Makalah sejarah Hukum Agraria


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah dapat dikatakan hampir semua kegiatan hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan tanah. Pun pada saat manusia meninggal dunia masih memerlukan tanah untuk penguburannya Begitu pentingnya tanah bagi kehidupan manusia, maka setiap orang akan selalu berusaha memiliki dan menguasainya. Dengan adanya hal tersebut maka dapat menimbulkan suatu sengketa tanah di dalam masvarakat. Sengketa tersebut timbul akibat adanya perjanjian antara 2 pihak atau lebih yang salah 1 pihak melakukan wanprestasi.
Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika pembangunan, maka didalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat .Ketentuan mengenai tanah juga dapat kita lihat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang biasa kita sebut dengan UUPA. Timbulnya sengketa hukum yang bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang/badan) yang berisi keberatan-keberatan dan tuntutan hak atas tanah, baik terhadap status tanah, prioritas, maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Mencuatnya kasus-kasus sengketa tanah di Indonesia beberapa waktu terakhir seakan kembali menegaskan kenyataan bahwa selama 62 tahun Indonesia merdeka, negara masih belum bisa memberikan jaminan hak atas tanah kepada rakyatnya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria (UU PA) baru sebatas menandai dimulainya era baru kepemilikan tanah yang awalnya bersifat komunal berkembang menjadi kepemilikan individual.
Terkait dengan banyak mencuatnya kasus sengketa tanah ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Joyo Winoto mengatakan, bahwa terdapat sedikitnya terdapat 2.810 kasus sengketa tanah skala nasional. Kasus sengketa tanah yang berjumlah 2.810 kasus itu tersebar di seluruh indonesia dalam skala besar. Yang bersekala kecil, jumlahnya lebih besar lagi.
B.     RUMUSAN MASALAH
Masalah adalah sesuatu hal yang menimbulkan pernyataan yang mendorong untuk mencarikan jawabannya atau suatu yang harus di pecahkan Poerwadarminta(1976:634).selanjutnya Surachmad (1980 :3)juga mengatakan bahwa masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk memecahkannya.
Berdasarkan uraian di atas ,maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1        Apakah arti dari Agraria,dan Hukum agraria itu sendiri
2        Bagaimanakan Sumber sumber terbentuknya Hukum Agraria itu
3        Bagaimanakah Sejarah Hukum agraria pada masa indonesia belum merdeka,pada saat indonesia merdeka dan pada saat seteleh indonesiamerdeka.
4        Bagaimana problem agraria di indonesia.

C.    TUJUAN
Adapun tujuan penyusun membuat makalah  ini adalah untuk mencapai beberapa tujuan antara lain dapat di kemukakan sebagai berikut:
1.      Agar dapat Mengerti Apakah arti dari Agraria,dan Hukum agraria itu sendiri
2.      Agar dapat Mengetahui Bagaimanakan Sumber sumber terbentuknya Hukum Agraria itu.
3.      Agar dapat memahami dan mengerti Bagaimanakah Sejarah Hukum agraria pada masa indonesia belum merdeka,pada saat indonesia merdeka dan pada saat seteleh indonesiamerdeka.
4.      Agar dapat mengetahui problem agraria di indonesia ini.
D.    METODE PENYUSUNAN
Metode penyusunan  yang digunakan dalam menyusun  paper ini yaitu :
1.      Studi Kepustakaan
Yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca, mengkaji dan mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen laporan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan penyusunan .
2.      Bahan – bahan yang didapatkan melalui Intenet.
E.     SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan paper ini di bagi menjadi 4 bab, sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN, Pada bab ini yang merupakan pendahuluan, terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN , Pada bab ini diuraikan sekilas mengenai pengertian dari agraria dan hum agraria serta menguraikan sumber sumber hukan agraria tersebut dan menceritakan asal mula atau sejarah lahirnya hukum agraria sebelum indonesia merdeka,pada saat indonesia merdeka dan setelah indonesia merdeka.
BAB III : PENUTUP, Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan dari materi sejarah hukum agraria dari makalah yang saya buat ini.














BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
1.      Pengertian Agraria

