HUKUM PERDATA Cara mengajukan Gugatan


BAB  I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Perkara perdata yang tidak dapat diselesaikan secara kekeluargaan (damai), tidak boleh diselesaikan dengan cara main hakim sendiri (eigenrichting) tetapi harus diselesaikan melalui pengadilan. Pihak yg merasa dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan perkaranya ke pengadilan untuk memperoleh penyelesaian sebagaimana mestinya, yakni dengan menyampaikan gugatan terhadap  pihak dirasa merugikan.
Yang mana di kenal ada 2 Perkara perdata ada 2 yaitu :
1.      Perkara contentiosa (gugatan) yaitu perkara yang di dalamnya terdapat sengketa 2 pihak atau lebih yang sering disebut dengan istilah gugatan perdata. Artinya ada konflik yang harus diselesaikan dan harus diputus pengadilan, apakah berakhir dengan kalah memang atau damai tergantung pada proses hukumnya.  Misalnya sengketa hak milik, warisan, dll.
2.      Perkara voluntaria yaitu yang didalamnya tidak terdapat sengketa atau perselisihan tapi hanya semata-mata untuk kepentingan pemohon dan bersifat sepihak (ex-parte). Disebut juga gugatan permohonan. Contoh meminta penetapan bagian masing-masing warisan, mengubah nama, pengangkatan anak, wali, pengampu, perbaikan akta catatan sipil, dll.
Dalam Mengajukan sebuah gugatan terdapat beberapa prosedur yang harus di lakukan yang mana prosedur tersebut sudah sesuai dengan peraturan /Hukum yang berlaku yang mana mengurus mengenai berbagai macam gugatan.yang mana dalam penyajian makalah ini kami para penyaji mencoba mengkaji mengenai tata cara pengajuan gugatan,mulai dari pra syarat,cara pengajuan hingga batal dan di tolaknya sebuah rujukan gugatan yang mana akan kami bahas selanjutnya dalam makalah yang kami susun ini.





B.     Rumusan Masalah

Terdapat beberapa rumusan masalah yang nantinya akan kami bahas yaitu di antaranya adalah:
1.      Apa perbedaan Gugatan dan Permohonan serta bagaimana syarat untuk mengajukan sebuah gugatan
2.      Bagaimana Teori dan cara mengajukan sebuah gugatan
3.      Bagaimana sebab akibat terjadinya perubahan dan pencabutan sebuah Gugatan

C.    Tujuan
Adapun Tujuan dalam penyusunan Makalah ini adalah sebagai Berikut:
1.      Agar Dapat mengetahui Apa perbedaan Gugatan dan Permohonan serta bagaimana syarat untuk mengajukan sebuah gugatan
2.      Agar dapat memahami Bagaimana Teori dan cara mengajukan sebuah gugatan
3.      Paham dan Mengerti Bagaimana sebab akibat terjadinya perubahan dan pencabutan sebuah Gugatan



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

Sebelum Membahas lebih jauh mengenai tata cara mengajukan gugatan ada baiknya kita ketahui terlebih dahulu pengertian ataupun pendefinisian yang mana menyangkut dengan materi.
A.    Definisi
1.      Pengertian Gugatan
1.1  Menurut RUU Hukum Acara Perdata pada Psl 1 angka 2,
gugatan adalah tuntutan hak yang mengandung sengketa dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan
1.2  Sudikno Mertokusumo,
      Gugatan adalah tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah  main hakim sendiri (eigenrichting).
1.3  Darwan Prinst,
gugatan adalah suatu permohonan yang disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai suatu tuntutan terhadap pihak lainnya dan harus diperiksa menurut tata cara tertentu oleh pengadilan serta kemudian diambil putusan terhadap gugatan tersebut.
2        Definisi Mengajukan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia mengajukan berakan dari kata pengejuan yang berarti suatu cara untuk menampilkan,menyuruhkan ,mengusulkan,ataupun mengedepankan suatu tuntutan atau pun proses.
3        Definisi Mengajukan Gugatan
Mengajukan gugatan adalah suatu cara untuk memberikan usulan berupa permohonan kepada yang berwajib agar permohonan tersebut dapat dip roses sesuai prosedur dan sebagaimana mestiya.

B.     Perbandingan Gugatan dan Permohonan
1.      Gugatan
adalah suatu surat yang di ajukan oleh penguasa pada ketua pengadilan agama yang erwenag, yang memuat tuntutan hak yang didalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan landasan dasar pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak.
2.      Permohonan
adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya.

Jadi perbedaan dari gugatan dan permohonan adalah bahwa permohona itu tuntutan hak perdata yang didalam kepentingannya itu bukan suatu perkara sedangkan gugatan adalah surat yang diajukan oleh penggugat terhadap tergugat yang menuntut tuntutan hak yang yang didalamnya berisi suatu perkara. Alam gugatan inilah yang disebut dengan pengadilan yang sesungguhnya dan produk hokum yang dihasilkan adalah putusan hokum.
Gugatan merupakan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan gugatan berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. 
Contoh permohonan adalah seseorang meninggal dunia dan segenap ahli warisnya secara bersama-sama menghadap ke muka pengadilan untuk mendapat suatu penetapan perihal bagian masing-masing dari warisan almarhum. Dalam hal ini hakim hanya sekedar member jasa-jasanya sebagai seorang tenaga tata usaha Negara. Hakim mengeluarkan penetapan atau lazimnya disebut putusan declaratoir, yaitu putusan yang bersifat menetapkan atau menerangkan saja. Dalam persoalan ini, hakim tidak memutuskan sesuatu konflik seperti halnya dalam perkara gugatan. (bandingkan dengan putusan MA tanggal 23 oktober 1957 No. 130 K/sip/1957.

