikat(AS), karena di situlah terletak etnosentrismenya. Dalam beberapa tahun ini, kekalahan AS di Vietnam dan meledaknya Krisis Watergate mengungkap borok-borok pada sistem politik AS. Di AS, terutma, para mahasiswa dan sarjana kemudian terdorong untuk menelaah hubungan antara riset universitas dengan dan kegiatan lain yang dilakukann instansi-instansi pemerintah, khususnya Central Intelligence Agency (CIA),Federal Bureau of Investigation (FBI), Markas Besar Militer AS (pentagon), dan Departemen Luar Negeri.
Peran penting kompleks militer terungkap pada akhir 1950-an. Terungkap pula bahwa selama 1960-an universitas-universitas dan yayasan-yayasan swasta penyandang dana banyak memanfaatkan riset perbandingan politik, yang sebelumnya secara konyol dipercaya netral dan bebas nilai.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas ,maka rumusan masalah yang mantinya akan kami bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1    Apa yang di maksud dengan mitos dan ideologi politik itu
2    Bagaimana Teori Teori Ideologi, Jenis Ideologi Politik di Dunia dan Bentuk-Bentuk Ideologi Politik.
3    Bagaimana mitos dan relitas Politik Itu
4    Bagaimana perbedaan sistem politik antara Indonesia ,Thailand dan Philipina


C.    Tujuan
Adapun tujuan penyusun membuat makalah  ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.    Agar dapat mengetahui apa yang di maksud dengan mitos dan ideologi politik itu
2.    Agar paham dan Mengerti Bagaimana Teori Teori Ideologi, Jenis Ideologi Politik di Dunia dan Bentuk-Bentuk Ideologi Politik.
3.    Agar Mengetahui Bagaimana mitos dan relitas Politik Itu
4.    Agar mengerti dan paham Bagaimana perbedaan sistem politik antara Indonesia,Thailand dan Philipina

D.    Metode Penyusunan
Metode Penyusunan yang digunakan dalam penulisan makalah ini yaitu :
1.    Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan apa yang di Bahas.
2.    Bahan – bahan tambahan yang didapatkan melalui Intenet.

E.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan Makalah ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan Makalah, metode penyusunan dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA, Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian /definisi dari materi yang akan di bahas dalam makalah ini Sebagai kajiannya.
BAB III : PEMBAHASAN, Pada bab ini menguraikan mengenai permasalahan yang akan di kaji dalam penyusunan makalah ini yaitu Ideologi dan isi isu perbandingan Politik.
BAB IV : PENUTUP, Pada bab penutup ini berisikan tentang kesimpulan dan saran dari penyusunan makalah kami mengenai Politik dan Ilmu politik dalam penelaahan Komparatif
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Definisi
1.    Definisi Mitos

Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi  oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia  lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar  terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut Mitologi, yang kadang diartikan Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitos adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan  petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya.

2.    Definisi Ideologi
Istilah ideologi sendiri berasal dari kata ’idea’ yang berarti ’gagasan, konsep, pengertian dasarm cita-cita’ dan ’logos’ yang berarti ’ilmu’. Kata ’idea’ beradal dari bahasa Yunani ’eidos’ yang artinya ’bentuk’. Disamping itu da kata ’idein’ yang artinya ’melihat’ maka ecara ahrfiah, ideologi berarti ilmu pengetahuan tentang ide-ide (the science of ideas), atau anjuran tentang pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari, ’idea’ disamakan artinya dengan ’cita-cita’. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang bersifat tetap, yang harus dicapai sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus merupakan dasar, pandangan atau faham. Memang pada hakekatnya antara sas dna cita-cita itu sebenarnya dapat merupakan satu-kesatuan.
Dengan demikian ideologi mencakup pengertian tentang ide-ide, pengertian-pengertian dasar, gagasan-gagasan dan cita-cita. Pengertian ideologi secara umum dapat dikatakan sebagai kumpulan gagasan-gagasan, ide-ide, keyakinan-keyakinan, kepercayaan-kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis yang menyangkut dan mengatur tingkah laku sekelompok manusia tertentu dalam berbagai bidang kehidupan.



3.    Definisi Ideologi Menurut para Ahli
a.    Menurut Frans Magnis Suseno
 Ideologi dimaksud sebagai keseluruhan sistem berfikir dan sikap  dasar rohaniah sebuah gerakan, kelompok sosial atau individu. Ideologi dapat dimengerti sebagai sistem penjelasan tentang eksistensi kelompok sosial, sejarahnya dan proyeksinya ke masa depan serta merasionalisasikan suatu bentuk hubungan kekuasaaan. Ideologi memiliki fungsi mempolakan, mengkonsolidasikan dan menciptakan arti dalam tindakan masyarakat. Ideologi yang dianutlah yang pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang memandang sebuah persoalan dan harus berbuat apa untuk mensikapi persoalan tersebut
b.    Menurut Antonio Gramsci
Ideologi lebih dari sekedar sistem ide. Bagi Gramsci, ideologi secara historis memiliki keabsahan yang bersifat psikologis. Artinya ideologi ‘mengatur’ manusia dan memberikan tempat bagi manusia untuk bergerak, mendapatkan kesadaran akan posisi mereka, perjuangan mereka dan sebagainya.
c.    Menurut Francis Bacon
Ideologi adalah sintesa (paduan berbagai pengertian agar semuanya menjadi selaras, cara mencari hukum yang umum dari hukum-hukum yang khusus) pemikiran mendasar dari suatu konsep hidup.
d.    Menurut Dr. Hafidh Shaleh
Ideologi adalah sebuah pemikiran yang mempunyai ide berupa konsepsi rasional, yang meliputi akidah dan solusi atas seluruh problem kehidupan manusia. Pemikiran tersebut harus mempunyai metode, yang meliputi metode untuk mengaktualisasikan ide dan solusi tersebut, metode mempertahankannya, serta metode menyebarkannya ke seluruh dunia.
e.    Menurut David McLellan
Ideologi adalah konsep yang sulit diraba dan paling terselubung dari keseluruhan ilmu-ilmu sosial.
 Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa Ideologi(mabda’) adalah pemikiran yang mencakup konsepsi mendasar tentang kehidupan dan memiliki metode untuk merasionalisasikan pemikiran tersebut berupa fakta, metode menjaga pemikiran tersebut agar tidak menjadi absurd dari pemikiran-pemikiran yang lain dan metode untuk menyebarkannya.


4.    Definisi politik
a.    CARL SCHMIDT
Politik adalah suatu dunia yang didalamnya orang-orang lebih membuat keputusan - keputusan daripada lembaga-lembaga
b.    LITRE
Politik didefinisikan sebagai ilmu memerintah dan mengatur negara
c.    ROBERT
Definisi politik adalah seni memerintah dan mengatur masyarakat manusia
5.    Definisi Ideologi Politik
ideologi politik adalah sebuah himpunan ide dan prinsip yang menjelaskan bagaimana seharusnya masyarakat bekereja, dan menawarkan ringkasan order masyarakat tertentu. Ideologi politik biasanya mengenai dirinya dengan bagaimana mengatur kekuasaan dan bagaimana seharusnya dilaksanakan.

B.    Teori Teori Ideologi
Terdapat 4 (empat) teori mengenai ideologi ( dalam Siswono, 2005), yaitu di antaranya sebagai berikut:
1.    Teori Kepentingan
Bahwa ideologi itu bersifat kejiwaan yang bisa diselidiki dan dijelaskan. Ide yang terbentuk sebagai akibat realitas pada diri manusia.
2.    Teori Kebenaran
Bluhm dalam hal ini mengikuti pandangan filosup wanita Hannah Arendt tentang aktifitas manusia di dunia yang merefleksikan ideologi, yakni untuk menjalankan proses kehidupan. Ideologi kemudian muncul secara rasional dan bebas, yang ingin mewujudkan hakikat “ kebenaran “.
3.    Teori Kesulitan Sosial
Ideologi lahir dari hal-hal yang tidak disadari, sebagai pola jawaban terhadap kesulitan-kesulitan yang timabul dari masyarakat kesulitan tersebut sebagai patologi yang memerlukan obat dan penyembuhan, maka fungsi idelogi adalah remedial atau kuratif.
4.    Teori Kesulitan Kultural
Ideologi timbul karena hal-hal yang menyangkut hubungan perasaan dan arti hidup (sentiment and meaning). Kedudukan ideologi sama seperti ilmu pengetahuan teknologi, agama dan filsafat. Akibat selalu ada dislokasi sosial dan kultural dalam kehidupan manusia, maka manusia memerlukan arti hidup yang baru dan segar.
Dari empat teori terbentuknya ideologi Bluhm tersebut di atas (kepentingan, kebenaran, kesulitan sosial, dan kesulitan kultural), maka pandangan hidup sebagi follow- up ideologi akhirnya juga harus mampu menghadapi 4 (empat) masalah besar kemanusiaan, yakni:
a.    mampu mengatasi kepentingan kehidupannya.
b.    menciptakan pandangan hidup yang berisi kebenaran yang diaktualisasikan.
c.    menghilangkan semua kesulitan sosial dan
d.    menghapuskan semua keruwetan kultural melalui otoritas politik yang kuat.