Boedi Harsono membedakan pengertian agraria dalam tiga perspektif, yakni arti agraria dalam arti umum, Administrasi Pemerintahan dan pengertian agraria berdasarkan Undang-undang Pokok Agraria.
 Pertama dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu dairtikan dengan tanah dan dihubungakan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.
Tetapi Agrarisch Recht atau Hukum Agraria di lingkungan administrasi pemerintahan dibatasi pada perangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi penguasa dalam melaksanakan kebijakannya di bidang pertanahan. Maka perangkat hukum tersebut merupakan bagian dari hukum administrasi negara.
Sebutan agrarische wet, agrarische besluit, agrarische inspectie pada departemen Van Binnenlandsche Bestuur, agrarische regelingan dalam himpunan Engelbrecht, bagian agraria pada kementerian dalam negeri, menteri agraria, kementerian agraira, departemen agraria, menteri pertanian dan agraria, departemen pertanian dan agraria, direktur jenderak agraria, direktorat jenderal agraria pada departemen dalam negeri, semuanya menunjukan pengertian demikian.
Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48, bahkan meliputi juga ruang angkasa. Yaitu ruang di atas bumi dan air yang mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-usaha memelihara dan memperkembangkan kesuburan bumi, air serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang bersangkutan dengan itu.
Pengertian bumi meliputi permukaan bumi (yang disebut tanah), tubuh bumi di bawahnya serta yangberada di bawah air (Pasal 1 ayat (4) jo.Pasal 4 ayat(1)). Dengan demikian pengertian tanah meliputi permukaan bumi yang ada di daratan dan permukaan bumi yang berada di bawah air, termasuk air laut.
Sehubungan dengan itu bumi meliputi juga apa yang dikenal dengan sebutan Landas Kontinen Indonesia (LKI). LKI ini merupakan dasar laut dan tubuh bumi di bawahnya di luar perairan wilayah Republik Indonesia yang ditetapkan dengan Undang-undang Nomor : 4 Prp Tahun 1960, sampai kedalaman 200 meter atau lebih, di mana masih meungkin diselenggarakan eksplorasi dan sksploitasi kekayaan alam. Penguasaan penuh dan hak ekslusif  atas kekayaan alam di LKI tersebut serta pemilikannya ada pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (Undang-undang Nomor :1 Tahun  1973)(LN. 1973-1, TLN 2994).
Pengertian air meliputi baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Indonesia (Pasal 1 ayat (5)). Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang : Pengairan (LN 1974-65) pengertian air tidak dipakai dalam arti yang seluas itu. pengertiannya meliputi air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang meliputi air yang terdapat di laut (Pasal 1 angka 3).
Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi sidebut bahan-bahan galian, yaitu unsur-unsur kimia, mineral-mineral, bijih-bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan-batuan mulia yang merupakan endapan-endapan alam. Undang-undang Nomor :11 Tahun 1967 tentang : Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (LN 1967-227, TLN 2831).
Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah ikan dan lain-lain kekayaan alam yang berada di dalam perairan pedalaman dan laut wilayah Indonesia. (Undang-undang Nomor : 9 Tahun 1985 tentang : Perikanan, LN. 1985-46).
Dalam hubungan dengan kekayaan alam di dalam tubuh bumi dan air tersebut  perlku dimaklumi adanya pengertian dan lembaga Zone Ekonomi Eksklusif, yaitu meliputi jalur perairan dengan batas terluar 200 mili laut diukur dari garis pangkal laut wilayah Indonesia. Dalam ZEE ini hak berdaulat untuk melakukamn eksplorasi, eksploitasi dan lain-lainnya atas segala sumber daya alam hayati dan non hayati yang terdapat di dasar laut serta tuuh bumi di bawahnya dan air di atasnya, ada pada Negara Republik Indonesia. (Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1983 tentang : Zone Ekonomi Eksklusif LN. 1983-44).
Sementara, A.P. Parlindungan menyatakan bahwa pengertian agraria mempunyai ruang lingkup, yaitu dalam arti sempit, bisa terwujud hak-hak atas tanah, atupun pertanian saja, sedangkan Pasal 1 dan Pasal 2 UUPA telah mengambil sikap dalam pengertian yang meluas, yakni bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Dari batasan agraria yang diberikan UUPA dalam ruang lingkupnya di atas mirip dengan pengertian ruang  dalam undang-undang Nomor : 24 Tahun 1992 tentang : Penataan Ruang. Menurut Pasal 1 angka 1 dinyatakan bahwa ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udata sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Dari uraian pengertian agraria di atas, maka dapat disimpulkan pengertian agraria dengan membedakan pengertian agraria dalam arti luas dan pengertian agraria dalam arti sempit. Dalam arti sempit, agraria hanyalah meliputi bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Pengertian tanah yang dimaksudkan di sini adalah bukan dalam arti fisik, melainkan tanah dalam pengertian yuridis, yaitu hak. Pengertian agraria yang dimuat dalam UUPA adalah pengertian agraria dalam arti luas.
2.      Pengertian Hukum Agraria.
Beberapa pakar hukum memberikan pengertian tentang apa yang dimaksud dengan hukum agraria, antara lain beberapa disebutkan di bawah ini.
Subekti dan Tjitro Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada huungan tersebut.
Prof. E. Utrecht, S.H. menyatakan bahwa hukum agraria adalah menjadai bagian dari hukum tata usaha negaram karena mengkaji hubungan-hubungan hukum antara orang, bumi, air dan ruang angkasa yang meliatakan pejabat yang bertugas mengurus masalah agraria.
Daripada itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUPA, maka sasaran Hukum Agraria meliputi : bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, sebagaimana lazimnya disebut sumber daya alam. Oleh karenanya pengertian hukum agraria menurut UUPA memiliki pengertian hukum agraria dalam arti luas, yang merupakan suatu kelompok berbagai hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas sumber-sumber daya alam yang meliputi :
  1. Hukum pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah  dalam arti permukaan bumi;
  2. Hukum air, yang mengatur hak-hak penguasaan atas air;
  3. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas bahan-bahan galian yang dimaksudkan oleh undang-undang pokok pertambangan;
  4. Hukum perikanan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas kekayaan alam yang terkandung di dalam air;
  5. Hukum kehutanan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
  6. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa (bukan space law), mengatur hak-hak penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yang dimaksudkan oleh Pasal 48 UUPA.
Sedangkan pengertian hukum agraria dalam arti sempit, hanya mencakup Hukum Pertanahan, yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah.
Yang dimaksud tanah di sini adalah sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah permukaan tanah, yang dalam penggunaannya menurut Pasal 4 ayat (2), meliputi tubuh bumi, air dan ruang angkasa, yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunan tanah itu dalam batas menurut UUPA, dan peraturan-perturan hukum lain yang lebih tinggi.
3.      Hukum Tanah.
Dalam pengertian konteks agraria, tanah berarti permukaan bumi paling luar berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah di sini buakan mengatur tanah dalam segala aspeknya, melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya saja yaitu aspek yuridisnya yang disebut dengan hak-hak penguasaan atas tanah.
Dalam hukum, tanah merupakan sesuatu yang nyata yaitu berupa permukaan fisik bumi serta apa yang ada di atasnya buatan manusia yang disebut fixtures. Walaupun demikian perhatian utamanya adalah bukan tanahnya itu, melainkan kepada aspek kepemilikan dan penguasaan tanah serta perkembangannya. Objek perhatiannya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban berkenaan dengan tanah yang dimiliki dan dikuasai dalam berbagai bentuk hak penguasaan atas tanah.
Dengan demikian, jelaslah bahwa tanah dalam artu yuridis adalah permukaan bumi, sedangkan hak atas tanah hak atas sebagiaan tertentu permukaan bumi, yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.
4.      Hak Atas Tanah
Yang dimaksud dengan hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk mempergunakan dan/atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya. Atas ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA,  kepda pemegang hak atas tanah diberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang di atasnya sekedar diperlukan untuk  kepentingan langsung yang berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Hirarki hak-hak atas penguasaan atas tanah dalam hukum tanah nasional adalah :
1.      Hak bangsa Indonesia atas tanah;
2.      Hak menguasai negara atas tanah;
3.      Hak ulayat masyarakat hukum adat;
4.      Hak-hak perseorangan, meliputi :
a.       Hak-hak atas tanah, meliputi :
1).    Hak milik atas;
2).    Hak guna usaha;
3).    Hak guna bangunan;
4).    Hak pakai;
5).    Hak sewa;
6).    Hak membuka tanah;
7).    Hak memungut hasil hutan;
8).    Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam Pasal 53 (UUPA).
b.      Wakaf tanah hak milik;
c.       Hak jaminan atas tanah (hak tanggungan);
d.      Hak milik atas satuan rumah susun.
            Hukum tanah adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan hukum, baik tertulis maupun tidak tertulis, yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak-hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan hukum konkrit, beraspek publik dan privat, yang dapat disusun dan dipelajari secara sistematis, hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang merupakan suatu sistem.
Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah yang dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
a)      Hak penguasaan atas tanah sebagai lembaga hukum;
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan dengan tanah dan orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek atau pemegang hak.
b)      Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkrit;
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan dengan hak tertentu sebagai obyeknya dan atau orang atau badan hukum tertentu sebagai subjek pemegang haknya.
Dalam kaitannya dengan hubungan hukum antara pemegang  hak dengan hak atas tanahnya, ada 2 (dua) macam asas dalam dalam hukum tanah, yaitu : asas pemisahan horisontal dan asas pelekatan vertikal.
1)      Asas pemisahan horisontal yaitu suatu asas yang mendasrkan pemilikan tanah dengan memisahakan tanah dari segala benda yang melekat pada tanah tersebut. Sedangkan asas pelekatan vertikal yaitu asas yang mendasrkan pemilikan tanah san segala benda yang melekat padanya sebagai suatu kesatuan yang tertancap menjadi satu.
2)      Asas pemisahan horisontal merupakan alas atau dasar yang merupakan latar belakang peraturan yang konkrit yang berlaku dalam bidang hukum pertanahan dalam pengaturan hukum adat dan asas ini juga dianut oleh UUPA. Sedangkan asas pelekatan vertikal merupakan alas atau dasar pemikiran yang melandasi hukum pertanahan dalam pengaturan KUHPerdata.
Dalam bukunya, Djuhaendah Hasan mengemukakan bahwa sejak berlakunya KUHPerdata kedua asas ini diterapkan secara berdampingan sesuai dengan tata hukum yang berlaku dewasa itu (masih dualistis) pada masa sebelum adanya kesatuan hukum dalam hukum pertanahan yaitu sebelum UUPA. Sejak berlakunya UUPA, maka ketentuan Buku II KUHPerdata sepanjang mengenai bumi, air serta kekayaan di dalamnya telah dicabut, kecuali tentang hipotik. Dengan demikian pengaturan tentang hukum tanah dewasa ini telah merupakan satu kesatuan hukum (unifikasi hukum) yaitu hanya ada satu hukum tanah saja yang berlaku yaitu yang diatur dalam UUPA dan berasaskan hukum adat (lihat Pasal 5 UUPA).