C.    Bentuk Gugatan menurut HIR

Dalam Herziene Indonesische Reglement (“HIR”) dikenal 2 (dua) macam bentuk surat gugatan yaitu;
1.      Gugatan Tertulis(Pasal 118 HIR/Pasal 142 Rbg
Bentuk gugatan tertulis adalah yang paling diutamakan di hadapan pengadilan daripada bentuk lainnya. Gugatan tertulis diatur dalam Pasal 118 ayat (1) HIR / Pasal 142 Rechtsreglement voor de Buitengewesten (“RBg”) yang menyatakan bahwa gugatan perdata pada tingkat pertama harus dimasukkan kepada Pengadilan Negeri dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya. Dengan demikian, yang berhak dan berwenang dalam mengajukan surat gugatan adalah; (i) penggugat dan atau (ii) kuasanya.
2.      Gugatan Lisan(Pasal 120 HIR/Pasal 144 Rbg
Bagi mereka yang buta huruf dibuka kemungkinan untuk mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata, karena bentuk gugatan lisan diatur dalam Pasal 120 HIR (Pasal 144 RBg) yang berbunyi: “bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan dengan lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang mencatat gugatan atau menyuruh mencatatnya”.
Ketentuan gugatan lisan yang diatur HIR ini, selain untuk mengakomodir kepentingan penggugat buta huruf yang jumlahnya masih sangat banyak di Indonesia pada masa pembentukan peraturan ini, juga membantu rakyat kecil yang tidak mampu menunjuk jasa seorang advokat atau kuasa hukum karena dapat memperoleh bantuan dari Ketua Pengadilan yang berwenang untuk mengadili suatu perkara perdata untuk membuatkan gugatan yang diinginkannya.
D.    Ciri-Ciri Gugatan
Ada Beberapa cici cirri dari gugagan yang mana akan di jabarkan sebagai berikut:
  1. Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan mengandung sengketa
  2. Sengketa terjadi diantara para pihak, paling kurang diantara 2 pihak
  3. Bersifat partai (party) dengan komposisi, pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak lain berkedudukan sebagai tergugat.
E.     Syarat-syarat pengajuan suatu gugatan
Suatu gugatan dapat diterima untuk dipertimbangkan (sah) apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.      Diajukan secara tertulis : Artinya diajukan dengan media tulisan, tidak secara lisan;
2.      Dalam bahasa Indonesia : Artinya menggunakan bahasa Indonesia, tidak diperkenankan menggunakan bahasa lain;
3.      Dikemukakan alasan dari gugatan : Dalam surat gugatan harus dikemukakan alasan-alasan yang jelas. 
4.      Satu surat gugatan dicantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat.
5.      Gugatan diajukan dalam jangka waktu
a.       14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan; 
  1. 30 (tiga puluh) hari sejak diterima keputusan yang digugat.
6.      Pengajuan gugatan
a.       Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, sorang pengurus, atau kuasa hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima, pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen yang digugat;
b.      Apabila selama proses Gugatan, penggugat meninggal dunia, Gugatan dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal penggugat pailit.
c.       Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan, pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan oleh pihak .yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan, pemecahan/ pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.


BAB III
PEMBAHASAN

A.    Perihal Permohonan dan Gugatan
Ada dua masalah yang sering terjadi di dalam lingkupan peradilan terutama di lingkupan peradilan umum atau peradilan negeri dan peradilan agama,yaitu pertama permohonan dan kedua adalah masalah gugatan,baik permohonan maupun gugatan dapat di ajukan oleh seorang pemohon/penggugat atau lebih secara bersama sama.
Perbedaan Prinsip antara Permohonan dengan Gugatan
Sering kita dengar dan jumpai istilah permohonan dan gugatan di dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku di Indonesia. Namun, bagi sebagian besar orang awan tidak mengerti perbedaan antara keduanya karena kedua istilah tersebut sangat berkaitan dengan materi yang diajukan untuk dilakukan pemeriksaan oleh pengadilan.
1.      Permohonan
Secara yuridis, permohonan adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Istilah permohonan dapat juga disebut dengan gugatan voluntair yaitu gugatan permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik sebagai tergugat.
Ciri khas permohonan atau gugatan voluntair adalah:
a.       Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja (for the benefit of one party only);
b.      Permasalahan yang dimohon penyesuaian kepada pengadilan negeri pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain (without dispute or differences with another party);
c.       Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat mutlak satu pihak (ex-parte).
Landasan hukum permohonan atau gugatan voluntair merujuk pada ketentuan Pasal 2 dan penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (“UU 14/1970”). Meskipun UU 14/1970 tersebut telah diganti oleh Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, apa yang digariskan Pasal 2 dan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU 14/1970 itu, masih dianggap relevan sebagai landasan gugatan voluntair yang merupakan penegasan, di samping kewenangan badan peradilan penyelesaian masalah atau perkara yang bersangkutan dengan yuridiksi contentiosa yaitu perkara sengketa yang bersifat partai (ada pihak penggugat dan tergugat), juga memberi kewenangan penyelesaian masalah atau perkara voluntair.
Proses pemeriksaan permohonan di pengadilan dilakukan secara ex-parte yang bersifat sederhana yaitu hanya mendengarkan keterangan pemohon, memeriksa bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon dan tidak ada tahap replik-duplik dan kesimpulan. Setelah permohonan diperiksa, maka pengadilan akan mengeluarkan penetapan atau ketetapan (beschikking ; decree). Bentuk ini membedakan penyelesaian yang dijatuhkan pengadilan dalan gugatan contentiosa, karena dalam gugatan contentiosa yang bersifat partai, penyelesaian yang dijatuhkan berbentuk putusan atau vonis (award).
2.      Gugatan
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa penetapan dapat disebut dengan gugatan voluntair, tetapi pengertian ini berbeda dengan pengertian gugatan pada umumnya yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dalam perundang-undangan, yaitu gugatan yang dimaksudkan adalah gugatan contentiosa atau biasa disebut dengan gugatan perdata atau gugatan saja.
Pengertian gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain sebagai tergugat. Perkataan contentiosa, berasal dari bahasa Latin yang berarti penuh semangat bertanding atau berpolemik. Itu sebabnya penyelesaian perkara yang mengandung sengketa, disebut yuridiksi contentiosa yaitu kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenaan dengan masalah persengketaan antara pihak yang bersengketa.
Ciri khas gugatan adalah:
1.      Permasalahan hukum yang diajukan ke pengadilan mengandung sengketa (disputes, diffirences).
2.      Terjadi sengketa di antara para pihak, minimal di antara 2 (dua) pihak.
3.      Bersifat partai (party), dengan komposisi pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lainnya berkedudukan sebagai tergugat.
4.      Tidak boleh dilakukan secara sepihak (ex-parte), hanya pihak penggugat atau tergugat saja.
5.      Pemeriksaan sengketa harus dilakukan secara kontradiktor dari permulaan sidang sampai putusan dijatuhkan, tanpa mengurangi kebolehan mengucapkan putusan tanpa kehadiran salah satu pihak.
B.     Kekuasaan Mutlak Dan Kekuasaan Relatif
Agar supaya suatu gugatan jangan sampai diajukan secara keliru maka dalam cara mengajukan gugatan harus diperhatikan benar – benar oleh penggugat bahwa gugatan harus diajukan secara tepat kepada badan pengadilan yang benar – benar berwenang untuk mengadili persoalaan tersebut.
Dalam hukum acara perdata dikenal 2 macam kewenangan yaitu :
  1. Wewenang multlak atau absolute competentie
  2. Wewenang relative atau relative competentie
Wewenang mutlak adalah menyangkut pembagiaan kekuasaan antara badan badan peradilan dilihat dari macamnya pengadilan menyangkut pemberiaan kekuasaan untuk mengadili dan dalam bahasa belanda disebut attributie van rechtsmact.
Misalnya persoalaan mengenai perceraian, bagi mereka yang beragama islam berdasarkan ketentuaan pasal 63 (1)a Undang – undang No 1 tahun 1974 adalah wewenang pengadilan agama. Sedangkan persoalaan warisan, sewa menyewa, utang piutang, jual beli, gadaim hipotik adalah merupakan wewenang pengadilan negri.(tambah di buku hal 18)
Wewenang relatif mengatur pembagiaan kekuasaan mengadili antara pengadilan yang serupa tergantung dari tempat tinggal tergugat. Pasal 118 H.I.R menyangkut kekuasaan relative yang dalam bahasa belanda disebut Dristributie van rechtsmacht. Azasnya yaitu yang berwenang adalah pengadilan tempat tinggal tergugat. Azas ini dalam bahasa latin dikenal dengan sebutan actor sequitur forum rei.


