Makalah PKN Kekuatan Nasional
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Meresum kami yang berjudul kekuatan Nasional, yang mana tugas ini di
tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Perbandingan sistem Politik, dan sebagai
pengetahuan tambahan khususnya untuk
para penulis dan pembaca pada umumnya.
Dalam penyelesaian
tugas makalah ini saya bayak mengucapkan
terimakasih kepada:
1.
Dosen mata kuliah Perbandingan sistem politik Drs.H.M.Bahzar.M.Si
yang telah banyak membimbing kami sehingga
tugas makalah ini dapat terselesaikan.
2.
Teman – teman pkn se angkatan 09 yang teleh memberi dukungan
moral
3.
Pihak perpustakaan yang telah memberikan fasilitas bukunya yang
mana telah Banyak memberikan referensi
atau data data makalah kami.
4.
Dan semua pihak yang membantu dalam penyusuna makalah ini.
karna kami
menyadari adanya kekurangan dari makalah kami.sehingga apabila ada kritik dan saran mohon untuk
kesediaannya demi menyempurnakan makalah kami,dan apabila ada kata kata yang
salah dalam penulisan makalah ini mohon
di maafkan.
Samarinda 01 Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………….......……..............…. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...…………. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang.......................................................................................................... 1
B.
Rumusan
masalah..................................................................................................... 2
C.
Tujuan....................................................................................................................... 2
D.
Metode
Penyusunan.................................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Kekuatan
1. Pengertian
Kekuatan…………………………….………….………..………… 3
2. Macam Macam kekuatan ……………..…………………..………….….…….. 3
B. Nasional
1. Pengertian Nasional………………………………..…..………………………. 3
2. Nasionalisme………………………………………………..………………….. 4
3. Bentuk dari Nasionalisme…………………………………………………..….. 4
C. Kekuatan Nasional……………………………………….…..………….……….… 7
BAB III PEMBAHASAN
A. Inti
Kekuatan Nasional…………………………………………………………….. 8
B. Unsur
Unsur kekuatan Nasional…………………………………..………..……… 8
1. Geografi…………………………………………………………………..……. 9
2. Sumberdaya
Alam……………………………………………………………… 9
3. Kemampuan
Industri……………………………………………..…………….. 10
4. Kesiagaan
Militer………………………………………………………………. 11
5. Penduduk…………………………………………………………………...….. 11
C. Faktor yang Berpengaruh atas kekuatan Nasional……………………...………….. 12
D.
Karakter Nasional……………………………………………………….…………. 14
E. Karakter
Nasional dan Kekuatan Nasional……….…………………………...…… 16
F. Evaluasi
atas Kekuatan Nasional……………………………………………...…… 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Terbentuknya negara Indonesia dilatar belakangi oleh
perjuangan seluruh bangsa. Sudah sejak lama Indonesia menjadi incaran banyak
negara atau bangsa lain, karena potensinya yang besar dilihat dari wilayahnya
yang luas dengan kekayaan alam yang banyak. Kenyataannya ancaman datang tidak
hanya dari luar, tetapi juga dari dalam. Terbukti, setelah perjuangan bangsa
tercapai dengan terbentuknya NKRI, ancaman dan gangguan dari dalam juga timbul,
dari yang bersifat kegiatan fisik sampai yang idiologis. Meski demikian, bangsa
Indonesia memegang satu komitmen bersama untuk tegaknya negara kesatuan
Indonesia. Dorongan kesadaran bangsa yang dipengaruhi kondisi dan letak
geografis dengan dihadapkan pada lingkungan dunia yang serba berubah akan
memberikan motivasi dlam menciptakan suasana damai.
Beberapa ancaman dalam dan luar negeri telah dapat diatasi
bangsa Indonesia dengan adadnya tekad bersama-sama menggalang kesatuan dan
kecintaan bangsa. Berbagai pemberontakan PKI, RMS (Republik Maluku Selatan),
PRRI Permesta dan juga gerakan sparatis di Timor- Timur yang pernah menyatakan
dirinya berintegrasi dengan Indonesia, meskipun akhirnya kenyataan politik
menyebabkan lepasnya kembali daerah tersebut. Ancaman sparatis dawasa ini
ditunjukan dengan banyaknya wilayah atau propinsi di Indonesia yang
menginginkan dirinya merdeka lepas dari Indonesia seperti Aceh, Riau, Irian
Jaya, dan beberapa daerah lain begitu pila beberapa aksi provokasi yang
mengganggu kestabilan kehidupan sampai terjadinya berbagai kerusuhan yang
diwarnai nuansa etnis dan agama dan gangguan dari luar adalah gangguan dari
negara lain yang ingin menguasai pulau-pulau kecil yang masih berada di didalam
wilayah NKRI namun dekat dengan wilayah negara lain. Bangsa Indonesia telah berusaha
menghadapi semua ini dengan semangat persatuan dan keutuhan, meskipun demikian
gangguan dan ancaman akan terus ada selama perjalanan bangsa, maka diperlukan
kondisi dinamis bangsa yang dapat mengantisipasi keadaan apapun terjadi
dinegara ini.
Dari uraian tersebut kami sebagai penulis akan mencoba
meresum atau membahas materi mengenai Kekuatan Nasional yang mana tujuan dari
penyusunan makalah ini secara umum untuk menambah pengetahuan para pembaca dan
secara khusus untuk memenuhi tugas mat kuliah.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan uraian di atas ,maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah
Inti Kekuatan Nasional dan Unsur Unsur Kekuatan Nasional itu
2. Apa
sajakah Faktor yang berpengaruh atas kekuatan Nasional
3. Bagaimana
Karakter Nasional dan Kekuatan Nasional itu
4.
Bagaimana
Evaluasi atas Kekuatan Nasional itu.
C.
Tujuan
Adapun tujuan penyusun membuat makalah ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan
antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.
Agar dapat mengetahui Bagaimanakah Inti
Kekuatan Nasional dan Unsur Unsur Kekuatan Nasional itu
2. Agar
mengerti Apa sajakah Faktor yang berpengaruh atas kekuatan Nasional
3. Agar
mengerti Bagaimana Karakter Nasional dan Kekuatan Nasional itu
4.
Agar
dapat mengetahiu Bagaimana Evaluasi atas Kekuatan Nasional itu.
D.
Metode Penyusunan
Metode penyusunan yang digunakan dalam penulisan makalah
ini yaitu :
1. Studi Kepustakaan
Yaitu
pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku,
dokumen-dokumen laporan yang berkaitan dengan apa yang di Bahas
2. Bahan – bahan tambahan yang
didapatkan melalui Intenet.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Kekuatan
1.
Pengertian Kekuatan
Kekuaan adalah kekuatan manusia atas pemikiran dan tindakan
manusia lainnya,fenomena atau gejala yang dapat di tentukan manakala manusia
atau sama lain hidup dalam hubungan atau pergaulan social.
Secara fisiologi, kekuatan adalah kemampuan neuromuskuler
untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam.
2.
Macam
Macam kekuatan
Kekuatan dapat di
bedakan atas beberapa jenis yaitu di antaranya adalah:
a.
Kekuatan umum
Kekuatan
Umum adalah kemampuan kontraksi seluruh sistem otot dalam mengatasi tahanan
atau beban. Kekuatan umum merupakan dasar yang melandasi selruh program latihan
kekuatan, sehingga dilatihkan pada periodisasi persiapan awal.
b.
Kekuatan Khusus
Kekuatan khusus adalah kemampuan
sekelompok otot yang diperlukan dalam aktivitas cabang olahraga tertentu, yaitu
pencak silat. Kekuatan khusus dilatihkan pada periodisasi persiapan tahap
akhir.
c.
Kekuatan Maksimal
Kekuatan maksimal kemampuan
otot atau sekelompok otot untuk melawan atau mengangkat beban secara maksimal
dalam satu kali angkat. Kekuatan maksimal sangat diperlukan dalam cabang
olahraga pencak silat Cara meningkatkan kekuatan maksimal dapat dilakukan
dengan dua metode, yaitu metode hypertropie dan metode neural.
B.
Nasional
1.
Pengertian
Nasional
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia,nasional adalah suatu perbuatan/kelakuan/sikap
yang menggambarkan kebangsaan,cinta dengan bangsa dan
tanah air sendiri yang mana rasa/sikap tersebut tertanam karena adanya rasa
bangga kepada suatu bangsa sendiri.
2.
Nasionalisme
Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan
mempertahankan kedaulatan sebuah negara (dalam bahasa
Inggris
"nation") dengan mewujudkan satu konsep identitas bersama untuk
sekelompok manusia.
Para nasionalis
menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik"
(political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas
budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah
bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu.
Ikatan nasionalisme tumbuh
di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat
manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah
tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri
sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya
hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini,
yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang
hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari
serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.
Dalam zaman modern ini,
nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara
etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah.
Para ilmuwan politik
biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem
seperti nasional
sosialisme, pengasingan dan
sebagainya.
3. Beberapa bentuk dari nasionalisme
Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.
adalah sejenis
nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif
rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori
ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques
Rousseau dan menjadi
bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du
Contract Sociale
(atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").
adalah sejenis
nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau
etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk
(bahasa Jerman untuk "rakyat").
adalah lanjutan dari
nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi
("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah
bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik;
kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya
"Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi
kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.
adalah sejenis
nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan
bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik
ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya.
Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih
dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok.
Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa
membuktikan keutuhan budaya Tionghoa.
Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya
mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.
ialah variasi nasionalisme
kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan
nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak
universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan
berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi.
Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung,
seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri.
Contoh biasa ialah Nazisme, serta
nasionalisme Turki
kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta
sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan
pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi
mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk
golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara
sistematis, bilamana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang
berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti
nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan
pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.
ialah sejenis nasionalisme
dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun
begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme
keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama
mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut
partai BJP bersumber dari agama Hindu.
Namun demikian, bagi
kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya
motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18,
nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan.
Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi
semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan
Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap
dikaitkan dengan kebebasan.
C. Kekuatan Nasional
Pengertian Kekuatan
Nasional
kekuatan
nasional adalah kekuatan kita / dalam negri sendiri ,
bilamana dalam suatu negara kekuatanya sudah bagus dari semua segi maka rakyat
yg ada dalam suatu negri tsb pasti mengalami kemakmuran serta tidak tergantung
akan dunia lain/ dunia internasional , bahkan yg terjadi sebaliknya dunia lain
akan tergantung kepada kita , contoh sederhana di dalam suatu keluarga yang
sudah kuat dalam segala aspek/segi tentu tidak akan tergantung kepada
tetangganya , dengan adanya toleransi hubungan bertentangga maka warna keluarga
yg sudah kuat tsb mempengaruhi lingkungan di mana dia tinggal, dan tentunya
keluarga yg kuat tadi tidak bisa di interpensi apalagi di intimidasi begitu
juga yg terjadi dalam suatu negara , negara yg sudah kuat tidak bisa di
interpensi dan di intimidasi oleh negara lain dan dia begitu di hargai negara
negara lainya bahkan nyaris di takuti , tapi untuk indonesia itu mustahil untuk
saat ini entah esok lusa.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Inti
Kekuatan Nasional
Negara merupakan bentuk abstraks dari sejumlah
individu yang mempunyai kesamaan cirri khas tertentu, dan cirri khas inilah yang
menjadikan mereka anggota negara yang sama.Pada zaman dahulu kekuatan nasional berasal
dari kolektifitas kekuasaan dan cita-cita yang ditentukan oleh ikatan darah, agama
atau kesetiaan bersama terhadap raja atau pemimpinnya.
Pada masa sekarang, kekuatan berasal dari
kekuasaan masyarakat yang membentuk jaringan peraturan-peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan serta alat-alat kelembagaan yang mengendalikan gerakan perorangan, sehingga gerakan perorangan tersebut tidak dapat membahayakan masyarakat, karena mereka akan ditindak atau dilemahkan
sama sekali atau bahkan didukung penuh.
Masyarakat akan mengidentifikasikan dirinya
dengan negaranya, serta membandingkan dirinya dengan warga negara asing. Sebagai
contoh warga Amerika Serikat, sebagai bagian dari warga negara yang sangat kuat dan mempunyai kemampuan industry serta kekayaan material yang sangat besar pula, maka mereka akan dapat menyanjung diri sendiri dan merasakan suatu kebanggan yang
sangat besar pula, gejala psikologis ini mendapat dukungan dalam peraturan kebijaksanaan dan lembaga negaraya,
Sehingga masyarakat
tersebut dapat menjadi pendukung negara yang paling agresif untuk kekuatan nasional
di bidang politik international,kelompok inilah yang dapat memberikan warna pada politik luar negari suatu bangsa. Tetapi ada juga masyarakat yang menolak untuk mengidentifikasikan diri mereka erat dengan negara mereka, atau bahkan lebih senang menunjukkan bahwa mereka erat dengan musuh negara.