5.      Hukum Agraria Dalam Tata Hukum Indonesia

Menurut UUPA Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang bertujuan:
a.       Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional
b.      Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan
c.       Meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat.
Berdasarkan tujuan pembentukan UUPA tersebut maka seharusnyalah kaidah-kaidah hukum agraria dibicarakan oleh suatu cabang ilmu hukum yang berdiri sendiri, yaitu cabang ilmu hukum agraria. Menurut Prof Suhardi, bahwa untuk dapat menjadi suatu cabang ilmu harus memenuhi persyaratan ilmiah yaitu:
a.       Persyaratan obyek materiil Yaitu bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
b.      Persyaratan obyek formal Yaitu UUPA sebagai pedoman atau dasar dalam penyusunan hukum agraria nasional.
Berdirinya cabang ilmu hukum agraria kiranya menjadi sebuah tuntutan atau keharusan, karena:
a.       Persoalan agraria mempunyai arti penting bagi bangsa dan negara agraris.
b.      Dengan adanya kesatuan/kebulatan, akan memudahkan bagi semua pihak untuk mempelajarainya.Disamping masalah agraria yang mempunyai sifat religius, masalah tanah adalah soal masyarakat bukan persoalan perseorangan.
6.      Sumber Hukum Agraria.
1)      Sumber Hukum Tertulis.
a.       Undang-Undang Dasar 1945, khususnya dalam Pasal 33 ayat (3). Di mana dalam Pasal 33 ayat (3) ditentukan :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
b.      Undang-undang Pokok Agraria.
Undang-undangg ini dimuat dalam Undang-undang Nomor : 5 Tahun 1960 tentang : Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, tertanggal 24 September 1960 diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara tahun 1960-140, dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan Lembaran Negara nomor 2043.
c.       Peraturan perundang-undangan di bidang agraria :
1.      Peraturan pelaksanaan UUPA
2.      Pertauran yang mengatur soal-soal yang tidak diwajibkan tetapi diperlukan dalam praktik.
d.      Peraturan lama, tetapi dengan syarat tertentu berdasarkan peraturan/Pasal Peralihan, masih berlaku.
2)      Sumber Hukum Tidak Tertulis.
a.       Kebiasaan baru yang timbul sesudah berlakunya UUPA, misalnya :
1.      Yurisprudensi;
2.      Praktik agraria.
b.      Hukum adat yang lama, dengan syarat-syarat tertentu, yaitu cacat-cacatnya telah dibersihkan.