C.    Syarat mengajukan Gugatan
Yurisprudensi MA tentang syarat dalam menyusun gugatan :
1.      Orang bebas menyusun dan merumuskan surat gugatan asal cukup memberikan gambaran tentang kejadian materil yang menjadi dasar tuntutan (MA tgl 15-3-1970 Nomor 547 K/Sip/1972)
2.      Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
3.      Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll
4.      Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971)
Tidak memenuhi syarat diatas gugatan menjadi tidak sempurna maka gugatan dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)
Ketidaksempurnaan diatas dapat dihindarkan jika penggugat/kuasanya sebelum memasukkan gugatan meminta nasihat dulu ke ketua pengadilan. Namun karena sekarang sudah banyak advokat/pengacara maka sangat jarang terjadi kecuali mereka tidak bisa tulisa baca.
Dalam hukum acara perdata ada istilah gugatan tidak dapat diterima dan gugatan ditolak.
a.       Gugatan tidak diterima adalah gugatan yang tidak bersandarkan hukum yaitu apabila peristiwa-peristiwa sebagai dasar tuntutan tidak membenarkan tuntutan. Putusan tidak diterima ini bermaksud menolak gugatan diluar pokok perkara. Dalam hal ini penggugat masih dapat mengajukan kembali gugatannya atau banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat formil.
b.      Gugatan ditolak adalah gugatan tidak beralasan hukum yaitu apabila tidak diajukan peristiwa-peristiwa yang membenarkan tuntutan. Putusan hakim dengan melakukan penolakan bermaksud menolah setelah mempertimbangkan pokok perkara. Dalam hal ini penggugat tidak ada kesempatan mengajukan kembali tapi haknya adalah banding. Lebih kepada tidak memenuhi syarat materil  (pembuktian)