C.    Beberapa Jenis Ideologi Politik di Dunia
1.    Konservatisme
Menganut status quo, takut pada perubahan yang dahsyat, otoriter, menolak kebebasan, setia pada tradisi, dan menekankan pada asal-usul.
2.    Liberalism
Setiap individu dihargai kebebasannya dalam ekonoi, politik, hukum, budaya, maupun agama dalam suatu Negara, yagn dikemas dalam istilah kebebasan, kemerdekaan, dan persamaan.
3.    Komunisme
Pengaturan sosial yang didasarkan pada kepemilikan, produksi, dan konsumsi yang sama rata dan sama rasa. Tidak ada kelas dan perbedaan golongan.
4.    Sosialisme
Sosialisme menekankan ajarannya pada kepemilikan kolektif atas alat-alat produksi.
5.    Kapitalisme
Pemerintah dibatasi campur tangannya dalam kehidupan perekonomian negara atau disebut “Penjaga Malam”. Kaum pemilik modal (kapitalis) tidak dibatasi kepemilikan dan perilaku ekonominya. Lebih menekankan individualisme dibandingkan kolektif.
6.    Radikalisme
Merupakan gagasan yang tegas melakukan perlawanan atau perbaikan terhadap sistem yang telah ada sebelumnya.

D.    Bentuk-Bentuk Ideologi Politik
Dalam ilmu politik, dewasa ini berkembang banyak ideologi diantaranya adalah, kapitalisme, liberalisme, sosialisme, pancasila dan lain sebagainya. Dengan konflik itu melahirkan kemajuan ilmu sosial yang, terutama ilmu politik yang makin berkembang maju dan melahirkan berbagai paradigma baru.
Berikut ini akan dipaparkan ideoogi-ideologi yang terdapat dalam ilmu politik.
1.    Kapitalisme
Kapitalisme merupakan suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik perorangan atau milik sekelompok kecil masyarakat sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Bapak ideologi kapitalisme adalah Adam Smith dengan Teorinya the Wealth Of Nations, yaitu kemakmuran bangsa-bangsa akan tercapai melalui ekonomi persaingan bebas, artinya ekonomi yang bebas dari campur tangan negara.
Kapitalisme adalah sebuah ajaran yang didasarkan pada sebuah asumsi bahwa manusia secara individu adalah makhluk yang tidak boleh dilanggar kemerdekaannya dan tidak perlu tunduk pada batasan –batasan sosial .
2.    Liberalisme
Menurut faham liberalisme, manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Manusia dalam perspektif libreralisme sebagai pribadi yang utuh dan lengkap yang terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memliki potensi dan senantiasa berjuang untuk kepentingan dirinya sendiri.
3.    Sosialisme
Sosialisme merupakan suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik bersama seluruh masyarakat atau milik negara sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan bersama kapital atau kepemilikan kapital oleh negara adalah dewa diatas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia harus dijadikan kapital bersama seluruh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui sistem kerja sama, hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama, dan distribusi hasil kerja berdasar prestasi kerja yang telah diberikan.
4.    posmodernisme dan posmarsisme kedua ideologi ini karena kontradiksi
antara kapitalisme dan sosialisme yang makin menajam.sebagian besar ilmuwan politik mencari jalan keluar dan menemukan realitas, bahwa pemikir kapitalis mencari jalan keluar berupa posmarxisme. Kedua ideologi ini hakikatnya adalah revisionisme, mengaburkan paham kapitalisme dan sosialisme.
a.    Posmodernisme
Postmodernisme merupakan ideologi tentang hak untuk berbeda
( The Right of Different) yang menolak penyelamatan manusia dari penghisapan manusia atas manusia yang dikumandangkan oleh ideologi sosialisme, dan menolak hegemoni dan dominasi kapital terhadap kehidupan manusia.


b.    Posmarxisme
pormaxisme merupakan ideologi kaum intelektual bekas kaum Marxist yang ingin memperbaiki nasib rakyat jelata melalui program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah borjuis.
Pormaxisme berlawanan marxisme, yaitu ideologi lahir dari kesadaran kaum buruh untuk mengubah nasibnya dan penindasan, penghisapan kaum kapitalis melalui revolusi sosial.
5.    Konservatisme
Hal atau unsure yang terkandung di dalamnya, antara lain:
a.     inti pemikiran : memelihara kondisi yang ada, mempertahankan kestabilan, baik berupa kestabilan yang dinamis maupun kestabilan yang statis. Tidak jarang pula bahwa pola pemikiran ini dilandasi oleh kenangan manis mengenai kondisi kini dan masa lampau
b.    filsafatnya adalah bahwa perubahan tidak selalu berarti kemajuan. Oleh karena itu, sebaiknya perubahan berlangsung tahap demi tahap, tanpa menggoncang struktur social politik dalam negara atau masyarakat yang bersangkutan.
c.    landasan pemikirannya adalah bahwa pada dasarnya manusia lemah dan terdapat “evil instinct and desires” dalam dirinya. oleh karena itu perlu pola-pola pengendalian melalui peraturan yang ketat
d.    system pemerintahan (boleh): demokrasi, otoriter
6.    Komunisme
Gelombang komunisme abad kedua puluh ini, tidak bisa dilepaskan dari kehadiran Partai Bolshevik di Rusia. Gerakan-gerakan komunisme international yang tumbuh sampai sekarang boleh dikatakan merupakan perkembangan dari Partai Bolshevik yang didirikan oleh Lenin
a.    inti pemikiran: perjuangan kelas dan penghapusan kelas-kelas dimasyarakat, sehingga negara hanya sasaran antara.
b.    landasan pemikiran :
1)    enolakan situasi dan kondisi masa lampau, baik secara tegas ataupun tidak,
2)    analisa yang cendrung negatif terhadap situasi dan kondisi yang ada,
3)    berisi resep perbaikan untuk masa depan dan,
4)    rencana-rencana tindakan jangka pendek yang memungkinkan terwujudnya tujuan-tujuan yang berbeda-beda.
c.    system pemerintahan (hanya): otoriter/totaliter/dictator.