B.     SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA
1.      Sebelum Indonesia Merdeka
Dalam membicarakan sejarah hukum agraria,kita perlu meninjau dahulu sejarah kehidupan manusia dan dalam lintasan sejarah inipulalah hukum agraria itu lahir dan berkembang. Sejarah kehidupan manusia pada dasarnya dapat dijabarkan melalui tahap-tahap berikut ini.
Dalam tahap I, manusia dalam kehidupan yang dikatakan primitif,baru mengenal meramu sebagai sumber penghidupannya yang pertama kali dan satu-satunya pula.Pada tahap ini oarang tentu saja masih secara nomaden atau mengembara tanpa tempat tinggal yang tetap dari hutan yang satu ke hutan yang lain dan dari daerah satu ke daerah yang lain.
Dalam tahap II, manusia telah menemukan mata pencaharian baru yakni berburu yang biasanya juga masih dilakukan oleh nomden yakni mengembara dari hutan ke hutan mengikuti hewan buruan yang ada.
Dalam tahap III manusia menemukan mata pencaharian yang baru lagi, yakni berternak meskipun sistem pelaksanaannya pun masih primitif dan nomaden pula. Dalam tahap ini, mata pencaharian manusia masih tetap berternak namun pola hiup manusia kemudian berubah dari hidup mengembara menjadi pola hidup menetap. Tetapi dalam pola ternak yang menetap ini, manusia tidak mempersoalkan pengetahuannya dalam bidang pertanahan megingat sebagian besar pemikiran mereka masih berpusat pada bidang peternakan.
Dalam tahap IV yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari pola hidup menetap, barulah manusia mulai bercocok tanam sebagai mata penchariannya. Pada tahap inilah baru manusia memikirkan an mempersoalkan keadaan tanah mengingat kepentingannya sehubungan dengan mata pencahariannya yang baru itu. Tetapi pengetahuan tentang hal pertanahan manusia pada masa itu tentu saja masih sangat sederhana dan sepit, terbatas hanya pada hal-hal yang berkenaan dengan keperluan atau masalah yang tengah dihadapnya saja. Disamping itu kehidupan manusia dalam tahap ini pun masih bersifat sangat pasif terhadap alam, artinya manusia hanya bias menerima saja segala akibat yang ditimbulkan oleh alam tanpa sedikitpun bisa berusaha mencegahnya, misalnya dalam hal terjadi bencana alam seperti banjir dan sebagainya.
Manusia pada masa itu paling-paling hanya dapat mengelakkannya saja dengan satu-satunya cara mengembara atauberpindah-pindah ke daerah yang lain dan memulaimata pencaharian mereka itu dari awal lagi. Jadi pada masa itu manusia memang telah mengenal hal-ihwal pertanahan, tetapi belum mampu mengubah alam yang tentunya disebabkan karena masih kurangnya atau sangat terbatasnya pengetahuan dan ketiadaan alat.
Dalam tahap V, pola hidup berkelompok sudah semakin umum mewarnai kehidupan manusia. Dalam tahap ini manusia telah mengenal mata pencaharian berdagang barter tetapi tentu masih dalam taraf,pola dan system sederhana, yakni tukar-menukar barang. Dalam system atau pola perdagangan ini, uang sebagai alat tukar umum belum dikenal orang karena pembayaran atas pembelian suatu barang dilakukan melalui pertukarannya dengan barang lain yang harganya dianggap sebanding.
Bersamaan dengan berkembangnya perdagangan ini, kian berkembang pula mata pencaharian bercocok tanam sehingga dengan demikian berarti bahwa perhatian dan pengetahuan orang pada bidang pertanahan kian berkembang pula. Dalam tahap inilah Hukum Agraria mulai lahir meskipun belum secara formal maupun material dapat dikatakan masih sangat primitive, masih sangat jauh dari memadahi. Hal ini tentu saja disebabkan karena dalam hukum agraria yang masih primitif itu pengaturan hak dan kewajiban timbal-balik antara penguasa dan warga masih belum serasi.
Melalui perkembangan zaman, Hukum Agraria tersebut menjadi kian berkembang mengalami berbagai penempurnaan dan pembaharuan setahap demi setahap hingga sekarang ini. Jadi riwayat sejarah Hukum Agraria sebagamana juga bidang hukum lainnya mulai lahir dan berkembang melalui suatu evolusi yang lama dan panjang, sejak mulai adanya pengetahuan dan inisiatif manusia untuk menciptakan kehidupan serasi melalui hokum yang berkenaan dengan pertanahan, yang dalam hal ini dapat kita anggap sebagai “embrio” Hukum Agraria itu sendiri.
Selanjutnya pada zaman Hindia Belanda, Hukum Agraria dibentuk berdasarkan tujuan dan sendi-sendi dari pemerintahan Belanda dahulu yang merupakan dasar politik Agraria Pemerntah Hindia Belanda dengan tujuan untuk mengembangkan penanaman modal asing lainnya diperkebunan-perkebunan .Utuk mencapai tujuan ini pemerintah Hindia Belanda telah menciptakan pasal 51 dari Indische Staatregeling dengan 8 ayat. Ke-8 ayat ini kemudian dituangkan ke dalam undang-undang dengan nama “Agrariche Wet” dan dimuat dalam Stb. 1870-55. Kemudian dikeluarkan keputusan Raja dengan nama “Agrarisch Besluit” yang dikeluarkan tahun 1870.
Agrarisch Besluit ini dalam pasal 1 memuat suatu asas yang sangat penting yang merupakan asas dari semua peraturan Agraria Hindia Belanda. Asas ini disebut “Domein Verklaring” atau juga bisa disebut asas domein, yaitu asas bahwa “semua tanah yang tidak bisa dibuktikan pemiliknya adalah domein Negara” yaitu tanah milik negera.
Setelah Proklamasi kemerdekaan Negara kita tahun 1945, undang-undang Agraria diatas dengan segala peraturan organiknya dan buku ke-2 KUHS tentang benda, kecuali peratuaran-peraturan mengenai hipotek, telah dinyatakan tidak berlaku lagi oleh undan-undang Pokok Agraria tahun 1960 yang mulai berlaku sejak tanggal 24 September 1960 hingga sekarang hanya berlaku satu undang-undang yang mengatur agraia, yaitu Undang-undang Pokok Agraria No.5/1960. Ini berarti bahwa dalam bidang hukum agraria telah tercapai keseragaman hukum, atau dengan istilah hukumnya telah terdapat unifikasi hukum agrarian yang berarti bahwa berlaku satu hukum agraria bagi semua warga Indonesia. Jadi dualisme dan pluralisme dalam bidang hukum agrarian telah dapat dihapuskan.