D.    Teori Pembuatan Gugatan
Ada 2 teori tentang bagaimana menyusun sebuah surat gugatan yaitu :
1.      Substantierings Theorie yaitu dimana teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hokum tersebut.
Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya misalnya dalam gugatan tidak cukup hanya menyebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu, tetapi juga harus menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mewaris, hadiah dsb. Teori sudah ditinggalkan
2.      Individualiserings Theorie yaitu teori ini menyatakan bahwa dalam dalam gugatan cukup disebutkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hhukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian hokum tersebut.
Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, misalnya dalam gugatan cukup disebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu. Dasar terjadinya atau sejarah adanya hak milik atas benda itu padanya tidak perlu dimasukan dalam gugatan karenaini dapat dikemukakan di persidangan pengadilan dengan disertai bukti-bukti. Teori ini sesuai dengan system yang dianut dalam HIR/Rbg, dimana orang boleh beracara secara lisan, tidak ada kewajiban menguasakan kepada ahli hukum dan hakim bersifat aktif.
E.     Cara mengajukan Gugatan atau Permohonan
Sebelu mengajukan gugatan ada sebaiknya kita mengetahui syarat syarat apa saja yang harus di penuhi dalam mengajukan gugatan atau permohonan yaitu di antaranya :
1.      Gugatan dalam bentuk tertulis.
2.      Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3.      Diajukan ke pengadilan yang berwenang (kompetensi)
Berikut.tatacara bagaimana mengajukan gugatan atau permohonan.Tahapan –tahapan tersebut yaitu:
1.      Langkah Awal
a.      Pendaftaran Gugatan
Langkah pertama mengajukan gugatan perdata adalah dengan melakukan pendaftaran gugatan tersebut ke pengadilan. Menurut pasal 118 ayat (1) HIR, pendaftaran gugatan itu diajukan ke Pengadilan Negeri berdasarkan kompetensi relatifnya – berdasarkan tempat tinggal tergugat atau domisili hukum yang ditunjuk dalam perjanjian . Gugatan tersebut hendaknya diajukan secara tertulis, ditandatangani oleh Penggugat atau kuasanya, dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pendaftaran gugatan itu dapat dilakukan di kantor kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat.
b.      Membayar Panjar Biaya Perkara
Setelah gugatan diajukan di kepaniteraan, selanjutnya Penggugat wajib membayar biaya perkara. Biaya perkara yang dimaksud adalah panjar biaya perkara, yaitu biaya sementara yang finalnya akan diperhitungkan setelah adanya putusan pengadilan. Dalam proses peradilan, pada prinsipnya pihak yang kalah adalah pihak yang menanggung biaya perkara, yaitu biaya-biaya yang perlu dikeluarkan pengadilan dalam proses pemeriksaan perkara tersebut, antara lain biaya kepaniteraan, meterai, pemanggilan saksi, pemeriksaan setempat, pemberitahuan, eksekusi, dan biaya lainnya yang diperlukan. Apabila Penggugat menjadi pihak yang kalah, maka biaya perkara itu dipikul oleh Penggugat dan diambil dari panjar biaya perkara yang telah dibayarkan pada saat pendaftaran. Jika panjar biaya perkara kurang, maka Penggugat wajib menambahkannya, sebaliknya, jika lebih maka biaya tersebut harus dikembalikan kepada Penggugat.
Bagi Penggugat dan Tergugat yang tidak mampu membayar biaya perkara, Hukum Acara Perdata juga mengizinkan untuk berperkara tanpa biaya (prodeo/free of charge). Untuk berperkara tanpa biaya, Penggugat dapat mengajukan permintaan izin berperkara tanpa biaya itu dalam surat gugatannya atau dalam surat tersendiri. Selain Penggugat, Tergugat juga dapat mengajukan izin untuk berperkara tanpa biaya, izin mana dapat diajukan selama berlangsungnya proses persidangan. Permintaan izin berperkara tanpa biaya itu disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari camat atau kepada desa tempat tinggal pihak yang mengajukan.
c.       Registrasi Perkara
Registrasi perkara adalah pencatatan gugatan ke dalam Buku Register Perkara untuk mendapatkan nomor gugatan agar dapat diproses lebih lanjut. Registrasi perkara dilakukan setelah dilakukannya pembayaran panjar biaya perkara. Bagi gugatan yang telah diajukan pendaftarannya ke Pengadilan Negeri namun belum dilakukan pembayaran panjar biaya perkara, maka gugatan tersebut belum dapat dicatat di dalam Buku Register Perkara, sehingga gugatan tersebut belum terigstrasi dan mendapatkan nomor perkara dan karenanya belum dapat diproses lebih lanjut – dianggap belum ada perkara. Dengan demikian, pembayaran panjar biaya perkara merupakan syarat bagi registrasi perkara, dan dengan belum dilakukannya pembayaran maka kepaniteraan tidak wajib mendaftarkannya ke dalam Buku Register Perkara.
d.      Pelimpahan Berkas Perkara Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Setelah Penitera memberikan nomor perkara berdasarkan nomor urut dalam Buku Register Perkara, perkara tersebut dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Pelimpahan tersebut harus dilakukan secepat mungkin agar tidak melanggar prinsip-prinsip penyelesaian perkara secara sederhana, cepat dan biaya ringan – selambat-lambatnya 7 hari dari tanggal registrasi.
e.       Penetapan Majelis Hakim Oleh Ketua Pengadilan Negeri
Setelah Ketua Pengadilan Negeri memeriksa berkas perkara yang diajukan Panitera, kemudian Ketua Pengadilan Negeri menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara. Penetapan itu harus dilakukan oleh Ketua Pengadilan Negeri selambat-lambatnya 7 hari setelah berkas perkara diterima oleh Ketua Pengadilan Negeri. Majelis Hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara tersebut terdiri dari sekurang-kurangnya 3 orang Hakim – dengan komposisi 1 orang Ketua Majelis Hakim dan 2 lainnya Hakim Anggota.
f.       Penetapan Hari Sidang
Selanjutnya, setelah Majelis Hakim terbentuk, Majelis Hakim tersebut kemudian menetapkan hari sidang. Penetapan itu dituangkan dalam surat penetapan. Penetapan itu dilakukan segera setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara, atau selambat-lambatnya 7 hari setelah tanggal penerimaan berkas perkara. Setelah hari sidang ditetapkan, selanjutnya Majelis Hakim memanggil para pihak (Penggugat dan Tergugat) untuk hadir pada hari sidang yang telah ditentukan itu. (legalakses.com).

2.      Langkah pengisian gugatan/ perkara

Berkaitan dengan persyaratan isi gugatan tidak diatur dalam HIRmaupun RBg. Persyaratan mengenai isi gugatan ditemukan dalam pasal 8 RV yang mengharuskan gugatan pada pokoknya memuat :