B.
Unsur
Unsur Kekuatan Nasional
Untuk menentukan kekuatan dari suatu bangsa, maka faktor-faktor dan komponen-komponen yang harus dipertimbangkan adalah :
1.
Geografi
Letak geografis merupakan andalan
kekuatan yang memengaruhi politik luar negeri suatu negara. Misalnya, sebuah
fakta bahwa Amerika Serikat terpisah oleh Samudera Atlantik yang mengurangi
dampak politik yang berkecamuk di benua Eropa dan Asia. Dengan kata lain, letak
geografis Amerika Serikat tetap menjadi faktor dasar pertimbangan oleh politik
luar negeri global.
Geografi merupakan faktor yang paling stabil dan merupakan
andalan kekuatan dari suatu negara. Sebagai contoh, Amerika Serikat merupakan suatu
negara dengan benua sendiri yang dibatasi dan dipisahkan dengan benua Eropa dan
Asia oleh perairan yang sangat luas, dan bukan langsung berbatasan dengan negara
lain, misalnya Perancis,
Cina dan Rusia. Hal ini menjadikan pertimbangan bagi negara lain untuk melaksanakan politik luar negerinya.
Geografis negara-negara yang berbatasan langsung dengan geografis negara lain tentu sering menimbulkan konflik diantara dua negara tersebut. Hal inilah yang menjadikan letak geografis
tersebut menguntungkan atau tidak bagi suatu negara. Negara-negara yang berbatasan langsung akan lebih sering mengalami konflik perbatasan kekuasaan wilayah negara.
2.
Sumber
Daya Alam
Faktor ini melingkupi ketersediaan
pangan, potensi minyak bumi, bahan mentah, dll. Dalam kasus ketersediaan
pangan, negara yang menikmati sumber pangan yang besar tidak perlu mengalihkan
politik luar negeri dari kepentingan nasionalnya, dengan menjamin penduduknya
tidak akan mengalami kelaparan. Bahan mentah pada zaman perang hingga zaman
industri modern menjadi bahan utama pengolahan industri. Negara dengan bahan
mentah yang berlimpah dan memiliki akses mudah menguasainya di luar teritori
negara, sangat berimplikasi pada kekuatan nasional negara tersebut. Sejak
Prrang Dunia I, minyak sebagai sumber energi sangat penting dalam kebutuhan
industri dan perang. Senjata, pranata militer, kendaraan, mesin industri
dimekanisir oleh minyak. Akibatnya, negara pemilik minyak bumi memperoleh
kekuatan yang signifikan dalam urusan internasional. Kekuatan minyak
memunculkan aktor negara baru yang makin berpengaruh, seperti Uni Soviet dan
Timur tengah. Meskipun demikian, minyak sudah tidak lagi merupakan acuan
kekuatan nasional suatu negara.
Sumber daya alam merupakan faktor paling stabil lainnya selain geografis. Komponen sumber daya alam meliputi :
a. Pangan
Negara yang menikmati swasembada pangan tidak perlu mengalihkan energi nasional
dan politik luar negerinya dari tujuan utama yaitu menjamin penduduknya tidak kekurangan
pangan atau kelaparan pada saat perang.
Dengan demikian negara yang telah berswasembada pangan dapat menempuh politik yang lebih keras dan terus menuju sasaran. Pada saat perang, kelaparan dapat ditimbulkan dengan sengaja oleh pihak lawan yang mengakibatkan pembunuhan
secara langsung terhadap berjuta-juta orang pada wilayah yang ditaklukkan. Kekurangan pangan dalam negera sendiri dapat menjadikan kelemahan yang permanen pada negara tersebut. Dengan demikian swasembada pangan selalu menjadi sumber kekuatan yang besar.
b. Bahan mentah Dibebaskannya energi atom dari atom uranium dan pemakaian energi tersebut untuk perang , segera mengubah hierarki aktual dan potensial negara-negara mengingat kekuatan mereka masing-masing. Negara-negara yang menguasai .energi atom tersebut telah meningkat dalam perhitungan kekuatan, seperti Amerika Serikat, Uni Soviet, Kanada, Cekoslowakia, dan Uni Afrika Selatan. Sedangkan negara-negara
yang tidak memiliki energi atom tersebut menjadi kekuatan relatif.
c. Minyak Mentah Minyak sebagai sumber energi telah menjadi semakin bertambah penting untuk industri dan perang, sebagaian
besar dari senjata dan kendaraan yang digerakkan
dengan minyak, akibatnya begara-negara yang banyak sekali memiliki endapan minyak
memperoleh kekuatan dalam urusan internasional.
Kekuatan
yang diberikan oleh minyak merupakan akibat dari perkembangan teknologi negara-negara
industri yang modern. Negara-negara penghasil minyak yang besar dapat bekerja sama
dan mengkoordinir untuk memaksakan syarat-syarat politis terhadap negara-negara
konsumen, risiko yang dihadapi bila negara-negara konsumen tersebut menolak adalah
kekacauan politik, ekonomi, dan sosial yang besar.
3.
Kemampuan
Industri
Negara dengan
cadangan bahan mentah yang besar, namun tidak sepadan dengan pranata industri
yang memadai tidak menjadikannya sebagai kekuatan politik global. Jadi tidak
dapat dipungkiri, bahwa negara industry sangat identik dengan kekuatan besar
dalam perubahan politik dunia.
Walaupun suatu negara memiliki bahan mentah yang banyak tetapi tidak memiliki industri untuk mengolahnya, maka bahan mentah tersebut belum tidak dapat mempengaruhi kekuatan politik dan hubungan luar internasional negaranya, misalnya Kongo. Negara yang memiliki bahan mentah dan didukung
oleh kemampuan industri untuk mengolahnya berarti peingkatan kekuasaan yang besar sekali untuk negaranya,
contoh negaranya Inggris, uni Soviet, Amerika Serikat dan Cekoslowakia. Hasil energi yang dihasilkan
dari industri tersebut dapat dimanfaatkan oleh negara-negara lain baik
dimasa perang atau damai., sehingga negara-negara yang tidak mempunyai industri untuk mengolah
bahan mentahnya menjadikan negara tersebut tidak mampu memainkan peranan penting
dalam politik internasionalnya.
4.
Kesiagaan
Militer
Ketergantungan
kekuatan nasional atas kesiapan militer sangat jelas, dengan memerlukan pranata
militer yang ampuh mendukung politik luar negeri yang ditempuh oleh negara.
Unsur kesiagaan militer di sini melingkupi penguasaan teknologi, kualitas
kepemimpinan militer yang berpengaruh atas kekuatan nasional, dengan memiliki
pemikiran baru pada siasat dan taktik. Namun negara dengan pemimpin yang
tangkas akan menjadi negara yang lemah apabila tidak memiliki jumlah pasukan
yang besar dan berkualitas.
Faktor geografi, sumber daya alam dan kemampuan indusri
memberikan arti penting bagi kekuatan negara yang menunjang kesiagaan militer. Ketergantungan kekuatan nasional atas kesiagaan militer sangat jelas terlihat. Kesiagaan militer memerlukan pranata militer
yang mampu mendukung politik luar negeri yang ditempuh. Komponen kesiagaan militer tersebut meliputi :
a. Teknologi,
b. Kepemimpinan.
c. Kuantitas dan kualitas angkatan bersenjata.
5.
Penduduk
Tidak
tepat untuk mengatakan bahwa semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula
kekuatan nasional. Misalnya kasus RRC, yang memiliki penduduk 1.3 miliyar, dan
India yang berpenduduk 1 miliyar, tidak menjadikan diri mereka kekuatan
superpower global. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas dapat digunakan
untuk menggerakan roda gerak industry, militer.
Semakin besar jumlah penduduk suatu negara, maka semakin
besar pula kekuatan negara terebut, karena ukuran penduduk merupakan salah satu
faktor tempat berpijakkekuatan nasional, dan oleh sebab kekuatan sebuah negara selalu relatif dengan negara lain, yang membedakan kekuatannya adalah jumlah penduduknya. Tanpa
jumlah penduduk yang besar, tidak mungkin mendirikan dan terus menjalankan pabrik industri yang diperlukan untuk melaksanakan perang modern, untuk mengirimkan prajurit ke medan perang didarat, laut dan udara, dan akhirnya untuk mengisi kader-kader pasukan yang jumlahnya jauh melebihi jumlah pasukan tempur, harus menyediakan pangan, alat transpotasi dan komunikasi, amunisi serta senjata. Itulah
sebabnya negara-negara imperialis seperti Nazi jerman dan Fasis Italia, memakai pertumbuhan itu sebagai dalih ideologi untuk melakuka nekspasi uang imperialistis.
C.
Faktor
yang berpengaruh atas kekuatan Nasional
Ada tiga faktor manusia yang bersifat kualitatif dan berpengaruh atas kekuatan nasional, yakni karakter
nasional dan moral nasional yang menonjol dalam sifat eksklusif mereka serta pengaruh yang permanen dan menentukan terhadap politik internasional.
1.
Moral
Nasional
Kualitas diplomasi suatu negara
menggabungkan faktor-faktor lain menjadi kesatuan kekuatan nasional yang
terpadu, memberikan arah negara. Negara-negara harus mengandalkan kualitas
diplomasinya supaya dapat bertindak sebagai katalisator untuk faktor yang
berbeda demi membentuk kekuatan nasional negara. Pemerintah harus pula
memastikan persetujuan rakyat sendiri untuk politik dalam dan luar negerinya.
Bagaimanapun juga, bagi pemerintah tidak hanya cukup menggalang opini umum
bangsa untuk membantu politik luar negeri, tetapi juga menggalang dukungan
opini publik negara lain demi perebutan dominasi politik dan kekuasaan.
Pergeseran zaman, akhir-akhir ini
yang dipicu oleh arus globalisasi telah merubah pandangan dunia mengenai
National Power tersebut. Unsur-unsur kekuatan nasional yang terdiri atas faktor
geografis, sumber daya alam, penduduk sampai dengan kualitas diplomasi masih
berlaku hingga era ini. Namun hal tersebut, tidak cukup menjadi titik acuan
yang memengaruhi kekuatan nasional. Terdapat banyak faktor lain yang saling
berkorelasi satu sama lain, seperti kekuatan investasi, perdagangan, sosial,
kebudayaan, hingga agama (religion) dapat pula memengaruhi seberapa
besar kekuatan nasional yang dimiliki oleh suatu negara.
Moral nasional adalah tingkat kebulatan tekad suatu bangsa
untuk mendukung politik luar negeri pemerintahnya dimasa damai dan perang. Moral
nasional lebih sulit untuk dipahami dan kurang stabil, akan tetapi moral nasional
tidak kalah pentingnya dari semua faktor lain yang berpengaruh atas kekuatan nasional. Moral nasional ini menyebar keseluruh kegiatan
negara, produksi pertaian, industri, mupun pranata militer serta dinas diplomatiknya. Dalam bentuk opini umum, moral nasional memberikan faktor yang tidak dapat diraba, tidak ada perintah, demokrasi dan otokrasi yang mampu menjalankan politiknya dengan sepenuh keefektifan.
Moral nasional di pengaruhi oleh ketidakstabilan dan kualitas masyarakat dan pemerintah
sebagai faktor penentunya. Pada titik tertentu moral dapat patah, ketidakstabilan
ini dapat diakibatkan oleh perang yang dapat menimbulkan kerugian yang amat besar
dan sia-sia serta tekanan politik. Kekalahan yang amat besar dapat meruntuhkan moral
nasional.
Bagi masyarakat yang merasa haknya dan partisipasinya
yang penuh dalam kehidupan negara dicabut secara permanen, cenderung mempunyai moral
nasional yang lebih rendah, kurang patriotis, dibanding dengan mereka yang mempunyai cita-cita vital akan tetapi berbeda dari polotik permanen yang ditempuh oleh mayoritas maupun pemerintahan. Manakala konflik yang mendalam sampai merusak dan memecah belahrakyat, maka dukungan rakyat yang dapat dihimpun
untuk politik luar negerinya akan selalu sulit dan sangat kecil dukungannya.
2.