a.      Masa Pra-Kolonial
Pola pembagian wilayah yang menonjol pada masa awal kerajaan-kerajaan di Jawa adalah berupa pembagian tanah ke dalam beragam penguasaan atau pengawasan,yang diberikan ke tangan pejabat-pejabat yang ditunjuk oleh raja atau yang berwenang di istana.Agaknya,pada masa itu konsep³pemilikan´menurut konsep Barat (³property´,´eigendom´) memang tidak dikenal,bahkan juga bagi penguasa.Karena itu tanah-tanah tersebut bukannya ³dimiliki´ oleh pejabat-pejabat atau penguasa,melainkan bahwa para penguasa itu dalam artian politik mempunyai hak jurisdiksi atastanah-tanah dalam wilayahnya yang dengan kekuasaan dan pengaruhnya dapat mereka pertahankan,dan secara teoritis juga mempunyai hak untuk menguasai ,menggunakan ataupun menjual hasil-hasil buminya sesuai dengan adat yang berlaku.
Pada awal abad ke-19 VOC bangkrut dan penguasaannya digantikan oleh pemerintahKerajaan Belanda.Gubernur Jendral Daendels memprakarsai perubahan ±perubahan administrasi untuk meniptakan kekuasaan politik yang lebih sistematis .Tetai sejauh itu masalah penguasaan tanah secaraformal belum memperoleh perhatian sepenuhnya.Barulah ketika pemerintahan Inggrismenggantikannya (1811-1816) saat Raffles memperkenalkan teorinya yang terkenal itu ,yaitu teoridomein, masalah keagrariaan memperoleh perhatian yang sebenarnya.Zaman Raffles inilah yang dapatdianggap sebagai ³tonggak sejarah´ yang pertama dalam soal keagrariaan ,di Indonesia.
b.      Masa Pemerintah Inggris (1811-1816)
Sebagai Gubernur Jendral di Indonesia,Raffles menginginkan agar langkah politiknyamemperoleh pembenaaran,yaitu ³teori domein´nya.Maka pada tahun 1811,dibentuklah sebuah PanitiaPenyelidikan yang diketuai oleh Mackenzie dengan tugas ³melakukan penyelidikan statistik mengenaikeadaan agraria´.Berdasarkan hasil peenyelidikan inilah Raffles menarik kesimpulan bahwa ³semuatanah adalah milik raja atau pemerintah´.Inilah yang dikenal sebagai teori domein dariRaffles.Sehingga dibuatlah system penarikan pajak bumi (landrente),yaitu setiap petani diwajibkanmembayar pajak sebesar 2/5 dari hasil tanah garapannya.Teori Raffles ini ternyata mempengaruhikebijakan agraria selama sebagian besar abad ke -19
c.       zaman ³cultuurstelsel´ (1830)
Gubernur Jenderal Van den Bosch melaksanakan apa yang disebut cultuurstel  sel atau tanam paksa.Dasarnya adalah teori Raffles (domein),yaitu bahwa tanah adalah milik pemerintah.Para KepalaDesa dianggap menyewa kepada Pemerintah,dan selanjutnya Kepala Desa meminjamkan kepada petani.Maka isi pokok Cultuurstelsel bahwa 1/5 daari tanah si pemilik tanah harus ditanami dengantanaman tertentu yang dikehendaki oleh pemerintah,seperti nila,kopi,tembakau,dansebgainya,kemudian harus diserahkan kepada Pemerintah(untuk di ekspor ke Eropa).
Hasil politik ³Tanam Paksa´ini ternyata melimpah bagi Pemerintah Belanda,sehingga menimbulkan iri hati bagikaum pemilik modal swasta.
d.      Perubahan undang-undang dasar belanda (1848)
Terjadi pertentangan antar kaum liberal yang menentang Cultuurstelsel dengan kaumkonservatif.Kemenangan pertama dipetik oleh golongan liberal ketika pada tahun 1848 akhirnyaUndang-Undang Dasar Belanda dirubah yaitu dengan adanya ketentuan di dalamnya yangmenyebutkan bahwa pemerintahan di tanah jajahan harus di atur dengan undang ±undang.Undang-Undang yang dimaksud ternyata baru selesai pada tahun 1954,yaitu dengan keluarnya RegeringsRegelment (RR) 1854.Pada tahun 1865 Menteri Jajahan Frans Van de Putte,seorang liberal,mengajukan RancanganUndang-Undang ,yang isi nya antara lain adalah bahwa Gubernur Jenderal akan memberikan hak erfpacht selam 99 tahun ; hak milik pribumi diakui sebagai hak milik mutlak(eigendom) ; dan tanahkomunal dijadikan hak milik perorangan eigendom.Ternyata RUU ini ditolak oleh parlemen,demikianlah sampai saat itu tujuan golongan swasta Belanda untuk menanam modalnya di bidang pertanian di Indonesia,belum tercapai.
e.       Zaman liberal (1870)
Menteri Van de Putte jatuh karena dianggap terlalu tergesa-gesa memberikan hak eigendomkepada pribumi.Pada tahun 1867/1868,pemerintah jajahan lalu mengadakan suatu penelitian tentanghak-hak penduduk Jawa atas tnah,yang dilakukan di 808 desa di seluruh Jawa.Namunternyata,pemerintah Belanda tidak sabar menunggu hasil penelitian tersebut.Pada tahun 1870,enamtahun sebelum laporan itu terbit,Menteri Jajahan de wall mengajukan RUU yang akhirnya diterimaoleh parlemen.Isinya terdiri dari 5 ayat.Kelima ayat ini kemudian ditambahkan kepada 3 ayat dari pasal62 RR,yang kemudian dijadikan pasal 51 dari Indische Staatsreggeling (IS).Inilah yang disebut denganAgrarische Wet 1870, yang diundangkan dalam Lembaran Negara (Staatsblad) BO.55, 1870.
Dengan demikian tahun 1870 merupakan tonggak yang sangat penting dalam sejarah agraria di Indonesia.Karena sejak itu maka berduyun-duyunlah modal swasta Eropa masuk keIndonesia.Muncullah perkebunan swasta besar di Sumatera dan juga Jawa.Tujuan Undang-Undang Agraria 1870 untuk memberikan kesempatan luas bagi modal swastaasing memang berhasil.Tapi tujuan lainnya,yaitu melindungi dan memperkuat hak tanah bagi bangsaIndonesia asli ternyata jauh dari harapan.Hal ini terjadi karena banyak para sultan sultan yangmemberikan konsesi atas tanah nya kepada pihak asing,dengan kata lain mengabaikan kepentinganrakyat nya,Hal ini menyebabkan kemiskinan masyarakat Indonesia asli.Menanggapi hal tersebut,Pemerintah Kolonial membentuk Panitia Penyelidik Kemiskinan(Mindere WelvaartCommissie) pada tahun 1902.Namun laporan lengkap penelitian itu (MindereWelvaart Onderzoek)) ternyata baru selesai tahun 1920.Pencerminan rasa bersalah pemerintah Belandaditunjukkan dengan di bentuknya kebijakan baru yang terkenal dengan istilah ³Politik Etis´ dengantokoh utamanya C.Th. van Deventer.Mulai awal abad ke-20 itu pemerintah berusaha memperbaikikeadaan melalui enam bidang yaitu,irigasi,reboisasi,transmigrasi,system perkreditan,pendidikan dankesehatan masyarakat.Walaupun disana sini usah tersebut memang dirasakan hasilnya,namunkebijaksanaan ini secara fundamental tidak berhasil mentransformasikan masyarakat pedesaan.Kebijaksanaan perkreditan misalnya,dianggap tidak bersifat memacu perubahan dan perkembangan ekonomi ,melainkan sekedar mempertahankan ³statusquo´.
2.      Masa Kemerdekaan 
Hukum Agraria Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1960.
Diproklamasikannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia mengakibatkan bangsa Indonesia memperoleh kedaulatan di tangan sendiri. Pada masa itu pendudukan tanah oleh masyarakt sudah menjadi hal yang sangat komplek karena masyarakat yang belum berkesempatan menduduki tanah perkebunan dalam waktu singkat berusaha untuk menduduki tanah.
Sejak pengakuan keadulatan oleh Belanda atas negara Indonesia, barulah pemerintah mulai menata kembali pendudukan tanah oleh rakyat dengan melakukan hal-hal berikut :
1.      Mendata kembali berapa luas tanah dan jumlah penduduk yang mengusahakan tanah-tanah perkebunan untuk usaha pertanian. Di daerah Malang luasnya tanah perkebunan ± 20.000 Ha. pendudukan oleh rakyat seluas ± 8.000 Ha. Daerah Kediri luas tanah perkebunan ± 23.000 Ha. pendudukan oleh rakyat  seluas ± 13.000 Ha. dan menurut perkiraan dari luas tanah perkebunan di Jawa yang seluas ± 200.000 Ha. telah diduduki rakyat seluas ± 80.000 Ha.
2.      Pendudukan tanah perkebunan yang hampir dialami oleh semua perkebunan lambat laun akan menghambat usaha pembangunan kembali suatu cabang produksi yang penting bagi negara serta memperlambat pesatnya kemajuan produksi hasil-hasil perkebunan yang sangat diperlukan. Sebagian tanah perkebunan yang terletak di daerah pegunungan sehingga taidak cocok untuk usaha pertanian, untuk itu perlu ditertibkan.
3.      Pemakian tanah-tanah perkebunan yang berlokasi di daerah pegunungan tersebut dikuatirkan akan menimbulkan bahayb erosi dan penyerapan air.
4.      Pemakaian tanah-tanah oleh rakyat di beberapa daerah menimbulkan ketegangan dan kekeruhan yang membahayakan keamanan dan ketertiban umum.
Untuk itu, maka dikeluarkanlah Undang-undang Nomor : 8 Tahun 1954 tentang : Penyelesaian soal Pemakaian Tanah Perkebunan oleh Rakyat. Penyelesaian akan diusahakan bertingkat 2 (dua) sebagai berikut :
1.      Tahap pertama; terlebih dahulu akan diusahakan agar agenda segala sesuatu dapat dicarikan penyelesaiannya atas dasar kata sepakat antar pemilik perkebunan dengan rakyat/penggarap;
2.      Tahap kedua; apabila perundingan sebagaimana dimaksud pada angka 1 (satu) tidak berhasil, maka dalam rangka penyelesaian penggarapan tanah perkebunan tersbut akan mengambil kebijakan sendiri dengan memperhatikan :
a.       Kepentingan rakyat dan kepentingan penduduk, letak perkebunan yangbersangkutan;
b.      Kedudukan perusahaan perkebunan di dalam susunan perekonomuian negara.
Agar pelaksanaan dari keputusan tersebut dapat berjalan dengan sebaik-baiknya, maka diatur ketentuan sebagai berikut :
1.      Kemungkinan pencabutan dan pembatalan hak atas tanah perkebunan milik para pengusaha, baik sebagian meupun seluruhnya, jika mereka dengan sengaja menghalangi upaya penyelesaian;
2.      Ancaman hukum terhadap mereka yang melanggar atau menghalangi;
3.      Ancaman hukuman terhadap mereka yang tidak dengan seizin pemilik perkebunan, masih terus memakai tanah perkebunan sesudah tuntutan ini diberlakukan;
4.       Ketentuan tentang harus mengadakan pengosongan.
Untuk mencegah pendudukan kembali tanah perkebunan oleh rakyat, maka pemerintah megeluarakan perarturan tentang larangan pendudukan tanah tanpa izin yang berhak yaitu Undang-undang Nomor : 51 Prp. Tahun 1960.
Selain ketentuan dia atas, dalam upaya menata kembali hukum pertanahan pemerintah telah membuat kebijakan dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
1.      Undang-undang Nomor : 19 Tahun 1956 tentang : Penentuan Perusahaan Pertanian/Perkebunan Milik Belanda yang Dikenakan Nasionalisasi.
2.      Undang-undang Nomor : 28 Tahun 1956 tentang : Pengawasan Terhadap Pemindahan Hak Atas Tanah Perkebunan.
3.      Undang-undang Nomor : 29 Tahun 1956 tentang : Peraturan Pemerintah dan Tindakan-tindakan Mengenai Tanah Perkebunan.
4.      Ketentuan lain yang menyangkut pemakaian tanah-tanah milik warga negara Belanda yang kembali ke negerinya.