a.      Identitas
Identitas Para pihak, yang meliputi: Nama (beserta bin/binti dan aliasnya), umur, agama, pekerjaan dan tempat tinggal. Bagi pihak yang tempat tinggalnya tidak diketahui hendaknya ditulis, “dahulu bertempat tinggal di….. tetapi sekarang tidak diketahui tempat tinggalnya di Indonesia, dan kewarganegaraan (bila perlu).
Pihak-pihak yang ada sangkut pautnya dengan perkara itu harus disebut secara jelastentang kedudukannya dalam perkara, apakah sebagai penggugat, tergugat, turut tergugat, pelawan, terlawan, pemohon, atau termohon. Dalam praktik dikenal pihak yang disebut turut tergugat dimaksudkan untuk mau tunduk terhadap putusan pengadilan. Sedangkan istilah turut penggugat tidak dikenal. Untuk menentukan tergugat sepenuhnya menjadi otoritas penggugat sendiri.
b.      Fundamentum Petendi (Posita)/dasar atau dalil,
yaitu penjelsan tentang keadaan / peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan hukum yang dijadikan dasar atau alasan gugat. Posita memuat dua bagian:
1)      alasan yang berdasarkan fakta/peristiwa hukum, dan
2)      alasan yang berdasarkan hukum, tetapi hal ini bukan merupakan keharusan. Hakimlah yang harus melengkapinya dalam putusan nantinya.
c.       Petitum (tuntutan),
Menurut Pasal 8 Nomor 3 R.Bg. ialah apa yang diminta atau yang diharapkan oleh penggugat agar diputuskan oleh hakim dalam persidangan. Petitum akan dijawab oleh majelis hakim dalam amar putusannya. Petitum harus berdasarkan hukum dan harus pula didukung oleh Posita. Pada prinsipnya posita yang tidak didukung oleh petitum (tuntutan) berakibat tidak diterimanya tuntutan, pun sebaliknya petitum / tuntutan yang tidak didukung oleh posita berakibat tuntutan penggugat ditolak.
Mekanisme petitum (tuntutan) dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bagian pokok, yaitu:
1)      tuntutan primer (pokok) merupakan tuntutan yang sebenarnya diminta penggugat, dan hakim tidak boleh mengabulkan lebih dari apa yang diminta (dituntut),
2)      tuntutan tambahan, merupakan tuntutan pelengkap daripada tuntutan pokok, seperti dalam hal perceraian berupa tuntutan pembayaran nafkah madhiyah, nafkah anak, mut’ah, nafkah idah, dan pembagian harta bersama, dan
3)      tuntutan subsider (pengganti) diajukan untuk mengantisipasi kemungkinan tuntutan pokok dan tuntutan tambahan tidak diterima majelis hakim. Biasanya kalimatnya adalah “agar majelis hakim mengadili menurut hukum yang seadil-adilnya “atau” mohon putusan yang seadil-adilnya” bias juga ditulis dengan kata-kata “ex aequo et bono”.
3.      Bentuk gugatan
Gugatan Lisan dan/atau Tertulis
Semua gugatan / permohonan harus dibuat secara tertulis, akan tetapi dimungkinkan bagi penggugat / pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis, maka gugatan / permohonan diajukan secara lisan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang. Kemudian Ketua Pengadilan yang berwenang tersebut memerintahkan kepada hakim untuk membuatkan surat permohonan / gugatan dengan cara mencatat dan memformulasikan segala sesuatu yang dikemukakan oleh peenggugat / pemohon dan membacakannya, kemudian surat gugatan / permohonan tersebut ditandatangani ketua/hakim yang membuatkannya itu, hal ini berdasar ketentuan Pasal 114 (1) R.Bg. atau Pasal 120 HIR. Sementara penggugat tidak tidak perlu tanda tangan atau membubuhkan cap jempolnya dan juga tidak usah diberi materai.
Dalam praktik proses pengajuan gugat secara lisan bagi buta huruf dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.       Gugatan disampaikan secara lisan kepada Ketua Pengadilan yang berwenang.
b.      Ketua Pengadilan atau hakim yang ditunjuk Ketua Pengadilan mencatat segala peristiwa yang disampaikan penggugat, kemudian diformulasikan dalam bentuk surat gugat.
c.       Gugatan yang diformulasikan tersebut dibacakan untuk penggugat dan ditanyakan kepadanya tentang isi gugatan itu, apakah sudah cukup atau masih perlu ditambah, dikurangi atau diubah.
d.      Gugatan yang dinyatakan cukup oleh penggugat, maka Ketua Pengadilan atau hakim yang ditunjuk tersebut untuk menandatanganinya.
Adapun gugatan atau permohonan yang dibuat secara tertulis, harus ditandatangani oleh penggugat / pemohon (Pasal 142 (1) R.Bg. / Pasal 118 (1) HIR). Apabila pemohon / penggugat telah menunjuk kuasa khusus maka surat gugatan / permohonan harus ditandatangani oleh kuasa hukumnya tersebut (Pasal 147 (1) R.Bg. / Pasal 123 HIR).
Surat gugatan / permohonan dibuat rangkap enam, masing-masing satu rangkap untuk penggugat/ pemohon, satu rangkap untuk tergugat/ termohon atau menurut kebutuhan dan empat rangkap untuk majelis hakim yang memeriksanya. Apabila surat gugatan/ permohonan hanya dibuat satu rangkap, maka harus dibuat salinannya sejumlah yang diperlukan dan dilegalisir oleh panitera.
Dalam pemeriksaan perkara pengadilan akan disampaikan dalam ilustrasi berikut ini :
a.       Apabila penggugat dan tergugat hadir maka mula-mula majelis hakim memasuki ruang persidangan diikuti panitera sidang. Majelis memanggil para pihak untuk masuk ke persidangan dan ketua membuka persidangan dengan menyatakan “sidang dibuka dan terbuka untuk umum (apabila sidang terbuka untuk umum) dan jika sidang dibuka dan tertutup untuk umum (apabila sidang terbuka itu tertutup untuk umum).
b.      Hakim menanyakan identitas para pihak baik pihak penggugat atau tergugat
c.       Hakim mengupayakan perdamaian pada para pihak dan memberikan kesempatan kepada para pihak untuk berdamai dan menetapkan hari sidang berikutnya tanpa dipanggil.
d.      Apabila kedua belah pihak berdamai, maka dibuat akta perdamaian yang kekuatan hukumnya samutusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sehingga dapat dilaksanakan esekusi.
e.       Apabila tidak tercapai perdamaian maka dinyatakan kepada penggugat ada perubahan gugatan atau tidak, kalau ada maka persidangan ditunda pada persidangan berikutnya untuk perubahan atau perbaikan gugatan dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang hadir dalam sidang berikutnya untuk hadir tanpa di panggil.
f.       Apabila tidak ada perubahan atau sudah ada perubahan gugatan, maka sidang dilanjutkan dengan pembacaan gugatan. Setelah pembacaan gugatan hakim memberikan kesempatan kepada tergugat untuk mengajukan pertanyaan, kemudian sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada tergugat menyususn jawaban dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan yang hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa pengadilan.
g.      Dalam sidang selanjutnya jawaban dibacakan dan penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan replik, kemudian sidang ditunda untuk memberi kesempatan kepada penggugat menyusun replik dengan menetapkan hari sidang dan memerintahkan untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
h.      Sidang selanjtnya replik dibacakan tergugat diberikan kesempatan untuk mengajukan duplik, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk menyususn duplik dengan menetapkan hari sidang berikutnya dan memerintahkan utuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
i.        Sidang selanjutnya duplik dibacakan kemudian pihak penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk memperkuat dalil-dalil gugatannya, kemudian sidang ditunda untuk memberikan kesempatan kepada penggugat menyampaikan bukti-bukti dengan menetapkan hari sidang berikutnya dan memerintahkan yang hadir untuk hadir dalam sidang berikutnya tanpa dipanggil.
j.        Sidang selanjutnya setelah penggugat mengajukan bukti-bukti tergugat di beri kesempatan untuk mengajukan bukti-bukti untuk menguatkan dalil-dalail sanggahannya, kemudian sidang ditunda untuk memebri kesempatan kepada tergugatuntuk pembuktian.
k.      Sidang selanjutnya setelah pembuktian tergugat selesai kemudian sidang ditunda untiuk memberi kesempatan kepada penggugat dan tergugat menyususn kesimpulan.
l.        Sidang selanjtnya penggugat dan tergugat menyampaikan kesimpulan, kemudian sidang ditunda untuk musyawarah hakim untuk menjatuhkan putusan.
m.    Dalam sidang selanjutnya, putusan dibacakan oleh ketua majelis hakim dan kepada pihak yang tidak puas dapat mengajukan upaya hukum banding.