Kualitas
Diplomasi
Dari segenap faktor yang menyebabkan kekuatab suatu negara,
yang terpenting walaupun tidak stabil adalah kualitas diplomasi. Kualitas diplomasi
suatu negara menggabungkan faktor-faktor
yang berlainan itu menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, memberikan arah dan bobot,
dan membangkitkan kemampuan yang tidak aktif dengan memberikan napas kekuatan yang sesungguhnya. Cara melaksanakan hubungan luar negari suatu negara oleh para diplomatnya untuk kekuatan nasional dalam masa damai sama halnya dengan siasat taktik militer oleh para pemimpin militernya
untuk kekuatan nasional dimasa perang. Hal ini merupakan sebuat kiat supaya unsur
kekuatan yang berbeda-beda tersebut mempunyai pengaruh maksimum atas msalah-masalah dalam situasi internasional yang langsung menyangkut kepentingan negara.
3.
Kualitas
Pemerintahan
Politik luar negeri yang disusun dengan baik dan dilaksanakan
dengan mahir, yang memanfaatkan sumber daya material dan manusia yang berlimpah-limpah,
pasti menjadi sia-sia kalau politik itu tidak dapat memanfaatkan perintah yang baik. Dari segi kekuatan nasional, perintah yang baik tersebut berarti tiga hal yaitu :
a. Perimbangan
antara sumber daya material dan manusia yang ikut membentuk kekuatan nasional dan politik luar negeri yang akan ditempuh,
b. Perimbangan antara sumber daya – sumber daya yang ada,
c. Dukungan rakyat untuk politik luar negeri yang akan ditempuh. Kualitas pemerintah dipengaruhi oleh masalah perimbangan sumberdaya dan politik, Masalah perimbangan diantara sumber daya, masalah dukungan rakyat dan pemerintah dalam negeri dan politik luar negeri.
D.
Karakter
Nasional
Eksistensinya
Dari tiga factor manusia yang bersifat kualitatif
dan yang berpengaruh atas kekuatan nasional, yakni karakter nasional dan moral
nasional yang menonjol dalam sifat eksekutif mereka, dipandang dari segi
prognosis rasional dan karena sering, pengaruh mereka yang permanen dan menentukan
terhadap bobot yang diberikan sebagai andil Negara pada skala politik
internasional. Kita disini tidak akan mempersoalkan factor apakah yang
menentukan sekali dalam perkembangan karakter nasional. Kita hanya tertarik
kepada fakta-diperdebatkan, akan tetapi ( bagi kita tampaknya) tidak dapat
dibantah, mengingat konsep antropologis “pola kebudayaan” bahwa kualitas
intelek dan karakter tertentu terjadi seiring dan dinilai lebih tinggi di suatu
Negara dibandingkan dengan Negara-negara yang lain. Untuk mengutip Coleridge:
“bahwa
ada semangat yang tidak kelihatan meliputi seluruh rakyat dan mereka semua ikut
serta, meskipun tidak semua dengan cara yang sama; semangat yang memberikan
warna dan karakter pada kebajikan maupun keburukan mereka, sehingga tindakan yang
sama, namun belum tentu sama, yang saya maksud ialah walau diungkapkan dalam
kata-kata yang sama, namun belum tentu sama pula untuk orang Spanyol seperti
maksudnya untuk orang Prancis, maka saya anggap sebagai kebenaran yang tidak
dapat dibantah, sebab tanpa semua ini pengakuan sejarah akan menjadi teka-teki.
Egitu pula saya menganggap, bahwa perbedaan dari Negara-negara, kemuliaan dan
keburukan masing-masing, pendek kata, semua, apakah mereka dalam keadaan
demikian atau tidak (memang tidak pada waktu tertentu, yang kebetulan di bawah
pengaruh seorang yang ternama, seperti orang Carthago di bawah Xantippus yang
terkenal, dan kemudian ketika di bawah Hannibal sendiri), akan tetapi semua itu
ketika mereka mampu bertahan sebagai Negara, melalui penggantian individu yang
berturut-turut, adalah akibat semangat ini”.
Kualitas-kualitas ini memisahkan Negara
yang satu dengan Negara yang lain, dan mereka menunjukan tingkat ketahanan yang
tinggi terhadap perubahan. Beberapa contoh di ambil secara acak, akan menggambarkan
hal itu.
Apakah bukan fakta yang tidak dapat
dibantah, seperti ditegaskan oleh John Dewey dan banyak lagi yang lain, bahwa
Kant dan Hegel sebagai cirri khas filsafat Jeran sama seperti Descartes dan
Voltaire untuk pemikiran Perancis, seperti Locke dan Burke untuk pemikiran
politik inggris, seperti William James dan John Dewey untuk pendekatan Amerika
terhadap masalah intelektual. Dan dapatkah disangkal, bahwa perbedaan-perbedaan
filosofis ini,hanyalah ungkapan di tingkat paling tinggi dari abstraksi dan
sistematis, dari corak intelektual dan moral yang fundamental yang
mengungkapkan diri di semua tingkat pemikiran dan tindakan serta memberikan
kepada tiap Negara cirri khasnya yang tidak dapat diragukan.Kecerdasan berfikir
yang mekanis dan kesempurnaan sistematis dari filsafat Descartes muncul kembali
dalam tragedy Corneille dan Racine setidak-tidaknya dalam kedasyatan
rasionalistis dari reformasi Jacobin. Mereka muncul lagi dalam kesterilan
formalism akademis yang banyak member cirri pada kehidupan intelektul Perancis
yang kontenporer. Mereka muncul lagi dalam sejumlah besar rencan perdamaiaan,
sempurna menurut logika akan tetapi tidak prektis dan mengenai hal ini
keterampilan negarawa Perancis menonjol dalam periode antar perang dunia kedua
sebaliknya sifat ingin tahu intelektual yang ditemukan Julius Caesar pada
orang-orang gaul selam berabad-abad tetap tinggal sebagai cirri-ciri khas
pemilik orang Perancis.
Filsafat
Locke adalah manifestasi individualism Inggris sama
seperti Magna Carta, undang-undang yang melindungi hak tertentu atau
sektarianisme protestan pada Edmund Burke atas gabungannya yang tidak dogmatis
dari prinsip moral dan kelayakan politik maka kecerdasan politik rakyat Inggris
mengungkapkan dirinya sama seperti dalam Undang-undang Reformasi (Reform Acts)
abad ke-19 atau politik perimbangan kekuasaan Kardinal Wolsey dan Canning. Apa
yang dikatakan oleh Tacius tentang kecenderungan politik dan militer yang
merusak dari suku bangsa Jerman cocok untuk bala-tentara Frederick Barbarossa,
sama cocoknya untuk Wilhelm II dan Hiltler. Hal itu cocok pula dengan kekerasan
dan liku-liku diplomasi tradisional Jerman yang kaku. Otoritarianisme
kolektivisme dan pemujaan Negara dalam filsafat Jerman mempunyai imbangan dalam tradisi pemerintah otokratis
dalam penerimaan setiap kekuasaan dengan sikap rendah selama itu tampaknya
mempunyai kehendak dan kekuatan untuk menang dan pada waktu bersamaan tidak
adanya keberanian rakyat diabaikannya hak-hak pribadi dan tidak adanya tradisi
kebebasan politik. Uraian tentang karakter nasional Amerika seperti yang muncul
dalam karangan Tocqueville, Democracy in
America tidak menghilangkan ketepatan waktunya walaupun ada masa selang
lebih dari seabad. Kebimbangan pragmatis Amerika antar idealism dogmatis yang
mutlak dan pengandalan keberhasilan sebagai ukuran kebenaran tercermin dalam
keraguan diplomasi Amerika antara empat kebebasan (four freedoms) dan piagam Atlantik (Atlantic
Charter) di satu pihak dan “diplomasi dolar” di lain pihak.
E.
Karakter
Nasional dan Kekuatan Nasional
Karakter nasional pasti akan memengaruhi
kekuatan nasional bagi mereka yang berkarya untuk Negara dalam keadaan damai
dan perang merumuskan melaksanakan dan menyokong politiknya memilih dan dipilih
menggalang opini umum menghasilkan dan menghabiskan semua dalam taraf yang
lebih besar atau lebih kecil mengembankesan tentang kualitas intelektual dan
moral yang membentuk karakter nasional “kekuatan dan kegigihan dasar” orang
Rusia Inisiatif dan daya cipta pribadi orang Amerika pemikiran sehat orang
inggris yang tidak dogmatis, disiplin dan ketelitian orang Jerman adalah
beberapa kualitas yang mewujudkan diri apa pun yang akan terjadi dalam semua
kegiatan pribadi dan kolektif di mana semua anggota bangsa dapat terlibat.
Sebagai akibat dari perbedaan pada
karakter nasional, pemerintah Jerman dan Rusia, misalnya mampu memulai politik
luar negri yang tidak akan ditempuh oleh pemerintah Amerika dan Inggris dan
begitu juga sebaliknya. Antimiliterisme keengganan terhadap tentara siap pakai
dan terhadap tentara siap pakai dan terhadap wajib militer merupakan cirri-ciri
permanen karakter nasional Amerika dan Inggris. Namun lembaga dan kegiatan yang
sama selama berabad-abad menempati posisi yang tinggi dalam nilai hierarki
Prusia dan dari sini prestise mereka meluas ke seluruh Jerman. Di Rusia tradisi
patuh kepada otoritas pemerintah dan kekawatiran tradisional terhadap orang
asing menciptakan pranata militer yang besar dan permanen dapat di terima oleh
penduduk.
Jadi, karakter nasional memberikan
kepada Jerman dan Rusia suatu keuntungan awal dalam perebutan kekuasaan sebab
dalam damai mereka dapat mengubah bagian yang lebih besar dari sumber daya
mereka menjadi peralatan perang. Sebaliknya, keengganan rakyat Amerika dan
Inggris untuk mempertimbangkan Transformasi demikian itu, tersistem secara
besar-besaran dan yang mennyangkut tenaga manusia kecuali dalam keadaan darurat
nasional yang nyata telah memaksa rintangan besar atas politik luar negeri
Amerika dan Inggris. Pemerintahan Negara yang militeristis mampu merencanakan
menyiapkan dan melakukan perang menurut waktu yang mereka pilih. Lebih khusus
lagi mereka dapan memulai perang preventif kapan saja yang kelihatannya paling
menguntungkan tujuan mereka. Pemerintahan Negara-negara pasifis dan
diantarannya Amerika Serikat merupakan contoh mencolok hingga akhir perang
dunia II dalam hal ini mereka menghadapi keadaan yang jauh lebih sulit dan
mempunyi kebebasan bertindak jauh yang lebih sedikit. Dengan isi mereka yang
terkendalikan oleh pembawaan antimiliterisme rakat mereka, mereka harus
menempuh jalan yang lebih hati-hati dalam hubungan luar negri. Seiring kekuatan
militer yang sesungguhnya tersedia dan yang dapat mereka pakai, tidak akan
sepadan dengan keterikatan politik yang dibebankan kepada mereka oleh perhatian
mereka terhadap kepentingan nasional. Dengan kata lain mereka tidak akan
memiliki persenjataan yang cukup kuat untuk mendukung politiknya. Kalau mereka
berperang tidak ubahnya mereka melakukan demikian atas syarat-syarat musuh
mereka. Di masa lalu mereka harus mengandalkan sifat-sifat lainkarakter
nasional dan factor-faktor lain sebagai imbalan, seperti letak geografis dan
potensi industry untuk membantun mereka mengatasi periode dini dalam kelemahan
dan kualitas yang lebih rendah sampai kemenangan akhir. Itulah kemungkinan
pengaruh karakter nasional, dalam keadaan apapun.
Pengamatan medan interasional yang
mencoba menilai kekuatan relative berbagai Negara harus mempertimbangkan
karakter nasional bagaimanapun sulitnya untuk menilai dengan tepat factor yang
demikian sulit untuk dipahami dan yang tidak dapat diraba itu kegagalan untuk
melakukan hal demikian akan menyebabkan kesalahan dalam penilaian politik
seperti berkurangnya daya pulih kekuatan Jerman sesudah Perang dunia I dan
menaksir terlalu rendah daya tahan Rusia di tahun 1941-1942. Perjanjian
Versailles dapat membatasi Jerman dalam semua peralatan kekuatan nasional yang
lain seperti wilayah, sumber bahan mentah, kapasitas industry, dan pranata
militer. Akan tetapi perjanjian itu tidak dapat menghalangi Jerman dalam hal
kualitas intelek dan karakter yang memungkinkan Negara itu dalam periode dua
dasawarsa untuk membangun kembali apa yang telah musnah dan tampil sebagai
kekuatan militer tunggal terkuat di dunia. Pendapat para ahli militer yang tampaknya
bulat yang di tahun 1942 memberi tidak lebih dari beberapa bulan, daya tahan
kepada pasukan Rusia mungkin tepat dalam istilah militer semata-mata seperti
strategi militer, mobilitas, sumber daya industry, dan sebagainya. Namun
pendapat ahli ini jelas salah dengan menilai rendah factor “kekuatan dan
kegigihan dasar” yang dengan penilaian lebih baik di akui sebagai sumber
kekuatan Rusia yang besar dalam berhadapan dengan Eropa. Pesimisme yang pada
tahun 1940 menghilangkan kesempatan Inggris untuk dapat bertahan berasal dari
kelalaian atau salah mengerti yang serupa tentang karakter nasional rakyat
Inggris.