3.              Setelah Indonesia Merdeka
a.      Masa orde lama
Setelah 15 tahun Indonesia merdeka, maka pada tanggal 24 September 1960, lahirlah Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,yang kemudianterkenal dengan istilah UUPA.Lahirnya UUPA bukan proses yang pendek.Karena setelah Indonesiamerdeka, sejak awal sebenarnya pemerintah telah mulai memperhatikan masalah agraria.Mulai PanityaAgraria Yogya (1948), Panitya Jakarta (1951), Panitya Suwahjo(1956), Rancangan Soenarjo(1958),dan akhirnya Rancangan Sadjarwo(1960).Lahirnya UUPA-1960,yang diikuti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, No.56 tahun 1960 (yang dikenal sebagai Undang-Undang ³Landreform´) sebenarnya merupakan hasildari usaha untuk meletakkan dasar strategi pembangunan seperti yang dianut juga oleh berbagai Negara Asia pada masa awal sesudah Perang Dunia kedua (Jepang,Korea,Tiwan,India,Iran,dan lain-lain).Namun dalam kurun waktu kurang lebih 22 tahun setelah Indonesia merdeka,kondisi social politik serta kurangnya dana memang tidak memungkinkan untuk melaksanakan pembangunan ekonomisecara teratur.Demikian pula program Landreform mengalami hambatan besar.
Sesungguhnya ,semangat dan jiwa UUPA pada hakekatnya bersifat kerakyatan,populistik (dalam arti komunistik,sekaligus bukan kapitalistik).Kerangka UUPA itu disusun dalam kondisi yangada saat itu.Sebagai sebuah Undang-Undang yang berisi peraturan-peraturan dasar .,diperlukan penjabaran lebh lanjut.Namun,sebagian besar hal itu belum sempat tergarapkeburu terjadi pergantian pemerintah dari yang lama ke pemerintahan Orde Baru yang mengambil dasar keebijakanyang sama sekali berbeda.