F.     Pencabutan Gugatan
Pencabutan gugatan dapat terjadi:
1.      Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum memberikan jawaban.
2.      Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak tergugat.
Jika gugatan dicabut sebelum tergugat memberikan jawaban maka penggugat masih boleh mengajukan gugatannya kembali dan jika tergugat sudah memberikan jawaban penggugat tidak boleh lagi mengajukan gugatan karena penggugat sudah dianggap melepaskan haknya.
G.    Perubahan Gugatan
Perubahan surat gugatan dapat dilakukan dengan syarat :
1.      Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan (MA tanggal 6 Maret 1971 Nomor 209 K/Sip/1970.
2.      Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Contoh ad. 1. Penggugat semula menuntut agar tergugat membayar hutangnya berupa sejumlah uang atas dasar “perjanjian hutang piutang”, kemudian diubah atas dasar “perjanjian penitipan uang penggugat pada tergugat”. Perubahan seperti ini tidak diperkenankan.
Contoh ad. 2. Dalam gugatan semula A menutut B agar membayar hutangnya sebesar Rp. 1.000.000. Kemudian A mengubah tuntutannya  agar B membyara hutangnya sebesar 1.000.000 ditambah Bungan 10 % setiap bulan. Perubahan bentuk seperti ini tidak dibenarkan.
Tentang perubahan atau penambahan gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg namun dalam yurisprudensi MA dijelaskan bahwa perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak merubah dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan tergugat dalam pembelaan kepentingannya (MA tgl 11-3-1970 Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor 1042 K/Sip/1971 dan tanggal 29-1-1976 Nomor 823 K/Sip/1973). Perubahan tidak diperkenankan kalau pemeriksaan hamper selesai. Semua dali pihak-pihak sudah saling mengemukakan dan pihak sudah memohon putusan kepada majelis hakim (MA tanggal 28-10-1970 Nomo 546 K/Sip/1970).
Kesempatan atau waktu melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap :
1.      Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin tergugat.
2.      Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin tergugat jika tidak di setujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan :
a)      Tidak menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama tergugat.
b)      Tidak menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya perkara.
c)      Tidak boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.

F.     Penggabungan gugatan atau kumulasi gugatan
Penggabungan / kumulasi gugatan ada 2 yaitu :
1.      Kumulasi subjektif
yaitu para pihak lebih dari satu orang (Pasal 127 HIR/151 RBg) adalah penggugat atau beberapa penggugat melawan (menggugat) beberapa orang tergugat, misalnya Kreditur A mengajukan gugatan terhadap beberapa orang debitur (B, C, D) yang berhuntang secara tanggung renteng (bersama). Atau beberapa penggugat menggugat seorang tergugat karena perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Syarat untuk kumulasi subjektif adalah bahwan tuntutan tersebut harus ada hubungan hokum yang erat satu tergugat dengan tergugat lainnya (koneksitas). Kalau tidak ada hubunganya harus digugat secara tersendiri.

2.      Kumulasi objektif
yaitu penggabungan beberapa tuntutan dalam satu perkara sekaligus (penggabungan objek tuntutan), misalnya A menggugat B selain minta dibayar hutang yang belum dibayar juga menuntut pengembalian barang yang tadinya telah dipinjam.
Penggabungan objektif tidak boleh dilakukan dalam hal:
a.       Hakim tidak berwenang secara relatif untuk memeriksa satu tuntutan yang diajukan secara bersama-sama dalam gugatan.
  1. Satu tuntutan tertentu diperlukan satu gugatan khusus sedangkan tuntutan lainnya diperiksa menurut acara biasa.
  2. Tuntutan tentang bezit tidak boleh diajukan bersama-sama dengan tuntutan tentang eigendom dalam satu gugatan.
Tujuan penggabungan gugatan :
a.       Menghindari kemungkinan putusan yang berbeda atau berlawanan/bertentangan.
  1. Untuk kepentingan beracara yang bersifat sederhana, cepat dan biaya ringan.
G.    Kompetensi atau Kewenangan Mengadili
Kompentensi adalah kewenangan mengadili dari badan peradilan.
Kompetensi ada 2 yaitu :
1.      Kompetensi mutlak/absolut
yaitu dilihat dari beban tugas masing-masing badan peradilan. Di Indonesia ada beberapa badan peradilan, misalnya peradilan umum (pengadilan negeri), peradilan agama, peradilan militer, peradilan tata usaha Negara, peradilan niaga (kepailitan, Hak Kekayaan Intelektual), pengadilan hubungan industrial (perburuhan), peradilan HAM di Indonesia. Jika ada suatu sengketa dibidang tanah, maka yang berwenang (kompetensi asbulut) adalah pengadilan negeri. Atau sengketa warisan bagi orang islam maka yang berwenang (kompetensi absolut) adalah pengadilan agama.
2.      Kompetensi relatif/nisbi
yaitu dari wilayah hukum masing-masing peradilan. Wilayah hukum peradilan biasanya berdasarkan pada wilayah dimana tempat tinggal tergugat,  misalnya sengketa warisan orang islam tergugatnya berada di Tembilahan (Inhil) maka komptensi relatifnya adalah pengadilan agama Tembilahan. Lain hal jika alamat tergugat berada di kabupaten Rengat, maka kompetensi relatifnya adalah pengadilan agama Rengat. Dalam perkara cerai talak, komptensi relatifnya berdasarkan dimana alamat termohon. Tentang kompetensi relative, hal ini disebutkan dalam Pasal 118 HIR/142 RBg kompetensi relatif adalah pengadilan negeri di tempat tinggal tergugat (asas Actor Sequitor Forum Rei).