7.    Marxisme
Marxisme, dalam batas-batas tertentu bisa dipandang sebagai jembatan antara revolusi Prancis dan revolusi Proletar Rusia tahun 1917. Untuk memahami Marxisme sebagai satu ajaran filsafat dan doktrin revolusioner, serta kaitannya dengan gerakan komunisme di Uni Soviet maupun di bagian dunia lainnya, barangkali perlu mengetahui terlebih dahulu kerangka histories Marxisme itu sendiri.
Berbicara masalah Marxisme, memang tidak bisa lepas dari nama-nama tokoh seperti Karl Marx (1818-1883) dan Friedrich Engels (1820-1895). Kedua tokoh inilah yang mulai mengembangkan akar-akar komunisme dalam pengertiannya yang sekarang ini. Transisi dari kondisi masyarakat agraris ke arah industrialisasi menjadi landasan kedua tokoh diatas dalam mengembangkan pemikirannya. Dimana eropa barat telah menjdai pusat ekonomi dunia, dan adanya kenyataan di mana Inggris Raya berhasil menciptakan model perkembangan ekonomi dan demokrasi politik.
Tiga hal yang merupakan komponen dasar dari Marxisme adalah :
a.    filsafat dialectical and historical materialism
b.    sikap terhadap masyarakat kapitalis yang bertumpu pada teori nilai tenaga kerja dari David Ricardo (1772) dan Adam Smith (1723-1790)
c.    menyangkut teori negara dan teori revolusi yang dikembangkan atas dasar konsep perjuangan kelas. Konsep ini dipandang mampu membawa masyarakat ke arah komunitas kelas.
8.    Feminisme
a.    Inti pemikiran : emansipasi wanita
b.     Landasan pemikiran: bahwa wanita tidak hanya berkutat pada urusan wanita saja melainkan juga dapat melakukan seprti apa yang dilakukan oleh pria. Wanita dapat melakukan apa saja.
c.    System pemerintahan: demokrasi
9.    Fasisme
Semboyan fasisme, adalah “Crediere, Obediere, Combattere” (yakinlah, tunduklah, berjuanglah). Berkembang di Italia, antara tahun 1992-1943. setelah Benito Musolini terbunuh tahun 1943, fasisme di Italia berakhir. Demikian pula Nazisme di Jerman. Namun, sebagai suatu bentuk ideology, fasisme tetap ada.
Fasisme banyak kemiripannya dengan teori pemikiran Machiavelistis dari Niccolo Machiavelli, yang menegaskan bahwa negara dan pemerintah perelu bertindak keras agar “ditakuti” oleh rakyat. fasisme di Italis (=Nazisme di Jerman), sebagai system pemerintahan otoriter dictator memang berhasil menyelamatkan Italia pada masa itu (1922-1943) dari anarkisme dan dari komunism. Walaupun begitu, kenyataannya adalah, bahwa fasisme telah menginjak-nginjak demokrasi dan hak asasi.
a.    Inti pemikiran : negara diperlukan untuk mengatur masyarakat
b.    filsafat : rakyat diperintah dengan cara-cara yang membuat mereka takut dan dengan demikian patuh kepada pemerintah. Lalu, pemerintah yang mengatur segalanya mengenai apa yang diperlukan dan apa yang tidak diperlukan oleh rakyat
c.    landasan pemikiran : suatu bangsa perlu mempunyai pemerintahan yang kuat dan berwibawa sepenuhnya atas berbagai kepentingan rakyat dan dalam hubungannya dengan bangsa-bangsa lain. oleh karena itu, kekuasaan negara perlu dipergang koalisi sipil dengan militer yaitu partai yang berkuasa (fasis di Italia, Nazi di Jerman, Peronista di Argentina) bersama-sama pihak angkatan bersenjata
d.    system pemerintahan (harus) : otoriter.
10.    Demokrasi
Demokrasi artinya hukum untuk rakyat oleh rakyat. kata ini merupakan himpunan dari dua kata : demos yang berarti rakyat, dan kratos berarti kekuasaan. Jadi artinya kekuasaan ditangan rakyat.

Sebenarnya pemikiran untuk melibatkan rakyat dalam kekuasaan sudah muncul sejak zaman dahulu.
 Di beberapa kota Yunani didapatkan bukti nyata yang menguatkan hal ini, seperti di Athena dan Sparta. Hal ini pernah diungkapkan Plato, bahwa sumber kepemimpinan ialah kehendak yang bersatu milik rakyat. dalam suatu kesempatan Aristoteles menjelaskan macam-macam pemerintahan, dengan berkata,“ada tiga mcam pemerintahan: kerajaan, aristokrasi, republik, atau rakyat memagang sendiri kendali urusannya.”
a.    inti pemikiran: kedaulatan ditangan rakyat
b.    filsafat : menurut Dr. M. Kamil Lailah menetapkan tiga macam justifikasi ilmiah dari prinsip demokrasi, yaitu:
1)    ditilik dari pangkal tolak dan perimabngan yang benar, bahwa system ini dimaksudkan untuk kepentingan social dan bukan untuk kepentingan individu,
2)    unjustifikasi berbagai macam teori yang bersebrangan dengan prinsip demokrasi,
3)    opini umum dan pengaruhnya
c.    landasan pemikiran. Rakyat membuat ketetapan hukum bagi dirinya sendiri lewat dewan perwakilan, yang kemudian dilaksanakan oleh pihak pemerintah atau eksekutif.
d.    system pemerintahan (harus) : domokrasi
11.    Neoliberalisme
a.    Inti pemikiran : mengembalikan kebebasan individu
b.    filsafat : sebagai perkembangan dari liberalism
c.    landasan pemikiran : setiap manusia pada hakikatnya baik dan berbudi pekerti
d.    system pemerintahan : demokras
12.    Faham Keagamaan
Ideologi keagaamaan pada hakikatnya memiliki perspektif dan tujuan yang berbeda dengan ideologi liberalisme dan komunisme. Sebenarnya sangat sulit untuk menentukan tipologi ideologi keagamaan, karena sangat banyak dan beraneka ragamnya wujud, gerak dan tujuan dari ideologi tersebut.
Namun secara keseluruhan terdapat suatu ciri bahwa ideologi keagamaan senantiasa mendasarkan pemikiran, cita-cita serta moralnya pada suatu ajaran agama tertentu. Gerakan-gerakan politik yang mendasar pada suatu ideologi keagamaan lazimnya sebagai sauatu reaksi atas ketidakadilan, penindasan, serta pemaksaan terhadap suatu bangsa, etnis, ataupun kelompok yang mendasarkan pada suatu agama
13.    Ideologi Pancasila
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur.
Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dan kesatuan dikalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya.