Kita dalam hubungan hubungan lain sudah
menyinggung tentang pandangan rendah terhadap kekuatan Amerika yang dilakukan
oleh para pemimpin Jerman sebelum Perang Dunia II. Menarik untuk di catatat
bahwa kesalahan yang sama persis dan dengan alasan yang sama pula dilakukan
oleh para pimpinan Jerman selama perang dunia I. dengan demikian dalam bulan
Oktober tahun 1916 menteri angkatan laut Jerman menaksir makna bergabungnya
Amerika Serikat dengan sekutu sbagai nol (Zero) dan seorang mentri Jerman yang
lain dalam periode itu mennanyakan dalam pidatonya diparlemen sesudah Amerika
Serikat benar-benar ikut berperang di pihak sekutu: “orang Amerika Serikat
tidak pandai berenang dan mereka tidak pandai terbang, orang Amerika tidak akan
pernah dating.” Dalam kedua kasus tersebut para pemimpin Jerman meremehkan
kekuatan Amerika seperti inisiatif pribadi bakat untuk improvisasi dan
keterampilan teknis yang bersama-sama factor material lainnya dalam keadaan
yang lebih menguntungkan dapat menjadi yang lebih penting dibandingkan dengan
kerugian letak geografisnya yang terpencil dan pranata militer yang sudah
bobrok.
Sebaliknya anggapan para ahli
sekurang-kurangnya hingga pertempuran Straligrad tahun 1943 tentang tidak
terkalahkannya Jerman, memperoleh kekuatan dari factor-faktor material maupun
segi-segi tertentu karakter nasional Jerman yang nampaknya mendukung kemenangan
total. Para ahli ini mengabaikan karakter nasional Jerman dari segi-segi yang
lain, teristimewa tidak adanya sikap moderat mereka. Dari para kaisar abad
pertengahan dan para pangeran yang bertempur dalam perang tiga puluh tahun
sampai ke Wilhelm II dan Hitler tidak adanya sikap yang moderat ini terbukti menjadi
satu factor kelemahan karakter nasional Jerman yang membawa maut, karena tidak
mampu mengendalikan tujuan dan tindakan di dalam batas-batas kemungkinan orang
Jerman berulang-ulang menghambur-hamburkan dan akhirnya menghancurkan kekuatan
nasionalnya sendiri yang dibangun atas factor material dan manusia yan lain.
1. Kualitas
masyarakat dan pemerintah sebagai factor yang menentukan .
Moral Nasional tunduk pada ujiannya yang terakhir
yakni perang , moral nasional adalah penting mana kala suatu kekuatan nasional
membawa pengaruh atas masalah internasional .moral itu penting oleh karna itu
pengaruh moral nasional yang diharapkan atas kekeuatan militer sebagian lagi
oleh karna pengaruh moral nasional atas tekat pemerintah dalam menjalankan
politik luar negerinya . konflik yang mendalam sampai merusak dan memecah belah
rakyat , dukungan rakyat yang dapat dihimpun untuk luarnegeri akan selalau
sulit dan sesumgguhnya kecil, keberhasilan atau kegegelan politik luar negeri
berhubungan langsung dengan masalah perebuatan didalam negeri .
Banyak politik luar Negeri Negara itu terutama
mengenai negera-negara slavia ,ditujukan untuk melemehkan yang terakir demi
supaya dapat lebih baik dalam mengendalikan bangsa-bangsa slavia yang hidup
dibawah kekuasaan Australia. Jadi, tidah mengherankan kalau selama perang dunia
I . unit-unit slavia yang lengkap dari pasukan austtia hongaria menyebrang
kepihak rusia .untuk alasan yang sama ,pasukan jerman selama perang dunia I
memekai unit-unit alsatia untuk melawan rusia dan unit-unit orang polandia
melawan perancis. Misalnya jumlah dan kekuatan dukungan yang ditemukan hitler
diantara rakyat yang ditaklukan di eropa, adalah perbandingan terbalik dengan
kualitas moral nasional rakyat tertentu
. sejak hitler mulai berkuasa ,politik isar negri pemerintah prancis yang
ragu-ragu, yang selalau menyusul dengan cepat secara berurutan serta
menyembunyikan kelemahan mereka dibalik ideologi status quo yang enggan dan
tidak mampu mereka bela , sudah melemahkan moral nasional rakyat prancis secara
keseluruhan meskipun dimana-mana terdapat kerusakan, keruntuhan sesungguhnya
hanya pada dua sektor masyarakat perancis .kita dapat mengatakan pada umumnya
bahwa semakin dekat rakyat diidentifakasi dengan tindakan dan tujuan pemerintah
mereka-khususnya ,sudah barang tentu dalam hubungan luar negeri semakin baik
kemungkinan moral nasional itu tinggi ,dan begitu juga sebaliknya .moral itu
merosot berlahan-lahan dan bukanya pata dalam reruntuhan yang mendadak ,
seperti di bulan November 1918. Bagian besar rakyat rusia ,meskipun mengalami
penderitaan paling hebat dalam perang dan damai, secara konsisten menunjukan
moral nasional yang tinggi tingkatannya.
Negara toteliter modern mampu mengatasi jurang
pemisah antara pemerintah dan rakyat, dan jurang itu khas untuk kerajaan di
abad ke-18 dan ke-19 walaupun dengan pemakaian lambing-lambang demokrasi
,pengendalian totaliter atas opini umum dan politik yang sesungguhnya atau yang
kelihatannya menguntungkan rakyat. Apa yang telah di capai totaliterisme hanya
dengan kekuatan , penipuan dan pendewaan Negara ,demokrasi harus berusaha
mencapai melalui saling memengaruhi dengan bebas kekuatan rakyat dan
dibimbing oleh pemerintah yang bijak dan
brertanggung jawab .demikian pula kelemahan politik luar negeri pada masa damai
dan perang dari Negara-negara dengan aristokrasi feodal atau diktator
otokratismengendalikan pemerintah serta menindas rakyat.pemerintah Negara
seperti itu tidak akan pernah dapat memeilih atau mengejar tujuan politik luar
negeri mereka dengan suatu taraf keteguhan hati sekalipun dengan resiko perang,
sebab mereka tidak akan pernah yakin tentang dukungan rakyat mereka .tanpa
moral nasional ,kekuatan nasional dapat merupakan kekuatan material belaka atau
kalau tidak , merupakan kemampuan yang dengan sia-sia menentikan realisasinya.
Meskipun demikian satu-satunya cara untuk dengan sengaja memperbaiki moral
nasional ialah dengan memperbaiki kualitas pemerintah .semuanya merupakan
masalah peluang.
a.
Kualitas Diplomasi
Kualitas
diplomasisuatu suatu Negara menggabungkan factor-faktor yang berlainan itu
menjadi suatu keseluruhan yang terpadu, memberikan arah dan bobot ,dan
membangkitkan kemampuan yang tidak efektif dengan member nafas kekuatan yang
sesungguhnya .merupakan sebuah kiat supaya unsure kekuatan nasional yang
berbeda-beda itu mempunyai pengaruh maksimum atas masalah-masalah dalam situasi
internasional yang langsung menyangkut kepentingan Negara .dalam jangka panjang
,Negara mungkin akan menghaburkan kekayaan alam dengan menggiatkan kekanyaan
itu secara tidak lengkap tertegun-tegun ,Dan dengan boros untuk
tujuaninternasional Negara. Dalam sejarah sering ,bahwa goliath tanpa otak
(bodoh) atau jiwa ,dihantam dan dibunuh oleh David yang memeiliki duanya.
Diplomasi yang bermutu tinggi akan membawa keserasian antara tujuan dan sarana
diplomasi luar negeri dengan sumber kekuatan nasional yang tersedia ,diplomasi
bermutu tinggi akan menyadap sumber-sumber kekuatan nasionalyang tersembunyi,
dan merubah mereka sepenuhnya dan secara terjamin menjadi realitas politik.
Dalam
periode antara kedua perang dunia , amerika serikat memberikan contoh mencolok
tentang Negara yang berpotensi menjadi kuat yang memainkan peranan kecil dalam
peristiwa-peristiwa di dunia karena politik luar negerinya menolak memakai
bobot penuh kekuatan potensinya untuk memengaruhi masalah internasional.
Transformasi yang dialami politik luar negeri Amerika Serikat sejak akhir perang
dunia II, tampaknya sudah menjawab dengan pasti pertanyaan, apakah dan sejauh
manakah diploasi amerika bersedia dan sanggup mengubah kemampuankekuatan
nasional mereka menjadi realitas politik. Sesudah menyebut satu-demi-satu
faktor yang diterima menurud keadaan mereka,dapat menjadikan amerika sebagai
Negara terkuat didunia. Sesudah kekalahannya dari jerman ditahun 1870, prancis
menjadi kekuatan kelas dua ,dan keahlian Bismarck dalam bina Negara ( statecraft
) dengan memencilkan prancis, menyebakan prancis tetap berada dalam posisi
itu. Dalam periode antara kedua perang dunia, Rumania memiliki kemampuannya
untuk berperan dalam urusan internasional yang jauh melebihi sumber dayanya
yang sesungguhnya, berkat kepribadian satu orang yakni titulescu, mentri luar
negerinya. Sebaliknya kekuatan jerman sendiri adalah berkat kecerdasan
pemikiran dua orang ,Bismarck dan hitler, yang bagaikan kemasukan setan .karna
kepribadian dan politik Bismarck tidak memberikan kemungkinan untuk tradisi dan
lebaga berkembang ,yang mungkin dapat mengekalkan pelaksanaan politik luar
negeri jerman dengan intelek, maka lenyap Bismarck dari pentas politik di tahun
1890 merupakan isyarat kemunduran yang hebat dan permanen dalam kualitas
diplomasi jerman.
Dengan
keunggulan yang tidak dapat ditandingi dalam sumber daya material dan manusia
yang tersedia dan dapat dipakai diplomasi Amerika didunia belahan barat sampai
pada suatu taraf tidak dapat gagal untuk mencapai hasil adalah tanpa
menghiraukan kualitas politik luar negerinya. Diplomasi Amerika yang cemerlang
selama dasawarsa-dasawarsa pertama disusul oleh periode lama dengan kualitas
sedang-sedang saja, kalau bukan jagal, disela akibat dampak krisis hebat oleh
tiga masa singkat dengan prestasi besar diawah Woodrow Wilson, Franklin D.Roosevelt,
dan Harry S Truman.
b. Kualitas
pemerintah
Politik
luar negeri yang disusun terbalik dan dilaksanakan dengan termahir ,yang
memenfaatkan sumber daya material dan manusia yang berlimpah-limpah, pasti
menjadi sia-sia kalau politik itu tidak dapat pula memanfaatkan pemerintah yang
baik.
2. Masalah
Perimbangan Antara Sumber Daya Dan Politik
Pemerintah harus memeilih tujuan dan metode politik
luar negerinya dengan mengigat kekuatan yang tersedia untuk membantu mereka
dengan kemungkinan keberhasilan yang maksimum. Negara dapat pula menetapkan
tujuan yang terlalau tinggi dan menempuh politik yang tidak dapat dilaksanakan
dengan berhasil dengan kekuatan yang tersedia ; inilah kesalahan yang dilakukan
oleh amerika serikat selama perundingan perdamaiaan ditahun 1919.
Politik penaklukan tanpa batas dengan melebihi daya
pikul kekuatannya; para penakluk dunia yang gagal, dari Alexander sampai Hitler
melukiskan keadaan itu.