Pasal 118 HIR/142 RBg mengatur juga pengecualiannya yaitu :
a.       Diajukan di tempat kediaman tergugat yang terakhir yang sebenarnya apabila tidak diketahui tempat tinggalnya.
  1. Apabila tergugat lebih dari satu orang diajukan di tempat tinggal salah satunya sesuai pilihan penggugat.
  2. Satu tergugat sebagai yang berhutang dan satu lagi penjamin diajukan di tempat tinggal yang berhutang, apabila tempat tinggal tergugat (berhutang) dan tempat turut tergugat (penjamin) berbeda maka diajukan dimana tempat tinggal tergugat.
  3. Jika tidak dikenal tempat tinggal dan kediaman tergugat diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal penggugat atau salah seorang penggugat.
  4. Jika objeknya benda tetap diajukan di tempat benda tetap itu berada.
  5. Jika ditentukan dalam perjanjian (akta) ada tempat tinggal yang dipilih (domisili hukum) mka gugatan diajukan di tempat tinggal yang dipilih tersebut (pilihan domisili hukum), namun jika penggugat mau memilih berdasarkan tempat tinggal tergugat, maka gugatan juga dapat diajukan di tempat tinggal tergugat.
H.    Para Pihak Dalam Berperkara
Ada 2 pihak yaitu penggugat dan tergugat. Pihak ini dapat secara langsung berperkara di pengadilan dan dapat juga diwakilkan baik   melalui kuasa khusus (pengacara) maupun kuasa insidentil (hubungan keluarga).
Untuk ini dapat dibedakan atas :
1.      Pihak materil
pihak yang  mempunyai kepentingan langsung  yaitu penggugat dan tergugat. Sering juga disebut dengan penggugat in person dan tergugat in person.
2.      Pihak formil
mereka yang beracara di pengadilan, yaitu penggugat, tergugat dan kuasa hukum.
3.      Turut tergugat
pihak yang tidak menguasai objek perkara tetapi akan terikat dengan putusan hakim.

Contoh perkara sengketa tanah antara A (penggugat) dengan B (Tergugat), dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut disertifikat, dimana B mengusai tanah milik A dan tanah tersebut disertifikatkan oleh C (BPN), maka A dan B disebutkan oleh C (BPN), maka A dan B disebut pihak formil/materil dan C adalah turut tergugat.
I.       Perwakilan dalam Perkara Perdata
Dalam sistim HIR/RBg beracara di muka pengadilan dapat diwakilkan kepada kuasa hukum dengan syarat dengan surat kuasa. Menurut UU No 18 Tahun 2003 tentang advokat , kuasa hukum itu diberikan kepada advokat.
Advokat adalah orang yang mewakili kliennya untuk melakukan tindakan hukum berdasarkan surat kuasa yang diberikan untuk pembelaan atau penuntutan pada acara persidangan di pengadilan atau beracara di pengadilan.
J.      Surat Kuasa
Surat kuasa adalah  suatu dokumen di mana isinya seseorang menunjuk dan memberikan wewenang pada orang lain untuk melakukan perbuatan hukum untuk dan atas namanya. Menurut Pasal 1792 KUHPerdata, pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.
Macam-macam surat kuasa :
1.      Surat kuasa umum yaitu surat yang menerangkan bahwa pemberian kuasa tersebut hanya untuk hal-hal yang bersifat umum saja, artinya untuk segala hal atau segala perbuatan dengan titik berat pengurusan. Surat kuasa umum tidak dapat dipergunakan di depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa.
2.      Surat kuasa khusus yaitu kuasa yang menerangkan bahwa pemberian kuasa hanya berlaku untuk hal-hal tertentu saja atau lebih (1795 KUHPerdata). Dengan surat kuasa khusus penerima kuasa dapat mewakili pemberi kuasa di depan pengadilan. Hal ini diatur dalam pasal 123 HIR. Dengan demikian dalam beracara perdata digunakan surat kuasa khusus.


Isi Surat Kuasa Khusus :
1.      Identitas pemberi kuasa dan penerima kuasa yaitu nama lengkap, pekerjaan, alamat atau tempat tinggal.
2.      Apa yang menjadi pokok perkara, misalnya perkara perdata jual beli sebidang tanah ditempat tertentu melawan pihak tertentu dengan nomor perkara, pengadilan tertentu.
3.      Batasan isi kuasa yang diberikan. Dijelaskan tentang kekhususan isi kuasa. Diluar kekhususan yang diberikan penerima kuasa tidak mempunyai kewenangan melakukan tindakan hukum, termasuk kewengan sampai ke banding dan kasasi.
4.      Hak subsitusi/pengganti. Ini penting manakala penerima kuasa berhalangan sehingga ia berwenang menggantikan kepada penerima kuasa lainnya, sehingga sidang tidak tertunda dan tetap lancar.
Contoh kuasa khusus :
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
N a m a                : FIRDAUS Bin DAUS
TTL / Umur         : Makasar, 26 Juni 1975 / 29 tahun
Pekerjaan           : Tani
Jenis kelamin     : Laki-laki
Kebangsaan       : WNI
Alamat                 : Jalan Pelita jaya No. 20 Tembilahan Inhil Riau
Dengan ini menerangkan memberikan kuasa pekara No.… (tulis nomor perkara jika perkara sudah masuk dipersidangan) kepada :

N a m a                : ABDUL HADI HASIBUAN, SH
Pekerjaan           : Pengacara / Advokat
Berkantor jalan Subrantas No.  09 Tembilahan.