b.      Masa Orde Baru
Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang diprogramkan dalam Reformasi Agraria padamasa Orde Lama,terjaditragedi nasional dalam tahun 1965,yang melahirkan Orde Baru.Penguasa OrdeBaru mewarisi situasi nasional dalam keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dankonstelasi politik yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945.Ciri kebijakan pemerintah Orde Baru ditandai oleh dua hal pokok.Pertama : Secara umum,strategi pembanguannya mengandalkan kepada bantuan, hutang, dan investasi dari luar negeri, dan bertumpu kepada ³yang besar´(betting on the strong), tidak berbasis pada potensi rakyat.Kedua :Khusus dalam hal kebijakan masalah Agraria,dsadari oleh tidak oleh para perumus kebijakan padamasa awal Orde Baru itu, Indonesia mengambil jalan apa yang sekarang dikenal sebagai  By-passApproach, atau pendekatan jalan pintas.Alur pemikiran pendekatan ini adalah sebagai berikut :reforma agraria umumnya lahir sebagai respon terhadap suatu stuktur agraria yang terasa tidak adil,yang pada gilirannya berpotensi bagi terjadinya konflik agraria.Untuk menangani konflik agraria , orang harus memahami dulu apa maknanya.Penganut pendekatan jalan pintas berpandangan bahwa(sebagai asumsi dasar) makna konflik agraria adalahmasalah pangan.
Karena itu, buat apa susah suah melakukan reforma agraria?Kita tangani saja secaralangsung masalah pangan.Kebetulan lahirnya Orde Baru bersamaan waktunya dengan Revolusi Hijaudi Asia.Maka diambillah jalan pintas,mengusahakan tercapainya swasembada pangan melalui RevolusiHijau tanpa Reforma Agraria.Swasembada pangan memang pernah dicapai,namun ternyata konflik agraria bukannya lenyap melainkan justru terjadi dimana-mana.Salah satu produk hokum pertama Penguasa Orde Baru adalah Undang-Undang Nomor 5Thun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan.Dalam praktek pelaksanaan nya Undang ± Undang tersebut juga menimbulkan kenyataan perlakuan yang tidak adil pada masyarakat hokum adatdan warganya,yang tanah ulayatnya diberikan dengan Hak Pengusahaan Hutan kepada pengusaha.(bertentangan dengan UUPA).
Ketentuan-ketentuan landreform,biarpun formal tidak dicabut selama Era Orde Baru tidak tampak dilaksanakan,dengan segala akibatnya dalam penguasaan tanah-tanah pertanian, baik yangmengenai batas luas maupun lokasinya.Biarpun kebijakan pembangunan dan pelaksanaannya berbeda dengan semangat yang mealndasi UUPA ,tetapi undang-undang tersebut dan peraturan-peraturan pelaksanaannya selama Orde Baru masih dapat memberikan dukungan legal yang diperlukan tanpamengalami perubahan formal substansinya.
c.       Masa Reformasi
Orde Reformasi tampak membawa perombakan yang asasi dalam kebijakan pembangunannasional di bidang ekonomi,sebagai yang ditetapkan dalam kebijakan pembangunan nasional di bidangekonomi, sebagai yang ditetapkan dalam TAAP MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Politik EkonomiDalam Rngka Demokrasi Ekonomi, yang berbeda benar dengan kebijakan pembangunan ekonomiOrde Baru.TAP MPR tersebut ditetapkan atas dasar pertimbangan,bahwa pelaksanaan DemokrasiEkonomi, sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 UUD 1945 belum terwujud.Dinyatakan dalam TAPMPR tersebut, bahwa politik ekonomi mencakup kebijaksanaan , strategi dan pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional sebagai perwujudan dari prinsip-prinsip dasar DemokrasiEkonomi,yang mengutamakan kepentingan rakyat banyak, untuk sebesar besarnya kemakmuranrakyat,sebagaimana dimaksud dalma pasal 33 UUD 1945.Politik Ekonomi nasional diarahkan untuk menciptakan struktur ekonomi nasional ,agar teerwujud pengusaha menengah yang kuat dan besar  jumlahnya,serta terbentuk keterkaitan dan kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku ekonomiyang meliputi usaha kecil,menengah dan koperasi, usaha besar swasta san Badan Usaha Milik Negara,yang saling memperkuat untuk mewujudkan Demokrasi Ekonomi dan efisiensi nasional yang berdayasaing tinggi.Pengelolaan dan pemanfaatan tanah dan sumber daya alam lainnya,harus dilaksanakan secaraadil dengan menghlangkan segala bentuk penguasaan dan kepemilikan dalam rangka pengembangankemampuan ekonomi usaha kecil,memengah, kopersi,serta masyarakat luas.Tanah sebagai basis usaha pertanian harus diutamakan penggunaannya bagi pertumbuhan pertanian rakyat,yang mampumelibatkan serta memberi sebesar besarnya kemakmuaran bagi usaha kecil, menengah, dam koperasi.Demikian garis besar kebijakan pembangunan bidang ekonomi Orde Reformasi, yang berbeda benar dengan kebijakan Penguasa Orde Baru, tetapi sejalan dengan semngat yang terkandung dalamUUPA,sebagai yang dikemukakan di atas.Kebijakan Orde Reformasi tentang keberpihakan pada rakyat banyak,khususnya usaha kecilmenengah dan koperasi.Tanpa mengabaikan peranan usaha besar danBadan Usaha Milik Negara.
Kebijakan di bidang ekonomi sebagaimana yang dikemukakan di atas kiranya sesuai dengansemngat yang melandasi Hukum Tanah yang ada sekarang,yang konsepsi,asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokoknya dituangkan dalam UUPA.Maka reformasi di bidang Hukum Tanah yang perludiadakan ,bukan merupakan kegiatan perombakan, melainkan penyempurnaan lembaga dan ketentuan-ketentuanya, hingga bias memberikan dukungan legal dan substansial yang lebih mantap bagi terwujudnya tujuan yang hendak dicapai dengan kebijakan ekonomi baru ,yang kembali kepada pengutamaan kepentingan rakyat banyak.Dalam rangka mewujudkan tujuan kebijakan Orde Reformasi di atas,penyempurnaan yangdimaksud yaitu,antara lain berupa penyelesaian pembentukan undang-undang yang mengatur Hak Milik atas tanah, penegasan dan pemasyarakatan asas-asas dan tata cara perolehan tanahuntuk berbagaikeperluan pembangunan,pengaturan penanganan tanah, pembatasan pemilikan tanah non pertanian,penyempurnaan ketentuan mengenai pembardayaan tanah-tanah terlantar,penyesuaianketentuan-ketentuan landeform dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan pembangunan serta pengaturan kembali pembagian kewenangan di bidang pertanahan dalam rangka dekonsentrasi danmedebewind.
4.      Problem Pokok Agraria Saat Ini
Pergantian rezim, dari pemerintahan Soekarno ke pemerintahan Soeharto, telah mengakibatkan berbagai mandat dari hasil-hasil positif dari UUPA ikut berhenti. Masa ini dikenal dengan masa pemandulan dan penghancuran kebijakan agraria yang bersifat populis, dan era konsolidasi bagi pembangunan kapitalisme di Indonesia.
Penghentian program reforma agraria salah satu dampaknya adalah meningkatnya petani tak bertanah dan petani gurem. Sensus pertanian tahun 1963 sampai 2003 memperlihatkan rata-rata penguasaan lahan oleh petani dari satu periode sensus ke periode sensus yang lain relatif sangat kecil, yaitu antara 0,81 sampai 1,05 hektar. Sementara di Jawa, pulau dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, rata-rata penguasaan lahan oleh petani selama lebih dari 40 tahun sekitar 0,45 hektar. Hal ini menggambarkan bahwa penguasaan tanah di masa kolonial tidak banyak berubah setelah kemerdekaan. (Bachriadi & Wiradi;2009).
Ironisnya, kesalahan orde baru dengan tidak menjalankan reforma agraria kembali diulangi pemerintahan di era reformasi. Sehingga akibatnya adalah:
Pertama, terjadi akumulasi dan monopoli penguasaan atas tanah dan sumber-sumber agraria lainnya yang mengakibatkan ketimpangan yang sangat serius.
Kedua, berlangsung konflik dan sengketa agraria secara meluas dan berkepanjangan tanpa ada mekanisme penyelesaiannya, serta diikuti dengan pelanggaran hak asasi manusia.
Ketiga, terbangun sistem hukum agraria yang tumpang tindih, tidak berpihak pada kepentigan rakyat serta menjadi pemicu lahirnya sengketa dan konflik agraria.
Keempat, struktur perekonomian bangsa Indonesia menjadi rapuh dan bangunan industrialisasi yang tidak kokoh sehingga melahirkan persoalan struktural lainnya, seperti kemiskinan dan pengangguran yang tinggi, laju urbanisai yang tak terkendali serta hancurnya bangunan produktivitas rakyat secara menyeluruh.













BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Sebagai penutup dari tulisan ini penulis memberikan beberapa kesimpulan bahwa:
dalam perspektif umum, agraria berasal dari bahasa Latin ager yang berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Agraria berarti urusan pertanian atau tanah pertanian, juga urusan pemilikan tanah. Maka sebutan agraria atau dalam bahasa Inggris agrarian selalu dairtikan dengan tanah dan dihubungakan dengan usaha pertanian. Sebutan agrarian laws bahkan seringkali digunakan untuk menunjuk kepada perangkat peraturan-peraturan hukum yang bertujuan mengadakan pembagian tanah-tanah yang luas dalam rangka lebih meratakan penguasaan dan pemilikannya.
Di Indonesia sebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian.
Pengertian agraria meliputi bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam Pasal 48
Dari uraian pengertian agraria di atas, maka dapat disimpulkan pengertian agraria dengan membedakan pengertian agraria dalam arti luas dan pengertian agraria dalam arti sempit. Dalam arti sempit, agraria hanyalah meliputi bumi yang disebut tanah, sedangkan pengertian agraria dalam arti luas adalah meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
Subekti dan Tjitro Subono, hukum agraria adalah keseluruhan ketentuan yang hukum perdata, tata negara, tata usaha negara, yang mengatur hubungan antara orang dan bumi, air dan ruang angkasa dalam seluruh wilayah negara, dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada huungan tersebut.
Sumber hukum agraria dapat di jabarkan menjadi 2 bagian yaitu:
1.      Sumber Hukum Tertulis.
2.      Sumber Hukum Tidak Tertulis.
Sejarah Hukum Agraria
Sejarah hukam agraria di indonesia dapat di bagi menjadi tiga fase yaitu pada saat indonesia belum merdeka ,pada saat indonesia merdeka dan pada saat indonesia telah merdeka
Sebelum Indonesia Merdeka
Dalam membicarakan sejarah hukum agraria,kita perlu meninjau dahulu sejarah kehidupan manusia dan dalam lintasan sejarah inipulalah hukum agraria itu lahir dan berkembang. Sejarah kehidupan manusia pada dasarnya dapat dijabarkan melalui tahap-tahap berikut ini.
Masa Kemerdekaan 
Hukum Agraria Masa Kemerdekaan Sampai Tahun 1960.
Diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia mengakibatkan bangsa Indonesia memperoleh kedaulatan di tangan sendiri. Pada masa itu pendudukan tanah oleh masyarakt sudah menjadi hal yang sangat komplek karena masyarakat yang belum berkesempatan menduduki tanah perkebunan dalam waktu singkat berusaha untuk menduduki tanah.
Demikian makalah yang dapat saya sajikan, mudah-mudahan bisa bermanpaat, khususnya bagi kami penulis, umumnya bagi para pembaca sekalian. saya menyadari dalam penulisan ini masih banyak kesalahan dan kekurangannya, kritik yang sipatnya membangun sangat saya harapkan untuk kemajuan kearah yang lebih baik.
Setelah Indonesia Merdeka
Masa orde lama
Setelah 15 tahun Indonesia merdeka, maka pada tanggal 24 September 1960, lahirlah Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,yang kemudianterkenal dengan istilah UUPA.Lahirnya UUPA bukan proses yang pendek.
Masa Orde Baru
Belum sampai terlaksana sepenuhnya apa yang diprogramkan dalam Reformasi Agraria padamasa Orde Lama,terjaditragedi nasional dalam tahun 1965,yang melahirkan Orde Baru.Penguasa OrdeBaru mewarisi situasi nasional dalam keadaan perekonomiaan Negara yang menyedihkan dankonstelasi politik yang dinilai sebagai penyimpangan dasar dari sila-sila Pancasila dan Undang-UndangDasar 1945
Masa Reformasi
Orde Reformasi tampak membawa perombakan yang asasi dalam kebijakan pembangunannasional di bidang ekonomi,sebagai yang ditetapkan dalam kebijakan pembangunan nasional di bidangekonomi, sebagai yang ditetapkan dalam TAAP MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Politik EkonomiDalam Rngka Demokrasi Ekonomi, yang berbeda benar dengan kebijakan pembangunan ekonomiOrde Baru.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak Ada Nama,2010.Pengertian Agraria.http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/04/    hukum - agraria/.Di Unduh tgl 20 mei 2011
Yusril,2010.Hukum Agraria Masa Kini.http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/    hukum-agraria-penyelesaian-sengketa.html.Di unduh tgl 20 Mei 2011
Sukardi,2011.Sejarah Hukum Agraria.http://ilmuanu.blogspot.com/2011 /04/sejarah          hukum-agraria.html.Di unduh tgal 20 mei 2011
Tidak Ada Nama,2011.Hukum agraria Indonesia.http://www.kekal-indonesia.       org/index.php?option=com_content&task=view&id=29&Itemid=72.                      Di unduh tgl 20 mei 2011
Wandi,2011.Hukum Agraria sesudah dan sebelum Merdeka.http://chekp4yz.          wordpress.com/2010/07/28/bab-ii-agraria/.Di unduh 20 Mei 2011.
Darno,2010.Kebijakan Hukum agraria Indonesia.http://kuliah-notariat.blogspot.    com/2009/03/kebijakan-hukum-agraria-di-indonesia.html.Di unduh 20 mei 2011
Sunardi,2011.Sejarah Agraria Indonesia.http://roysanjaya.blogspot.com/    2009/03/sejarah-hukum-agraria-di-indonesia.html.Di unduh 20 Mei 2011
Tidak Ada Nama.Definisi Hukum Agraria.http://okusi.net/garydean/works/            HukumAgraria.html.Di unduh 20 mei 2011
Darnoto,2010.Sejarah Agraria Di indonesia.http://www1.patikab.go.id/artikel/hukum       agraria-sejarah-hukum-agraria-.Di unduh 20 mei 2011
Alhakim,2011.Sejarah Hukum agraria Di indonesia.http://   alhakim050181.wordpress.com/.Di unduh 20 mei 20111.

Comments

Post a Comment

komen sangat di harapkan boss.

Popular posts from this blog

Makalah Kemiskinan(Sosiologi)

contoh sosiometri(non tes )

makalah perkawinan adat