Dengan demiakian, kekuatan nasional yang tersedia
menetapkan batas politik luar negeri. Hanya satu pengecualian atas dalih itu,
yakni kalau eksistensi negara sesungguhnya yang dipertaruhkan. Kalau begitu,
politik untuk kelangsungan hidup suatu bangsa mengalahkan pertimbangan rasional
kekuatan nasional, dan keadaan darurat membalikkan hubungan normal antara politik dan
pertimbangan kekuatan, menentapkan keunggulan yang disebut pertama.negara lalu
diminta untuk menangguhkan semua kepentingan lain dan mendahulukan
kellangsungan hidup bangsanya serta melakukan usaha nasional yang secara
rasional tidak dapat diharapkannya. Itulah yang dilakukan Inggris dalam musim
gugur dan musim dingin tahun 1940-1941.
3.
Masalah
Perimbangan diantara Berbagai Sumber Daya
Begitu suatu pemerintah dapat mengadakan perimbangan
antara politik luar negerinya dan kekuatan yang tersedia untuk itu, pemerintah
tersebutharus mengadakan saling perimbangan antara unsur-unsur kekuatan
nasional yang berbeda. Bukan keharusan bagi suatu negara untuk mencapai
kekuatan nasional yang maksimum, karena negara itu kaya sekali dengan sumber
daya alam, mempunyai penduduk yang besar sekali atau sudah membangun pranata
industri dan militer yang amat besar. Negara mencapai maksimum itu, kalau
tersedia dan dapat dipakainya dalam kuantitas dan kualitas yang cukup, dalam
gabungan yang tepat sumber-sumber kekuatan yang akan memungkinkan negara
tersebut menempuh politik luar negeri tertentu dengan kemungkinan sukses yang
maksimum.
Penduduk yang besar lebih banyak merupakan sumber
kelemahan daripada kekuatan seperti yang diperlihatkan India kepada kita, kalau
tidak dapat memebri pangan yang cukup dengan sumber-sumber yang tersedia.
Pembangunan pranata industri dan militer yang besar dengan tergesa-gesa memakai
metode totaliter, menciptakan unsur-unsur tertentu kekuatan nasional, akan
tetapi dalam prosesnya yang sesungguhnya merusak yang lain, seperti moral
nasional dan ketahanana fisik penduduk perkembangan di negara-negara satelit
Soviet di Eropa Timur merupakan contoh dalam hal ini. Untuk merencanakan pratana
militer yang terlalau besar dan harus didukung oleh kapasitas industri yang
tersedia, dan karena itu hanya dapat dibangun serta dipelihara dengan biaya
berupa inflasi yang melonjak-lonjak, krisis ekonomi, dan kemerosotan moral,
bearti merencanakan kelemahan nasional dan bukan kekuatan nasional.
Dengan kata lain, dalam pembangunan kekuatan
nasionalnya pemerintah tidak boleh melupakan karakter rakyat yang
diperintahnya. Rakyat disuatu negara akan memberontak terhadap penderitaan,
sedangkan dinegara lain keadaan demikian akan diterima dengan sabar, dan
kadang-kadang, sebuah negara akan mengejutkan dunia dan negara itu sendiri
dengan pengorbanan yang rela diberikannya untuk membela kepentingan dan
eksistensinya.
a.
Masalah
Dukungan Rakyat
Pemikiran
yang diperlukan supaya pelaksanaan politik luar negeri dapat berhasil
seluruhnya, bertentangan dengan kemahiran berbicara dan tindakan yang dipakai
untuk dapat menggerakakan massa dan wakil-wakil mereka. Ciri khusus pemikiran
negarawan mungkin tidak selalu memperoleh tanggapan yang menguntungkan dalam
pikiran rakyat. Negarawan harus berpikiran dalam pengertian kepentingan
nasional, yang diartikan sebagai kekuatan diantara kekuatan lain. Pikiran
rakyat yang tidak menyadari perbedaan yang halus dalam buah pikiran nagarawan,
lebih sering daripada tidak, mempertimbangkan dalam istilah moralitas dan
legilitas yang sederhana tentang kebaikan mutlak dan kejahatan mutlak. Politik
luar negeri yang didukung oleh opini umum yang penuh semangat dan meluap-luap,
dengan alasan-alasan itu saja tidak dapat dianggap sebagai politik luar negeri
yang baik. Sebaliknya, keserasian antara politik luar negeri dan opini umum
barangkali lebih baik dicapai dengan mengorbankan prinsip politik luar negeri
yang baik untuk pilihan opini umum yang tidak sehat.
Dalam
kasus Amerika, kesukaran-kesukaran yang melekat ini diperburuk oleh fakta,
bahwa Amerika Serikat hampir terus menerus dalam keadaan memulihkan diri dari
pemilihan yang terakhir atau sedang mempersiapkan pemilihan yang berikutnya.
Jadi, satu syarat dari kiat negarawan ialah memegang kendali supaya tetap
berada dijalan tengah, antara menjunjung tinggi prinsip politik luar negeri
yang kekal dan pilihan opini umum yang berubah-ubah.
Pertimbangan-pertimbanga
ini membuat lebih jelas paradoks yang kelihatan pada Presiden Jimmy Carter,
yang tampil dalam pemilihan pendahuluan untuk calon partai Demokrat di tahun
1980 seperti sungguh-sungguh tidak dapat dikalahkan dalam himbauannya kepada
meraka yang berhak memilih dalam pemilihan, namun dibawah kepemimpinannya
Amerika Serikat tampaknya menderita serangkaian kekalahan yang memalukan
hubungannya dengan negara-negara lain. Diantara kekalahan yang paling
spektakuler ialah berlarut-larutnya penahanan 50 orang sendera Amerika di Iran.
Akan tetapi, dengan menekankan pentingnya penyelamatan jiwa orang Amerika
dengan cara-cara damai, Presiden dapat menggugah simpati opini umum di Amerika.
Carter
melakukan apa yang menurut dugaan orang
dilakukan sebelumnya oleh Wilson:” ia telah menjauhkan kita dari peperangan.”
Ia bertindak demikian tanpa meninggalkan tujuan orang Amerika yang paling jelas
dan sentimental: menyelamatkan jiwa 50 orang sendera Amerika itu. Tanpaknya
tidak terpikir oleh opini umum atau pun oleh presiden, bahwa pemimpin yang
bertanggung jawab atas politik luar negeri Amerika mempunyai tugas tidak hanya
melindungi jiwa, akan tetapi juga melindungi kepentingan negara dalam jangka
panjang. Tanpa menghiraukan salah satu penafsiran atas makna pengambilalihan
Afghanistan oleh Soviet secara militer, maka reaksi lisan Presiden yang
bersifat gemar perang itu sama sekali tidak seimbang dengan
tindakan-tindakannya yang sesungguhnya sebagai tanggapan atas pengambilalihan
itu.
Namun,
sifat gemar pearng itu mungkin mengherankan Rusia, tidak adanya tindakan yang
sepadan dengan kata-kata indah tadi sama sekali tidak merangsang perubahan
dalam politik mereka. Rusia akan bertindak sejauh mungkin tanpa memancing
Amerika Serikat dalam konfrontasi nuklir. Kasus-kasus positif tentang hal ini
ialah krisis peluru kendali di Kuba dan krisis Berlin yang berturut-turut,
penegasan yang negatif atas tesis ini ialah terus berlanjutnya pendudukan
militer di Afghanistan.
Sikap
presiden yang menunjukkan permusuhan tampaknya banyak mencapai hasil dalam
politik dalam negeri. Presidewn yang menyatakan maksudnya untuk menjadikan
perlindungan dan peningkatan HAM sebagai dasar politik luar negerinya,
berbicara kepada Uni Soviet dalam bahasa John Foster Dulles. Angket opini umum
menunjukkan persetujuan rakyat yang sangat besar; sekali lagi, politik luar
negeri yang sia-sia diimbangi dengan kemenangan dalam negeri.
Kebutuhan
negara-negara besar untuk mempertahankan dan memajukan kepentingan mereka
dengan pemakaian kekuatan sebagai usaha terakhir, dalam kasus Amerika Serikat
dan Uni Soviet, menunjukkan tersiratnya kemungkinan pemakaian senjata nuklir
sebagai alat kekuatan. Namun, pemakaian senjata nuklir bukan sebagai alat
perang yang biasa, akan berarti, kehancuran semua pihak yang berperang sebagai
masyarakat yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup. Senjata nuklir yang
dipakai dengan demikianberbeda dengan senjata konvensional bukan merupakan alat
rasional untuk tujuan politik luar negeri yang rasional, akan tetapi alat bagi
pihak yang putus asa dan menunjukkan bunuh diri serta pemusnahan (suku) bangsa
dengan sengaja.
Sifat
anarkis sistem internasional memaksanya, menyusul kesepakatan dalam batas yang
sama dengan sejarah, berpikir dengan matang untuk mengambil jalan kekerasan
fisik sebagai faktor terakhir dalam penyelesaian masalah internasional.
Dukungan
rakyat merupakan prasyarat bagi Presiden dalam mengemudikan politik luar
negeri. Dengan membangkitkan opini umum untuk mendukungnya meskipun dengan
mengorbankan beberapa unsur politik luar negeri, merupakan tugas yang dapat
dielakakan oleh presiden dengan resiko kehilangan jabatan dan kebersamaan
dengan itu kemampuan untuk menjalankan politik luar negeri sama sekali.
Supaya
sama berhasil dalam melaksanakan politik luar negeri dan politik dalam
negerinya, pemerintah harus memenuhi tiga syarat pokok.
1) Pemerintah
harus mengakui, bahwa konflik antar syarat untuk politik luar negeri yang baik
dan pilihan opini umum terdapat dalam hakikat masalah, dan oleh sebab itu tidak
dapat dihindarkan dan bahwa hal itu barangkali dapat diperkecil, akan tetapi
tidak akan pernah dapat dijembatani, dengan memberi konsesi kepada oposisi
didalam negeri.
2) Pemerintah
harus menyadari posisinya sebagai pemimpin dan bukan budak dari oponi umum,
bahwa opini umum bukan benda statis untuk ditemukan dan digolongkan oleh angket
opini umum seperti halnya tanaman oleh ahli tumbuh-tumbuhan (botani), akan
tetapi sebagai kesatuan dinamis yang selalu berubah dan terus menerus
diciptakan serta dicipta ulang oleh pimpinan yang mempunyai pengetahuan dan
bertanggungjawab, bahwa sudah menjadi tugas sejarah dari pemerintah untuk
menegaskan pimpinan itu agar bukan penghasut rakyat yang menegaskannya.
3) Pemerintah
harus membedakan antara yang diinginkan dalam politik luar negerinya dan yang
sangat penting, dan sementara pemerintah bersedia mengadakan kompromi dengan
opini umum tentang hal-hal yang tidak penting, pemerintah harus berjuang,
sekalipun dengan resiko kehilangan nasib baiknya sendiri, atas apa yang
dianggapnya sebagai minimum yang tidak dapat dikurangi dari politik luar negeri
yang baik.
Pemerintah
mungkin mempunyai pengertaian yang tepat tentang syarat-syarat politik luar
negeri yang baik dan politik dalam negeri untuk mendukungnya, akan tetapi kalau
pemerintah gagal dalam menggalang opini umum dibalik politik-politik ini, maka
tugasnya akan sia-sia dan segenap modal kekuatan nasional lain yang dapat
dibanggakan negara, tidak akan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
4.
Pemerintah
Dalam Negeri dan Politik Luar Negeri
Perebutan kekuasaan dikancah internasional dewasa
ini tidak saja merupakan perebutan keunggulan militer dan dominasi politik,
akan tetapi dalam arti khusus, perebutan pemikiran manusia. Maka, kekuatan
negarn tidak hanya tergantung dari keterampilan diplomasinya dan kekuatan
angkatan bersenjatanya, akan tetapi juga dari daya tariknya untuk negara-negra
lain mengenai filsafat politiknya, lembaga-lembaga politik, dan kebijakan
politiknya.
Jadi, apa pun negara adikuasa ini dan ini juga benar
untuk negara-negara sampai pada taraf yang lebih rendah dilakukan atau tidak
dilakukan, keberhasilan atau kegagalan dalam politik dalam negeri dan luar
negeri mereka, mempunyai pengaruh langsung atas posisi mereka sebagai wakil
adikuasa dan atas kekuatan mereka. Negara yang misalnya memulai politik
perbedaan warna kulit, mau tidak mau akan kalah dalam perebutan untuk meraih
pemikiran bangsa-bangsa berwarna di dunia.
Prestasi didalam negeri yang dapat dipahami oleh
negara-negara dalam istilah cita-cita mereka, pasti akan meningkatkan kekuatan
suatu negara; kegagalan didalam negeri yang sama dapat dimengerti pasti akan
mengurangi kekuatan itu.
F.