KHUSUS
Untuk dan atas nama pemberi mewakili sebagai Penggugat, mengajukan gugatan …….terhadap H. SINAGA Bin H. LUBIS di Pengadilan Negeri Tembilahan.
Untuk itu yang diberi kuasa dikuasakan untuk menghadap dan menghadiri semua persidangan Pengadilan Negeri Temvbilahan, menghadapi instansi-instansi, jawabatan-jawatan, hakim, pejabat-pejabat, pembesar-pembesar, menerima, mengajukan kesimpulan-kesimpulan, meminta siataan, mengajukan dan menolak-saksi-saksi, menerima atau menolak keterangan saksi-saksi, meminta atau memberikan segala keterangan yang diperlukan, dapat mengadakan perdamaian  dengan syarat-syarat yang dianggap baik oleh yang diberi kuasa, menerima uang pembayaran dan memberikan kwitansin tanda penerimaan dan memberikan kwitansi tanda penerimaan uang, meminta penetapan, putusan, pelaksanaan putusan (eksekusi), melakukan peneguran-peneguran, dapat mengambil segala tindakan yang penting, perlu dan berguna sehubungan dengan menjalankan perkara serta dapat mengerjakan segala sesuatu pekerjaan yang umumnya dapat dikerjakan oleh seorang kuasa/wakil guna kepentingan tersbeut diatas, juga mengajukan permohonan banding atau kontra, kasasi atau kontra.
Kuasa ini berikan dengan berhak mendapatkan honorarium (upah) dan retensi (hak menahan barang milik orang lain) serta dengan hak substitusi (melimpahkan) kepada orang lain baik sebagian maupun seluruhnya.
Samarinda,………. 2010
Penerima Kuasa                                                                      Pemberi Kuasa
Materi 6000
ABDUL HADI HASIBUAN                                                            BAGONG



BABIV
PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pengertian gugatan adalah permasalahan perdata yang mengandung sengketa antara 2 (dua) pihak atau lebih yang diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dimana salah satu pihak sebagai penggugat untuk menggugat pihak lain sebagai tergugat. Perkataan contentiosa, berasal dari bahasa Latin yang berarti penuh semangat bertanding atau berpolemik. Itu sebabnya penyelesaian perkara yang mengandung sengketa, disebut yuridiksi contentiosa yaitu kewenangan peradilan yang memeriksa perkara yang berkenaan dengan masalah persengketaan antara pihak yang bersengketa.
Dan secara yuridis, permohonan adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri. Istilah permohonan dapat juga disebut dengan gugatan voluntair yaitu gugatan permohonan secara sepihak tanpa ada pihak lain yang ditarik sebagai tergugat.
Yurisprudensi MA membagi ada beberapa syarat dalam menyusun Gugatan yaitu :
1.      Apa yang dituntut harus disebut dengan jelas (MA tgl 21-11-1970 Nomor 492 K/Sip/1970)
2.      Pihak-pihak yang berperkara harus dicantumkan secara lengkap (MA tgl 13-5-1975 Nomor 151 /Sip/1975 dll
3.      Khusus gugatan mengenai tanah harus menyebut dengan jelas letak, batas-batas dan ukuran tanah (MA tgl 9-7-1973 Nomor 81 K/Sip/1971
Terdapat tahap tahap tatacara dalam melakukan sebuah gugatan yaitu:
1.      Langkah Awal
a.      Pendaftaran Gugatan
b.      Membayar Panjar Biaya Perkara
c.       Registrasi Perkara
d.      Pelimpahan Berkas Perkara Kepada Ketua Pengadilan Negeri
e.       Penetapan Majelis Hakim Oleh Ketua Pengadilan Negeri
f.       Penetapan Hari Sidang

2.      Langkah pengisian gugatan/ perkara

a.       Identitas
b.      Fundamentum Petendi (Posita)/dasar atau dalil,
c.       Petitum (tuntutan),
Selain itu pencabutan gugatan terjadi karena:
1.      Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum memberikan jawaban.
2.      Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak tergugat.
Sebuah Masalah timbul karena adanya perbedaan yang terjadi,oleh karena itu sebaiknya masalah itu tidak perlu kita perdebatkan,sebagai makhluk ciptaan tuhan yg mana kesempurnaan hanya mulik-Nya ada baiknya kita sesame manusia saling menghargai dan memaklumi kekerangan di antara masing masing individu sehingga terjadinya konflik yang berhujung pada kerugian di masing masing pihak tidak terjadi.apabila masalah tersebut telah terlanjur terjadi ada baiknya kita menyelesaikan dengan cara dingin kepala lewat jaur hukum yang mana salah satunya lewar Gugatan yang mana telah kita bahas sebelumnya,semoga kajian makalah yang kami susun tersebut berguna dan bermanfaat dan dapar menjadi contoh positif sehinggadapat menciptakan manusia yg lebih baik.



DAFTAR PUSTAKA


Sabroto.Definisi gugatan dan Permohonan Menurut ahli.Http://Sabroto.blogspot.com.Di unduh
tanggal 29 Maret 2012,Samarinda.

Andi Sain.cara mengajukan gugatan.Http://Andi.blogspot.com.Di unduh 29  Maret
2012.samarinda.

Detik News.Pedoman Menggugat.http://www.detiknews.com.Di unduh Tanggal 29 Maret
2021.Samarinda
Sib Bangkok.Syarat,Teori dan bentuk Gugatan.http://www.sib-bangkok.org.Di unduh Tanggal
29 Maret 2012.Samarinda.


Comments

  1. Bagus banget, sangat bermanfaat.. Thax'qu so much...

    ReplyDelete
  2. mohon artikel ini dikirin ke akun saya:dedysimbolon80@gmail.com

    ReplyDelete

Post a Comment

komen sangat di harapkan boss.

Popular posts from this blog

Makalah Kemiskinan(Sosiologi)

contoh sosiometri(non tes )

makalah perkawinan adat