BAB III
PEMBAHASAN

A.    MITOS DAN REALITAS POLITIK
Kita perlu membedakan mitos dan kenyataan dalam studi politik. Para pengamat poltik yang mengkritik pemerintah maupun kelompok swasta yang berpengaruh seringkali terjebak dalam klise dan generalisasi tak berguna, lemah perspektif historis atau tindakan yang efektif untuk dilakukan, yang ujung-ujungnya menjadikan isu rasisme sebagai senjata pamungkas. Agar tidak terjebak disana dibutuhkan bukti pendukung dan pandangan yang komprehensif dari seluruh masyarakat. Bahkan banyak penafsiran pada tulisan kotemporer politik tertentu yang tidak lepas dari asumsi-asumsi tertentu yang dibentuk sebelumnya.
Murray Edelman (1967:121) misalnya melihat adanya “asosiasi magis dalam pengungkapan perilaku politik yang menwarnai persepsi dan nilai-nilai sehingga tidak memungkinkan pihak yang bersangkutan untuk melihat kemungkinan atau laternatif lain. Mitos dan kenyataan sama-sama mempengaruhi pemahaman. Banyak contoh negara yang ideologi tradisional yang mungkin sudah tidak relevan dengan mayarakat modern dengan teknologi yang tinggi dan tidak terbiasa dengan masyarakat harmonis dan penciptaan sebuah konsensus. Mitos lainnya yaitu pada politik international era perang dingin, dimana adanya dua kutub, kapitalis dan komunis yang berseberangan dimana Negara dunia ketiga tidak mendapat tempat.
Penafsiran kepolitikan nasional dan internasional selalu diwarnai oleh cita-cita/ide/gagasan atau ideology selalu melekat pada setiap orang termasuk yang menyatakan bahwa “ideology sudah mati” seperti Daniel Bell.
Istilah ideologi muncul di era paska pencerahan, dimana bgi mereka ideology merupakan suatu cara untuk menmukan kebenaran dan mengenyahkan ilusi. Perngertian lain disamapaikan oleh Karl marx dalam German ideology bahwa istilah idelogi dengan kesadaran keliru atau serangkaian ilusi politik oleh sebuah kelas social tertentu diaman perjuangan kelas lah yangakan memunculkan kesadaran sejati dan akan menghilangkan takhayul dan mitologi. Sedangkan menurut Mannheim (1936:204) yaitu gagasan yang sengaja diajukan untuk menyembunyikan sesuatu dalam tatanaan sosial, dimasa lalu, sekarang maupun akan datang merupakan ideology, yang kenyataan tidak akan terwujud dalam tatanan sosial yang bersangkutan.
Makna ideologi secara spesifik dewasa ini oleh ilmu social kontemporer,adanya penggunaan makna ideologi secara peyoratif untuk merujuk pada kredo rezim totaliter sehingga muncul anggapan ideologi tidak akan ada lagi dalam masyarakat demokratis. Padahal kenyataannya dalam sebuah Negara yan termakmur sekalipun masih mengacu pada kepentingan kelmpok tertentu dengan kontrol halus dan ditopang dengan aneka keyakinan agar diterima masyarakat luas. Contoh ideology dalam versi Marx sangat berakar kuat di dalam masyarakat AS yang seharusnya sudah memahami kesadaran palsu yang ada pada mereka namun juga tak sanggup berbuat apa-apa.
Sejak lama ideology selalu hadir dalam proses industrialisasi dan berbagai konsekuensi ekonomi dan sosialnya, ideologi komunis dan kapitalis misalnya lahir dalam sebuah proses perubahan ekonomi dan situasi politik yang serba cepat dimana kaum kapitalis memuja pasar bebas dan komunis memuja masyarakat tanpa kelas sehingga ideology biasanya dikaitkan dengan sebuah cita-cita luhur dengan bahasa yang serba muluk. Ada pendapat yang menyatakan bahwa kemajuan teknologi dapat menstabilkan kondisi sehingga konsensus demokratis pun merebak sehingga ideology hanya bertahan di Negara dunia ketiga karena disana ideology, selain bersifat parochial juga diciptakan oleh penguasa untuk meraih kekuasaan atau menumbuhkan ekonomi. Selain itu juga alasan lainnya adalah bahwa institusi demokratis sangat lemah sehingga penguasaan ada dalam tatanan elit totaliter.
Joseph La Palombara mengecam para penulis yang tidak memahami ideologi sebagai seperangkat nilai, keyakinan, harapan, atau kelompok yang hanya memahami ideology ala marx (konflik) ataupun yang menyatakan ideologi sudah mati.
Ideology menjadi penting untuk dipelajar di masa sekarang karena penerapan ilmu pengetahuan dan penyelesaian masalah kemanusiaan selalu dikaitkan dengan konflik ideology. Walaupun ada perkembangan dari Negara kesejahteraan pertanyaan-pertanyaan lama masih menjadi perhatian utama dalam studi-studi politik kontemporer.
Sejalan dengan itu, berkembang pula imu politik sebagai sains, idenye bertumpu pada prses industrialisasi dan teknikalisasi dengan berciri pada birokrasi, spesialisasi dan pembagian kerja. Hal ini berpengaruh pada kegiatan pendidikan, yang oleh kaum kiri baru memaknai pengetahuan sebagai komoditi dengan konsekuensi yaitu alienasi. . transfrmasi ilmu politik menjadi sebuah sains tampaknya bertolak dari keterpukauan terhadap kejayaan ilmu-ilu eksakta (somit dan tanenhaus 1967: 110-117), ilmu politik berubah “netral” dan meniru periolaku ilmuwan eksakta dalam merumuskan unit-unit pengukuran yang serba pasti. Tinjauan kritis dari Thomas Kuhn (1970) yang disebut paradigma atau gagasan pengaturan dasar tentang karakter fundamental dari kenyataan bahwa bagaimanapun ilmuwan social tidak dapat mengabaikan struktur keyakinan yang tidak dapat diukur secara pasti.
Dalam upaya mencari paradikma ilmiah, ilmuwan politik acapkali menepiskan sunstansi yang penting dan dan hanya terfokus pada kegiatan rutin dengan teknik dan metodologi yang cenderung memanipulasi, contohnya pada asumsi terhadap masyarakat AS yang asal-asalan terutama tentang studi demokrasi AS. Hal inilah yang mendasari bertahannya ideology dalam ilmu politik di AS.
Karena kecenderungan bias nilai seperti inilah yang menganggap kelembagaan politik adalah baik serta tindakan AS dengan negar lain yang dianggap serba mulia. Begitu juga studi tentang pasar bebas diaman mekanisme pasar dianggap hal terbaik bagi para pekerja maupun pemilik modal untuk memberikan keuntungan bagi semua pihak, mereka melupakan bahwa kenyataannya pasar dikuasai segelintir perusahaan yang serakah dan pengawasan pemerintah agar tersedianya barang yang bagus dan terjangkau bagi kesejahteraan dianggap sebagai gangguan.
 Dinyatakan juga bahwa kebebasan individual yang paling mendasar adalah hak untuk mendapatkan kekayaan pribadi. Sehingga AS berkepentingan menghalangi penetrasi kekuatan asing sperti komunisme dan AS juga menyebarkan tradisinya ini kepada Negara-negara di dunia terutama Negara terkebelakang. Kenyataan inilah yang menghadapkan mahasiswa pada mistik ideologis dalam melingkupi semua hubungan politik yang secara bersamaan juga menyadarkan kaum akademisi akan jubah mitologis yang dikenakan oleh ideology AS.
Pertama marvin Surkin (1969:573) bpendapat bahwa ilmu social pada umumnya dan ilmu politik pada khususnya cenderung melayani kepentingan institusi-institusi dominan di AS. Thesis kematian idelogi dan pengetahuan serta teknologi bebas nilai adalah kanyol, karena hal tersebut dikembangkan untuk melayani kepentingan negqra AS dan elit korporat di dalam dan diluar negeri.
James Petras (1965) secara spesifik merujuk ke aliran pemikiran yang mengutamakan stabilitas dan pemeliharaan kepentingan status quo demi terjaganya keseimbangan dan equilibrium. Diaman equilibrium dengan hal-hal yang dibatasi merupakan ekspresi dari kepentingna elit yang berarti kepentingan pihak lain akan dipinggirkan.
Aliran ideologis lain mengakui adanya kepentingan yang tak terlayani dan konflik di dalam interaksi mayarakat, namun menganggap politik pada hakikatnya adalah keseimbangan berbagai kekuatan dalam pembuatan kekuatan. Disamping itu ada pula aliran yang mengutamakan peranan infara struktur berupa partai politik yang dianggap memungkinkan system politik bertanggung jawab terhadap masyarakat. Semua aliran ideologis ini sama-sama mementingkan stabilitas dan pemeliharaan status quo; equilibrium dan keseimbangan; konsesus dan pluralism; serta otonomi dan partisipasi.
Gitlin (1965) mengunakan istilah “pluralisme local” dalam ilmu politk yang diartikan sebagai kekuasaan yang terbagi ke berbagai kelompok dan institusi sehingga tidak ada pihak yang lebih dominan dari yang lainnya. Freiberg memaparkan pemikirannya mengenai produksi pengetahuan ideologis bahwa ilmu-ilmu social bukanlah ilmu yang sesungguhnya melainkan sekedar pembakuan dari proses ideologis tertentu, dan disitu letak esensi dan maknanya. Aptheker merangkum kecenderungan ideologis di AS sejak 45, ia mencatat adanya kekaguman semu terhadap obyektifitas dan empirisme murni dan berlebihan. Ia berpendapat kajian yang berkembang terlalu statis karena terus-menerus bersifat elitis dan konservatif, dan daalm waktu yang bersamaan melecehkan marxisme sebagai pemikiran kosong yang tidak ada gunanya (Aptheker 199:26-27). Sintesis konsepsi ideologis borjuis khas soviet dapat ditemukan pada L.N. Moskichov (1974).
Bertolak dari kecenderungan ideologis seperti ini dalam ilmu politk di AS, lantas bagaimana hubungan antara ilmu plitik itu sendiri dengan universitas, pemrintah dan dunia bisnis?
B.    ILMU DAN PROFESI POLITIK
Noam Chomsky (1969) pernah mengaitkan kegagalan para ilmuwan social mengkritisi kebijakan dan tindakan pemerintah dengan nilai-nilai demokrasi tradisional. Dalam kenyataannnya mereka tidak kritis, melepas independensi berpikir, mengabaikan pengajaran dan mencemarkan kesarjanaan mereka untuk memperoleh uang dan kekuasaan melalui profesionalisasi ilmu mereka. Inilah sesungguhnya ideologi utama dalam ilmu politik.
Setelah pertemuan di universitas California, Barkeley, dan kemunculan organisasi profesi tandingan yaitu Caucus for a New Political Science, Alan Wolfe (1969), pemimpin kaukus juga berusaha membenahi struktur, prosedur dan klik-klik dalam organsasi. Ia mendapati bahwa ternyata sedikit sekali anggota tetap organisasi yang menghadiri acara-acara pertemuan tahunan dan prosedur nominasi pengurus ternyata mengingkari prinsip-prinsip politik yang sehat dan hanya ditentukan oleh segelintir tokoh. Ia menyimpulkan bahwa dalam pola lama, seseorang tidak mungkin menjadi ilmuwan politik yang diakui jika ia tidak menjadi anggota asosiasi (wolfe 1969:357). Banyak praktek dalam asosiasi ilmu politik yang dipertahankan atas nama profesionalisme, padahal tujuannya adalah melayani kepentingan kalangan mapan yang hanya kebetulan lebih dahulu menekuni ilmu politik.
Pergumulan dan perlawanan sperti ini tidak hanya monopoli asosiasi ilmu politik, asosiasi sosilogis juga mengalaminya, kemunculan Sociology Liberation Movement dan Union of Radical Sociologist. Dengan tokoh-tokohnya Alvin Gouldner (1970) yang melihat sosiologi sebagai peneliti pasar untuk Negara kesejahteraan dan ia mengakui bahwa obyektifitas akademik mendorong para sosiolog untuk menyesuaikan diri. Gouldner menunjukkan bahwa akar sejarah sosiologi dapat ditemukan pada reaksi kaum borjuis terhdap pencerahan dan revolusi prancis.
Selain itu generasi muda ekonom yang radikal menentang para ekonom ortodoks yang yang mereka anggap dalam upaya mempertahankan kapitalisme telah mendorong Negara-negara termaju ke dalam inflasi, pengangguran dan pertumbuhan yang tidak merata (Lifschultz 1974). Mereka cenderung menerapkan pemikiran marx dalam menyerang pandangan orthodok dan kritikan dikhususkan pada karakteristik dominan kapitalisme di dunia kontemporer, secara spesifik kaum ekonom radikal berpendapat bahwa pembangunan Negara-negara kapitalisme maju bertumpu pada penaklukan dan eksploitasi tehadap Negara-negar miskin. Perdagangan, investasi dan bantuan luar negeri pada dasarnya merupakan instrument untuk menciptakan hubungan timpang itu, sehingga Negara maju kaya terus maju dan Negara miskin terus terbelakang.
 Hal ini juga terjadi di banyak disimplin ilmu lainnya seperti antrpologi, Marvin Harris (1968) yang mencoba melacak kemunculan teori antropologi ketika masih menjadi bagian ilmu sejarah. Sejak tahun 1967 sebuah kaukus radikal mendorong para antropolog untuk lebih memperhatikan masalah kemanusiaan ketimbang berkutat dengan dokumentasi tradisi masyarakat primitive. Mereka juga menentang prosedur manipulasi di American Anthropological Association dan menentang keikutsertaan anthrpolog dalam riset-riset intelejen anti pemberontakan.
Dalam ilmu sejarah para sejarwan kiri mempersoalkan naskah jurnal resmi American Historical Review yang mereka nilai apolitik. Mereka juga mengkritisi terbatasnya peran sejarawan dalam pemecahan masalah sekarang. Dalam kalangan ahli bahasa, Noam Chomsky tokoh linguis radikal menciptakan revolusi dalam ilmu linguistic dengan mengaitkan ilmu bahsa dengan politik.
Perhatian para ilmuwan seperti Chomsky terhadap perang di Indochina dan menguatnya pengaruh-pengaruh perusahaan multinasional terhadap berbagai masalah dunia menimbulkan guncangan dalam komunitas ilmiah. Kritik relevansi disiplin keilmuan professional ini meluas ke berbagai asosiasi spesialis kajian wilayah. Ini berpengaruh menjadi mogoknya ilmuwan kulit hitam dan latin dari AS dan Afrika sampai dilakukannya penyeimbangan rasial dalam pada kmposisi keanggotaan dewan direktur. Latin American Studies Association juga diguncang oleh para anggta radikalnya yang menyatakan adanya eksploitasi AS terhadap Amerika latin.
C.    KESARJANAAN, ETIKA DAN KEMAPANAN
Ditengah situasi dimana universitas bergantung kepada masyarakat bagi pemenuhan segala kebutuhannya, pengetahuan menjadi sebuah komoditi. Dan mahasiswa menggunakan pengetahuan sebagai alat bukan sekedar wahana dialog antara dirinya dengan dunia luar. Universitas ternyata berkembang menjadi sebuah industry birokratis yang orientasinya adalah spesialisasi dan pembagian kerja. Ketika karya komersil manjadi nomer satu dan kaya akademik dinomorduakan mereka tidak lagi mempersoalkan hasil final karyanya (dampak dan etisnya), dan perjuangan intelektual menjadi komponen dari kompleks industri dan militer modern.
Hubungan antara universitas dan masyarakat juga berubah akibat faktor khusus, kekalahan AS di Indochina, skandal Watergate dan maraknya kegiatan mata-mata terhadap warga AS sendiri, memunculkan pertanyaan tentang organisasi dan maksud keberadaan masyarakat, ditambah ditemukannya bahwa direktur eksekutif dan bendahara dari asosiasi politik professional merupakan agen aktif CIA. Reaksi atas ini dibentuklah komite khusus untuk mengawasi standar pofesional termasuk tanggungjawab dan pelaksanaan kegiatan profesional.
Dalam laporannya ternyata para ilmuwan ini mengabaikan unsur etika dan komite pada umumnya mendapati bahwa ilmuwan politik merupakan “pengejar harta” dan peneliti makmur yang berusaha menyeimbangkan kepentingan universitas dan pemrintah yang mengontrak mereka.
Besarnya masalah etis dapat dipahami denan menyimak berbagai kasus kolusi ilmuwan pemerintah dan ilmuwan-perusahaan yang terbongkar selama 1970an berikut ini .
D.    ILMU SOSIAL DAN PEMERINTAH
Perhatian para ilmuwan politik tertuju pada kebijakan (policy) dan riset mreka berpotensi dan kenyataannya memang sering mempengaruhi perumusan atas suatu kebijakan. Oleh sebab itu, penerimaan dana bantuan pemerintah bagi kegiatan riset tersebut mengandung implikasi-implikasi etis. Sensor dan campur tangan penyedia sponsor acapkali sulit ditolak. Padahal pihak intelejen sangat berkepentingn menyeleksi data atau informasi yang akan di publikasikan. Contoh yang paling gamblang atas upaya pihak intelejen untuk mengontrol riswet adalah yang disebut denan pryek Camelot.
Proyek camelot pada tahun 1963 oleh Army Research Office awalnya dilancarkan karena prihatin dengan maraknya pemberontakan diseluruh dunia dan ingin menemukan cara menghadapinya. Amerika latin menjadi kawasan penelitian terpadu tapi kemudian terbongkar di chile pada tahun 1965 dan akhirnya mendapat kecaman dari berbagai reaksi yang juga akhirnya merusak kredibilitas para ilmuwan AS di seluruh amerika latin.
 Kecaman terhadap proyek ini membangkitkan protes terhadap semua riset yang disponsori oleh dephan. Sebagian sponsor dilakukan atas dasar kontrak-kontrak federal dengan berbagai universitas. Sebagian lagi dilaksanakan leh pihak militer bersama lembaga penelitian yangmemang dibentuk atas sponsor miltier. setelah munculnya keluhan dari para ilmuwan social di Jepang dan Swedia terungkap pula bahwa pentagon juga mensponsori berbagai riset diberbagai universitas mancanegara.
Keterbatasan sumberdaya menjadikan universitas tergantung pada bantuan pemerintah federal bagi penyediaan dana-dana penelitian dan sebagai imbalannya universitas mwenawarkan sumberdaya intelektual teknis.
Pengungkapan proyek-proyek itu mendorong para mahasiswa dan kalangan akademik anti perang untuk menentang semua bentuk kerjasama antara universitas da ndephan. Taktik perlawanan mereka berupa tidak hanya sekedar ceramah tapi juga melakukan pemgokan, karena hal tersebut kerjasama pun diubah menjadi penelitian ilmu dasar yang tidak terlalu
menyangkut kepentingan Pentagon, dampaknya biaya yang disediakan sangat kecil sehingga memaksa universitas-iuniversitas untuk tetap menerima kontrak rahasia.
Hubungan CIA dengan universitas ini tidak berhenti disana tetap juga ternyata banyak administrator universitas yang memata-matai mahasiswa tertentu atau ikut dalam kegiatan intelejen tertentu di luarnegeri. Salah satu bentuknya adalah kerjasama universitas Michigan dan militer Bolivia dalam penggunaan fotografi infra merah yang berhasil menewaskan pejuang revolusi Kuba, Che Guevara.
Namun hal yang paling mengejutkan bagi dunia akademik adalah terungkapnya fakta bahwa CIA meyubsidi National Student Association sebesar $4 juta dari tahun 1952-1967 dan merekrut tiga perempat dari pimpinan teras NSA dari tahun 1956-1967 sebagai agen CIA. Jutaan dolar juga di telah disalurkan keberbagai organisasi kepemudaan diluar dari yang telah diberikan ke kalangan akademik, riset, jurnalistik, serikat buruh bahkan dunia hukum baik diluar maupun didalam AS.
Terakhir CIA berusaha menyusup secara langsung keberbagai organisasi budaya dan memberikan banyak subsidi rahasia keberbagai penerbit untuk menerbitkan buku guna mendukung tindakan-tindakan AS. Namun subsidi itu tidak dapat menyentuh Phillip Agee, mantan agen yang menggambarkan secara gamblang petualangannya di Ekuador, Meksiko dan Uruguay dalam bukunya yang berjudul Inside the Company dan beberapa mantan agen lainnya yang juga menerbitkan buku seperti; Victor Machetti dan John Marks dengan The CIA and the Cult Intelligence, Decent Interval karya Frank Snapp dan In search of Enemies oleh John Stockwell.
Jelas bahwa penyusupan CIA ke dalam dunia akdemik dan kebudayaan sangat mempengaruhi perkembangan ilmu politik. Demikian pula dengan kegiatan-kegiatan FBI. Rekrutmen yang mereka lakukan telah melemahkan kredibilitas karya-karya perbandingan politik, bahkan menggoyahkan integritasnya sebagai sebuah disiplin ilmu.