Evaluasi
atas Kekuatan Nasional
1.
Tugas
dan Evaluasi
Suatu tugas ideal dan oleh sebab itu tidak mampu
mencapai hasil. Sekalipun mereka yang bertanggung jawab untuk politik luar
negeri suatu negara diberkahi kebijaksanaan yang ulung dan penilaian yang
pasti, serta dapat memanfaatkan sumber informasi terlengkap dan dapat
diandalakan, akan ada faktor-faktor yang tidak diketahui yang dapat merusak
perhitungan mereka. Mereka tidak dapat memenuhi lebih dahulu bencana alam
seperti kelaparan dan epidemi bencana buatan manusia seperti perang dan
revolusi maupun invensi dan penemuan,timbul dan lenyapnya pimpinan intelektual,
militer dan politik, pemikiran dan tindakan pemimpin tersebut, belum lagi
bicara tentang moral nasional yang tidak dapat diperhitungkan. Akan tetapi,
sesungguhnya kesempurnaan yang diduga terdapat dalam intelek dan informasi,
tidak pernah ada. Tidak semua orang yang memberitahukan mereka yang mengambil
keputusan dalam hubungan luar negeri, mempunyai pengetahuan luas, dan tidak
semua orang yang mengambilkan keputusan adalah bijaksana. Jadi, tugas menilai
kekuatan relatif negara untuk masa kini dan masa depan, dengan sendirinya
berubah menjadi serangkaian dugaan atau prasangka, dan pasti di antaranya ada
yang ternyata salah, sedangkan lainnya mungkin terbukti tepat oleh
kejadian-kejadian yang muncul kemudian. Keberhasilan atau kegagalan politik
luar negeri, sejauh itu tergantung pada perhitungan kekuatan demikian,
ditentukan oleh makna relatif dari dugaan yang benar dan yang salah, yang
dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab untuk politik luar negeri tertentu
dari negara tertentu, maupun oleh mereka yang melaksanakan hubungan luar negeri
nagara lain. Kadang-kadang, kesalahan dalam penilaian hubungan kekuatan yang
dilakukan satu negara diimbangi dengan kesalahan yang dilakukan negara lain.
Jadi, keberhasilan politik luar negeri suatu negara, mungkin dikarenakan
ketidaktelitian dalam perhitungannya sendiri lebih sedikit dibandingkan dengan
kesalahan pihak lain yang lebih banyak.
2.
Kesalahan
yang Khas dalam Evaluasi
Dari semua kesalahan yang dapat dilakukan negara
dalam mengevaluasi kekuatan mereka sendiri dan kekuatan negara lain, ada tiga
jenis kesalahan yang begitu sering dan dengan begitu baik melukiskan perangkap
intelektual dari resiko praktis yang melekat pada evaluasi itu, sehingga mereka
memerlukan suatu pembahasan lebih lanjut.
1) Pertama,
mengabaikan kenisbian kekuatan dengan menciptakan kekuatan negara tertentu
menjadi sesuatu yang absolut.
2) Kedua,
menerima begitu saja sifat permanen faktor tertentu yang dimasa lampau
memainkan peran menentukan, dengan demikian mengabaikan perubahan dinamis yang
harus dialami oleh sebagian besar faktor kekuatan.
3) Ketiga,
menghubungkan kepada faktor tunggal makna yang menentukan dengan mengabaikan
semua faktor yang lain.
Dengan
kata lain, kesalahan yang pertama karena tidak menghubungkan kekuatan suatu
negara dengan kekuatan negara lain, maka yang yang kedua karena tidak
menghubungkan kekuatan yang sesungguhnya pada satu saat dengan kemungkinan
kekuatan pada suatu saat dimasa depan, dan yang ketiga karena tidak
menghubungkan satu faktor kekuatan dan faktor lain dari negara yang sama.
a.
Karakter
Absolut dari Kekuatan
Kalau kita
merujuk pada kekuatan suatu negara dengan mengatakan, bahwa negara ini sangat
kuat dan bahwa negara itu lemah, kita selalu menunjukkan suatu perbandingan.
Kalau kita mengatakan bahwa Amerika Serikat dewasa ini merupakan salah satu
dari dua negara terkuat didunia, maka yang sebenranya kita katakan ialah, bahwa
kalau kita bandingkan kekuatan Amerika Serikat dengan kekuatan semua negara
lain, sebagaimana adanya mereka pada waktu ini, kita berpendapat bahwa Amerika
Serikat lebih kuat dari semua negara lain kecuali satu.
Salah satu kesalahan yang paling pokok
dan sering dalam politik internasional ialah mengabaikan kenisbian karakter
kekuatan ini, dan sebagai gantinya memerhatikan kekuatan suatu Negara
seolah-olah hal itu merupakan sesuatu yang absolut. Evaluasi kekuatan Perancis
dalam periode antara kedua perang dunia merupakan contoh dalam hal ini. Sesudah
Perang Dunia 1 berakhir, Perancis merupakan Negara terkuat di dunia dipandang
dari segi militer. Perancis dianggap dalam keadaan demikian sampai pada suatu
saat di tahun 1940, ketika kelemahan militernya yang sebenarnya menjadi jelas
dengan kekalahan yang membawa kehancuran. Kepala-kepala berita di surat kabar
sejak awal perang dunia II di bulan September tahun 1939 hingga kekalahan
Perancis di musim panas tahun 1940, menyampaikan dengan amat mengesahkan cerita
tentang penilaian yang salah itu mengenai kekuatan militer Perancis. Selama
periode ini apa yang dinamakan perang palsu, bala tentara Jerman diduga tidak
berani menyerang Perancis yang unggul dalam kekuatan, dan pada banyak peristiwa
dilaporkan bahwa Perancis berhasil menembus garis pertahanan Jerman. Awal dari
penilaian yang salah itu menjadi sumber kesalahpahaman, bahwa kukuatan militer
Perancis tidak dapat dibandingkan dengan kekuatan militer Negara-neraga lain,
akan tetapi merupakan sesuatu yang absolut. Kekuatan militer Perancis menurut
keadaannya, di tahun 1939 paling sedikit sama besar dengan di tahun 1919; oleh
karena itu Perancis di tahun 1939 dianggap sebagai Negara yang sama kuatnya
seperti di tahun 1919.
Kesalahan fatal dalam evaluasi itu
terletak pada titik disadarinya fakta, bahwa Perancis di tahun 1919 merupakan
kekuatan militer terkuat di dunia hanya dibandingkan dengan Negara-negara lain,
dan dalam hal ini saingannya yang paling dekat ialah Jerman yang dikalahkan dan
dilucuti. Dengan kata lain, keunggulan Perancis sebagai kekuatan militer bukan
merupakan cirri instrinsik bangsa Perancis yang mungkin dapat dipastikan dengan
cara yang sama, dan di dalamnya kita mungkin dapat menemukan cirri-ciri khas
nasional rakyat Perancis, letak geografis dan sumber daya alam mereka.
Sebaliknya, keunggulan itu merupakan hasil konfigurasi kekuatan yang khas;
yaitu, keunggulan komparatif Perancis sebagai kekuatan atas Negara-negara lain.
Seperti sudah diketahui, kualitas militer Perancis memang tidak menurun antara
tahun 1919 dan tahun 1939. Di ukur dalam kuantitas dan kualitas pasukan,
artileri, pesawat terbang dan kerja staf, kekuatan militer Perancis tidak
merosot. Jadi, ahli yang begitu tekun dalam masalah internasional seperti Sir
Winston Chuchiil, sambil membandingkan tentara Perancis dipenghujung tahun
1930-an dengan tentara Perancis di tahun 1919, dapat menyatakan di tahun 1937,
bahwa tentara Perancis bukan satu-satunya jaminan perdamaian internasional.
Chuchiil dan sebagiab besar kerabat
sezamannya membandingkan tentara Perancis tahun 1937 dengan tentara Perancis
tahun 1919, yang memperoleh reputasinya dari perbandingan tentara Jerman pada
tahun yang sama. Perbandingan seperti itu, akan menunjukkan, bahwa konfigurasi
kekuatan di tahun 1919 telah terbalik dipenghujung tahun 1930-an. Meskipun
Pranata militer Perancis pada hakikatnyamasih sama baik seperti di tahun 1919,
angkatan bersenjata Jerman kini jauh lebih unggul dari pada Perancis. Yang
menjadi perhatian khusus atas kekuatan militer Perancis seolah-olah merupakan
suatu kualitas yang absolutmungkin tidak dapat diungkapkan oleh perbandingan
antara kukuatan relative militer Perancis dan Jerman dan dengan demikian
mungkin dapat dihindarkan kesalahan yang parah dalam penilaian politik dan
militernya.
Negara, yang pada saat tertentu dalam
sejarah menyadari telah berada di puncak kekuasaannya, terutama sekali tanpa
perlindungan terhadap godaan untuk melupakan bahwa semua kekuatan itu relative.
Negara itu mungkin mengangap bahwa keunggulan yang dicapainya merupakan
kualitas nilai absolut yang dapat hilang hanya kerena kebodohan atau pengabaian
kewajiban. Politik luar negeri yang didasarkan atas asumsi seperti itu menempuh
resiko barat, karena melupakan fakta bahwa kekuatan unggul Negara itu Negara
itu hanya merupakan hasil dari kualitas Negara-negara lain dibandingkan dengan
dirinya.
Keunggulan Inggris sejak akhir
peperangan Nepoleon hingga awal perang dunia II, terutama disebabkan oleh
perlindungan kepulauannya terhadap serangan dan pengendalian monopolitik yang
tersamar atas jalur pelayaran utama di dunia. Dengan kata lain, selama periode
itu dalam sejarah, Inggris mempunyai dua keuntungan yang tidak dimiliki Negara
lain. Lokasi kepulauan Inggris tidak berubah dan angkatan lautnyamasih tetap
merupakan salah satu yang terkuat di dunia. Akan tetapi Negara-nagara lain
sudah mendapatkan senjata, seperti bom nuklir dan peluruh kendali, yang banyak
sekali meniadakan kedua keuntungan yang menjadi sumber berkembangnya kekuatan
inggris tersebut. Perubahan dalan posisi kekuatan Inggris menjelaskan dilema
tragis yang dihadapi Neville Chamberlain dalam tahun-tahun sebelum perang dunia
II, Chamberlain memahami kenisbian kekuatan Inggris tersebut. Ia mengetahui,
bahwa bahkan kemenangan dalam perang sekalipun tidak akan menghalangi
kemerosotan Negara itu. Sudah menjadi nasib Chamberlain yang ironis, bahwa
usahanya untuk menghindarikan perang, beberapa pun biayanya, menyebabkan perang
tidak dapat dielakkan lagi, dan bahwa ia terpaksa memaklumkan perang yang
dikhawatirkannya sebagai penghancuran kekuatan Inggris. Akan tetapi, merupakan
bukti atas arifnya kenegarawan Inggris bahwa sejak akhir perang dunia II,
politik luar negeri inggris pada umumnya menyadari merosotnyakekuatan Inggris
di bandingkan dengan kekuatan Negara-negara lain. Para negarawan Inggris
menginsyafi kenyataan, bahwa walaupun angkatan laut Inggris menurut keadaanya,
mungkin amat kuatnya seperti sepuluh tahun lalu dan Selat Channel masih tetap
lebar serta sulit dikendalikan seperti sediakala, Negara-negara lain sudah
meningkatkan kekuatan mereka sedemikian rupa, sehingga banyak sekali meniadakan
keefektifan kedua model Inggris tadi.
b.
Karakter
Permanen dari Kekuatan
Kesalahan khas kedua yang menghalangi
evaluasi kekuatan nasional berhubungan dengan kesalahan pertama, akan tetapi
bermula dari perbedaan cara bekerja intelektual. Walaupun mungkin disadarinya
dengan baik tentang kenisbian kekuatan, maka dipilihnya faktor kekuatan khusus
atau hubungan kekuatan dengan mendasarkan perkiraan atas asumsi, bahwa faktor
atau hubungan ini adalah kebal terhadap perubahan.
Kita telah mengenal peristiwa untuk
merujuk pada salah perhitungan yang sampai dengan tahun 1940 menganggap
Perancis sebagai kekuatan militer terkemuka di dunia. Mereka yang berpendapat demikian
menciptakan kekuatan Perancis sepertinyang mereka alami pada akhir perang dunia
I, menjadi kualitas permanen dari Perancisyang kelibatannya tidak mudah
dipengaruhi oleh perubahan sejarah, dengan merupakan bahwa keunggulan kekuatan
itu di tahunn 1920-an merupakan hasil perbandingan , bahwa hal itu harus diuji
dengan perbandingan supaya dapat memastikan kualitasnya di tahun 1940.
Sebaliknya, ketika kelemahan Perancis mengungkapkan pihaknya dalam kekalahan
militer, maka di Perancis dan di tempat lainnya berkembang kecenderungan yang
menduga, bahwa kelemahan itu akan berlangsung lama. Perancis diperlakukan
dengan kurang perhatian dan diremehkan, seolah-olah pasti akan lemah selama-lamanya.
Evaluasi kekuatan Rusia mengikuti pola
yang serupa, akan tetapi kebalikan dari urutan sejarah. Dari tahun 1917 sampai
pertempuran di Stalingrad tahun1943 Uni Soviet diperlakukan seakan-akan
kelemahannya di awal tahun 1920-an tersebut pasti akan bertahan, apapun
perubahan, yang dapa tterjadi dibidang lain. Dengan demikian , misi militer
Inggris yang dikirim ke Moskow di musim panas tahun 1939 untuk mengadakan
aliansi militer dengan Uni Soviet. Mendahului perang dengan Jerman yang
mendekat, dalam memikirkan tugasnya dengan pandangan tentang kekuatan Rusia
yang mungkin dapat dibenarkan 10 atau 20 tahun sebelumnya. Salah perhitungsn
ini merupakan unsure penting dalam kegagalan misi. Sebaliknya, segara sesudah
kemenangan ai Stalingrad dan di bawa dampak politik luar negeri Uni Soviet yang
agresif, kayakinan bahwa Uni Soviet yang tidak terkalahkan dan sifat
keunggulannya yang permanen di Eropa dianut sebagai dogma oleh kalangan luas.
Kelihatannya terdapat kecenderungan yang
tidak dapat dihapus dalam sikap kita terhadap Negara-negara Amerika Latin untuk
menganggap, bahwa keunggulan raksasa dari Utara yang tidak dapat ditandingi,
yang telah ada sejak Negara-negara Dunia Belahan Barat memperoleh kemerdekaan
mereka, hampir merupakan hukum alam yamg mungkin mengubah, akan tetapi pada
dasarnya tidak mengubah laju kependudukan, industralisasi, perkembangan politik
dan militer. Demikian juga karena selama berabad-abad sejarah dunia ditentukan
oleh anggota bangsa kulit putih, sedangkan bangsa kulit berwarna terutama
menjadi objek sejarah itu, bagi anggota seganap bangsa sama sukarnya untuk
membayangkan keadaan tanpa adanya lagi keunggulan politik bangsa berkulit
putih; padahal sesungguhnya, hubungan antara bangsa-bangsabahkan mungkin
terbalik. Terutama peragaan kekuatan militer yang kelihatannya sangat menarik,
telah menimbulkan pesona aneh dalam pikiran mereka yang menyerah pada ramalan
tergesa-gesa dan bukannya pada analisis yang berhati-hati. Hal itu menyebabkan
mereka percaya bahwa sejarah, boleh dikatakan, menjadi mecet dan bahwa para
pemegang kekuasaan yang tidak tertandingi dewasa ini tidak akan lupa menikmati
kekuasaan di hari esok dan sesudah itu. Dengan demikian , ketika tahun 1940 dan
tahun 1941 kekuasan Jerman sedang pada puncaknya, terdapat kenyakinan yang luas
bahwa dominasi Jerman atas Eropa sudah dibentuk untuk selama-lamanya. Ketika
kekuatan tersembunyi Uni Soviet mencengangkan dunia di tahun 1943, Stalin
disambut sebagai penguasa Eropa dan Asia di masa depan. Dalam tahun-tahun pasca
perang, monopoli bom atom Amerika menimbulkan buah pikiran tentang “Abad
Amerika”, kekuasaan dunia berdasarkan pada kekuasaan Amerika yang tidak dapat
ditandingi.
Sumber segenap kecenderungan itu untuk
menpercayai karakter absolute kekuatan atau menerima dengan begitu saja
karakter permanen konfigurasi kekuatan tertentu, merupakan perbedaan antara
dinamika yang terus-menerus berubah dari sifat hubungan kekuatan antara
Negara-nagara di satu pihak, dan kehausan intelek manusia pada kepastian dan
jaminan dalam bentuk jawaban pasti dipihak lain. Dihadapkan dengan kemungkinan,
ambugitas dan ketidakpastian keadaan internasional, kita mencari pengertian
yang jelas dari faktor kekuatan yang menjadi dasar politik luar negari kita.
Kita mengetehui posisikita seperti Ratu Victoria yang sesudah memecat
Palmerston karena langkah-langkahnya di kancah internasional yang tidak dapat
diramal telah menjengkelkan sang Ratu lalu memimtah kepada Perdana Menterinya
yang baru, John Rusell, sebuah “program teratur yang mencakup hubungan dengan
kekuatan (Negara) lain yang berbeda-beda itu”. Jawaban yang kita terima tidak selalu
begitu bijaksana seperti yang diberikan oleh John Rusell kepada Ratu Victoria.
“Amat sulit sekali” jawabnya, “untuk menetapkan prinsip yang tidak boleh sering
mengalami penyimpangan”. Namun, opini umum yang salah bombing terlalu mudah
dipakai untuk menyalahkan negarawan atas penyimpangan tersebut, yang menganggap
kepatuhan pada prinsip tanpa
memerhatikan pembagian kekuasaan, sebagai kebajikan dan bukan sebagai
kejahatan.
Apa yang diperlukan politik
internasional untuk mengurangi serendah
mungkin kesalahan yang tidak terelakan dalam mengevaluasi kekuatan adalah daya
khayal yang kreatif, kebal terhadap pesona yang begitu mudah diberikan oleh
kekuatan yang lebih kuat dan tidak lama, yang mampu melepaskan diri dari
takhyul tentang gejala yang tidak terelakan dalam sejarah, yang member
kemungkinan untuk perubahan yang dibawa oleh dinamika sejarah. Imajinasi yang
kreatif seperti ini akan sanggup
mencapai prestasi intelektual yang unggul untuk menemukan dibawah permukaan
hubungan kekuatan yang sekarang, tingkat permulaan perkembangan di masa depan,
dengan menggabungkan pengetahuan dari apa yang ada dengan dugaan tentang apa
yang mungkin, dan meringkaskan semua fakta, gejala dan apa yang tidak di
ketahui itu ke dalam grafik tentang kemungkinan gejala di masa depan yang tidak
terlalu banyak berbeda dengan apa yang sesungguhnya akan terjadi.
c.
Pendapat
yang Keliru tentang Faktor Tnggal
Kasalahan khas yang ketiga dalam menilai
kekuatan suatu Negara yang berbeda, yang dianggap berasal dari faktor tunggal
yang mempunyai makna penentu, dengan mengorbankan semua lainnya, yang dapat
dilukiskan dengan sangat baik dalam tiga manifestasinya yang terpenting pada
zaman modern; geopolitik, nasionalisme, dan militerisme.
1)
Geopolitik
Geopolitik ialah teori yanh tidak didasarkan
atas ilmu pengetahuan (pseudoscience) yang menjadi faktor geografi sebagai hal
mutlak yang mestinya menentukan kekuatan, dan selanjutnya nasib suatu Negara.
Pemikiran dasarnyan ialah ruang (space). Namun, meskipun ruang itu statis,
rakyat yang hidup di dalam ruang di dunia adalah dinamis. Menurut geopolitik,
sudah menjadi hokum sejarah bahwa rakyat harus berkembang, dengan “menaklukan
ruang”, atau binasa, dan bahwa kekuatan relatif dari bangsa (negara) ditentukan
oleh saling hubungan antara ruang-ruang yang ditaklukan. Pemikiran dasar
geopolitik ini untuk pertama kali diutarakan Sir halford Mackinder dalam
masalah “The Geographical Pivot of History”, yang disampaikan di depan royal
Geographical Society di London pada tahun 1904. “selagi kita memerhatikan
tinjauan sekilas tentang aliran-aliran yang lebih terbuka dari sejarah, apakah
tidak menjadi jelas kegigihan tertentu dalam hubungan geografis ? apakah poros
wilayah politik dunia bukan daerah luas di Eropa-Asia, yang tidak dapat dicapai
dengan kapal, akan tetapi di zaman purba terbuka untuk kaum nomadem dengan
menunggang kuda, dan sekarang penuh dengan jaringan jalan kereta api? “ inilah
“ Heartland” (wilayah jantung) dunia yang membentang dari sungai Volga hingga
sungai Yangtze dan dari Himalaya hingga laut Arktik (Kutub Utara). “di luar
daerah poros, di bagian dalam lengkungan sabit yang besar terdapat Jerman,
Austria, Turki, India dan Cina dan di bagian luar lengkungan terdapat Inggris,
Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang. “World-Island” (pulau
Dunia) terdiri dari benua Eropa, Asia dan Afrika dan disekelilingnya
berkelompok daerah daratan dunia yang lebih kecil. Dari susunan geografis dunia
ini, geopolitik menarik kesimpulan, bahwa “Siapa yang menguasai Eropa Timur,
menguasai “Heartland”; siapa yang menguasai “Heartland” menguasai “World
Island”; siapa yang menguasai “World Island” berarti menguasai dunia.
Berdasarkan analisis in, Mackinder
meramalkan munculnya Rusia, atau Negara apapun yang akan mengendalikan wilayah
yang diuraikan di atas, sebagai kekuatan dunia yang berpengaruh. Para ahli
geopolitik Jerman di bawa pimpinan Jendral Haushofer, yang mempunyai
pengaruhnpenting atas perhitungan kekuasaan dan politik luar negeri rezim Nazi,
lebih tegas. Mereka menerima sebagai dalil aliasi dengan Uni Soviet kalaw
tidak, pendududk Eropa Timur ole Jerman menjadikan Jerman sebagai kekuatan yang
berkuasa di dunia. Sudah jelas, bahwa dalil ini tidak dapat langsung menunjuk
pada pokok pikiran geopolitik. Geopolitik hanya dapat mengatakan kepada kita
untuk aparuangan itu diperuntukkan karena letaknya yang berhubungan dengan
ruang yang lain untuk melindungi kepemimpinan, tersebut. Geopilitik tidak
menceritakan kepada kita Negara tertenta yang akan menerima kepemimpinan
tersebut. Jadi, aliran geopolitik Jerman yang ingin menunjukkan bahwa tugasa
rakyat bJerman untuk menaklukan “Heartland”, pusat geofrafis penguasaan dunia,
menggabungkan doktrin geopolitik dengan alas an tekanan kependudukan. Bangsa
Jerman adalah “bangsa tanpa ruang” dan “ruang untuk hidup”, mereka harus
memiliki ruang untuk hidup yang diisyaratkan dalam penaklutan tanah datar Eropa
Timur yang kosong.
Geopolitik, seperti disajika dalam
tuliosan Meckinder dan Fairgrieve, membertikan gambaran sahih dari suatu segi
realitas kekuasan nasional, gambarab dari sudut geografi yang eksklusif dan
oleh sebab itu sudah berubah bentuk. Di tangan Haushofer dan murid-muridnya,
geopolitik diubah menjadi sejenis metafisika politik untuk dipakai sebagai
senjata politik demi keperluan cita-cita nasional Jerman.
2)
Nasionalisme
Geopolitik
adalah usaha untuk memahami masalah kekuatan nasional semata-mata dalam istilah
geografi, dan di dalam proses merosot menjadi metafisika politis yang
diutarakan dalam jargon yang tidak berdasarkan ilmu pengetahuan (pseudoscience).
Nasionalisme berusaha menjelaskan kekuatan nasional semata-mata atau paling
tidak secara lebih menonjol dalam aeti karakter nasional, dan dalam proses
merosot manjadi metafisika politis dari rasisme (racism). Oleh karena lokasi
geografis untuk geopolitik adalah faktor yang menentukan kekuatan nasional
demikian pula keanggotaan dalam Negara menjadi factor yang menentukan untuk
nasionalisme. Keanggotaan dalan suatu bangsa dapat dirumuskan dalam istilah
bahasa, budaya, asal-uaul yang sama, ras atau keputusan individu untuk
termaksud anggota sebuah bangsa. Akan tetapi, bagaimanapun penegasannya,
keanggotaan selalu memerlukan sebagai intinya keikutsertaan dalam cirri-ciri
tertentu, yang disebut karakter nasional, yang dimiliki bersama oleh anggota bangsa
tertentu dan dengan itu mereka dibedakan dari anggota bangsa-bangsa yng lain.