E.    ILMU SOSIAL DAN PERUSAHAAN TRANSNASIONAL
Selama penghujung tahun 1960-an kaum radikal juga mengarahkan perhatian mereka terhadap perusahaan-perusahaan besar. Keputusan-keputusan universitas ini dibuat oleh para direktur yang sebenarnya melayani kepentingan dunia bisnis, perbankan, birokrasi dan militer. Lembaga public seperti university of California dikendalikan oleh keluarga-keluarga kaya dan diabadikan dengan berbagai cara.
Lebih jauh dikemukakan pula bahwa keterkaitan antar universitas dan dunia bisnis cocok dengan karakter kapitalis, khususnya kapitalisme AS di dalam dan di luar negeri. Riset riset yang disponsori yayasan yang diadakan di luar negeri tentu saja sering dipertanyakan oleh Negara-negara dimana penelitian itu diadakan apalagi jika yayasan-yayasan itu terkait dengan perusahaan yang sedang beroperasi disana. Sebagai konsekuensinya motif, tujuan dan pelaksanaan riset yang dilaksanakan para analis perbandingan politik pun dicurigai. Masalahnya mejadi serius apalagi ada dugaan suap dan korupsi yang dilakukan oleh perusahaan transnasional kepada pejabat setempat.
Terakhir pembentukan dan kegiatan-kegiatan Trilateral Commissions membuktikan kebenaran sinyalemen tentang adanya hubungan khusus antara perusahan transnasional, pemerintah dan dunia akademik.
F.    PERBANDINGAN SISTEM POLITIK ANTAR NEGARA
1.    SISTEM POLITIK NEGARA THAILAND
Negara Thailand menjadikan Raja sebagai kepala angkatan bersenjata dan penegak semua agama. Sebagai Kepala Negara, Raja melaksanakan kekuasaan legislatifnya melalui parlemen, kekuasaan eksekutifnya melalui kabinet, kekuasaan yudisial melalui pengadilan. Kerajaan memiliki hak untuk mendukung dan hak untuk mengingatkan pemerintah apabila tidak menjalankan urusan negara atas nama kebaikan rakyat. Badan legislatif Thailand adalah bikameral. Sang raja mempunyai sedikit kekuasaan langsung di bawah konstitusi namun ia merupakan pelindung Buddhisme Thailand dan lambang jati diri dan persatuan bangsa. Raja yang memerintah saat ini dihormati dengan besar dan dianggap sebagai pemimpin dari segi moral, suatu hal yang telah dimanfaatkan pada beberapa kesempatan untuk menyelesaikan krisis politik.
Kepala negara adalah Perdana Menteri, yang dilantik sang raja dari anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin partai mayoritas. Anggota  Parlemen terdiri dari 500 anggota legislatifnya (anggota parlemen) yang dipilih secara populer. Masing-masing anggota Menduduki jabatan selama 4 tahun. 400 anggota berasal dari daerah (dipilih langsung oleh konstitusinnya, masing-masing mewakili sekitar 150.000 orang). 100 anggota berasal dari partai (dipilih secara tidak langsung oleh persentase suara yang diterima partai). Senat terdiri dari 200 kursi. Senator Thailand dipilih langsung untuk pertama kalinya pada 2 Maret 2000 (sebelumnya diangkat oleh Raja atas rekomendasi Dewan Menteri). Menduduki jabatan selama 6 tahun. Lembaga eksekutif dipimpin oleh Perdana Menteri (sejak amandemen konstitusi 1992 harus anggota parlemen). Kabinet bertanggungjawab atas administrasi 14 kementerian, dan Kantor Perdana Menteri.
Panitia kabinet yang lebih kecil dibentuk untuk menyeleksi proposal dari berbagai kementerian sebelum dimasukkan ke kabinet besar. Panitia tersebut juga bisa diberi tugas oleh PM untuk memeriksa proyek atau kebijakan. Kantor PM adalah sebuah badan sentral, yg sejajar dgn kementerian. Tanggungjawab utamanya memformulasikan kebijakan nasional. Parlemen Thailand yang bikameral dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapha.
Monarki konstitusional adalah bentuk sistem pemerintahannya berjalan sesuai undang-undang. Ada pemilahan kekuasaan dan otoritas. Raja hanya sebagai simbol. Tapi yang menangani pemerintahan itu perdana menteri. Perbedaan diantara raja dengan presiden sebagai kepala negara adalah raja menjadi kepala negara sepanjang hayatnya atau harus sampai turun tahta, sedangkan presiden biasanya memegang jabatan ini untuk jangka waktu tertentu.
Namun dalam negara-negara federasi seperti Malaysia, raja atau agong hanya berkuasa selama 5 tahun dan akan digantikan dengan raja dari negeri lain dalam persekutuan. Dalam zaman sekarang, konsep monarki mutlak hampir tidak ada lagi dan kebanyakannya adalah monarki konstitusional, yaitu raja yang terbatas kekuasaannya oleh konstitusi. Monarki juga merujuk kepada orang atau institusi yang berkaitan dengan Raja atau kerajaan di mana raja berfungsi sebagai kepala eksekutif.
Saat ini, monarki konstitusional lazimnya digabung dengan demokrasi representatif. Oleh karena itu, kerajaan masih di bawah kekuasaan rakyat tetapi raja mempunyai peranan tradisional di dalam sebuah negara. Pada hakikatnya sang Perdana Menteri, pemimpin yang dipilih oleh rakyat, yang memerintah negara dan bukannya Raja. Namun demikian, terdapat juga Raja yang bergabung dengan kerajaan yang tidak demokratis. Misalnya, sewaktu Perang Dunia II, raja Jepang bergabung dengan kerajaan tentera yang dipimpin seorang diktator dan juga sekarang di Thailand. Beberapa sistem monarki konstitusional mengikuti keturunan; manakala yang lain melalui sistem demokratis seperti di Thailand di mana Yang di-Pertuan Agong dipilih oleh Majelis Raja-Raja setiap lima tahun yang disebut Bhumibol Adulyadej.
2.    SISTEM POLITIK NEGARA INDONESIA
Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Walaupun ± 90% penduduknya beragama islam, Indonesia bukanlah sebuah negara islam.
Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. Kekuasaan Inspektif dikendalikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki perwakilan disetiap Provinsi dan Kabupaten/Kota diseluruh wilayah Republik Indonesia.
Indonesia terdiri dari 33 provinsi yang memiliki otonomi, 5 di antaranya memiliki status otonomi yang berbeda, terdiri dari 3 Daerah Otonomi Khusus yaitu Aceh, Papua, dan Papua Barat; 1 Daerah Istimewa yaitu Yogyakarta; dan 1 Daerah Khusus Ibukota yaitu Jakarta. Setiap propinsi dibagi-bagi lagi menjadi kota/kabupaten dan setiap kota/kabupaten dibagi-bagi lagi menjadi kecamatan/distrik kemudian dibagi lagi menjadi keluarahan/desa/nagari hingga terakhir adalah rukun tetangga.
Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg) dan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden atau yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai.
Ada perbedaan yang besar antara sistem politik Indonesia dan negara demokratis lainnya didunia. Diantaranya adalah adanya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan ciri khas dari kearifan lokal Indonesia, Mahkamah Konstitusi yang juga berwenang mengadili sengketa hasil pemilihan umum, bentuk negara kesatuan yang menerapkan prinsip-prinsip federalisme seperti adanya Dewan Perwakilan Daerah, dan sistem multipartai berbatas dimana setiap partai yang mengikuti pemilihan umum harus memenuhi ambang batas 2.5% untuk dapat menempatkan anggotanya di Dewan Perwakilan Rakyat maupun di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/DPRD Kabupaten/Kota.
3.    PERBANDINGAN SISTEM POLITIK NEGARA THAILAND DENGAN NEGARA INDONESIA
Negara Thailand menjadikan Raja sebagai kepala angkatan bersenjata dan penegak semua agama. Sebagai Kepala Negara, Raja melaksanakan kekuasaan legislatifnya melalui parlemen, kekuasaan eksekutifnya melalui kabinet, kekuasaan yudisial melalui pengadilan. Raja yang memerintah saat ini dihormati dengan besar dan dianggap sebagai pemimpin dari segi moral, suatu hal yang telah dimanfaatkan pada beberapa kesempatan untuk menyelesaikan krisis politik. Kepala negara adalah Perdana Menteri, yang dilantik sang raja dari anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin partai mayoritas. Monarki konstitusional adalah bentuk sistem pemerintahannya berjalan sesuai undang-undang. Ada pemilahan kekuasaan dan otoritas. Raja hanya sebagai simbol. Tapi yang menangani pemerintahan itu perdana menteri, sedangkan negara Indonesia adalah sebuah negara hukum yang berbentuk kesatuan dengan pemerintahan berbentuk republik dan sistem pemerintahan presidensial dengan sifat parlementer. Indonesia tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan melainkan pembagian kekuasaan. Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan yang dibantu oleh seorang Wakil Presiden yang kedudukannya sebagai pembantu presiden di atas para menteri yang juga pembantu presiden. Kekuasaan legislatif dibagi di antara dua kamar di dalam Majelis Permusyawaratan Rakyat/MPR yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat/DPR dan Dewan Perwakilan Daerah/DPD. Cabang yudikatif terdiri dari Mahkamah Agung/MA yang dan sebuah Mahkamah Konstitusi/MK yang secara bersama-sama memegang kekuasaan kehakiman. untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dengan cara pemilihan yang disebut pemilihan umum presiden (Pilpres). Pemilihan Umum di Indonesia menganut sistem multipartai. Pemilihan Umum diselenggarakan setiap 5 tahun untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD yang disebut pemilihan umum legislatif (Pileg)