Pelestarian karakter nasinol dan lebih khusus lagi, perkembangan kemampunnya
yang kreatif merupakan tugas tertinggi
dari suatu bangsa. Untuk dapat menyelesaikan tugas ini, maka bangsa memerlukan
kekuatan untuk melindungi mereka terhadap bangsa lain dan akan mendorong
perkembangannya sendiri. Dengan kata lain, bangsa memerlukan Negara. “suatu
bangsa-suatu negara” itulah dalil politis dari nasionalisme; Negara-negara
adalah idamannya.
Akan
tetapi, meskipun bangga memerlukan kekuatan Negara demi pelestarian dan
perkembangannya, Negara memerlukan masyarakat nasional untuk memelihara dan
meningkatkan kekuatannya. Secara khusus filsafat nasionalisti Jerman dalam
karangan-karangan Fichte dan Hegel, misalnya karakter atau semangat nasional
tampaknya sebagai jiwa dan organisasi politik Negara sebagai badan masyarakat
nasional, memerlukan kedua-duanya supaya dapat menyelasaikan tugasnya diantara
masyarakat nasional lainnya. Perasaan persamaan, partisipasi dalam kebudayaan
dan tradisi bersama, kesadaran tentang nasib bersama, yang merupakan inti
perasaan nasional dan patriotism, diubah oleh nasionalisme menjadi mistik
politik dan di dalamnya masyarakat nasional dam Negara menjadi kesatuan yang
luar biasa (superhuman) terlepas dari dan unggul terhadap anggota individual
mereka, berhak atas kataatan mutlak seperti pujaan zamana dahulu, yang layak
menerima pengorbanan dari manusia dan dewa-dewa.
Mistisisme
ini mencapai puncaknya dalam pemujaan rasis dari karakter bangsa. Bangsa di
sini disamakan dengan kesatuan biologis, ras, yang selama ini tetap murni,
menghasilkan karakter bangsa dalam seganap kekuatan dan kemegahannya.
Melemahnya bangsa melalui campuran unsur-unsur asing merusak karakter bangsa
dan dengan demikian melemahnya kekuatan bangsa. Homogenitus bangsa dan
kemurnian ras dengan demikian lanyap sebagai inti yang sesungguhnya dari
kekuatan nasional, dan demi yang disebut terakhir, maka minoritas bangsa harus,
atau diserap atau ditolak. Akhirnya, karakter nasional dari bangsanya sendiri
jadinya dianggap sebagai tempat penyimpangan cirri-ciri itu-keberanian,
ketaatan , disiplin, industri, katahanan, kecerdasan, dan kemampuan-kemampuan
pemilikannya membenarkan penggunaan kekuatan yang terbesar terhadap
bangsa-bangsa lain dan pada waktu yang sama memungkinkan pengguna kekuatan
tadi. Penaksiran yang terlalu tinggi terhadap karakter bangsanya sendiri yang
merupakan cirri khas semua nasionalisme, membawa konsep ras unggul (masterrace)
kapada pemujaan sesungguhnya dari karakter nasional. Rss unggul, karena
karakter nasionalnyan yang bersifat lebih baik ditakdirkan untuk menguasai
dunia. Disebabkan oleh karakter ini, ras unggul mempunyai kekuatan potensi
mendominasi seluruh dunia, dan adalah tugas keahlian sebagai negarawan dan
penakluan militer untuk mengubah potensialitas yang pasif itu di aktualisasikan ke dalam imperim
Negara.
Ekses
intelektual dan politis dari nasionalisme dan dari keturunan yang merosot
akhlaknya, rasisme, telah mengejutkan dan menolak pikiran
non-nasionalistissampai pada taraf yang jauh lebih tinggi dari pada akses
geopolitik. Yang disebut terakhir, terutama terbatas sampai ke Jerman dan
dilakukan dalam bahasa yang hanya dipahami dan diketahui oleh beberapa orang
tertentu. Sebaliknya, akses nasionalisme merupakan hasil perkembangan logis
agama sekuler yang melanda Negara-negara tertentu saja dalam fanatisme perang
suci berupa permusuhan, perbudakan, dan penaklukan dunia, namun dimana-mana
meninggalkan bekas pada banyak pihak. Karena nasionalisme memilihnkarakter
nasional sebagai poros dari filsafat, program dan tindakan politiknya,
makapengamat yang kritis sering cenderung menuju ke ekstrem yang lain dan
menyangkal sama sekali eksistensi karakter nasional. Dengan maksud sungguh-sungguh,
untuk memperagakan inti mistik dan subjektif dari nasionalisme, mereka ingin
sekali menunjukkan bahwa dasar empirisnya sebagian alasan, karakter nasional,
hanya merupakan mitos belaka.
Orang
dapat segera setuju dengan pengecam nasionalisme dan rasisme, bahwa apa yang
dikatakan sebagai penentuan karakter nasional yang tidak dapat dielakkan lagi
dengan “darah” yakni, cirri-ciri khas biologis umum anggota kelompok tertentu
merupakan produk politik yang dibuat-buat tanpa berdasarkan fakta apapun. Orang
dapat pula sepakat, bahwa kemantapan absolut karakter nasional yang diperoleh
dari kekekalan sifat bangsa yang murni, cocok untuk dunia mitologi politik
eksistensi Amerika Serikat sabagai suatu Negara dan kekuatan membaurnya,
memberikan bukti yang menyakinkan bagaimana kelirunya pendapat tentang kedua
pernyataan tersebut, sebaliknya, untuk menyangkal sama sekali
eksistensikarakter nasional, dan pengaruhnya atas kekuatan nasional, bertentang
dengan fakta pengalaman yang sudah diberikan beberapa contoh di atas. Sedangkan
demikian itu akan merupakan kekeliruan yang tidak kurang merugikan untuk
penilaian kekuatan nasional, sehubungan dengan yang lain dibandingkan dengan
yang dibuktikan oleh pendewaan nasionalistikdari karakter nasional.
3)
Militerisme
Militerisme
membuat kekeliruan yang sama jenisnya sehubungan dengan kesiagaan militer,
seperti geopolitik dan nasionalisme berkenaan dengan karakter geografi dan
nasional. Militerisme ialah konsepsi, bahwa kekuatan suatu Negara terdiri
terutama, kalau tidak semata-mata, dari kekuatan militernya, yang khusus
dipahami dalam arti kuantitatif Angkatan darat dan laut yang terbesar maupun
angkatan udara yang tercepat di dunia, keunggulanya dalam senjata nuklir akan
menjadi lambing yang menonjol sekali, kalau tidak eksklusif, dari kekuatan
nasional.
Negara
yang mengandalkan kekuatan militernya pada angkatan laut dan bukan pada bala
tentara besar yang tetap, biasanya menunjukkan kekuatan terhadap militerisme
Jerman, Perancis, atau Uni Soviet tanpa mengakui, bahwa mereka mengembangkan
corak militerisme yang khas untuk mereka. Dipengaruhi oleh penulis, seperti
Mahan, dengan sama sekali melampaui batas yang layak, mereka menegaskan
pentingnya ukuran dan kualitas angkatan laut mereka bagi kekuatan nasional. Di
Amerika Serikat, terdapat kecenderungan luas yang terlalu menitikberatkan aspek teknologis kesiagaan militer, seperti
kecepatan dan jarak terbang: pesawat udara serta sifat khas senjata nuklir.
Rata-rata orang Jerman tertipu oleh massa prajurit dengan langkah berbarisnya.
Sedangkan rata-rata orang Rusia merasakan keunggulan kekuatan Uni Soviet yang
diperoleh dari ruang dan penduduk, dari massa yang berbondong-bondong memenuhi
Lapangan Merah yang luas itu pada May Day (hari Buruh 1 Mei). Cirri khas orang
Inggris biasanya lupa daratan kalau melihat
bentuk raksasa kapal penempur. Banyak orang Amerika yang mengalah pada
pesona yang berasal dari “rahasia” bom atom. Semua sikap terhadap kesiagaan
militer ini mempunyai anggapan bersama yang keliru, bahwa yang begitu penting
atau setidak-tidaknya yang terpenting bagi kekuatan suatu Negara, merupakan
faktor militer yang dipahami dalam istilah kuantitas dan kualitas manusia serta
senjata.
Dari
kekeliruan militeristis menyusul dengan tidak dapat dielakkan lagi penyamaan
kekuatan nasional dengan kekuatan material. Untuk berbicara secara keras dan
membawa tongkat besar, untuk mengungkapkan kembali dengan kata-kata lain ucapan
Theodore Roosevelt yang terkenal, memang merupakan metode yang lebih disukai
tentang diploma militeristis. Para pendukung metode ini tidak menyadari, bahwa
kadang-kadang bijaksana untuk bicara dengan lembut dan membawa tongkat besar;
bahwa kadang-kadang malah bijaksana untuk menyimpang tongkat besar itu dirumah
dan dapat siap dipakai bilamana perlu. Dalam perhatiannya yang khusus terhadap
kekuatan militer, militerisme merendahakan kekuatan segala sesuatu yang tidak
dapat diraba. Tanpa kekuatan yang tidak dapat diraba tersebut, suatu Negara
yang kuat dapat menakut-nakuti Negara
lain agar menyerah atau dapat menaklukan dengan kekuatan yang besar belaka,
akan tetapi Negara itu tidak memerintah Negara yang sudah ditaklukannya; sebab
Negara yang disebutkan pertama tidak dapat memperoleh dukungan sukarela untuk
kekuasaannya. Akhirnya, kekuatan militerisme harus tunduk pada kekuatan yang
diredam pada penekangan diri, yang mencari keefektifan kekuatan nasional dengan
jarang memakai militernya. Kegagalan militerisme Sparta, Jerman dan Jepang,
dibandingkan dengan kemenangan politik membangun kerajaan oleh Roma dan
Inggris, menunjukkan hasil praktis yang membawa malapetaka akibat pendapat
keliru intelektual itu, yang kita sebut militerisme.
Jadi, kekeliruan militerismememberi ketajaman
baru dalam struktur dan kontur kekuatan nasional. Militerisme dan disini yang
menjadi inti ialah kekeliruannya tidak mampu memahami paradoks, atan material
tidak harus berarti maksimum kekuatan nasional dalam keseluruhannya. Negara
yang mendasarkan maksimum kekuatan materialnya yang dapat dikerahkannya dalam
neraca politik internasional akan menyadari, bahwa pihaknya tidak dihadapkan
pada usaha maksimum dari semua saingannya untuk menyamai atau mengguli
kekuatannya. Negara tersebut akan menyadari bahwa pihaknya tidak mempunyai
kawan akan tetapi hanya bawahan dan musuh. Sejak munculnya system Negara modern
pada abad ke-15, tidak suatu Negara pun berhasil dalam waktu yang lama
memaksakan. Kehendaknya atas dunia lainnya dengan kekuatan material belaka.
Tidak ada Negara yang mencoba cara militerisme yang cukup kuat untuk menahan
perlawanan gabungan Negara lain, yang dibangkitkan oleh rasa takut pada
keunggulan kekuatan materialnya.
Satu-satunya
Negara di zaman modern yang terus-menerus dapat memelihara posisi yang lebih
kuat adalah, berkat gabungan yang jarang dari kemampuan superioritas, reputasi
sabagai kekuatan yang unggul dan kekuatan yang jarang dipakai. Demikianlah, di
satu pihak, Inggris mampu mengatasi semua tantangan serius atas keunggulanya
tersebut karena penekangan dirinya memperoleh sekutu yang kuat dan oleh sebab
itu, menjadikan Inggris benar-benar unggul. Sebaliknya, Inggris dapat
mengurangi rangsangan untuk menantang superioritas tersebut, karena keunggulan
Inggris tidak mengancam eksistensi Negara-negar lain. Ketika Inggris berdiri di
ambang puncak kekuatannya van terbesar negeri itu mengindahkan peringatan ahli
pikirnya yang terbesar di bidang politik peringatan yang dewasa ini menurut
ketetapan waktu, sama seperti yang diucapkan pertama kali di tahun 1793;
DAFTAR PUSTAKA
Hans
J Morgenthau.2010.Politik antar Bangsa.jakarta:yayasan Obar Indonesia.
Tidak ada
Nama.Pengertian Kekuatan dan Nasional.Http.//wadah.blogspot.com.Di unduh
tanggal 01 Juni 2012 .Samarinda.
Tidak ada
Nama.Kekuatan Nasional. Kekuatan-nasional-Dunia.Http//andi.blogspot.comDi
unduh tanggal 01 Juni 2012.Samarinda.
Comments
Post a Comment
komen sangat di harapkan boss.