4.    PERBANDINGAN POLITIK DAN PEMERINTAHAN DUA NEGARA ASIA TENGGARA (FILIPINA dan THAILAND)
a.    Negara filipina
Negara Filipina dikuasai oleh Spanyol selama 333 tahun (1565-1898), hal ini menyebabkan timbulnya perubahan dalam cara hidup orang Filipina misalnya perubahan sistem pemerintahan dan kebudayaan jasmani. Kolonialisme Spanyol tidak melenyapkan kebudayaan asli penduduk di Filipina, melainkan munculnya kepercayaan baru yaitu agama Katholik yang berhasil diajarkan oleh para misionaris Spanyol. Ketika negara Spanyol dikalahkan oleh Amerika Serikat dalam pertempuran Teluk Manila pada tahun 1898, maka berarti pemerintahan Spanyol telah berakhir. Berbagai kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan munculnya perubahan penting dalam sistem pemerintahan, masyarakat dan mata pencaharian penduduk Filipina. Sistem pemerintahan yang diperkenalkan oleh Amerika Serikat kepada bangsa Filipina merupakan sesuatu hal yang baru. Hal-hal baru tersebut adalah Amerika Serikat menyebarkan asas demokrasi yang sampai saat ini masih diberlakukan di Filipina, memperbaharui sistem pendidikan sehingga terbuka kesempatan bagi penduduk untuk belajar di luar negeri, memperkenalkan nilai kebersihan dan kesehatan, memperbaiki sarana transportasi dan komunikasi .
            Pengaruh positif dari kolonialisme Amerika Serikat melalui pendidikan sekuler dan tradisi liberalisasi sangat besar bagi perkembangan politik di Filipina yang menerapkan sistem demokrasi dalam pemerintahan. Sehingga memberi kesempatan bagi rakyat Filipina untuk berpolitik dan membuka cakrawala baru di bidang pemerintahan. Pada tahun 1934, negara Amerika Serikat membentuk negara persemakmuran Filipina dengan menjanjikan kemerdekaan sepuluh  tahun kemudian. Amerika Serikat tidak mampu memberi kemerdekaan, karena kedatangan bangsa Jepang ke Filipina pada tahun 1941-1945.
            Republik Filipina memperoleh pengakuan dari Amerika Serikat pada tanggal 4 Juli 1946, walaupun para pemimpin negeri itu telah memproklamasikan kemerdekaannya terlepas dari Spanyol pada tanggal 2 Juni 1898. Pengakuan kemerdekaan tersebut berdasarkan Act of Congress yaitu perjanjian antara Amerika Serikat dan Spanyol yang ditandatangani pada tanggal 24 Maret 1934. Kemerdekaan negara Filipina berdasarkan ketentuan tersebut akan menjadi efektif pada saat berakhirnya masa peralihan. Sesuai dengan Act of Congress, maka pada tanggal 14 Maret 1935 telah diratifikasi sebuah konstitusi baru yang merupakan duplikat dari konstitusi di Amerika Serikat. Hal tersebut berarti sistem pemerintahan yang dilaksanakan di Filipina serupa dengan yang dianut di Amerika Serikat. Dalam  konstitusi 1935, sistem pemerintahan yang dijalankan adalah sistem pemerintahan presidensial. Selanjutnya konstitusi 1935 tersebut beberapa kali mengalami perubahan, yang pada akhirnya diganti dengan konstitusi baru pada tahun 1973. Menurut konstitusi 1973 menetapkan beberapa lembaga negara yang memegang peranan dalam struktur pemerintahan negara yaitu Presiden, Kabinet atau Dewan Menteri, Majelis Nasional, dan Mahkamah Agung .
            Nasionalisme merupakan unsur terpenting bagi proses pembangunan suatu negara. Pada awal kemerdekaan, semangat nasionalisme mulai dipupuk kembali di negara Filipina. Nasionalisme adalah perasaan berbangsa pada orang yang menunjukkan kesetiaan kepada tanah air mereka sendiri, dan tidak hanya kepada satu orang kepala atau pemimpin. Akar kata nasionalisme adalah kata natio yaitu untuk menyebut perkumpulan orang yang mempunyai keinginan dan tujuan bersama, dan dipersatukan oleh ras, bahasa, agama, adapt istiadat serta tradisi. Tidak cukup mereka hanya memiliki tempat tinggal, pemerintah dan pejabat yang diakui agar dapat memiliki rasa Nasionalisme
            Negara Filipina mengalami masa kediktatoran selama enam belas tahun, rakyat telah dirampas hak-haknya untuk memilih para pemimpin di negaranya. Di dalam suatu sistem otoriter dimana semua kekuasaan berasal dari satu orang, maka tidak akan dapat tercipta kondisi yang memungkinkan munculnya pemimpin politik yang indipenden. Sistem tersebut hanya menghasilkan pemimpin politis yang memikirkan kepentingan pribadi. Dengan demikian tugas membangun kembali negara tidak hanya menuntut pemahaman dan penghayatan pada nilai-nilai demokrasi, akan tetapi juga mengisyaratkan pemilihan pejabat-pejabat yang efektif pada semua jenjang pemerintahan. Suatu demokrasi memang penting memiliki sistem pemilihan yang jujur, tetapi yang paling penting adalah harus ada calon yang baik untuk dipilih.
Karena sistem pemerintah Filipina menganut sistem Republik maka pemerintahan ini dipegang oleh Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.  Presiden dipilih dalam pemilu untuk masa jabatan 6 tahun, dan memilih dan mengepalai kabinet. Dewan Legislatif Filipina mempunyai dua kamar yaitu Kongres terdiri dari Senat dan Dewan Perwakilan, anggota keduanya dipilih oleh pemilu. Ada 24 senator yang menjabat selama 6 tahun di Senat, sedangkan Dewan Perwakilan terdiri dari tidak lebih dari 250 anggota kongres yang melayani selama 3 tahun. Cabang yudikatif pemerintah dikepalai oleh Makhamah Agung, yang memiliki seorang Ketua Makhamah Agung sebagai kepalanya dan 14 Hakim Agung, semuanya ditunjuk oleh Presiden.
            Sistem Pemerintahan Filipina adalah prsidensial Dalam sistem pemerintahan presidensial, badan eksekutif dan legislatif memiliki kedudukan yang independen. Kedua badan tersebut tidak berhubungan secara langsung seperti dalam sistem pemerintahan parlementer. Mereka dipilih oleh rakyat secara terpisah. Sehingga tidak ada kontrol antara kedua lembaga tersebut, baik eksekutif maupun legislatif. Untuk penggambaran lebih jelasnya, berikut ini ciri-ciri, kelebihan serta kelebiah dan kekurangan dari sistem pemerintahan presidensial.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut. :
1.    Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2.    Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3.    Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4.    Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5.    Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
6.    Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
1.    Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
2.    Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
3.    Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
4.    Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
1.    Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
2.    Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
3.    Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
Tentunya dari setiap sistem ada kelebihan dan kekurangan yang menjadi konsekuensi dijalankannya sistem tersebut. Namun yang harus menjadi perhatian adalah cara - cara strategis untuk meminimalisir dampak negatif dari sistem tersebut.
b.    Negara Thailand

Negara Thailand menjadikan Raja sebagai kepala angkatan bersenjata dan penegak semua agama. Sebagai Kepala Negara, Raja melaksanakan kekuasaan legislatifnya melalui parlemen, kekuasaan eksekutifnya melalui kabinet, kekuasaan yudisial melalui pengadilan. Kerajaan memiliki hak untuk mendukung dan hak untuk mengingatkan pemerintah apabila tidak menjalankan urusan negara atas nama kebaikan rakyat. Badan legislatif Thailand adalah bikameral. Sang raja mempunyai sedikit kekuasaan langsung di bawah konstitusi namun ia merupakan pelindung Buddhisme Thailand dan lambang jati diri dan persatuan bangsa. Raja yang memerintah saat ini dihormati dengan besar dan dianggap sebagai pemimpin dari segi moral, suatu hal yang telah dimanfaatkan pada beberapa kesempatan untuk menyelesaikan krisis politik.
Kepala negara adalah Perdana Menteri, yang dilantik sang raja dari anggota-anggota parlemen dan biasanya adalah pemimpin partai mayoritas. Anggota  Parlemen terdiri dari 500 anggota legislatifnya (anggota parlemen) yang dipilih secara populer. Masing-masing anggota Menduduki jabatan selama 4 tahun. 400 anggota berasal dari daerah (dipilih langsung oleh konstitusinnya, masing-masing mewakili sekitar 150.000 orang). 100 anggota berasal dari partai (dipilih secara tidak langsung oleh persentase suara yang diterima partai). Senat terdiri dari 200 kursi. Senator Thailand dipilih langsung untuk pertama kalinya pada 2 Maret 2000 (sebelumnya diangkat oleh Raja atas rekomendasi Dewan Menteri). Menduduki jabatan selama 6 tahun. Lembaga eksekutif dipimpin oleh Perdana Menteri (sejak amandemen konstitusi 1992 harus anggota parlemen). Kabinet bertanggungjawab atas administrasi 14 kementerian, dan Kantor Perdana Menteri.
Panitia kabinet yang lebih kecil dibentuk untuk menyeleksi proposal dari berbagai kementerian sebelum dimasukkan ke kabinet besar. Panitia tersebut juga bisa diberi tugas oleh PM untuk memeriksa proyek atau kebijakan. Kantor PM adalah sebuah badan sentral, yg sejajar dgn kementerian. Tanggungjawab utamanya memformulasikan kebijakan nasional. Parlemen Thailand yang bikameral dinamakan Majelis Nasional atau Rathasapha.
Monarki konstitusional adalah bentuk sistem pemerintahannya berjalan sesuai undang-undang. Ada pemilahan kekuasaan dan otoritas. Raja hanya sebagai simbol. Tapi yang menangani pemerintahan itu perdana menteri. Perbedaan diantara raja dengan presiden sebagai kepala negara adalah raja menjadi kepala negara sepanjang hayatnya atau harus sampai turun tahta, sedangkan presiden biasanya memegang jabatan ini untuk jangka waktu tertentu.
Namun dalam negara-negara federasi seperti Malaysia, raja atau agong hanya berkuasa selama 5 tahun dan akan digantikan dengan raja dari negeri lain dalam persekutuan. Dalam zaman sekarang, konsep monarki mutlak hampir tidak ada lagi dan kebanyakannya adalah monarki konstitusional, yaitu raja yang terbatas kekuasaannya oleh konstitusi. Monarki juga merujuk kepada orang atau institusi yang berkaitan dengan Raja atau kerajaan di mana raja berfungsi sebagai kepala eksekutif.
Saat ini, monarki konstitusional lazimnya digabung dengan demokrasi representatif. Oleh karena itu, kerajaan masih di bawah kekuasaan rakyat tetapi raja mempunyai peranan tradisional di dalam sebuah negara. Pada hakikatnya sang Perdana Menteri, pemimpin yang dipilih oleh rakyat, yang memerintah negara dan bukannya Raja. Namun demikian, terdapat juga Raja yang bergabung dengan kerajaan yang tidak demokratis. Misalnya, sewaktu Perang Dunia II, raja Jepang bergabung dengan kerajaan tentera yang dipimpin seorang diktator dan juga sekarang di Thailand. Beberapa sistem monarki konstitusional mengikuti keturunan; manakala yang lain melalui sistem demokratis seperti di Thailand di mana Yang di-Pertuan Agong dipilih oleh Majelis Raja-Raja setiap lima tahun yang disebut Bhumibol Adulyadej.
Perbedaan Presidensil dan Monarki Konstitusional Sistem presidensial (presidensial), atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.\
Menurut Rod Hague, pemerintahan presidensiil terdiri dari 3 unsur yaitu:
1.    Presiden yang dipilih rakyat memimpin pemerintahan dan mengangkat pejabat-pejabat pemerintahan yang terkait.
2.    Presiden dengan dewan perwakilan memiliki masa jabatan yang tetap, tidak bisa saling menjatuhkan.
3.    Tidak ada status yang tumpang tindih antara badan eksekutif dan badan legislatif.
Dalam sistem presidensiil, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, , posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.
Model ini dianut oleh Amerika Serikat, Filipina, Indonesia dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin dan Amerika Tengah.
Monarki konstitusional adalah sejenis monarki yang didirikan di bawah sistem konstitusional yang mengakui raja (atau kaisar) sebagai kepala negara. Monarki konstitusional yang modern biasanya menggunakan konsep trias politica, atau politik tiga serangkai. Ini berarti raja adalah hanya ketua simbolis cabang eksekutif. Jika seorang raja mempunyai kekuasaan pemerintahan yang penuh, ia disebut monarki mutlak atau monarki absolut.
Saat ini, monarki konstitusional lazimnya digabung dengan demokrasi representatif. Oleh karena itu, kerajaan masih di bawah kekuasaan rakyat tetapi raja mempunyai peranan tradisional di dalam sebuah negara. Pada hakikatnya sang perdana menteri, pemimpin yang dipilih oleh rakyat, yang memerintah negara dan bukannya Raja. Namun demikian, terdapat juga raja yang bergabung dengan kerajaan yang tidak demokratis. Misalnya, sewaktu Perang Dunia II, Kaisar Jepang bergabung dengan kerajaan tentara yang dipimpin seorang diktator.
Beberapa sistem monarki konstitusional mengikuti keturunan; manakala yang lain melalui sistem demokratis seperti di Malaysia di mana Yang di-Pertuan Agong dipilih oleh Majelis Raja-Raja setiap lima tahun.












BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Argumen yang ditekankan disini adalah bahwa ideologi itu terkait erat dengan politik. Asumsi – asumsi ideologis tentang industrialisasi dan modernisa, kemajuan, stabilitas, dan juga ketertiban, senantiasa mewarnai berbagai kebijakan dan tindakan kalangan universitas, pemerintah dan dunia usaha. Bahkan, ideologi juga mewarnai ilmu politik dan studi perbandingan politik itu sendiri.para ahli ilmu politik sendiri cenderung bersifat ideoligis karena nilai-nilai dan keyakinan mereka ditentukan oleh keinginan memperoleh kekayaan, uang dan pengaruh hal itu sendiri merupakan refleksi karakter ideologi kapitalis dari lingkungan yang melingkupi mereka. Dalam menutupi preferensi ilmiah itu, mereka menampilkan diri sebagai sosok politik dan konservatif
Pemahaman atas ideologi yang melingkupi politik itu mendorong adanya peninjauan ulang terhadap ilmu politik dan studi perbandingan politik. Terakhir, terungkapnya jaringan para tokoh berpengaruh yang mengendalikan berbagai universitas, perisahaan dan yayasan-yayasan yang merefleksikan kapitalisme Amerika Serikan (AS).









DAFTAR PUSTAKA

Tanpa Nama.Definisi Mitos dan realita: http.//.wikipedia.comDi unduh 15 maret
2012.samarinda.
Tanpa Nama.definisi ideology : http.//.google.wikipedia.comDi unduh 15 maret
2012.samarinda.
Tanpa Nama.Perbandingan Politik: http.//.google.wikipedia.comDi unduh 15 maret
2012.samarinda
R. C. Agarwal ( 2008 ) Political Theory. S. Chand & company Ltd, Ram Nagar, New Delhi.
Carlton Clymer Rodee, Thomas H. Greene ( 2006 ) Pengantar Ilmu politik. PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta.








Comments

Popular posts from this blog

contoh sosiometri(non tes )

Makalah Kemiskinan(Sosiologi)

makalah perkawinan adat